Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH BIOKIMIA 1

KARBOHIDRAT : SELULOSA

Kholifatur Rosyidah

18030194019

PKA 2018

PRODI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karbohidrat merupakan suatu polihidroksi aldehid atau keton atau
turunannya. Nama karbohidrat berasal dari susunan senyawanya yang
merupakan hidrat dari kari karbon. Rumus umum senyawa ini adalah
(CH2O)n, namun ternyata tidak sesuai untuk berbagai senyawa.

Berdasarkan susunan dan pebedaan ukuran molekulnya, karbohidrat terdiri


dari beberapa jenis. Di antaranya yaitu monosakarida, disakarida,
oligosakarida, dan polisakarida. Polisakarida sendiri terdiri dari dua jenis,
yaitu heteropolisakarida dan homopolisakarida. Heteropolisakarida terdiri
dari banyak jenis gugus karbohidrat, sedangkan homopolisakarida hanya
terdiri dari satu jenis gugus karbohidrat. Salah satu contoh dari
homopolisakarida adalah selulosa. Senyawa tersebut memiliki banyak peran
dan kegunaan dalam kehidupan yang akan dibahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud selulosa?
2. Apa saja komponen utama penyusun dan struktur dari selulosa?
3. Bagaimana klasifikasi dari selulosa?
4. Apa saja sumber-sumber selulosa?
5. Bagaimana Isolasi dari selulosa?
6. Bagaimana Karakterisasi dari selulosa?
7. Bagaimana kegunaan selulosa di kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari selulosa
2. Mengetahui komponen utama penyusun dan struktur dari selulosa
3. Mengetahui klasifikasi dari selulosa
4. Mengetahui sumber-sumber selulosa
5. Mengetahui Isolasi dari selulosa
6. Mengetahui karakterisasi dari selulsoa
7. Mengetahui kegunaan selulosa di kehidupan sehari-hari
BAB II
ISI
A. Pengertian Selulosa
Selulosa merupakan suatu kandungan utama dalam serat tumbuhan yang
berfungsi sebagai komponen dari struktur tumbuhan. Bersama dengan
hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk struktur jaringan memperkuat
dinding sel tanaman Selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis
tanaman dan menempati hampir 60% dari struktur kayu. Rumus umum dari
senyawa ini adalah (C6H10O5)n.

Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai
serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan
asam dan amonia. Payen mengamati bahwa bahan yang telah dimurnikan
mengandung satu jenis senyawa kimia yang seragam, yaitu karbohidrat.

Selulosa merupakan senyawa yang berbentuk seperti serabut, tidak larut di


dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama
pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan
tumbuhan. Tidak hanya sebagai polisakarida struktural ekstraselular yang
paling banyak dijumpai pada tumbuhan, senyawa ini juga paling banyak di
antara semua biomolekul pada tumbuhan atau hewan.(Lehninger, 1982)

Molekul selulosa merupakan rantai-rantai, atau mikrofibil, dari D-glukosa


sampai sebanyak 14.000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas
terpelintir mirip tali, yang terikat satu sama lain oleh ikatan
hidrogen.Diameter dari mikrofibil selulosa sekitar 2-20 nanometer dan
panjang 100-40000 nanometer.

Sebaran selulosa di bumi sangat melimpah. Diperkirakan sekutar 1011 ton


selulosa dibiosintesis setiap tahunnya. Senyawa ini mencakup sekitar 50%
dari karbon tak bebas di bumi. Kandungannya dalam tanaman antara lain 10-
20% dalam daun kering, 50% dalam kayu, dan 90% dalam kapas.(Fessenden,
1982)
B. Komponen Penyusun dan Struktur Dari Selulosa
Selulosa merupakan suatu homopolisakarida, sehingga hanya disusun oleh
satu jenis gugus karbohidrat yaitu D-glukosa. Selulosa termasuk polimer
hidrofilik dengan tiga gugus hidroksil reaktif tiap unit hidroglukosa, gugus
anhidroglukosa yang tersambung melalui ikatan 1,4-β-glukosida membentuk
molekul berantai yang panjang dan linier. Gugus hidroksil ini telah
dimanfaatkan untuk memodifikasi selulosa dengan memasukkan gugus fungsi
tertentu pada selulosa melalui teknik pencangkokan.

