Anda di halaman 1dari 45

Departemen Ilmu Bedah Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

ANKYLOGLOSSIA

RIMA KHAIRUNNISA JAMAL


1610029030

Pembimbing:
dr. Yudhy Arius, Sp.BP-RE

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lidah merupakan salah satu organ penting pada tubuh manusia yang memiliki
banyak fungsi. Lidah memiliki peran dalam proses pencernaan, mengisap, menelan,
persepsi rasa, bicara, respirasi, dan perkembangan rahang.
Lidah dapat mengalami anomali berupa kelainan perkembangan genetik dan
enviromental. Penyakit - penyakit lokal dan sistemik juga mempengaruhi kondisi lidah
dan menimbulkan kesulitan pada lidah yang biasanya menyertai keterbatasan fungsi
organ ini. Lesi pada lidah memiliki diagnosa banding yang sangat luas yang berkisar
dari proses benigna yang idiopatik sampai infeksi, kanker dan kelainan infiltratif.
Bagaimanapun lesi lidah yang terlokalisasi dan non- sitstemik lebih sering dijumpai.
Suatu studi epidemilogi dapat memberikan pemahaman mengenai prevalensi,
perluasan, dan keparahan suatu lesi pada suatu populasi. Banyak penelitian yang telah
dilakukan oleh para peneliti di berbagai negara untuk mengetahui prevalensi kelainan
lidah, Angka prevalensi kelainan lidah berbeda disetiap daerah diseluruh dunia. Variasi
ini dapat disebabkan oleh perbedaan ras, jenis kelamin, dan usia pada setiap populasi.
Demikian juga perbedaan dalam kriteria diagnostik metodologi dan prosedur sampling
pada setiap penelitian.
Penelitian mengenai kelainan lidah telah dilakukan di luar negeri seperti Iran,
Yordania, Israel, Hungaria, Turki, India, dan Malaysia. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di negara - negara tersebut, kelainan - kelianan lidah yang paling
disering dijumpai pada pasien berupa hairy tongue, coated tongue, fissured tongue,
bald tomgue, geographic tongue, median rhamboid glossitis, scalloped tongue,
macroglossia, dan ankyloglossia.
Berikut ini adalah salah satu pasien yang datang ke poli yang di diagnosis
dengan kelainan lidah berupa ankyloglossia.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 31 Oktober 2017 dari Poli Bedah
Plastik RSUD A.W. Sjahranie Samarinda.Pasien dirawat di ruang Melati Kamar 05
pada tanggal yang sama. Pasien masuk dengan diagnosis ankyloglossia dan akan
dilakukan operasi definitif.
2.1 Identitas Pasien
Nama : An.KI
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 4 tahun
Alamat : Jl. Jend. Sudirman RT 32 Klandasan Ulu
Balikpapan
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
MRS : 31 Oktober 2017

2.2 Identitas Orang Tua


Nama Ayah : Tn. UA
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat :Jl.Jend. Sudirman RT 32 Klandasan Ulu Balikpapan

Nama Ibu : Ny. A


Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Jend. Sudirman RT 32 Klandasan Ulu Balikpapan

3
2.3 Anamnesis
Keluhan Utama :
Keluar makanan dan minuman melalui hidung saat makan atau minum

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien masuk rumah sakit melalui poliklinik bedah plastik karena akan
direncanakan operasi. Ibu pasien mengatakan awalnya ia memeriksakan anaknya
ke dokter pertama kali saat sejak masih bayi, pasien kesulitan untuk menyusu dan
menelan. Saat minum atau makan, apa yang dimakan atau diminumkan pasien
sebagian ada yang dikeluarkan melalui hidung, sehingga saat makan ataupun
minum pasien harus dalam posisi terlentang. Awalnya pasien memeriksakan
dirinya ke poli bedah anak saat itu spesialis bedah anak menyarankan untuk operasi
karena perlengketan pada lidah anaknya saat pasien berusia 3 bulan, namun karena
ibu pasien merasa tidak tega anaknya dioperasi sehingga operasi tersebut
dibatalkan. Tidak ada keluhan sering sesak napas pada pasien. Selain itu, ibu pasien
juga mengatakan anaknya kurang jelas saat berbicara terutama dalam menyebutkan
huruf r, d dan t. Tidak ada penyakit atau riwayat mengkonsumsi obat-obatan yang
tidak diresepkan oleh dokter saat ibu pasien hamil, namun ibu pasien mengaku saat
hamil ibu pasien sempat memeriksan kehamilannya ke dokter spesialis kandungan
dan dikatakan bahwa air ketubannya kurang.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah operasi CTEV pada kaki kiri 7x, pertama kali saat pasien masih
berusia 3 bulan.

Riwayat Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

4
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir : 2400 gr
Panjang badan lahir : 49 cm
Berat badan sekarang : 15 kg
Panjang badan sekarang : 95 cm
Gigi keluar : 6 bulan
Tersenyum : 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : ibu lupa
Merangkak : ibu lupa
Berdiri : ibu lupa
Berjalan : ibu lupa
Berbicara 2 suku kata : ibu lupa

Makan dan Minum Anak :


ASI : Sampai usia 2 bulan
Susu sapi : Sejak usia 2 bulan
Bubur susu :-
Tim saring : Sejak usia 10 bulan
Lauk dan makan padat : sejak usia 1 tahun

Pemeliharaan Prenatal :
Periksa di : Bidan dan Klinik Kandungan
Penyakit Kehamilan :-
Obat-obatan yang sering di minum : Vitamin, kalsium, susu Ibu hamil
Kunjungan ANC dilakukan tiap 1 bulan 1 kali di trimester ke 3.

