KARBOHIDRAT : SELULOSA
Kholifatur Rosyidah
18030194019
PKA 2018
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud selulosa?
2. Apa saja komponen utama penyusun dan struktur dari selulosa?
3. Bagaimana klasifikasi dari selulosa?
4. Apa saja sumber-sumber selulosa?
5. Bagaimana Isolasi dari selulosa?
6. Bagaimana Karakterisasi dari selulosa?
7. Bagaimana kegunaan selulosa di kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari selulosa
2. Mengetahui komponen utama penyusun dan struktur dari selulosa
3. Mengetahui klasifikasi dari selulosa
4. Mengetahui sumber-sumber selulosa
5. Mengetahui Isolasi dari selulosa
6. Mengetahui karakterisasi dari selulsoa
7. Mengetahui kegunaan selulosa di kehidupan sehari-hari
BAB II
ISI
A. Pengertian Selulosa
Selulosa merupakan suatu kandungan utama dalam serat tumbuhan yang
berfungsi sebagai komponen dari struktur tumbuhan. Bersama dengan
hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk struktur jaringan memperkuat
dinding sel tanaman Selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis
tanaman dan menempati hampir 60% dari struktur kayu. Rumus umum dari
senyawa ini adalah (C6H10O5)n.
Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai
serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan
asam dan amonia. Payen mengamati bahwa bahan yang telah dimurnikan
mengandung satu jenis senyawa kimia yang seragam, yaitu karbohidrat.
Gugus hidroksil pada C2 dan C3 adalah gugus hidroksil yang terikat pada
atom karbon sekunder, sedangkan gugus hidroksil pada C6 terikat pada
atom karbon primer. Kereaktifan dan kemasaman gugus hidroksil primer
dan sekunder ini berbeda.
Dalam suatu selulosa, bisa tersusun dari gabungan ratusan ribu sampai
lebih dari sepuluh ribu 1,4-β-D-glukosa. Dimana rantai D-glukosa pada
selulosa membentuk konformasi yang melebar dan mengalami
pengelompokan antar sisi menjadi serat yang tidak larut.
Gambar 2. Rantai selulosa yang terdiri dari unit D-glukosa dalam ikatan
β(14) (Lehninger, 1982)
Gambar 3. Skema perpotongan dari dua rantai selulosa yang paralel, yang
memperlihatkan konformasi yang sebenarnya dari residu D-glukosa dan
persilangan ikatan hidrogen (Lehninger, 1982)
C. Klasifikasi Selulosa
Meskipun termasuk homopolisakarida atau terdiri dari satu komponen
penyusun yaitu D-glukosa, selulosa dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis yang memiliki struktur yang berbeda.
Klasifikasi selulosa ini berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutannya
dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 75%. Klasifikasi tersebut di
antaranya yaitu sebagai berikut :
1. Selulosa α (Alpha Cellulose)
Jenis selulosa satu ini memiliki rantai yang panjang. Senyawa ini tidak
larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat
polimerisasi 600 sampai 1500. Selulosa α dapat digunakan sebagai
penduga atau penentu tingkat kemurnian dari selulosa itu sendiri.
Selulosa α memiliki tingkat kemurnian paling tinggi atau murni di
antara jenis yang lainnya. Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan atau bahan baku
peleda, sedangkan kualitas selulosa dibawahnya digunakan sebagai bahan
baku pada industri kertas dan industri kain. Semakin tinggi derajat α, maka
semakin baik kualitas dari selulosa tersebut.
Gambar 5. Rumus struktur α-selulosa
2. Selulosa β (Beta Cellulose)
Tidak seperti selulosa α, jenis selulosa satu ini memiliki rantai yang
pendek. Senyawa ini larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa
kuat dengan derajat polimerisasi 15 sampai 90. Selulosa β dapat
mengendap apabila dinetralkan.