Gugus hidroksil pada C2 dan C3 adalah gugus hidroksil yang terikat pada
atom karbon sekunder, sedangkan gugus hidroksil pada C6 terikat pada
atom karbon primer. Kereaktifan dan kemasaman gugus hidroksil primer
dan sekunder ini berbeda.

Dalam suatu selulosa, bisa tersusun dari gabungan ratusan ribu sampai
lebih dari sepuluh ribu 1,4-β-D-glukosa. Dimana rantai D-glukosa pada
selulosa membentuk konformasi yang melebar dan mengalami
pengelompokan antar sisi menjadi serat yang tidak larut.

Komponen penyusun dari selulosa ini mirip dengan amilosa, amilopektin


dan rantai utama dari glikogen. Perbedannya terletak pada ikatan D-
glukosanya, pada selulosa terbentuk dari ikatan beta (β) sedangkan pada
amilosa, amilopektin, glikogen tersusun dari ikatan alfa (α). Hal ini
mengakibatkan adanya perbedaan dalam sifat-sifat dan polimer yang
terbentuk darinya.(Lehninger,1982)

Gambar 1. Struktur Selulosa (Fessenden, 1982)


Sedangkan untuk struktur lebih detailnya dari selulosa, bisa terlihat
sebagai berikut :

Gambar 2. Rantai selulosa yang terdiri dari unit D-glukosa dalam ikatan
β(14) (Lehninger, 1982)

Dalam strukturnya, selulosa berupa seperti lembaran yang bertumpuk-


tumpuk. Dimana antar lembaran terdapat ikatan hidrogen yang
menghubungkannya. Kurang lebih terlihat seperti ini :

Gambar 3. Skema perpotongan dari dua rantai selulosa yang paralel, yang
memperlihatkan konformasi yang sebenarnya dari residu D-glukosa dan
persilangan ikatan hidrogen (Lehninger, 1982)

Jika pada gambar 2 dinampakkan perpotongan dari dua rantai selulosa,


nampak secara garis besarnya untuk struktur selulosa kurang lebih seperti
gambar 3 berikut :
Gambar 4. Skema yang memperlihatkan bagaimana rantai selulosa yang
bersifat paralel dipersatukan bersama-sama oleh persilangan ikatan hidrogen
(Lehninger, 1982)

C. Klasifikasi Selulosa
Meskipun termasuk homopolisakarida atau terdiri dari satu komponen
penyusun yaitu D-glukosa, selulosa dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis yang memiliki struktur yang berbeda.
Klasifikasi selulosa ini berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutannya
dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 75%. Klasifikasi tersebut di
antaranya yaitu sebagai berikut :
1. Selulosa α (Alpha Cellulose)
Jenis selulosa satu ini memiliki rantai yang panjang. Senyawa ini tidak
larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat
polimerisasi 600 sampai 1500. Selulosa α dapat digunakan sebagai
penduga atau penentu tingkat kemurnian dari selulosa itu sendiri.
Selulosa α memiliki tingkat kemurnian paling tinggi atau murni di
antara jenis yang lainnya. Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan atau bahan baku
peleda, sedangkan kualitas selulosa dibawahnya digunakan sebagai bahan
baku pada industri kertas dan industri kain. Semakin tinggi derajat α, maka
semakin baik kualitas dari selulosa tersebut.
Gambar 5. Rumus struktur α-selulosa
2. Selulosa β (Beta Cellulose)
Tidak seperti selulosa α, jenis selulosa satu ini memiliki rantai yang
pendek. Senyawa ini larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa
kuat dengan derajat polimerisasi 15 sampai 90. Selulosa β dapat
mengendap apabila dinetralkan.