5
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Praktek Bidan
Persalinan ditolong oleh : Bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 34 minggu
Jenis partus : Spontan pervaginam
Lain-lain : Keterlambatan evakuasi meconium (-)
Pemeliharaan Postnatal :
Periksa di : Bidan
Keadaan anak : Sehat
Keluarga berencana : Ya, minum PIL KB

Imunisasi :
Lengkap; BCG, DPT, Hepatitis B, Polio, Campak

2.4 Pemeriksaan Fisik


Kesan Umum : Komposmentis
Kesadaran : E4V5M6
Tanda Vital
Frekuensi nadi : 111 x/menit
Frekuensi nafas : 24x/menit
Temperature : 36,8oC
Antropometri
Berat Badan : 14 kg
Panjang Badan : 95 cm

6
Kepala
Rambut : hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex
cahaya (+/+), pupil isokor ø 2mm/2mm, mata cowong
(-/-), Mongolian face (-)
Mulut : lidah besar (-), frenulum terletak di anterior (+), lidah
kotor (-), sariawan (-), faring hiperemis (-), mukosa
bibir basah, pembesaran tonsil (-/-), gusi berdarah (-),
palatoskisis (-), labioskisis (-)

Leher
Pembesaran Kelenjar : pembesaran KGB submandibular (-/-),

Thorax
Inspeksi : bentuk dan gerak dinding dada simetris dextra = sinistra,
iktus cordis tidak tampak
Palpasi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, iktus
cordis teraba pada ICS V mid clavicular line sinistra
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler di semua lapangan paru, rhonki (-/-),
wheezing (-/-), suara jantung S1S2 tunggal regular,
galloop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : distended (-), bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus normal, metallic sound (-)
Palpasi : soefl (-), nyeri tekan (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-)
Perkusi : timpani di seluruh abdomen

7
Genitalia
Penis : Tampak belum di sunat, orifisium uretra eksterna
terletak diujung penis
Skrotum : Warna kulit tampak lebih gelap, teraba dua testis sama
besar kiri dan kanan

Ekstremitas
Akral hangat (+), oedem (-), capillary refill time < 2 detik, sianosis (-), pembesaran
KGB aksiler (-/-), pembesaran KGB inguinal (-/-)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Darah :
Hb : 11,6 g/dl (13,40 - 19,8 g/dl)
Hct : 35% (41 - 65%)
Leuksoit : 10.500/μl (5.0 - 19,5 x 103/μl)
Trombosit : 360.000/103/μl (150 - 450 x 103/μl)
PT : 12 detik (10,0-15,0 detik)
APTT : 29,1 detik (20,0 - 40,0 detik)
INR : 0,86
GDS : 83 mg/dl (50-80 mg/dl)
Na : 138 mmol/l (129-147 mmol/l)
K : 4,3 mmol/l (3,6 - 5,8 mmol/l)
Cl : 96 mmol/l (98 - 110 mmol/l)
HbsAg : Non reaktif
112 : Non reaktif

8
Skull X-Ray

9
Foto Klinis

2.6 Diagnosis Kerja


Ankyloglossia

2.7 Penatalaksanaan
Frenotomi

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ankyloglossia
Terdapat banyak kondisi yang dijumpai pada lidah termasuk ke dalam istilah
anomali lidah. Beberapa kelainan tersebut tidak menunjukkan gambaran yang berarti
yang cukup sering terjadi sehingga dapat dianggap sebagai suatu variasi normal.
Beberapa kelainan menunjukkan kondisi klinis yang nyata pada lidah. Pada beberapa
kasus dapat membantu untuk menentukan sejumlah kelainan yang diturunkan dan
sekelompok kondisi lainnya yang membuktikam bahwa kelainan lidah dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan, salah satunya adalah lidah pendek,
Istilah lidah pendek sebenarnya bukan karena ukuran lidah yang benar - benar
pendek, melainkan untuk menggambarkan gangguan frenulum yaitu jaringan ikat yang
menghubungkan dasar lidah dengan ujung lidah bagian bawah. Dalam bahasa
kedokteran keadaan ini disebut dengan ankyloglossia atau disebut dengan nama lain
tongue tie. Tongue tie terjadi pada 0,02 - 4,48% anak, lebih sering mengenai anak laki
- laki dari pada perempuan. Tongue tie dapat merupakan bagian dari kumpulan kelainan
bawaan atau berdiri sendiri. Sebagian besar tongue tie merupakan kelainan yang berdiri
sendiri.
Ankyloglossia adalah malformasi kongenital yang jarang terjadi. Salah satu
jenis oral sinekia ini dapat ditemui saat lahir dan dapat menyebabkan masalah pada
jalan nafas dan nutrisi neonatal. Fusi jaringan lunak mungkin lengkap atau tidak
lengkap saat dalam masa embriologi. Biasanya anomali ini dikaitkan dengan beberapa
anomali kongenital lainnya. Pembukaan mulut yang terbatas menyebabkan kesulitan
dalam memberi makan, menelan, dan respirasi sehingga mempengaruhi pertumbuhan
bayi.
Ankyloglossia, tongue tie atau tali lidah pendek adalah kelainan bawaan yang
terjadi pada pita lidah atau tali jaringan ikat yang menghubungkan dasar lidah dengan
ujung lidah bagian bawah. Tali ini dapat tebal dan kurang elastis ataupun tipis dan
elastis. Bila tali lidah pendek dapat menyebabkan lidah seperti berbentuk hati pada saat
dijulurkan. Jenis yang paling mudah diidentifikasi adalah ketika selaput tali lidah yang

11
dimiki bayi pendek sehingga membatasi atau menghambat aktivitas lidah bayi, karena
seharusnya tali lidah ini tidak terikat. Sampai saat ini gangguan tongue tie masih
menjadi perdebatan dikalangan kedokteran baik tentang dampak bagi kesehatan dan
perlu tidaknya dilakukan tindakan operasi bedah.
Tongue tie merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh frenulum
yang pendek. Hal ini menyebabkan mobilitas lidah terbatas. Faktor keturunan berperan
pada tongue tie dapat dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
Tipe 1 : frenulum terikat sampai ujung lidah
Tipe 2 : frenulum terikat 1-6 mm dibelakang tipe 1
Tipe 3 : frenulum terikat di tengah lidah dan biasanya kuat dan kurang elastis
Tipe 4 : frenulum terikat dipangkal lidah, namun tebal dan tidak
elastis sehingga mobilitas lidah sangat terbatas

Anomali kongenital dapat disebabkan oleh banyak hal seperti defek gen tunggal,
kelainan kromosom, keturunan multifaktorial, teratogen lingkungan dan defisiensi
mikronutrien. Infeksi pada maternal seperti sifilis dan rubella merupakan penyebab
kelainan kongenital yang signifikan dinegara berkembang dengan ekonomi menengah
ke bawah. Penyakit pada maternal seperti diabetes mellitus, defisiensi asam folat dan
iodin, paparan rokok, zat kimia berbahaya, radiasi, konsumsi alkohol, dan berbagai
faktor lain juga dapat mempengaruhi kejadian anomali kongenital.

