Anda di halaman 1dari 5

Nama : Lailatul Husna Arifiani

NIM : 215090201111020
Kelas : Kimia-B
Tumbuhan Kayu (benda padat)

2. komponen senyawa pada kayu:


A.komponen primer kayu (bagian integral dinding sel)
1. karbohidrat/polisakarida : holoselulosa (60-80 %)
a.selulosa (C6H12O6)n : 40-50%
b.hemiselulosa : 15- 18% (ky jarum)
22-34% (ky daun)
2. lignin : 21-35% (ky jarum)
17-25% (ky daun)
B.komponen sekunder kayu (dalam rongga sel)
1. ekstraktif :1-10%
2. abu : kurang dari 1%
3. Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir tidak pernah
ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan berkaitan dengan lignin dan hemiselulosa
membentuk lignoselulosa (Lynd et al., 2002). Ditambahkan oleh Lee et al. (2009) yang
menerangkan bahwa Selulosa adalah polimer dari rantai unit α-D-1-4 anhidroglukosa
(C6H12O6)n, sebanyak 40-60 % yang terdapat dalam dinding sel pada tumbuhan
berkayu. Beberapa ciri-ciri dari struktur selulosa yang berdasarkan pada karakteristik kimia
yang dimiliki adalah dapat mengembang dalam air, berbentuk kristalin, adanya kelompok
fungsional yang spesifik dan dapat bereaksi dengan enzim selulolitik (Sierra et al., 2007).
Selulosa sangat erat berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin dalam lignoselulosa. Selulosa
merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding
sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50 % dari berat kering tanaman (Lynd et
al., 2002).Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β -1,4 glukosida dalam rantai
lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Selulosa terdiri
atas 15-14.000 unit molekul glukosa Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui
ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Coughlan, 1989). Panjang molekul selulosa ditentukan
oleh jumlah unit glukan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat
polimerasi (DP) selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 2.000-
27.000 unit glukan. Selulosa terdiri dari daerah kristalin dan daerah amorf (non- kristalin) yang
membentuk suatu struktur dengan kekuatan tegangan tinggi, yang pada umumnya tahan terhadap
hidrolisis enzimatik terutama pada daerah kristalin. Selulosa tidak larut dalam air dingin maupun
air panas serta asam panas dan alkali panas.Ikatan β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat
dipecah menjadi monomer glukosa dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis. Selanjutnya
glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi etanol. 1

4.Struktur kristal selulosa

Polimer selulosa terdiri atas 2 bagian utama, yaitu bagian kristalin dengan struktur yang teratur
dan bagian amorf dengan struktur yang tidak teratur. Susunan molekul selulosa yang teratur
diselingi oleh susunan tidak teratur setiap rentang nm, yang memungkinkan terjadinya lipatan
rantai selulosa (De Souza, Bouchard, Methot, Berry, & Argyropoulos, 2002). Microfibril
selulosa dari bakteri dan alga memiliki ketebalan 10-25 nm (Brett, 2000), sedangkan ketebalan
selulosa tanaman tingkat tinggi 3-10 nm (Thomas, dkk, 2013;Zhang, Mahgsoudy Louyeh,
Tittmann, & Cosgrove, 2013). Lebar (lateral size) dari rantai glukosa adalah sekitar 0,3 nm
(Ioelovich, 2008).

Selulosa kristalin dengan struktur yang rapat dan kuat relative sulit diputuskan ikatannya. Rasio
antara bagian kristalin dan bagian amorf disebut derajat kristalinitas selulosa. Bagian kristalin ini
dapat mencakup 2/3 dari total selulosa (Chum, Douglas, Feinberg, & Schroeder, 1985). Bagian
kristalin dibentul dari ikatan hydrogen antara rantai selulosa dan gaya van der waals antara
molekul glukosa. Derajat kristalinitas selulosa umumnya berkisar 40-60% yang mencakup
berbagai macam sumber dan tergantung dari asal dan praperlakuan dari contoh untuk
pengukuran kristalinitas (Fink & Walenta, 1994) dan juga metode pengukuran derajat
kristalinitas selulosa (Evans, Newman, Roick, Suckling, & Wallis, 1995; He, Cui, & Wang,
2008)
5. Selulosa merupakan senyawa organik dengan rumus (C6H10O5)n, sebuah polisakarida yang
terdiri dari rantai linier dari beberapa ratus hingga lebih dari sepuluh ribu ikatan β(1→4) unit D-
glukosa.