Gambar 6. Rumus struktur β-selulosa


3. Selulosa γ (Gamma Cellulose)
Selulosa jenis satu ini merupakan selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi
kurang dari 15. Kandungan utama dari selulosa γ adalah hemiselulosa.
(Nuringtyas, 2010)

D. Sumber-Sumber Selulosa
Selulosa dapat ditemukan di berbagai tempat, baik itu tumbuhan bahkan
bakteri. Namun kandungan presentasenya tentu berbeda. Hal ini berkaitan
dengan bahan-bahan penyusunnya seperti air, lilin, pektin, protein, lignin, dan
substansi mineral. Beberapa sumber selulosa di antaranya yaitu sebagai
berikut :
1. Eceng gondok
Eceng gondok, suatu gulma yang mudah sekali tumbuh dan
berkembang ternyata mempunyai kandungan serat selulosa cukup
tinggi,yakni berkisar 60%. Hal ini sangat memungkinkan bahwa eceng
gondok berpotensi sebagai bahan dasar pembuatan selulosa yang
kedepannya dapat diaplikasikan ke arah yang beragam.
2. Kapas
Kapas mempunyai kandungan selulosa 88 sampai 96%. Panjang
seratnya diperkirakan antara 25 sampai 34 mm. Kapas dapat di olah pada
industri tekstil yang menghasilkan benang, kain dan lainnya.
3. Jerami padi
Jerami padi mengandung serat/lignosellulosa yang dapat pecah menjadi
gula sederhana yang akhirnya diubah menjadi etanol melalui proses
fermentasi. Untuk memecah lignosellulosa menjadi gula sederhana yang
siap difermentasi diperlukan metode pretreatment. Pretreatment kimia
untuk jerami padi menggunakan bahan kimia yang berbeda seperti
asam,alkali dan pengoksidasian yaitu peroksida dan ozon. Diantara metode
ini, pretreatment asam encer menggunakan H2SO4 adalah metode yang
paling banyak digunakan.
4. Batang Pisang
Batang pisang sebagian berisi air dan serat (selulosa) , disamping
mineral, kalium, fosfor, dan lain-lain. Komposisi kimia batang pisang
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu komposisi tanah, frekuensi
pemotongan, fase pertumbuhan, pemupukan, iklim setempat dan
ketersediaan air. Serat batang pisang mengandung 63% selulosa, 20%
hemiselulosa dan 5% lignin.
5. Kayu
Kandungan selulosa dalam kayu sekitar 40 sampai 50%. Di mana
rantai selulosa berada dalam lapisan yang disatukan oleh polimer lignin
dan ikatan hidrogen yang kuat.
Selulosa dalam kayu banyak dimanfaatkan dalam dunia industri
maupun farmasi. Contohnya yaitu kertas yang dibuat dari pulp kayu yang
memanfaatkan kandungan senyawa selulosa.
6. Sabut Kelapa
Sabut kelapa memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yakni
54,3% dengan 26,6% berupa α-selulosa dan 27,7% hemiselulosa. Di
samping itu, juga terdapat kandungan lignin sebesar 29,4% yang dapat
dihidrolisis menjadi selulosa guna meningkatkan kadar selulosa dalam
sabut kelapa
7. Ampas Tebu
Di dalam ampas tebu yang merupakan limbah padat dalam produksi
gula dilaporkan memiliki kandungan selulosa yang bervariasi sekitar
35,3% ; 32-44% ; 35-50% ; 45,5% ; 47,5-51,1% ; dan 40-41,5%
bergantung pada jenis dan daerah tumbuh tanaman tebu.
Ampas tebu yang selama ini dianggap sebagai limbah, kini dapat
dijadikan sebagai bahan baku potensial dalam produksi HRC yang bisa
dikonversi selanjutnya untuk beberapa produk akhir seperti selulosa asetat,
CMC dan turunan selulosa lainnya. (Supranto et al., 2014)
8. Bakteri
Selain terdapat pada tumbuhan, selulosa juga terdapat pada bakteri .
Bakteri selulosa adalah sekelompok bakteri yang memiliki kemampuan
memproduksi selulosa. Bakteri dari genus Acetobacter adalah bakteri yang
paling dikenal dan paling banyak dipelajari hingga saat ini oleh kalangan
ilmuwan terkait yang memiliki kemampuan tersebut.
Karakteristik bakteri selulosa berbeda dengan karakteristik selulosa
yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan. Di antaranya yaitu :
 Ukuran serat selulosanya lebih halus hingga sekitar seratus kali.
 Jalinan serat yang lebih rapat dan lebih rapi. Meskipun demikian,
porositasnya tetap tinggi.
 Lebih murni daripada selulosa tumbuh-tumbuhan yang umumnya
bercampur dengan lignin, pektin, senyawa aromatik, dll.
 Kapasitas serap air (water absorption capacity), kapasitas
tampung air (water holding capacity), dan daya tarik (tensile
strength) bakteri selulosa jauh lebih besar.