12
Adanya ankyloglossia mungkin terkait dengan suatu sindrom. Sindrom yang
biasanya disertai dengan adanya kondiai ini antara lain, Demarque-Van der Woude
Syndrome (DVWS), Pterygium Popliteal Syndrome (PPS), Pierre Robin Syndrome,
Orofacial Digital Syndrome (OFDS) dan Fryns Syndrome. Berbagai patogenesis telah
dijelaskan, namun tidak ada satu pun yang dapat divalidasi.

13
3.2 Pterygium Popliteal Syndrome
Pterygium poplital syndrome adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
perkembangan wajah, kulit, dan alat kelamin. Kebanyakan orang dengan gangguan ini
dilahirkan dengan bibir sumbing, celah langit-langit (lubang di atap mulut), atau
keduanya. Orang yang terkena mungkin mengalami depresi (lubang) di dekat pusat
bibir bawah, yang mungkin tampak lembap karena adanya kelenjar ludah dan lendir di
dalam lubang. Tonjolan jaringan kecil di bibir bawah juga bisa terjadi. Dalam beberapa
kasus, orang dengan sindrom pterigium poplitea dapat kehilangan gigi.
Individu dengan sindrom pterigium poplitea dapat lahir dengan jaringan kulit
di punggung kaki di seluruh sendi lutut, yang dapat mengganggu mobilitas kecuali
diangkat dengan pembedahan. Individu yang terkena mungkin juga memiliki anyaman
atau fusi jari-jari tangan atau kaki (syndactyly), lipatan segitiga kulit yang khas di atas
kuku jari kaki besar, atau jaringan yang menghubungkan kelopak mata atas dan bawah
atau rahang atas dan bawah. Pasien dengan PPS mungkin memiliki alat kelamin yang
abnormal, termasuk lipatan genital eksternal yang sangat kecil (hipoplasia labia
majora) pada wanita. Laki-laki yang terkena mungkin memiliki testis yang tidak turun
(cryptorchism) atau skrotum yang dibagi menjadi dua lobus (skrotum bifida).
Orang dengan sindrom pterigium poplitea yang memiliki bibir sumbing dan
atau celah langit-langit mulut, seperti individu lain dengan kondisi wajah ini, mungkin
memiliki peningkatan risiko perkembangan bahasa yang tertunda, ketidakmampuan
belajar, atau masalah kognitif ringan lainnya. IQ rata-rata individu dengan sindrom
pterigium poplitea tidak berbeda secara signifikan dengan populasi umum.

3.2.1 Patofisiologi
Mutasi pada gen IRF6 menyebabkan sindrom pterigium poplitea. Gen IRF6
memberikan instruksi untuk membuat protein yang memainkan peran penting dalam
perkembangan awal saat embriogenesis. Protein ini adalah faktor transkripsi, yang
berarti bahwa ia menempel (mengikat) ke daerah DNA tertentu dan membantu
mengontrol aktivitas gen tertentu.
Protein IRF6 aktif dalam sel yang menimbulkan jaringan di kepala dan wajah.

14
IRF6 juga terlibat dalam pengembangan bagian lain dari tubuh, termasuk kulit dan alat
kelamin.
Mutasi pada gen IRF6 yang menyebabkan sindrom pterigium poplitea dapat
mengubah efek faktor transkripsi pada aktivitas gen tertentu. Hal ini mempengaruhi
perkembangan dan pematangan jaringan di wajah, kulit, dan alat kelamin,
mengakibatkan kelainan wajah dan genital, anyaman kulit, dan peleburan jari tangan
atau kaki (syndactyly) terlihat pada sindrom pterigium poplitea.

3.2.2 Manifestasi Klinis


80-90% pasien memiliki gejala :
a. Cleft palate d. Micrognathia
b. Generalized hirsutism e. Thin upper lip
c. Joint Stiffness f. Syndactyly

30% - 70% pasien memiliki gejala :


a. Abnormality of the nail g. Hipoplastic labia major
b. Abnormality of the ribs h. Lip Pit
c. Ankyloblepharon i. Popliteal pterygyum
d. Scrotum bifida j. Scoliosis
e. Cryptorchismus k. Scortal Hypoplasia
f. Finger Syndactily

5% - 29% pasien memiliki gejala :


a. Choanal atresia
b. Specific learning Disability
c. Claw Hand

15
3.3 Van der Woude Syndrome
Sindrom Van der Woude adalah kondisi yang mempengaruhi perkembangan
wajah. Banyak orang dengan gangguan ini dilahirkan dengan bibir sumbing, celah
langit - langit atau keduanya. Orang yang terkena biasanya memiliki depresi (lubang)
di dekat pusat bibir bawah, yang mungkin tampak lembab karena adanya kelenjar ludah
dan lendir di dalam lubang. Gundukan jaringan kecil di bibir bawah juga bisa terjadi.
Dalam beberapa kasus, orang dengan sindrom van der woude kehilangan gigi.
Sindrom Van der Woude diyakini terjadi pada 1 dari 35.000 menjadi 1 dari
100.000 orang, berdasarkan data dari Eropa dan Asia. Sindrom Van der Woude adalah
penyebab paling umum dari celah bibir dan langit-langit yang dihasilkan dari variasi
dalam gen tunggal, dan kondisi ini menyumbang sekitar 1 dalam 50 kasus tersebut.
Kondisi ini diwariskan dalam pola dominan autosomal, yang berarti satu
salinan gen yang diubah di setiap sel sudah cukup untuk menyebabkan gangguan.
Dalam kebanyakan kasus, orang yang terkena memiliki satu orang tua dengan kondisi
tersebut. Kadang-kadang, seseorang yang memiliki salinan gen yang diubah tidak
menunjukkan tanda atau gejala gangguan.