Selulosa termasuk jenis non logam

Keelektronegatifan selulosa yaitu C (2,55), O (3,44), H (2,20)

6. ikatan kimia pada selulosa (C6H12O6)n

Energi ikatan gugus OH selulosa hampir sama atau sedikit lebih besar daripada ikatan gugus OH
dalam alcohol. Ikatan hydrogen antara gugus OH dari unit glukosa yang berdekatan pada
molekul selulosa yang sama disebut ikatan intramolekul , sedangkan pada ikatan hydrogen antara
gugus-gugus OH dari unit glukosa yang berdekatan dalam molekul selulosa yang berdampingan
disebut ikatan intermolekul. Ikatan intermolekul ini menyebabkan pembentukan struktur
supramolekul selulosa. Besaran energi ikatan antarmolekul dalam strultur selulosa dapat
diperkirakan seperti yang disajikan pada table 2. Chang dan Zhang (2011) menyebutkan bahwa
ikatan hydrogen dalam struktur selulosa dinding sel berkisar 10-100 kj.mol^-1. Dengan
mengetahui energi ikatan ini maka dapat ditentukan energi minimal yang dibutuhkan maka dapat
ditentukan energi minimal yang dibutuhkan untuk dapat mengubah selulosa dari struktur makro
ke struktur nano (Kondo, Kose, Naito, & Kasai, 2014). Hal ini dimungkinkan karena Sebagian
besar isolasi selulosa murni memerlukan tahap perlakuan mekanis yang memerlukan energi total
yang lebih besar.
7. jenis gaya intermolekuler
.

Selulosa merupakan polimer linear dengan unit-unit dan ikatan seragam. Unit ulangan dasar dari
polimer selulosa terdiri atas dua unit glukosa anhidrida yang disebut unit selobiosa. Dua unit
glukosa yang berdekatan Bersatu dengan mengeliminasi satu molekul air diantara gugus
hidroksil pada C1 dan C4. Gugus-gugus OH pada C1 dan C4 memiliki perilaku yang berbeda,
gugus C1-OH merupakan gugus hidrat aldehida memiliki sifat pereduksi, sedangkan gugus C4-
OH merupakan gugus hidroksil alcohol yang bersifat bukan perduksi.
8. Kita biasanya menemukan berbagai macam zat baik dalam bentuk molekul atau unsur selalu
memiliki fasa yang berbeda. Misalnya molekul air dengan keunikannya yang dapat membentuk 3
fasa yang berbeda (padat, cair, dan gas). Ketika dalam keadaan fasa gas, pada suhu tinggi dan
tekanan yang relatif rendah, maka molekul-molekul dalam zat tersebut akan benar-benar berdiri
sendiri tanpa adanya interaksi di dalamnya. Namun ketika, keadaannya berbalik, yaitu
pada suhu yang relatif rendah dan dengan tekanan yang cukup tinggi (mendekati titik embunnya),
maka besar kemungkinan akan terjadi gaya tarik menarik antarmolekul tersebut. Oleh sebab itulah,
mengapa embun itu dapat terjadi. Sedangkan untuk molekul-molekul dalam zat cair atau pun
padatan selalu diikat kuat oleh gaya tarik menarik antarmolekulnya.

Akibat dari pengaruh inilah mengapa dibutuhkan energi yang tinggi ketika ingin mencairkan suatu
zat padat dan atau untuk menguapkan zat cair. Sehingga dari sini juga para ilmuwan menyatakan
bahwa semakin kuat gaya tarik antarmolekul suatu senyawa, maka semakin tinggi titik cair atau
titik didih dari suatu senyawa tersebut. Dan tentu, daya tarik antarmolekul ini tergolong sangat
lemah dibandingkan dengan ikatan kimia pada umumnya.2

Daftar Pustaka

1. 174-Manuskrip Buku-332-1-10-20200521.pdf.

2. Nurhamidah, I. S. ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF α-CELLULOSE OF THE PLANTS OF THE

REEDS (Imperata cylindrical) AS THE MATERIALS MICROFILTER. 64.

3. https://warstek.com/gaya-antarmolekul/

Anda mungkin juga menyukai