E. Isolasi Selulosa
Untuk memperoleh selulosa yang murni dari serat tumbuhan, tentu harus
dilakukan langkah isolasi. Terdapat beberapa cara untuk mengisolasi selulosa,
di antara yaitu :
1. Hidrolisis alkali
Perlakuan hidrolisis alkali, metode yang paling umum digunakan
untuk delignifikasi bahan lignoselulosa. Perlakuan ini dilakukan dengan
tujuan mengganggu struktur lignin dan memungkinkan pemisahan
hubungan struktural antara lignin dan selulosa.
Dalam perlakuan ini juga mengakibatkan putusnya ikatan pada rantai
selulosa. Perlakuan alkali biasanya dilkukan bersamaan dengan
perlakuan asam. Metode ini merupakan proses yang sederhana, ekonomis
dan ramah lingkungan. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa proses
ini perlu dikontrol dengan hati-hati untuk menghindari hal yang tidak
diinginkan seperti degradasi selulosa.
2. Hidrolisis Asam
Perlakuan ini merupakan proses umum yang paling banyak
digunakan karena membutuhkan waktu reaksi yang lebih pendek
daripada proses lainnya. Asam bersenyawaan klorida, asam peroksida
sering digunakan dalam perlakuan asam ini karena selain berfungsi
sebagai delignifikasi juga berfungsi sebagai pemutih.
Putih yang dihasilkan menggunakan asam peroksida lebih gelap
dibandingkan dengan asam berklorida tetapi dampak terhadap lingkungan
dapat diminimalisasi apabila menggunakan asam peroksida. Selain
senyawa asam tersebut, asam sulfat juga sering digunakan dalam
perlakuan asam.

3. Enzimatik
Teknologi enzimatik, teknologi terbaru yang digunakan dalam
isolasi selulosa. Belum banyak peneliti melaporkan tentang isolasi tentang
isolasi selulosa. Hal ini mungkin dikarenakan proses enzimatik lebih
mahal dilihat dari nilai ekonomi. Tetapi proses isolasi satu ini mampu
menghasilkan selulosa dengan kristalinitas lebih rendah.
4. Ledakan Uap
Proses perlakuan ledakan uap telah diselidiki sebagai metode
pulp mekanis yang menjanjikan, karena menawarkan banyak hal menarik
dibandingkan dengan teknologi lainse perti investasi modal lebih rendah,
dampak lingkungan lebih rendah, lebih sedikit bahan kimia proses
berbahaya dan kondisi dan lebih banyak potensi energi efisiensi.
Proses perlakuan ledakan uap dibagi ke dalam 2 tahap yaitu
ekstraksi untuk pemulihan selulosa berderajta polimer rendah dan
peresapan asam mineral kuat. Beberapa penulis melaporkan bahwa
ledakan uap memungkinkan pemecahan bahan lignoselulosa komponen
dengan pemanasan uap, gaya geser akibat ekspansi kelembaban dan
hidrolisis ikatan glikosidik oleh asam organik yang terbentuk selama
proses.
5. Ekstruksi
Teknologi ekstrusi adalah metode hidrolisis suhu tinggi dengan durasi
pendek dengan keuntungan seperti fleksibilitas tinggi, proses yang ramah
lingkungan dan tidak adanya efluen.
Metode ekstrusi dibagi menjadi 2 tahap yaitu ekstrusi dengan Ekstrusi
basa Natrium Hidroksida dan Ekstrusi Asam Sulfat. Teknologi ekstrusi
dapat dijalankan pada proses dengan kadar air lebih rendah.
(Mulyadi, 2019)

F. Karakterisasi Selulosa
Karakterisasi isolasi dari selulosa dapat dilakukan dengan berbagai cara, di
antaranya sebagai berikut :

1. Analisis proksimat
Merupakan Analisis komponen kimia pada isolat selulosa dari ampas
tebu. Evaluasi keberhasilan isolasi ditandai dengan peningkatan kadar α-
selulosa, dan penurunan kadar ligninsecara signifikan. Berbagai kajian
telah dilakukan untuk melakukan penurunan lignin hingga nol persen,
tetapi sampai saat ini belum mampu pada target tersebut. Hal ini
dikarenakan lignin dan selulosa mempunyai kemiripan sifat sehingga
apabila ingin menhilangkan lignin maka akan terjadi pengurangan
rendemen produk yang sangat besar.