16
3.3.1 Manifestasi Klinis
30% - 79% pasien memiliki gejala :
a. Cleft palate
b. Lower Lip Pit

5% - 29% pasien memiliki gejala :


a. Abnormal salivary gland morphology
b. Cleft upper lip
c. Hypodontia

Sindrom Van der Woude harus dipertimbangkan pada setiap anak yang lahir
dengan bibir sumbing dan atau celah langit-langit mulut. Evaluasi klinis oleh ahli
genetika medis umumnya dilakukan untuk mendokumentasikan semua temuan klinis
yang relevan. Selain itu, orang tua harus diperiksa untuk lubang-lubang bibir yang
terisolasi, celah langit-langit, dan hipodonsia (gigi yang hilang). Untuk membuat
diagnosis klinis sindrom Van der Woude, setidaknya satu dari temuan berikut harus
ada; Lubang bibir dan bibir sumbing (CLP). Lubang bibir harus paramedian pada bibir
bawah, dan dapat mencakup tonjolan dengan saluran sinus yang mengarah dari kelenjar
lendir bibir.

3.4 Pierre Robin Syndrome


Pierre robin sindrom adalah sekelompok kelainan yang terutama ditandai
dengan adanya rahang bawah yang kecil dengan lidah yang jatuh ke belakang dan
mengarah ke bawah. Bisa juga disertai dengan tingginya lengkung langit - langit mulut
atau adanya celah langit - langit. Lannelongue dan Menard adalah orang yang pertama
kali mendeskripsikan tentang pierre robin sindrom pada tahun 1891, pada 2 pasien
dengan gejala micrognathia, celah langit - langit dan retroglosoptossis. Pada tahun
1923, Pierre Robin mendiskripsikan sindroma ini, yaitu terjadinya sumbatan jalan
nafas yang dihubungkan dengan glossoptosis dan hipolasia mandibula. Sekarang

17
sindroma ini dikarakteristikkan dengan gejala rerognathia atau micrognathia,
glossoptosis, dan sumbatan jalan nafas. Langit - langit mulut yang tidak komplit atau
adanya celah langit - langit telah dihubungkan dengan sindroma ini kira - kira 50% dari
smeua kasus. Sampai tahun 1974, ketiga gejala tersebut dikenal dengan trias sindroma
pierre robin.
Prevalensi sindroma ini terjadi kira-kira 1 dari 8500 kelahiran hidup,dengan
ratio perbandingan antara laki-laki dan wanita adalah 1: 1.

3.4.1 Etiologi
Terjadinya sindroma ini mungkin dikarenakan adanya gangguan atosomal
resesif yang diwariskan.

3.4.2 Patogenesis
Terdapat 3 teori patofisiologi untuk menjelaskan terjadinya rangkaian pierre
robin sindrom ini, yaitu :
1. Teori Mekanik
Teori ini merupakan teori yang paling bisa diterima. Peristiwa awal yang
terjadi yaitu hipoplasia mandibula yang terjadi antara minggu ke-7 dan ke-11
pada masa kehamilan. Lidah tetap terletak tinggi di antara rongga mulut, karena
terbelahnya langit - langit mulut, Teori ini menjelaskan langit - langit berbentuk
U terbalik dan ketiaadaan hubungan antara langit - langit bibir.
Oligohidramnion dapat berperan dalam etiologi sindroma ini. Kurangnya cairan
amnion dapat menyebabkan deformasi dari dagu dan terjepitnya lidah diantara
langit - langit.
2. Teori Maturasi Neurologik
Terlambatnya maturasi neurologik telah dikemukakan dalam
electromyografi dari otot lidah, pilar faring dan langit - langit sama seperti
keterlambatan konduksi dari nervus hypoglossus. Perbaikan spontan pada
banyak kasus dapat menyokong teori ini.

18
3. Teori Disneurulasi Rhombensefalik
Pada teori ini, regulator organisasi dari rhombensefalus dihubungkan
dengan problem utama dari ontogenesis.

3.4.3 Manifestasi Klinis


1. Mikrognatia (91,7%)
Mikrognatia adalah rahang yang sangat kecil dengan dagu yang tertarik
ke belakang, karena lidah jatuh kebelakang ke arah dinding posterior faring.Hal
ini dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas pada saat inspirasi.Menangis pada
anak dapat menyebabkan jalan nafas tetap terbuka, dan pada saat anak tertidur
terjadi sumbatan jalan nafas, sehingga menyebabkan pengeluaran energi yang
meningkat. Karena masalah respirasi tersebut, pemberian makan mungkin
menjadi sangat sulit sehingga menyebabkan kurangnya intake makanan. Jika
keadaan ini tidak di terapi dapatmenyebabkan kelelahan, kegagalan jantung,
dan bahkan kematian.
2. Glossoptosis (70-85%)
Kombinasi dari mikrognatia dan glossoptosis mungkin menyebabkan
gangguan respirasi yang berat dankesulitan memberi makan pada bayi yang
baru lahir.
3. Celah langit - langit (14 - 91%)
Celah langit - langit bisa lunak atau keras biasanya berbetuk U sebesar 80%
atau V (15%), namun adakalanya berbetuk double uvula.
4. Lidah tampak basar (macroglossia)
Sebenarnya ukuran lidah normal tetapi relatif besar jika dibandingkan
dnegan rahang yang kecil dan terletak jauh dibelakang orofaring.
5. Ankyloglossia (10 - 15%)
Ankyloglossia atau perlekatan lidah dengan struktur sekitarnya realtif
jarang ditemukan.
6. Lengkung langit - langit yang tinggi

19
7. Tercekik atau tersedak oleh lidah
Kondisi ini menyebabkan saat menyusui atau memberi makan harus
dilakukan secara sangathati- hati untuk menghindari tersedak dan terhirupnya
cairan atau makanan ke saluran udara. Tersedak dan gangguan pemberian makan
atau susu akan berkurang secara spontan, sejalan dengan pertumbuhan rahang.
8. Kelainan pada telinga
Kelainan pada telinga yang paling sering terjadi adalah otitis media (80%)
diikuti dengan kelainan daun telinga (75%).
9. Laryngomalasia (10 - 15%)
10. Malformasi gigi dan wajah
Malformasi dari gigi dan wajah terjadi pada 1 dari 3 kasus yang ada.

