Anda di halaman 1dari 16

2018

“MAKALAH RESUME BAB IX


PENYUSUTAN,AMORTISASI,DAN
PERSEDIAAN”
MATA KULIAH PERPAJAKAN I
Dosen Pengajar:
Firdaus Indrajaya T, S.E., M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 6

Fatimatuz Zahro (2017030005)


Fitri Nur Wahdaniyah (2017030008)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GRESIK
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

BAB I.I LATAR BELAKANG ............................................................................ 4

BAB II LANDASAN DASAR TEORI

Penyusutan
A. Pengertian Penyusutan ................................................................ 5
B. Metode Penyusutan ..................................................................... 6
C. Kelompok Harta Berwujud Dan Tarif Penyusutan ........................... 7
D. Saat Dimulainya Penyusutan ........................................................ 7
E. Contoh Penghitungan Penyusutan ................................................ 8
Amortisasi
A. Pengertian Amortisasi .................................................................. 9
B. Metode Amortisasi ....................................................................... 10
C. Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi ............... 11
D. Saat Dimulainya Amortisasi .......................................................... 11
E. Contoh Penghitungan Amortisasi .................................................. 12
Persediaan .............................................................................
A. Metode Persediaan ...................................................................... 13

BAB III PENUTUP

BAB III.1 KRITIK DAN SARAN .......................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

PERPAJAKAN I 2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya,

sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan resume bab IX Penyusutan,Amortisasi,


dan Persediaan. yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan I.

Makalah resume ini disusun agar pembaca dapat memahami dan memperluas ilmu
tentang bagaimana Penyusutan,Amortisasi, dan Persediaan.

Dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini, kami secara langsung ataupun tidak
langsung telah mendapatkan bantuan dari teman-teman kelompok 6 mata kuliah
Perpajakan I. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada semua yang berperan dalam
penyusunan makalah resume ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran dari semua
pihak kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
usaha kita.

Gresik, 21 November 2018

PERPAJAKAN I 3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, penyusutan atau depresiasi merupakan


konsep alokasi harga perolehan harga tetap berwujud dan amortisasi merupakan konsep
alokasi harga perolehan harga tetap tidak berwujud dan harga perolehan harta sumber
alam. Jadi, dalam UU PPh pengertian amortisasi mencakup juga pengertian depresiasi
seperti yang dikenal dalam dunia akuntansi keuangan.

PERPAJAKAN I 4
BAB II

Penyusutan, Amortisasi, Dan Persediaan

I. Penyusutan

A. Pengertian Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan
sepanjang masa yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat
yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang. Pengurangan
nilai aktiva dibebankan secara bertahap.
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi
dua golongan yaitu:
1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan
2. Harta berwujud yang berupa bangunan

Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:

1. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4


tahun

2. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8


tahun

3. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat


16 tahun

4. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat


20 tahun

Harta berwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Permanen : masa manfaat 20 tahun

2. Tidak permanen : bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan


yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa
manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.

PERPAJAKAN I 5
B. Metode Penyusutan
Metode penyusutan menurut ketentuan peundang-undangan perpajakan
sebagaimana telah diatur dalam pasal 11 UU PPh Undang Undang nomor 7 tahun
1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU
PPh):

1. Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun
(declining balance method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan

2. Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud Berupa Bangunan.

Penggunaaan metode penyusutan Aset Tetap Berwujud diisyaratkan taat asas


(konsisten).

Pada dasarnya dalam ketentuan Pajak Penghasilan, Wajib Pajak menggunakan


metode penyusutan garis lurus (straight line method). Pasal 11 ayat (1) UU PPh
menyatakan bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang
berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang
dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun dilakukan
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah
ditentukan bagi harta tersebut.

Namun demikian, untuk harta berwujud selain bangunan, ketentuan Pajak


Penghasilan memberikan alternatif pilihan metode penyusutan yaitu
menggunakan metode saldo menurun (declining balance method). Hal ini
berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UU PPh yang menyatakan bahwa
penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga
dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang
dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada
akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan
secara taat asas.

Dengan demikian, untuk harta berwujud bangunan, hanya ada satu metode
penyusutan, yaitu metode penyusutan garis lurus. Sementara itu, untuk harta

PERPAJAKAN I 6
berwujud selain bangunan, terdapat dua alternatif metode penyusutan, yaitu
metode garis lurus dan metode saldo menurun. Penggunaan salah satu metode
penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat asas.

C. Kelompok Harta Berwujud Dan Tarif Penyusutan

Penurunan kelompok dan tariff penyusutan Harta Berwujud didasarkan pada


pasal 11 UU PPh sebagai berikut:

D. Saat Dimulainya Penyusutan

sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (3, 4) Undang Undang nomor 7 tahun
1983 Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
dikatakan bahwa saat penyusutan dimulai pada :

 bulan dilakukannya pengeluaran,

 untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai


pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.

 dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut


digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

PERPAJAKAN I 7
 dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau
diperolehnya penghasilan.

