Anda di halaman 1dari 6

1.

Selulosa
Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu
merupakan bahan alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup.
Selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi hingga
organisme primitif seperti rumput laut, flagelata, dan bakteria. Selulosa bahkan
dapat diperoleh dalam dunia binatang: tunicin, zat kutikula tunicate, adalah
identik dengan selulosa nabati. Kadar selulosa yang tinggi terdapat dalam rambut
biji (kapas, kapok) dan serabut kulit (rami, flax, henep); lumut, ekor kuda, dan
bakteria mengandung sedikit selulosa. Isolasi selulosa sangat dipengaruhi oleh
senyawa yang menyertai di dalam dinding sel. Senyawa-senyawa seperti lemak,
lilin, protein, dan pektin sangat mudah dihilangkan dengan cara ekstraksi dengan
pelarut oraganik dan alkali encer (Fengel dan Wegener, 1983).
Kandungan selulosa dalam berbagai bahan tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2.
Berikut:
Bahan Tanaman Selulosa (%)
Kapas 95 – 99
Rami 80 – 90
Bambu 40 – 50
Kayu 40 – 50
Kulit kayu 20 – 30
Lumut 25 – 30
Ekor kuda 20 – 25
bakteria 20 – 30
Di dalam kayu, selulosa tidak hanya disertai dengan poliosa dan lignin,
tetapi juga terikat erat dengannya, dan pemisahannya memerlukan perlakuan
kimia yang intensif. Selulosa yang diisolasi tetap tidak murni. Untuk tujuan-tujuan
analitik cukup menentukan alfa-selulosa. Untuk memperoleh selulosa murni
100% dari kayu, alfa-selulosa harus mengalami perlakuan intensif lebih lanjut,
seperti hidrolisis parsial, pelarutan dan pengendapan, dan produk yang dihasilkan
terdiri atas rantai molekul yang sangat pendek (Fengel dan Wegener, 1983).
Selulosa merupakan bahan dasar dari banyak produk teknologi (kertas,
film, serat, aditif, dan sebagainya) dan karena itu diisolasi terutama dari kayu
dengan proses pembuatan pulp dalam skala besar. Dengan menggunakan berbagai
bahan kimia dalam pembuatan pulp, pada keadaan asam, netral atau alkalis, dan
tekanan, diperoleh pulp dengan sifat-sifat yang berbeda. Untuk beberapa tujuan
pulp harus dimurnikan dengan proses tambahan pengelantangan. Untuk
pembuatan film, serta dan turunan selulosa dibutuhkan derajat kemurnian yang
tinggi (Fengel dan Wegener, 1983).
a. Sifat sifat molekul
 Konstitusi dan konfigurasi
Selulosa terdiri atas unit-unit anhidroglukopiranosa yang bersambung
membentuk rantai molekul. Karena itu selulosa dapat dinyatakan sebagai
polimerlinier glukan dengan struktur rantai yang seragam. Unit-unit terikta
dengan ikatan glikosidik-β-. Dua unit glukosa yang berdekatan bersatu dengan
mengeliminasi satu molekul air di antara gugus hidroksil mereka pada karbon satu
dan karbon 4. Kedudukan –β dari gugus –OH pada C1 membutuhkan pemutaran
unit glukosa berikutnya melalui sumbu C1-C4 cincin piranosa. Secara tepat unit
ulang dari rantai selulosa adalah unit selobiosa dengan panjang 1,03 nm yang
dapat dilihat pada Gambar 2. Berikut:
Meskipun terdapat gugus-gugus –OH pada kedua ujung rantai selulosa,
gugus-gugus OH menunjukkan perilaku yang berbeda. Gugus C 1-OH adalah
gugus hidrat aldehid yang diturunkan dari pembentukan cincin melalui ikatan
hemiasetal intramolekul. Itulah sebabnya gugus –OH pada akhir C 1 mempunyai
sifat pereduksi sedangkan gugus –OH pada akhir C 4 pada rantai selulosa adalah
hidroksil alkoholat hingga bersifat bukan pereduksi yang dapat dilihat pada
Gambar 2. Berikut
Rantai selulosa memanjang, dan unit-unit glukosa tersusun dalam satu
bidang. Terdapat tiga alasan untuk susunan ini. Pertama adalah ikatan β-
glukosidik. Hanya kedudukan –β gugus hidroksil pada C1 dapat memperpanjang
rantai molekul. Ikatan α-OH dan α-glikosidik masing-masing membentuk rantai
molekul spiral seperti pada amilosa dalam pati (Fengel dan Wegener, 1983).
 Selulosa dalam larutan
Pelarutan selulosa dapat dilakukan dengan cara konversi heterogen
menjadi ester (misal selulosa nitrat dan selulosa asetat) atau eter (misal metil
selulosa dan karboksi metil selulosa). Ester selulosa larut dalam pelarut yang
lazim digunakan seperti propanon (aseton) dan etil asetat, sedangkan kebanyakan
eter selulosa larut dalam air. Lebih lanjut ester yang kadang-kadang digunakan
untuk pengukuran kekentalan adalah selulosa xantogenat (xantat) yang larut
dalam natrium hidroksida berair. Kegunaan yang paling penting dari selulosa
xantat dalah sebagai bahan dasar untuk pembuatan rayon dan selofan (Fengel dan
Wegener, 1983).
Selulosa juga dapat larut segera dalam asam pekat menggunakan asam
fosfat dan asam trifluoroasetat (TFA) untuk penentuan berat molekul. Namun
pelarutan dalam asam mengakibatkan pemecahan rantai selulosa secara hidrolitik,
sehingga dengan larutan tersebut yang diperoleh adalah berat molekul hasil
degradasi. Larutan selulosa dalam asam, misal TFA memungkinkan terjadinya
hidrolisis total dalam reaksi yang homogen. Lagipula, selama perlakuan dengan
asam-asam kuat, molekul-molekul selulosa diubah menjadi turunannya, seperti
ester atau senyawa-senyawa lain (Fengel dan Wegener, 1983).