3.4.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada sindroma ini dapat dibedakan menjadi terapi konservatif
dan operasi. Mayoritas dari pasien - pasien dengan sindroma ini dapat ditangani dnegan
menempatkan bayi pada posisi membungkuk sehingga gaya tarik lidah ke depan dan
saluran udara tetap terbuka sampai terjadi perubahan yang adekuat dari rahangnya. Jika

20
terapi ini gagal, harus dipertimbangkan untuk dilakukan perlekatan lidah dengan bibir
(dengan menarik lidah ke depan).
Pada kasus yang agak berat perlu dipasang selang melalu hidung ke saluran
udara untuk menghindari penyumbatan saluran udara. Pada kasus yang berat, jika
terjadi penyumbatan saluran udara. Pada kasus yang berat, dilakukan pembedahan
kadang perlu dilakukan trakeostomi. Pada anak dengan belum berkembangnya rahang
bawah yang berat, dapat dilakukan teknik baru yang dikenal dengan pelruasan tulang
mandibula. Teknik ini juga disebut dengan distraksi osteogenesis meliputi penempatan
alat yang dipasang sehari - hari sampai didapatkan perluasan rahang secara perlahan.
Wajib dilakukan insisi eksternal untuk membuat luka operasi melewati tulang rahang
dengan penempatan pin agar alat untuk perluasan rahang dapat terpasang kokoh. Jika
perluasan tulang sudah terjadi (4 - 5 minggu) alat tetap terpasang di tempatnya sampai
celah tulang sembuh dengan formasi tulang baru (8 minggu). Teknik ini dapat
dilakukan pada usia sangat dini dimana terdapat keuntungan yang lebih dari pada
teknik tradisional yang dilakukan untuk memperpanjang rahang bawah. Operasi
diprioritaskan menurut keparahan dari sumbatan jalan nafas diikuti dengan tingkat
kesulitan pemberian makan. Bayi dengan micrognathia mungkin mengalami
kesukaran bernafas atau kegagalan untuk tubuh. Operasi memungkinkan untuk
dilakukan pada kasus - kasus tersebut.
Walaupun banyak prosedur operasi yang berbeda telah digambarkan,
trakeostomi merupakan teknik yang paling luas untuk digunakan. Prosedur operasi lain
seperti pelepasan subperiosteal dari dasar mulut, tipe berbeda dari glossopexy seperti
prosedur routledge atau pelepasan perlekatan lidah bibir dapat dilakukan.Beberapa
glossopexy harus dileaskan sebelum berkembangnya pertumbuhan gigi. Perpanjangan
mandibular diikuti dengan distraksi secara berangsur - angsur mungkin dapat
digunakan untuk hipoplasia rahang yang berat yang dapat menyebabkan apneu.

3.5 Oral-facial-digital syndrome

21
Oral-facial-digital syndrome sebenarnya adalah sekelompok kondisi yang
mempengaruhi perkembangan rongga mulut (mulut dan gigi), wajah, dan digitalis (jari
tangan dan kaki).
Para peneliti telah mengidentifikasi setidaknya 13 bentuk potensial oral-facial-
digital syndrome. Tipe-tipe yang berbeda diklasifikasikan berdasarkan pola tanda dan
gejalanya. Namun, terdapat berbagai jenis yang tumpang tindih secara signifikan, dan
beberapa jenis tidak terdefinisi dengan baik. Sistem klasifikasi untuk Oral-facial-digital
syndrome terus berkembang.
Sindrom oral-facial-digital memiliki perkiraan kejadian 1 dari 50.000 hingga
250.000 bayi baru lahir. Tipe I menyumbang sebagian besar kasus gangguan ini.
Bentuk-bentuk lain dari oral-facial-digital syndrome sangat jarang; sebagian besar
telah diidentifikasi hanya dalam satu atau beberapa keluarga.

3.5.1 Patogenesis
Hanya satu gen, OFD1, telah dikaitkan dengan oral-facial-digital syndrome.
Mutasi pada gen ini menyebabkan mutasi gen tipe oral-wajah-digital I. OFD1 juga
ditemukan pada keluarga yang terkena gangguan yang diklasifikasikan sebagai tipe
VII; Namun, peneliti sekarang percaya bahwa tipe VII sama dengan tipe I.
Mutasi pada gen OFD1 memberikan instruksi untuk membuat protein yang
fungsinya tidak sepenuhnya dipahami. Tampaknya memainkan peran penting dalam
perkembangan awal banyak bagian OFD1 mencegah sel membuat protein OFD1
fungsional yang cukup, yang mengganggu perkembangan normal struktur ini. Tidak
jelas bagaimana kekurangan protein ini menyebabkan bentuk spesifik dari oral-facial-
digital syndrome tipe I.
Oral-facial-digital syndrome tipe I diwariskan dalam pola dominan X-linked.
Gen yang terkait dengan kondisi ini terletak pada kromosom X, yang merupakan salah
satu dari dua kromosom seks. Pada wanita (yang memiliki dua kromosom X), mutasi
pada salah satu dari dua salinan gen di setiap sel sudah cukup untuk menyebabkan
gangguan. Beberapa sel menghasilkan jumlah protein OFD1 yang normal dan sel-sel
lainnya tidak menghasilkan. Pengurangan keseluruhan yang dihasilkan dalam jumlah

22
protein ini mengarah ke tanda-tanda dan gejala oral-facial-digital syndrome tipe I.
Pada laki-laki (yang hanya memiliki satu kromosom X), mutasi menghasilkan
hilangnya protein OFD1 total. Kekurangan protein ini biasanya mematikan sangat awal
dalam perkembangan, sehingga sangat sedikit pria yang terlahir dengan sindrom oral-
facial-digital tipe I. Laki-laki yang terkena biasanya meninggal sebelum kelahiran,
meskipun beberapa telah hidup hingga awal masa bayi.
Sebagian besar bentuk lain dari oral-facial-digital syndrome diwariskan dalam
pola resesif autosomal, yang menunjukkan bahwa kedua salinan gen penyebab di setiap
sel memiliki mutasi. Orang tua dari seorang individu dengan kondisi resesif autosom
masing-masing membawa satu salinan gen yang bermutasi, tetapi mereka biasanya
tidak menunjukkan tanda dan gejala.