E. Contoh Penghitungan Penyusutan

PT Agri Jaya pada bulan Juli 2009 membeli sebuah alat pertanian yang
mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp 1.000.000,00. Penghitungan
penyusutan atas harta tersebut adalah sebagai berikut:

Alternatif I : Metode Garis Lurus:

Penyusutan tahun 2009:

6/12 x 25% x Rp 1.000.000,00 = Rp 125.000,00

Penyusutan tahun 2010:

25% x Rp 1.000.000,00 = Rp 250.000,00

Penyusutan tahun 2011:

25% x Rp 1.000.000,00 = Rp 250.000,00

Penyusutan tahun 2012:

25% x Rp 1.000.000,00 = Rp 250.000,00

Penyusutan tahun 2013:

Sisanya disusutkan sekaligus = Rp 125.000,00

Alternatif II Metode Saldo Menurun

Penyusutan tahun 2009 :

6/12 x 50% x Rp 1.000.000 = Rp 250.000

Penyusutan tahun 2010 :

50% x (Rp 1.000.000 – Rp 250.000) =

PERPAJAKAN I 8
50% x Rp 750.000 = Rp 375.000

Penyusutan tahun 2011 :

50% x (Rp 750.000 – Rp 375.000) =

50% x Rp 375.000 = Rp 187.500

Penyusutan tahun 2012 :

50% x (Rp 375.000 –Rp 187.500)

50% x Rp 187.500 = Rp 93.750

Penyusutan tahun 2013 :

Sisanya disusutkan sekaligus = Rp 93. 750

II. Amortisasi
A. Pengertian Amortisasi

Pada UU PPh menggunakan istilah harta tak berwujud tidak dengan asset tetapi
mempunyai pengertian yang sama dengan asset dalam SAK. Seperti yang telah
dilakukan pada asset tetap berwujud, nilai asset tetap tah berwujud harus juga
dilakukan penyusutan yang disebut juga dengan Amortisasi.

Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak
berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan
dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang
lain (PSAK no 19). Termasuk dalam asset tak berwujud adalah hak paten, Good Will,
hak merk.

Harta tak berwujud digolongkan menjadi:

1. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.

2. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun

3. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16 tahun

PERPAJAKAN I 9
4. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun

B. Metode Amortisasi

Amortisasi merupakan pengalokasian biaya perolehan harta tak berwujud yang


memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun selama masa manfaat harta tak
berwujud. Menurut ketentuan Pasal 11A ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan,
metode amortisasi yang diperkenankan adalah:

 dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat (metode
garis lurus/straight line method) yaitu metode yang digunakan untuk menghitung
amortisasi harta tak berwujud yang dilakukan pada bagian-bagian yang sama
besar dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran selama masa
manfaat yang telah ditetapkan.

 Amortisasi atas pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna


bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan muhibah (goodwill) yang memiliki
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang
sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan dalam harta tak berwujud
tersebut.

 dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat (metode saldo


menurun/declining balance method) yaitu metode yang digunakan untuk
menghitung amortisasi dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara
menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir
masa manfaat harus diamortisasikan sekaligus.

Wajib Pajak dapat memilih salah satu metode amortisasi di atas dan dilakukan secara
konsisten atau taat asas. Perubahan metode amortisasi harus mendapat persetujuan
dari Direktur Jenderal Pajak.

Beberapa ketentuan lain tentang amortisasi adalah sebagai berikut:

1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan
dapat dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi.

PERPAJAKAN I 10
2. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan
minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.

3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang


dimaksud pada ayat (4), hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber
alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi
20% (dua puluh persen) setahun.

4. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa


manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi.

C. Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi

Dalam menghitung amortisasi asset tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus
dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya
pengelompokkan masa manfaat dan tariff penyusutan terlihat sebagai berikut:

Penetapan masa manfaat dan tariff amortisasi diatas dimaksudkan untuk


memberikan keseragaman dalam melakukan amortisasi. Metode yang digunakan
sesuai dengan metode yang dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya.
Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat asset tetap tak berwujud tidak tercantum
pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak menggunakan masa manfaat
terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat sebenarnya 6
tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa
manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.

D. Saat Dimulainya Amortisasi

Amortisasi atas harta tak berwujud dimulai pada bulan dilakukannya


pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 248/PMK.03/2008 yaitu ;

PERPAJAKAN I 11
a. bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil
hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan
setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.

b. bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang
tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah
ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.

c. bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat
berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun.