2. Analisis FTIR ( Fourrier Transform Infrared)

Spektroskopi FTIR adalah teknik yang sangat efektif dan cepat yang
digunakan untuk mempelajari polimer. Pengukuran spektroskopi FTIR
didasarkan pada intensitas dan panjang gelombang penyerapan radiasi
Infrared yang mengakibatkan masing masing gugus fungsi bervibrasi
pada bilangan gelombang khasnya. Di dalam spektrumnya, bilangan
gelombang 4000-400 cm-1 menjadi acuan utntuk melihat vibrasi molekul
dari senyawa organik.

Pada isolasi ini Spektroskopi FTIR diperlukan untuk menunjang


dalam pengevaluasian keberhasilan selulosa dengan memantau
pengurangan intensitas gugus fungsi molekul lignin dan peningkatan
intensitas molekul selulosa). Pengurangan intensitas gugus fungsi dapat
dilihat pada bilangan gelombang 1700 cm-1 yang menandakan adanya
vibrasi karboksil lignin,1500 cm-1 yang menandakan adanya vibrasi guasil
dan cincin lignin, 1240 cm-1 yang menandakan adanya gugus siringil pada
lignin, 830 cm-1 yang menandakan adanya OH tekuk gugus siringil.

Peningkatan intensitas molekul selulosa dapat terlihat pada bilangan


gelombang 1200 cm-1 yang menandakan gugus samping OH tekuk yang
terikat pada cincin selulosa, 900 cm-1 yang mengindikasikan adanya ikatan
β glikosida selulosa.

3. Analisis Termal
Analisis termal digunakan untuk mengetahui sifat termal dan
degradasi dari selulosa. Hal ini dapat dilakukan dengan thermogravimetric
analysis (TGA), differential scanning calorimetry (DSC) dan differential
thermal analysis (DTA). Secara umum kurva thermogram menunjukkan
dua tahap yaitu dehidrasi dan degradasi. Pada tahap degradasi terjadi
penurunan berat sampel karena adanya pelepasan air yang terjerap pada
selulosa. Tahap ini terjadi pada kisaran suhu 60-140ºC. Pada tahap
berikutnya yaitu degradasi, terjadi proses dekarboksilasi, depolimerisasi
dan dekomposisi unit glikosil selulosa serta pembentukan residu arang.
Tahap ini terjadi pada kisaran suhu suhu 250-450ºC.

Analisis termal juga menunjukkan adanya puncak endotermik umum,


yang sesuai dengan utama dekomposisi karena volatilisasi selulosa
menjadi levoglucosan dan charring. Degradasi selulosa berkontribusi pada
evolusi senyawa volatil sementara degradasi lignin sesuai dengan sifat
degradasi termal. Pada suhu lebih dari 450ºC akan menunjukkan
ketidakteraturan pola dari kuva thermogram.

4. Analisis morfologi permukaan

Analisis morfologi permukaan sampel diperiksa secara luas


menggunakan scanning electron microscope (SEM). Gambar yang
terbentuk adalah dalam struktur tiga dimensi dan sangat berguna untuk
menganalisis sampel karena menghasilkan gambar sampel dalam struktur
3 dimensi dan pembesaran dengan resolusi tinggi.

Mikrograf selulosa yang diisolasi biasanya berbentuk serat.


