Disusun Oleh :
Kelompok 6
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GRESIK
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
Penyusutan
A. Pengertian Penyusutan ................................................................ 5
B. Metode Penyusutan ..................................................................... 6
C. Kelompok Harta Berwujud Dan Tarif Penyusutan ........................... 7
D. Saat Dimulainya Penyusutan ........................................................ 7
E. Contoh Penghitungan Penyusutan ................................................ 8
Amortisasi
A. Pengertian Amortisasi .................................................................. 9
B. Metode Amortisasi ....................................................................... 10
C. Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi ............... 11
D. Saat Dimulainya Amortisasi .......................................................... 11
E. Contoh Penghitungan Amortisasi .................................................. 12
Persediaan .............................................................................
A. Metode Persediaan ...................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
PERPAJAKAN I 2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
Makalah resume ini disusun agar pembaca dapat memahami dan memperluas ilmu
tentang bagaimana Penyusutan,Amortisasi, dan Persediaan.
Dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini, kami secara langsung ataupun tidak
langsung telah mendapatkan bantuan dari teman-teman kelompok 6 mata kuliah
Perpajakan I. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada semua yang berperan dalam
penyusunan makalah resume ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran dari semua
pihak kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
usaha kita.
PERPAJAKAN I 3
BAB I
PENDAHULUAN
PERPAJAKAN I 4
BAB II
I. Penyusutan
A. Pengertian Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan
sepanjang masa yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat
yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang. Pengurangan
nilai aktiva dibebankan secara bertahap.
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi
dua golongan yaitu:
1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan
2. Harta berwujud yang berupa bangunan
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
PERPAJAKAN I 5
B. Metode Penyusutan
Metode penyusutan menurut ketentuan peundang-undangan perpajakan
sebagaimana telah diatur dalam pasal 11 UU PPh Undang Undang nomor 7 tahun
1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU
PPh):
1. Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun
(declining balance method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan
Dengan demikian, untuk harta berwujud bangunan, hanya ada satu metode
penyusutan, yaitu metode penyusutan garis lurus. Sementara itu, untuk harta
PERPAJAKAN I 6
berwujud selain bangunan, terdapat dua alternatif metode penyusutan, yaitu
metode garis lurus dan metode saldo menurun. Penggunaan salah satu metode
penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat asas.
sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (3, 4) Undang Undang nomor 7 tahun
1983 Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
dikatakan bahwa saat penyusutan dimulai pada :
PERPAJAKAN I 7
dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau
diperolehnya penghasilan.
PT Agri Jaya pada bulan Juli 2009 membeli sebuah alat pertanian yang
mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp 1.000.000,00. Penghitungan
penyusutan atas harta tersebut adalah sebagai berikut:
PERPAJAKAN I 8
50% x Rp 750.000 = Rp 375.000
II. Amortisasi
A. Pengertian Amortisasi
Pada UU PPh menggunakan istilah harta tak berwujud tidak dengan asset tetapi
mempunyai pengertian yang sama dengan asset dalam SAK. Seperti yang telah
dilakukan pada asset tetap berwujud, nilai asset tetap tah berwujud harus juga
dilakukan penyusutan yang disebut juga dengan Amortisasi.
Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak
berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan
dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang
lain (PSAK no 19). Termasuk dalam asset tak berwujud adalah hak paten, Good Will,
hak merk.
PERPAJAKAN I 9
4. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun
B. Metode Amortisasi
dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat (metode
garis lurus/straight line method) yaitu metode yang digunakan untuk menghitung
amortisasi harta tak berwujud yang dilakukan pada bagian-bagian yang sama
besar dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran selama masa
manfaat yang telah ditetapkan.
Wajib Pajak dapat memilih salah satu metode amortisasi di atas dan dilakukan secara
konsisten atau taat asas. Perubahan metode amortisasi harus mendapat persetujuan
dari Direktur Jenderal Pajak.
1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan
dapat dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi.
PERPAJAKAN I 10
2. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan
minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
Dalam menghitung amortisasi asset tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus
dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya
pengelompokkan masa manfaat dan tariff penyusutan terlihat sebagai berikut:
PERPAJAKAN I 11
a. bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil
hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan
setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
b. bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang
tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah
ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
c. bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat
berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun.
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran
lainnya untuk bidang usaha tertentu dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran
atau pada bulan produksi komersial. Yang dimaksud dengan bulan produksi
komersial yaitu bulan dimana penjualan mulai dilakukan.
PERPAJAKAN I 12
III. Metode Persediaan
Metode ini beranggapan, bahwa barang yang dibeli lebih awal, dianggap
dikeluarkan lebih awal pula. Dengan demikian, setiap terjadi suatu transaksi
penjualan, maka harga pokok barang yang terjual dinilai berdasarkan harga
barang yang dibeli lebih awal.
Apabila sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian
persediaan untuk penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun
selanjutnya harus digunakan cara yang sama.
Wajib Pajak hanya boleh memilih salah satu metode penilaian persediaan barang
dalam pembukuannya yaitu rata-rata tertimbang (Weighted Average) atau First In
First Out (FIFO) dan berlaku untuk tahun-tahun berikutnya.
Namun Wajib Pajak dapat menggunakan metode penilaian persediaan barang dalam
pembukuannya selain metode rata-rata tertimbang (Weighted Average) atau First In
PERPAJAKAN I 13
First Out (FIFO) sepanjang mendapat persetujuan Dirjen Pajak
Harga barang atau produk harganya tidak konstan tapi selalu berubah
sesuai dengan kondisi pasar. Begitu juga dengan harga bahan baku untuk
produksi, harganya juga berubah-ubah. Hal inilah yang menimbulkan persoalan
dalam menghitung harga pokok penjualan maupun harga pokok produksi.
Dalam PSAK No. 14 (2007) bahwa persediaan dalam neraca dinyatakan sebesar
harga pokok atau perolehan (at cost) atau dinyatakan berdasarkan harga
terendah antara harga pokok dan harga pasar atau berdasarkan harga jual.
Menurut UU pajak penghasilan, pasal 10 ayat (6) menyatakan bahwa persediaan
harus dinilai bersadarkan harga perolehan. Oleh karena itu jika Wajib pajak
melakukan penilaian persediaan menggunakan selain harga perolehan, maka
perlu dilakukan penyesuaian (adjustment).
Apabila antara pihak pembeli dan penjual ada hubungan istimewa maka harga
perolehan harus disesuaikan dengan harga wajar atau harga pasar yang berlaku.
Kadang antara penjual dan pembeli membuat perjanjian pembelian dengan
harga tetap, walaupun kenyataannya harganya bisa berubah sewaktu-waktu.
PERPAJAKAN I 14
III. I KRITIK DAN SARAN
PERPAJAKAN I 15
DAFTAR PUSTAKA
PERPAJAKAN I 16