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran
lainnya untuk bidang usaha tertentu dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran
atau pada bulan produksi komersial. Yang dimaksud dengan bulan produksi
komersial yaitu bulan dimana penjualan mulai dilakukan.

E. Contoh Penghitungan Amortisasi

PT A pada tanggal 4 Januari 2010 mengeluarkan uang sebanyak Rp100.000.000


untuk memperoleh hak lisensi dari XYZ Ltd selama tahun untuk memproduksi Sepeda
XYZ. Penghitungan amortisasi atas hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut:

PERPAJAKAN I 12
III. Metode Persediaan

Berdasarkan Pasal 10 ayat (6) Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang


Pajak Penghasilan (PPh) mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya
boleh menggunakan harga perolehan, sedangkan penilaian pemakaian
persediaan barang untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan
dengan cara atau metode pencatatan persediaan sebagai berikut :

 Metode Fifo (Fist In First Out).

Metode ini beranggapan, bahwa barang yang dibeli lebih awal, dianggap
dikeluarkan lebih awal pula. Dengan demikian, setiap terjadi suatu transaksi
penjualan, maka harga pokok barang yang terjual dinilai berdasarkan harga
barang yang dibeli lebih awal.

 Metode Rata-Rata (Moving Avarage).

Metode ini beranggapan, bahwa setiap terjadinya perubahan jumlah persediaan


barang, baik karena pembelian maupun karena adanya penjualan yang dilakukan
oleh perusahaan, sisa persediaan barang yang masih ada segera diambil nilai
rata-ratanya. Nilai rata-rata barang yang masih ada diperoleh dengan jalan
membagi jumlah nilai persediaan barang yang masih ada dengan jumlah satuan
barang yang bersangkutan. Dengan demikian, harga pokok barang yang dijual,
dinilai berdasarkan harga rata-rata barang itu.

Apabila sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian
persediaan untuk penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun
selanjutnya harus digunakan cara yang sama.

Pasal 28 ayat (5) UU PPh

Wajib Pajak hanya boleh memilih salah satu metode penilaian persediaan barang
dalam pembukuannya yaitu rata-rata tertimbang (Weighted Average) atau First In
First Out (FIFO) dan berlaku untuk tahun-tahun berikutnya.

Namun Wajib Pajak dapat menggunakan metode penilaian persediaan barang dalam
pembukuannya selain metode rata-rata tertimbang (Weighted Average) atau First In

PERPAJAKAN I 13
First Out (FIFO) sepanjang mendapat persetujuan Dirjen Pajak

Pencatatan persediaan menurut Pajak

Harga barang atau produk harganya tidak konstan tapi selalu berubah
sesuai dengan kondisi pasar. Begitu juga dengan harga bahan baku untuk
produksi, harganya juga berubah-ubah. Hal inilah yang menimbulkan persoalan
dalam menghitung harga pokok penjualan maupun harga pokok produksi.

Ada perbedaan dalam metode pencatatan persediaan antara menurut komersial


dengan fiscal. Kalau metode komersial, metode pencatatan antara lain, FIFO,
rata-rata, LIFO, dll. Sedangkan metode pencatatan persediaan menurut fiskal
yang boleh digunakan hanya metode FIFO dan rata-rata.

Dalam PSAK No. 14 (2007) bahwa persediaan dalam neraca dinyatakan sebesar
harga pokok atau perolehan (at cost) atau dinyatakan berdasarkan harga
terendah antara harga pokok dan harga pasar atau berdasarkan harga jual.
Menurut UU pajak penghasilan, pasal 10 ayat (6) menyatakan bahwa persediaan
harus dinilai bersadarkan harga perolehan. Oleh karena itu jika Wajib pajak
melakukan penilaian persediaan menggunakan selain harga perolehan, maka
perlu dilakukan penyesuaian (adjustment).

Apabila antara pihak pembeli dan penjual ada hubungan istimewa maka harga
perolehan harus disesuaikan dengan harga wajar atau harga pasar yang berlaku.
Kadang antara penjual dan pembeli membuat perjanjian pembelian dengan
harga tetap, walaupun kenyataannya harganya bisa berubah sewaktu-waktu.

PERPAJAKAN I 14
III. I KRITIK DAN SARAN

Dengan selesainya makalah resume ini diharapkan agar pembaca dapat


memberikan kritik dan sarannya kepada kami mengenai makalah ini. Karena kami
memaklumi bahwa kami selaku penulis memiliki kekurangan-kekurangan dalam
penyusunan makalah ini.

PERPAJAKAN I 15
DAFTAR PUSTAKA

 Mardiasmo, Perpajakan ”Edisi Revisi Tahun 2009”, C.V Andi Offset:Yogyakarta,


2009.
 http://sintaharmonis.blogspot.com/2011/05/pajak-persediaan.html

PERPAJAKAN I 16

Anda mungkin juga menyukai