Penggumpalan serat selulosa sering terjadi sehingga ketika dilakukan
analisis morfologi permukaan maka akan terlihat ukuran yang lebih
besar. Diameter selulosa yang terlihat berkisar antara 15-20 μm, dengan
panjang serat berkisar 100 μm-1 mm. (Mulyadi, 2019)
G. Kegunaan Selulosa Dalam Kehidupan Sehari-hari
Selulosa ternyata memiliki banyak kegunaan yang bisa dimanfaatkan
dalam kehidupan sehari-hari. Kegunaan tersebut berdasarkan penggunaan
dari enzim selulase, yaitu enzim yang memproduksi selulsa. Kegunannya
mencakup berbagai aspek, antara lain sebagai berikut :

1. Industri Tekstil
Selulase merupakan enzim yang paling sukses digunakan dalam
pemrosesan tekstil basah, terutama bagian proses akhir tekstil berbasis
selulosa,dengan tujuan meningkatkan kualitas.
Stonewashing jeans secara tradisional melibatkan pelepasan lapisan
pati dengan bantuan amilase dan perlakuan abrasi dengan batu apung
dalam mesin pencuci besar. Selulase umumnya digunakan untuk
biostoning bahan jeans dan biopolishing kapas dan fabrik selulosa lainnya.
Selama proses biostoning, selulase bekerja pada fabrik kapas dan
memutuskan ujung fiber kecil pada permukaan tenunan, sehingga
memudahkan pelepasan pewarna untuk menciptakan efek kabur atau
luntur. Penggantian batu apung dengan selulase akanmengurangi
kerusakan fiber, meningkatkan produktivitas mesin,dan lebih sedikit kerja
intensif.
Selulase juga meningkatkan kelembutan dan sifat penyerapan air dari
fiber,mengurangi kecenderungan pembentukan gumpalan, dan
menghasilkan struktur permukaan yang lebih bersih dengan
sedikit bulu halus. Penyiapan selulase yang kaya dengan endoglukanase pa
ling cocok untuk biopolishing peningkatan tampilan, sentuhan,dan warna
fabrik tanpa perlunya pelapisan dengan senyawa kimialain. Aksi dari
selulase dalam menghilangkan fiber kecil, bulu halus permukaan,
menghasilkan tampilan yang licin dan mengkilap, serta meningkatkan
kecerahan warna, hidrofilisitas dan absorbansi kelembapan, dan proses
yang lebih ramah lingkungan. (Kuhad,dkk, 2011)
2. Industri Deterjen
Selulase di dalam deterjen dapat membantu menjaga bahan kapas dan
paduannya terlihat baru lebih lama dengan menghilangkan bulu halus yang
terbentuk selama pemakaian. Dengan melepaskan fibril
pada permukaan bahan, kotoran juga akan terlepas, sehingga selulase di
sisi lain dapat memberikan efek pembersihan.
Perbedaan hasil cucian menggunakan deterjen dengan selulase dan
tanpa selulase dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar . Perbedaan hasil cucian menggunakan deterjen tanpa selulase dan