D. Sumber-Sumber Selulosa
Selulosa dapat ditemukan di berbagai tempat, baik itu tumbuhan bahkan
bakteri. Namun kandungan presentasenya tentu berbeda. Hal ini berkaitan
dengan bahan-bahan penyusunnya seperti air, lilin, pektin, protein, lignin, dan
substansi mineral. Beberapa sumber selulosa di antaranya yaitu sebagai
berikut :
1. Eceng gondok
Eceng gondok, suatu gulma yang mudah sekali tumbuh dan
berkembang ternyata mempunyai kandungan serat selulosa cukup
tinggi,yakni berkisar 60%. Hal ini sangat memungkinkan bahwa eceng
gondok berpotensi sebagai bahan dasar pembuatan selulosa yang
kedepannya dapat diaplikasikan ke arah yang beragam.
2. Kapas
Kapas mempunyai kandungan selulosa 88 sampai 96%. Panjang
seratnya diperkirakan antara 25 sampai 34 mm. Kapas dapat di olah pada
industri tekstil yang menghasilkan benang, kain dan lainnya.
3. Jerami padi
Jerami padi mengandung serat/lignosellulosa yang dapat pecah menjadi
gula sederhana yang akhirnya diubah menjadi etanol melalui proses
fermentasi. Untuk memecah lignosellulosa menjadi gula sederhana yang
siap difermentasi diperlukan metode pretreatment. Pretreatment kimia
untuk jerami padi menggunakan bahan kimia yang berbeda seperti
asam,alkali dan pengoksidasian yaitu peroksida dan ozon. Diantara metode
ini, pretreatment asam encer menggunakan H2SO4 adalah metode yang
paling banyak digunakan.
4. Batang Pisang
Batang pisang sebagian berisi air dan serat (selulosa) , disamping
mineral, kalium, fosfor, dan lain-lain. Komposisi kimia batang pisang
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu komposisi tanah, frekuensi
pemotongan, fase pertumbuhan, pemupukan, iklim setempat dan
ketersediaan air. Serat batang pisang mengandung 63% selulosa, 20%
hemiselulosa dan 5% lignin.
5. Kayu
Kandungan selulosa dalam kayu sekitar 40 sampai 50%. Di mana
rantai selulosa berada dalam lapisan yang disatukan oleh polimer lignin
dan ikatan hidrogen yang kuat.
Selulosa dalam kayu banyak dimanfaatkan dalam dunia industri
maupun farmasi. Contohnya yaitu kertas yang dibuat dari pulp kayu yang
memanfaatkan kandungan senyawa selulosa.
6. Sabut Kelapa
Sabut kelapa memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yakni
54,3% dengan 26,6% berupa α-selulosa dan 27,7% hemiselulosa. Di
samping itu, juga terdapat kandungan lignin sebesar 29,4% yang dapat
dihidrolisis menjadi selulosa guna meningkatkan kadar selulosa dalam
sabut kelapa
7. Ampas Tebu
Di dalam ampas tebu yang merupakan limbah padat dalam produksi
gula dilaporkan memiliki kandungan selulosa yang bervariasi sekitar
35,3% ; 32-44% ; 35-50% ; 45,5% ; 47,5-51,1% ; dan 40-41,5%
bergantung pada jenis dan daerah tumbuh tanaman tebu.
Ampas tebu yang selama ini dianggap sebagai limbah, kini dapat
dijadikan sebagai bahan baku potensial dalam produksi HRC yang bisa
dikonversi selanjutnya untuk beberapa produk akhir seperti selulosa asetat,
CMC dan turunan selulosa lainnya. (Supranto et al., 2014)
8. Bakteri
Selain terdapat pada tumbuhan, selulosa juga terdapat pada bakteri .
Bakteri selulosa adalah sekelompok bakteri yang memiliki kemampuan
memproduksi selulosa. Bakteri dari genus Acetobacter adalah bakteri yang
paling dikenal dan paling banyak dipelajari hingga saat ini oleh kalangan
ilmuwan terkait yang memiliki kemampuan tersebut.
Karakteristik bakteri selulosa berbeda dengan karakteristik selulosa
yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan. Di antaranya yaitu :
Ukuran serat selulosanya lebih halus hingga sekitar seratus kali.
Jalinan serat yang lebih rapat dan lebih rapi. Meskipun demikian,
porositasnya tetap tinggi.
Lebih murni daripada selulosa tumbuh-tumbuhan yang umumnya
bercampur dengan lignin, pektin, senyawa aromatik, dll.
Kapasitas serap air (water absorption capacity), kapasitas
tampung air (water holding capacity), dan daya tarik (tensile
strength) bakteri selulosa jauh lebih besar.