3.5.2 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala oral-facial-digital syndrome sangat bervariasi. Namun,
sebagian besar bentuk gangguan ini melibatkan masalah dengan perkembangan rongga
mulut,wajah, dan digitalis. Sebagian besar bentuk juga terkait dengan kelainan otak
dan beberapa tingkat cacat intelektual.
Kelainan rongga mulut yang terjadi pada banyak jenis sindrom oral-facial-
digital termasuk split (sumbing) di lidah, lidah dengan bentuk lobus yang tidak biasa,
dan pertumbuhan tumor non-kanker atau nodul di lidah. Orang yang terkena mungkin
juga memiliki gigi tambahan, hilang, atau cacat. Bentuk umum lainnya adalah
pembukaan di atap mulut (celah langit-langit). Beberapa orang dengan sindrom oral-
facial-digital memiliki jaringan ekstra (disebut hiperplastik frenulum) yang secara tidak
normal menempelkan bibir ke gusi.
Bentuk wajah yang khas yang sering dikaitkan dengan oral-facial-digital
syndrome termasuk bibir sumbing, hidung lebar dengan jembatan hidung lebar yang
datar, dan mata yang sangat lebar (hypertelorism).
Abnormalitas jari-jari dapat mempengaruhi jari-jari dan jari-jari kaki pada
orang-orang denganoral-facial-digital syndrome. Kelainan ini termasuk fusi jari-jari
atau jari kaki tertentu (syndactyly), jari yang lebih pendek dari biasanya

23
(brachydactyly), atau tidak biasa melengkung (klinodactyly). Adanya kelebihan jari
(polydactyly) juga terlihat pada kebanyakan bentuk sindrom oral-facial-digital.
Bentuk lain hanya terjadi pada satu atau beberapa tipe sindrom digital oral-
facial. Hal ini membantu membedakan berbagai bentuk gangguan. Sebagai contoh,
bentuk paling umum dari oral-facial-digital syndrome, tipe I, berhubungan dengan
penyakit ginjal polikistik. Penyakit ginjal ini ditandai dengan adanya pertumbuhan
kantung berisi cairan (kista) yang mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring
produk limbah dari darah. Bentuk lain dari oral-facial-digital syndrome dicirikan oleh
masalah neurologis, perubahan tertentu dalam struktur otak, kelainan tulang,
kehilangan penglihatan, dan cacat jantung.

24
25
26
27
28
3.6 Fryns Syndrome
Sindrom Fryns adalah kondisi yang mempengaruhi perkembangan banyak
bagian tubuh. Ciri-ciri gangguan ini sangat bervariasi di antara individu yang terkena
dan tumpang tindih dengan tanda dan gejala beberapa gangguan lainnya. Faktor-faktor
ini dapat membuat sindrom Fryns sulit didiagnosis.

3.6.1 Manifestasi Klinis


Kebanyakan orang dengan sindrom Fryns memiliki kelainan pada otot
diafragma. Kelainan yang paling umum adalah hernia diafragma kongenital, yang
merupakan lubang diafragma yang berkembang sebelum kelahiran. Lubang ini
memungkinkan perut dan usus bergerak ke dada dan mengelilingi jantung dan paru-
paru. Akibatnya, paru-paru sering tidak berkembang dengan baik (hypoplasia
pulmonal), yang dapat menyebabkan kesulitan pernapasan yang mengancam jiwa pada
bayi yang terkena.
Tanda-tanda utama lain sindrom Fryns termasuk kelainan jari-jari tangan dan
kaki serta bentuk wajah yang khas. Ujung jari dan jari kaki cenderung kurang
berkembang, menghasilkan penampilan pendek dan gemuk dengan kuku kecil atau
tidak ada. Kebanyakan individu yang terkena memiliki beberapa bentuk wajah yang
tidak biasa, termasuk mata yang sangat lebar (hypertelorism), jembatan hidung lebar
dan datar, ujung hidung tebal, ruang lebar antara hidung dan bibir atas (philtrum
panjang), mulut besar (macrostomia) , dan dagu kecil (micrognathia). Banyak juga
memiliki telinga yang rendah dan berbentuk tidak normal.
Beberapa bentuk tambahan telah dilaporkan pada orang dengan sindrom Fryns.
Ini termasuk mata kecil (microphthalmia), mengaburkan lapisan luar yang jelas dari
mata (kornea), dan celah langit-langit dengan atau tanpa bibir sumbing. Sindrom Fryns
juga dapat mempengaruhi perkembangan otak, sistem kardiovaskular, sistem
gastrointestinal, ginjal, dan alat kelamin.
Kebanyakan orang dengan sindrom fryns meninggal sebelum lahir atau pada
awal masa bayi dari hipoplasia paru yang disebabkan oleh hernia diafragma bawaan.
Namun, beberapa individu yang terkena telah hidup sampai masa kanak-kanak. Banyak

29
dari anak-anak ini mengalami keterlambatan perkembangan yang parah dan cacat
intelektual.

3.6.2 Patogenesis
Penyebab sindrom fryns tidak diketahui. Gangguan ini dianggap genetik karena
cenderung berjalan dalam keluarga dan memiliki bentuk yang mirip dengan gangguan
genetik lainnya. Duplikasi dan penghapusan di beberapa daerah kromosom telah
dikaitkan dengan hernia diafragma bawaan dan beberapa bentuk lain dari sindrom
fryns. Namun, tidak ada perubahan genetik spesifik yang ditemukan menyebabkan
semua tanda dan gejala pada sindroma ini.
Sindrom fryns diwariskan secara resesif autosomal, yang berarti kedua salinan
gen di setiap sel memiliki mutasi. Namun, tidak ada gen terkait yang teridentifikasi.
Orang tua dari seorang individu dengan kondisi resesif autosom masing-masing
membawa satu salinan gen yang diubah, tetapi mereka biasanya tidak menunjukkan
tanda dan gejala.