dengan adanya selulase (Flickinger, dkk. 1999)
3. Industri Makanan
Selulase juga memiliki potensi yang besar dalam aplikasi bioteknologi
makanan. Produksi jus buah dan sayur memerlukan pengembangan
metode ekstraksi, klarifikasi, dan stabilisasi.Selulase memiliki aplikasi
penting bersama-sama dengan xilanasedan pektinase yang digunakan
dalam ekstraksi dan klarifikasi jus buah dan sayuran untuk meningkatkan
perolehan jus.
Penggunaan enzim tersebut meningkatkan stabilitas dan tekstur cairan
danmengurangi viskositas sari buah tropis seperti mangga, pepaya, prem,
dan pir. Tekstur, rasa, dan aroma dari buah dan sayur dapat ditingkatkan
dengan mengurangi rasa pahit berlebih dengan infusi enzim pektinase dan
β-glukosidase.
Dalam produksi wine, enzim seperti pektinase, glukanase, dan
hemiselulase berperan penting dengan meningkatkan ekstraksi warna,
klarifikasi lapuk, filtrasi, dan terakhir stabilitas dan kualitas wine.
Pembuatan bir berdasarkan pada aktivitas enzim selamafermentasi.
Endoglukanase dan eksoglukanase dari selulase Trichoderma berperan
dalam reduksi maksimum dari derajat polimerisasi dan viskositas.
(Sukamaran, dkk, 2005)
4. Industri Kertas
Proses pulping mekanik dengan menggunakan selulase dapat
menghemat energi 20-40% selama refining dan meningkatkan kekuatan
lembaran. Endoglukanase juga dapat mengurangi viskositas pulp dengan
menurunkan derajat hidrolisis.
Selulase sendiri atau campurannya dengan xilanase dapat digunakan
untuk proses deinking berbagai jenis limbah kertas.Aplikasi yang ada
sekarang kebanyakan menggunakan selulase dan hemiselulase untuk
melepaskan tinta dari permukaan fiber dengan hidrolisis parsial molekul
karbohidrat.
Keuntungan penggunaan enzim untuk proses deinking adalah
mengurangi penggunaan alkali,meningkatkan kecerahan fiber,
mempertahankan kekuatan kertas,dan mengurangi partikel-partikel halus
dalam pulp. Akan tetapi penggunaan enzim untuk proses deinking tidak
boleh berlebihan karena dapat mengurangi ikatan antar fiber. (Kuhad,dkk,
2011)
5. Biofuel
Bahan lignoselulosa (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) sangat
berlimpah sehingga berpotensi besar menjadi sumber bioenergi yang
murah. Mikroorganisme dengan sistem selulase yang berpotensi untuk
mengubah biomassa menjadi alkohol secara langsung telah ditemukan.
Akan tetapi, proses produksi komersial masih memerlukan biaya tinggi
sehingga tidak dapat berkompetisi dengan produk dari bahan baku lain.
Beberapa faktor dalam proses mengurangi produktivitas biofuel di
antaranya inhibisi produk terhadap enzim selulase, deaktivasi termal,
ikatan nonspesifik pada lignin, dan adsorpsi irreversibel enzim pada
substrat yang heterogen. Untuk itu, pengembangan lebih lanjut terkait
teknologi pengubahan biomassa lignoselulosa menjadi biofuel perlu
dilakukan. (Kuhad, dkk, 2011)
BAB III

KESIMPULAN
A. Kesimpulan

Selulosa merupakan salah satu karbohidrat jenis polisakarida, lebih


tepatnya homopolisakarida yang terdiri dari ikatan D-glukosa. Senyawa ini
merupakan suatu kandungan utama dalam serat tumbuhan yang berfungsi sebagai
komponen dari struktur tumbuhan.

Senyawa ini diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu α-selulosa, β-


selulosa, dan γ selulosa. Selulosa juga banyak terdapat pada berbagai tanaman dan
bakteri. Untuk melakukan isolasi selulosa bisa melakukan beberapa cara di
antaranya hidrolisis alkali, hidrolisis asam, enzimatik, ledakan uap, dan ekstruksi.
Dalam melakukan isolasi tersebut bisa dilakukan beberapa karakterisasi yaitu
analisis proksimat, FTIR, termal, dan morfologi permukaan.

Selain berfungsi sebagai komponen utama dalam tumbuhan, selulosa bisa


dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Di antaranya pada industri tekstil,
industri detergen, industri makanan, industri kertas, dan biofuel.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik. diterjemahkan oleh
Pudjaatmakan, A. H., Edisi Ketiga, Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Flickinger, M.C. 1999. Encyclopedia Of Bioprocess Technology: Fermentation,


Biocatalysis And Bioseparation. New York: John Wiley And Sons.

Kuhad, R. C., R. Gupta and A. Singh. 2011. Microbial Cellulases and Their
Industrial Applications. Enzyme Research, Article ID 280696.

Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jlilid 1. Alih bahasa, Maggi


Thenawijaya. Jakarta : Erlangga

Mulyadi, Irwan. 2019. Isolasi dan Karakterisasi Selulosa : Review. Jurnal Saintika
UNPAM. Banten : Universitas Pamulang.

Nuringtyas, Tri Rini. 2010. Karbohidrat. Yogyakarta : Gaja Mada University Press.

Sukumaran, R.K., Singhania, R.R dan Pandey, A. 2005. Microbial Celluloses


Production, Application and Challenges. Journal of Scientific and Industrial
Research.

Supranto, S., Tawfiequrrahman, A., Yunanto, D.E. 2014. Sugarcane Bagasse


Conversion to High Refined Cellulose Using Nitric Acid, Sodium Hydroxide
and Hydrogen Peroxide as the Delignification Agents. Yogyakarta : Journal of
Engineering Scienceand Technology.

Anda mungkin juga menyukai