E. Isolasi Selulosa
Untuk memperoleh selulosa yang murni dari serat tumbuhan, tentu harus
dilakukan langkah isolasi. Terdapat beberapa cara untuk mengisolasi selulosa,
di antara yaitu :
1. Hidrolisis alkali
Perlakuan hidrolisis alkali, metode yang paling umum digunakan
untuk delignifikasi bahan lignoselulosa. Perlakuan ini dilakukan dengan
tujuan mengganggu struktur lignin dan memungkinkan pemisahan
hubungan struktural antara lignin dan selulosa.
Dalam perlakuan ini juga mengakibatkan putusnya ikatan pada rantai
selulosa. Perlakuan alkali biasanya dilkukan bersamaan dengan
perlakuan asam. Metode ini merupakan proses yang sederhana, ekonomis
dan ramah lingkungan. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa proses
ini perlu dikontrol dengan hati-hati untuk menghindari hal yang tidak
diinginkan seperti degradasi selulosa.
2. Hidrolisis Asam
Perlakuan ini merupakan proses umum yang paling banyak
digunakan karena membutuhkan waktu reaksi yang lebih pendek
daripada proses lainnya. Asam bersenyawaan klorida, asam peroksida
sering digunakan dalam perlakuan asam ini karena selain berfungsi
sebagai delignifikasi juga berfungsi sebagai pemutih.
Putih yang dihasilkan menggunakan asam peroksida lebih gelap
dibandingkan dengan asam berklorida tetapi dampak terhadap lingkungan
dapat diminimalisasi apabila menggunakan asam peroksida. Selain
senyawa asam tersebut, asam sulfat juga sering digunakan dalam
perlakuan asam.
3. Enzimatik
Teknologi enzimatik, teknologi terbaru yang digunakan dalam
isolasi selulosa. Belum banyak peneliti melaporkan tentang isolasi tentang
isolasi selulosa. Hal ini mungkin dikarenakan proses enzimatik lebih
mahal dilihat dari nilai ekonomi. Tetapi proses isolasi satu ini mampu
menghasilkan selulosa dengan kristalinitas lebih rendah.
4. Ledakan Uap
Proses perlakuan ledakan uap telah diselidiki sebagai metode
pulp mekanis yang menjanjikan, karena menawarkan banyak hal menarik
dibandingkan dengan teknologi lainse perti investasi modal lebih rendah,
dampak lingkungan lebih rendah, lebih sedikit bahan kimia proses
berbahaya dan kondisi dan lebih banyak potensi energi efisiensi.
Proses perlakuan ledakan uap dibagi ke dalam 2 tahap yaitu
ekstraksi untuk pemulihan selulosa berderajta polimer rendah dan
peresapan asam mineral kuat. Beberapa penulis melaporkan bahwa
ledakan uap memungkinkan pemecahan bahan lignoselulosa komponen
dengan pemanasan uap, gaya geser akibat ekspansi kelembaban dan
hidrolisis ikatan glikosidik oleh asam organik yang terbentuk selama
proses.
5. Ekstruksi
Teknologi ekstrusi adalah metode hidrolisis suhu tinggi dengan durasi
pendek dengan keuntungan seperti fleksibilitas tinggi, proses yang ramah
lingkungan dan tidak adanya efluen.
Metode ekstrusi dibagi menjadi 2 tahap yaitu ekstrusi dengan Ekstrusi
basa Natrium Hidroksida dan Ekstrusi Asam Sulfat. Teknologi ekstrusi
dapat dijalankan pada proses dengan kadar air lebih rendah.
(Mulyadi, 2019)
F. Karakterisasi Selulosa
Karakterisasi isolasi dari selulosa dapat dilakukan dengan berbagai cara, di
antaranya sebagai berikut :
1. Analisis proksimat
Merupakan Analisis komponen kimia pada isolat selulosa dari ampas
tebu. Evaluasi keberhasilan isolasi ditandai dengan peningkatan kadar α-
selulosa, dan penurunan kadar ligninsecara signifikan. Berbagai kajian
telah dilakukan untuk melakukan penurunan lignin hingga nol persen,
tetapi sampai saat ini belum mampu pada target tersebut. Hal ini
dikarenakan lignin dan selulosa mempunyai kemiripan sifat sehingga
apabila ingin menhilangkan lignin maka akan terjadi pengurangan
rendemen produk yang sangat besar.