30
3.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada dasarnya uji genetik sangat berbeda dengan uji diagnostik penyakit pada
umumnya, uji genetik ini ralatif baru dan meliputi berbagai cara yang didahului dengan
konsultasi mengenai adanya kelainan keturunan. Uji genetik ini berkembang dengan
cepat dalam menolong pasien yang menderita kelainan keturunan, sehingga pasien
mengerti mengenai proses uji genetik ini. Tujuan dari uji genetik sangat bervariasi,
beberapa uji digunakan untuk konfirmasi hasil diagnosis sebelumnya yang dilakukan
berdasar gejala yang timbul. Beberapa uji genetik dilakukan berdasar adanya dugaan
resiko yang terjadi dan dapat berkembang menjadi penyakit genetik, walaupun
seseorang merasa dirinya sehat pada saat ini (uji presimtomatik), dan uji genetik
individu dan pasangannya yang mempunyai resiko melahirkan anak mungkin
menderita gangguan keturunan (screening carier). Sesuai dengan namanya, uji genetik
adalah uji untuk melihat genetik seseorang yang terkandung dalam DNA. Setiap gen
mengandung bahan kimia untuk menyusun protein yang sangat spesifik berfungsi
untuk kehidupan fisiologis dari tubuh. Protein tersebut sangat dibutuhkan untuk
kehidupan sebagai penyusun kelompok dalam sel dan jaringan tubuh, dimana mereka
menghasilkan energi dan bertindak sebagai sarana supaya tubuh berfungsi normal.
Beberapa uji genetik dilakukan hanya melihat kelainan kromosomnya saja, atau
melihat jumlahnya, kelebihan atau kekurangan kromosom. Kadang sebagian
kromosom tertukar lokasinya, sehingga gen terhenti pada lokasi dimana secara
permanen pada tempat yang tidak semestinya, yang mengakibatkan protein tidak dapat
berfungsi. Seperti diketahui bahwa kromosom dibentuk oleh untaian rantai DNA yang
panjang yang bercampur antara DNA aktif dan non-aktif. Gen dalam kromosom sangat
berperan langsung untuk perkembangan sistem biologi tubuh dan yang aktif adalah
sekitar 100 trilyun sel. Bila ada sesuatu yang salah protein esensial tersebut, akibatnya
akan terjadi gangguan fisiologis yang parah. Misalnya pada protein yang disebut alfa-
1 atntitrypsin (AAT), yang diproduksi oleh semacam bahan yang disebut neutrophil
elastase berfungsi untuk membersihkan paru-paru. Bilamana bahan tersebut tidak
dapat memproduksi AAT, yang disebabkan oleh terjadinya gangguan gen yang
memproduksi protein yang bersangkutan, maka akan berkembang terjadinya gejala

31
emfisema pulmonum dan terjadinya komplikasi penyakit lainnya. Hampir semua
kondisi genetik yang mengalami mutasi akan terjadi kerusakan atau kesalahan dalam
membentuk protein. Kondisi mutasi tersebut akan menyebkan terjadinya penyakit,
sehingga hal tersebut dinamakan penyakit genetik, seperti sistik fibrosis atau defisiensi
AAT. Disamping itu kemungkinan juga terjadinya penyakit degeneratif, misalnya
kanker dan penyakit jantung. Pada kasus seperti kanker, penyakit jantung, asthma, atau
diabetis, adalah penyakit yang disebabkan oleh kombinasi antara faktor genetik,
pengaruh lingkungan atau gaya hidup yang bersama-sama faktorfaktor tersebut saling
mempengaruhi untuk memicu taerjadinya penyakit. Yang paling penting dalam uji
diagnosis untuk penyakit genetik ini adalah konsultasi mengenai kemungkinan
terjadinya resiko penyakit keturunan, sehingga uji genetik dapat lebih terarah.
Ahli genetik merekomendasikan bahwa tes genetik perlu dilakukan dalam
situasi sebagai berikut:
a. Orang yang memiliki individu atau sejarah keluarga yang terindikasi adanya
gejala kanker genetik
b. Tes kondisi genetik dapat ditafsirkan secara memadai sesuai dengan gejala yang
ada
c. Hasil uji genetik akan membantu dengan diagnosis, pengobatan, dan / atau
pengelolaan pasien dan anggota keluarga yang beresiko kanker
Terdapat berbagai macam jenis uji genetik, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Diagnostic testing
Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi secara akurat suatu penyakit dan
penyebab penyakit pada sesorang. Hasil tes diagnostik dapat membantu Anda
dalam mengatur kesehatan anda dan melakukan langkah pengobatan atau
penyembuhan terhadap penyakit tersebut
b. Pre-symptomatic genetic tests
Merupakan tes genetik prediktif, yaitu dengan melakukan tes genetik pra-gejala.
Fungsi tes genetika jenis ini adalah untuk menemukan perubahan yang terjadi pada
gen yang berpotensi meningkatnya kemungkinan berkembangnya suatu penyakit
tertentu pada sesorang. Hasil tes genetika ini akan memberikan informasi tentang