2. Hemiselulosa
Hemiselulosa semula diduga merupakan senyawa antara dalam biosintesis
selulosa. Namun sat ini diketahui bahwa hemiselulosa termasuk dalam kelompok
polisakarida heterogen yang dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari
selulosa. Berbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida,
hemiselulosa merupakan heteropolisakarida. Seperti halnya selulosa kebanyakan
hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding-dinding sel.
Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis oleh asam menjadi komponen-komponen
monomernya yang terdiri dari D-glukosa, D- manosa, D-xilosa, L-arabinosa, dan
sejumlah kecil L-ramnosa disamping menjadi asam D-glukuronat, asam 4-0-
metil-D-glukuronat, dan asam D-galakturonat. Kebanyakan hemiselulosa
mempunyai derajat polimerisasi hanya 200 (Sjostrom, 1995).
Sejumlah polisakarida kayu banyak bercabang dan mudah larut dalam air.
Khas untuk pohon-pohon tropika tertentu adalah pembentukan spontan getah-
getah yang menetas, yang menetes sebagai cairan kental pada tempat-tempat yang
terluka dan setelah terdehidrasi menjadi bintil-bintil yang keras dan jernih yang
kaya kan polisakarida. Getah-getah ini, misalnya getah arabika, terdiri atas
polisakarida yang banyak bercabang yang larut dalam air (Sjostrom, 1995).
a. Hemiselulosa Kayu Lunak
 Galaktoglukomanan
Galaktoglukomanan merupakan hemiselulosa pokok dalam kayu lunak
(sekitar 20%). Tulang punggungnya merupakan rantai luris atau mungkin sedikit
bercabang yang terbentuk dari ikatan (1-4) unit-unit β-D-glukopiranosa dan unit-
unit β-D-manopiranosa (Sjostrom, 1995).
 Arabinoglukuronoxilan
Disamping galaktoglukomanan, kayu lunak mengandung
arabinoglukuronoxilan (5 – 10%). Ia terdiri atas kerangka yang mengandung unit-
unit ikatan (1 → 4) β-D-xilopiranosa yang sebagian tersubstitusi pada C-2 oleh
gugus-gugus asam 4-O-metil-α-D-glukuronat, rata-rata dua sisi setiap sepuluh unit
selulosa (Sjostrom, 1995).
 Arabinogalaktan
Kayu keras larch mengandung jumlah sangat besar arabinogalaktan yang
larut dalam air, yang dalam spesies kayu lain hanya merupakan substituen yan
kecil. Tulang punggungnya dibentuk unit-unit β-D-galakpiranosa yang terikat (1
→ 3) (Sjostrom, 1995).
 Polisakarida Lain
Disamping galaktoglukomanan, arabinoglukuronoxilan dan
arabinogalaktan, kayu-kayu lunak mengandung polisakarida lain, biasanya ada
dalam jumlah kecil. Poliskarida-polisakarida seperti ini meliputi pati (tersusun
atas amilosa dan amilopektin) dan senyawa-senyawa pektik (Sjostrom, 1995).
b. Hemiselulosa Kayu Keras
 Glukuronoxilan
Meskipun hemiselulosa dalam berbagai spesies kayu keras berbeda satu
sama lain baik secara kuantitatif maupun kualitatif, komponen utama adalah O-
asetil-4-O-metilglukurono- β-D-xilan, kadang-kadang disebut glukuronoxilan.
Tergantung pada spesies kayu keras, kandungan xilan bervariasi didalam batas 15-
30% dari kayu kering. Tulang punggung terdiri atas unit-unit β-D-xilopiranosa,
terikat dengan ikatan (1 → 4). Kebanyakan sisa-sisa xilosa mengandung gugus O-
asetil pada C-2 atay C-3 (sekitar tujuh sisa asetil setiap sepuluh unit xilosa)
(Sjostrom, 1995).
 Polisakarida Lain
Disamping xilan dan glukomanan jumlah yang sedikit dari polisakarida
lain terdapat dalam kayu keras, sebagian dari tipe yang sama seperti yang terdapat
dalam kayu lunak. Mereka mungkin merupakan komponen yang penting untuk
pohon yang hidup, meskipun bila dikaitkan dengan penggunaan secara teknik
kurang penting (Sjostrom, 1995).
c. Isolasi Hemiselulosa
Hemiselulosa dapat diisolasi dari kayu, holoselulosa, atau pulp dengan
ekstraksi. Diantara sedikit pelarut netral yang efektif, dimetilsulfoksida digunakan
terutama untuk mengekstraksi xilan dari holoselulosa. Meskipun hanya sebagian
xilan yang dapat diekstraksi, keuntungannya adalah bahwa tidak terjadi perubahan
kimia. Lebih banyak xilan dapat diekstraksi dengan alkali (KOH atau NaOH).
Penambahan natrium borat pada alkali mempermudah pelarutan
galaktoglukomanan dan glukomanan. Namun ekstraksi alkali mempunyai
kerugian yaitu deasetilasi hemiselulosa yang hampir sempurna (Sjostrom, 1995).