Spektroskopi FTIR adalah teknik yang sangat efektif dan cepat yang
digunakan untuk mempelajari polimer. Pengukuran spektroskopi FTIR
didasarkan pada intensitas dan panjang gelombang penyerapan radiasi
Infrared yang mengakibatkan masing masing gugus fungsi bervibrasi
pada bilangan gelombang khasnya. Di dalam spektrumnya, bilangan
gelombang 4000-400 cm-1 menjadi acuan utntuk melihat vibrasi molekul
dari senyawa organik.
3. Analisis Termal
Analisis termal digunakan untuk mengetahui sifat termal dan
degradasi dari selulosa. Hal ini dapat dilakukan dengan thermogravimetric
analysis (TGA), differential scanning calorimetry (DSC) dan differential
thermal analysis (DTA). Secara umum kurva thermogram menunjukkan
dua tahap yaitu dehidrasi dan degradasi. Pada tahap degradasi terjadi
penurunan berat sampel karena adanya pelepasan air yang terjerap pada
selulosa. Tahap ini terjadi pada kisaran suhu 60-140ºC. Pada tahap
berikutnya yaitu degradasi, terjadi proses dekarboksilasi, depolimerisasi
dan dekomposisi unit glikosil selulosa serta pembentukan residu arang.
Tahap ini terjadi pada kisaran suhu suhu 250-450ºC.
1. Industri Tekstil
Selulase merupakan enzim yang paling sukses digunakan dalam
pemrosesan tekstil basah, terutama bagian proses akhir tekstil berbasis
selulosa,dengan tujuan meningkatkan kualitas.
Stonewashing jeans secara tradisional melibatkan pelepasan lapisan
pati dengan bantuan amilase dan perlakuan abrasi dengan batu apung
dalam mesin pencuci besar. Selulase umumnya digunakan untuk
biostoning bahan jeans dan biopolishing kapas dan fabrik selulosa lainnya.
Selama proses biostoning, selulase bekerja pada fabrik kapas dan
memutuskan ujung fiber kecil pada permukaan tenunan, sehingga
memudahkan pelepasan pewarna untuk menciptakan efek kabur atau
luntur. Penggantian batu apung dengan selulase akanmengurangi
kerusakan fiber, meningkatkan produktivitas mesin,dan lebih sedikit kerja
intensif.
Selulase juga meningkatkan kelembutan dan sifat penyerapan air dari
fiber,mengurangi kecenderungan pembentukan gumpalan, dan
menghasilkan struktur permukaan yang lebih bersih dengan
sedikit bulu halus. Penyiapan selulase yang kaya dengan endoglukanase pa
ling cocok untuk biopolishing peningkatan tampilan, sentuhan,dan warna
fabrik tanpa perlunya pelapisan dengan senyawa kimialain. Aksi dari
selulase dalam menghilangkan fiber kecil, bulu halus permukaan,
menghasilkan tampilan yang licin dan mengkilap, serta meningkatkan
kecerahan warna, hidrofilisitas dan absorbansi kelembapan, dan proses
yang lebih ramah lingkungan. (Kuhad,dkk, 2011)
2. Industri Deterjen
Selulase di dalam deterjen dapat membantu menjaga bahan kapas dan
paduannya terlihat baru lebih lama dengan menghilangkan bulu halus yang
terbentuk selama pemakaian. Dengan melepaskan fibril
pada permukaan bahan, kotoran juga akan terlepas, sehingga selulase di
sisi lain dapat memberikan efek pembersihan.
Perbedaan hasil cucian menggunakan deterjen dengan selulase dan
tanpa selulase dapat dilihat pada gambar berikut :
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kuhad, R. C., R. Gupta and A. Singh. 2011. Microbial Cellulases and Their
Industrial Applications. Enzyme Research, Article ID 280696.
Mulyadi, Irwan. 2019. Isolasi dan Karakterisasi Selulosa : Review. Jurnal Saintika
UNPAM. Banten : Universitas Pamulang.
Nuringtyas, Tri Rini. 2010. Karbohidrat. Yogyakarta : Gaja Mada University Press.