3. Lignin
Lignin adalah polimer alami kedua yang melimpah dalam selulosa
(Vanholme et al, 2010). Selain kayu, lignin didistribusikan secara bersamaan
dalam berbagai produk sampingan dari industri tanaman, termasuk jerami padi,
gandum dan jagung, ampas tebu, residu teh, dan batang bambu (Lie et al, 2012a).
Penerapan lignin dalam berbagai bahan dalam kosmetik, makanan, biokomposit,
dan obat-obatan baru-baru ini dieksplorasi (Kosikova et al, 2002). Lebih penting
lagi, lignin telah menunjukkan aktivitas kekebalan tubuh, antioksidan, antiparasit,
antibakteri, antitumoural, dan antiviral dan memiliki kapasitas besar untuk
mengikat garam natrium asam folat (Li et al, 2012a).
Secara struktural, lignin adalah molekul biomassa tidak baraturan dan
kompleks yang dihasilkan melalui kopling oksidatif tiga monolignol dasar (p-
coumayl, coniferyl, dan sinapyl alcohols) yang dapat dilihat pada Gambar 2. (She
et al, 2010). Pada kontruksi lignin, p-coumayl, coniferyl, dan sinapyl alcohols
menghasilkan unit lignin yang berbeda, pada umumnya dinotasikan sebagai (p-
hydroxyphenyl), G (guaiacyl), dan S (syringyl), masing-masing (Wen et al.,
2015). Unit ini digabungkan secara acak ke masing-masing ether (misalnya, β -O-
4 ' , α -O-4 ' ) dan ikatan karbon-karbon (misalnya, β - β ' , β -5' , dan 5-5' ) untuk
membentuk kerangka molekul lignin. Menurut unit komposisinya, lignin dapat
dikategorikan hanya tiga kelompok: Lignin tipe G hanya mengandung unit G,
lignin tipe SG terdiri dari unit S dan G, sementara tipe lignin HSG mengandung
ketiga unit yang disebutkan di atas (Lie et al, 2012a). Menariknya, struktur lignin
yang halus bergantung pada metode reaksi, bahkan ketika lignin termasuk dalam
kelompok yang sama, sebagaimana dibuktikan dalam jumlah dan lokasi kelompok
fungsional (-OH, -OCH3, -CO-, -COOH) pada setiap unit (Villaverde et al, 2009).

Anda mungkin juga menyukai