32
resiko terkena penyakit tertentu dengan akurat. Informasi ini sangat penting dan
berguna untuk melakukan langkah pencegahan, sehingga Anda dapat mengubah
gaya hidup dalam menjaga kesehatan, sehingga dapat mengurangi resiko penyakit
yang terdeteksi
c. Carrier testing
Pengujian ini dilakukan untuk menemukan orang yang berpotensi carrier atau
pembawa perubahan gen, terkait tentang suatu penyakit. Orang yang menjadi
pembawa (carrier) belum tentu terjangkit atau menunjukkan tanda-tanda penyakit
tersebut. namun mereka memiliki kemampuan untuk mentransfer perubahan gen
tersebut kepada anak-anak mereka. dan keturunan mereka nanti bisa jadi mengidap
penyakit tersebut atau menjadi carrier lagi bagi keturunan generasi selanjutnya.
Beberapa penyakit kadang baru terjangkit setelah melalui beberapa perubahan gen
dari orang tua, anak, cucu sampai gen tersebut berubah dan menyebabkan
terjadinya suatu penyakit. Pengujian genetika ini biasanya ditawarkan kepada
orang-orang yang mempunyai riwayat penyakit karena faktor genetik dan
berpotensi untuk mewariskan penyakit tersebut kepada anak turun mereka
d. Prenatal testing
Pengujian prenatal dilakukan kepada ibu hamil, manfaatnya adalah untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi janin terhadap kemungkinan terjangkit penyakit
tertentu, terkait faktor genetik
e. Newborn screening
Test genetik model ini dilakukan kepada bayi yang baru lahir. Pengujian genetik
ini biasanya dilakukan satu atau dua hari setelah bayi lahir, dengan tujuan untuk
mengetahui apakah bayi tersebut mengidap penyakit tertentu, atau beresiko
terhadap penyakit tertentu yang kedepannya bisa mengganggu kesehatan dan
pertumbuhannya.
f. Pharmacogenomic testing
Pengujian ini untuk mengetahui pengaruh obat-obatan terhadap tubuh dan
bagaimana tubuh merespons obat-obatan tersebut dalam proses metabolismenya.
Tujuan dari pengujian genetik jenis pharmacogenomic testing ini adalah untuk

33
membantu paramedis menentukan pengobatan terbaik dan sesuai dengan kondisi
genetika seorang pasien
g. Research genetic
Pengujian genetika yang bertujuan untuk penelitian. Dengan riset genetika akan
membantu peneliti mengetahui kontribusi genetik dalam suatu penyakit atau
kesehatan seseorang. Kadang-kadang hasilnya tidak secara langsung membantu
mengatasi gangguan kesehatan, namun akan membantu peneliti memperluas
pemahaman tentang genetika tubuh, kesehatan dan penyakit pada manusia.

3.7.1 Uji genetik pada bayi yang belum lahir (prenatal)


Pengambilan sampel untuk uji genetik pada bayi yang masih dalam kandungan
(prenatal) dilakukan untuk mendiagnosis adanya kelainan genetik yang diturunkan atau
terjadinya gangguan genetik secara spontan dari bayi yang akan dilahirkan. Uji yang
dapat digunakan adalah :
a. Ultrasonografi
Dewasa ini penggunaan ultrasonografi sudah banyak dilakukan untuk
pemeriksaan secara rutin kondisi kehamilan atau bayi yang berada dalam kandungan.
Ultrasonografi Uji atau pemeriksaan dengan menggunakan alat ultrasonografi sering
dilakukan selama periode kehamilan, dan tidak menimbulkan resiko apapun bagi janin
yang dikandung. Setelah masa kehamilan 3 bulan, ultrasonografi dapat digunakan
untuk mendeteksi apakah fetus mempunyai kelainan bentuk atau tidak. Ultrasonografi
sering digunakan untuk mengecek kondisi abnormalitas pada fetus bila ibu yang sedang
hamil mengalami kandungan alfa-protein terlalu tinggi atau rendah dalam darahnya
atau mempunyai sejarah keluarga yang mengalami gangguan waktu melahirkan. Tetapi
kandungan hasil uji yang normal tidak menjamin mempunyai bayi yang normal, karena
uji tersebut belum seacara komplit dilakukan, dan uji lanjutan perlu dilakukan.

b. Pengambilan sampel chorionic villus


Pada pengambilan sampel chorionic villus, dokter mengambil sedikit sampel dari
chorionic villi dengan menggunakan kateter kecil pada bagian dari plasenta. Cara ini

34
digunakan untuk mendiagnosis beberapa gangguan pada fetus, biasanya dilakukan
diantara minggu ke-10 dan 12 masa kehamilan. Sampel chorionic villus diperlukan bila
cairan plasenta akan diukur kandungan alfa feto proteinnya.
Keuntungan pengambilan sampel dengan metode chorionic villus adalah dapat
dilakukan pada masa kehamilan yang masih muda (minggu 10-12), sehingga bila ada
kejadian abnormalitas akan dapat terdeteksi lebih awal. Bila terjadi kelainan dan perlu
digugurkan maka resikonya akan lebih aman. Sampel chorionic villi dapat diambil
melalui servis (transcervical), atau melalui dinding abdomen (transabdominal). Pada
kedua metode tersebut ultrasonografi diperlukan untuk memandu, kemudian sampel
dihisap dengan kateter masuk kedalam siring, kemudian dianalisis. Metode
transservikal ini tidak dapat digunakan pada wanita yang memiliki kelainan tertentu
dari leher rahim atau infeksi kelamin aktif, seperti herpes genital, gonoroe, atau
peradangan kronis leher rahim. Untuk mengambil jaringan melalui dinding abdomen,
dokter melakukan anestesi pada bagian kulit di atas perut dan memasukkan jarum
melalui dinding perut ke dalam plasenta. Kebanyakan wanita tidak merasakan sakit
dengan prosedur ini. Tapi bagi beberapa wanita, area di atas perut terasa sedikit sakit
selama satu atau dua jam sesudahnya. Setelah sampling chorionic vilus, sebagian besar
wanita yang memiliki darah Rh-negatif dan yang tidak memiliki antibodi terhadap
faktor Rh diberikan suntikan Rh0 (D) globulin imun untuk mencegah mereka dari
memproduksi antibodi terhadap faktor Rh (pada Kehamilan Risiko Tinggi: Rh
inkompatibilitas). Seorang wanita dengan darah Rh-negatif dapat memproduksi
antibodi ini jika janin memiliki darah Rh-positif yang datang ke dalam kontak dengan
darah atara ibu dan janin, selama chorionic sampling. Antibodi ini bisa menyebabkan
masalah pada janin. injeksi ini tidak diperlukan jika ayahnya juga memiliki darah Rh-
negatif, karena janin akan memiliki darah Rh negatif. Risiko metoda villus chorionic
sampling bila dibandingkan dengan amniosintesis sama saja, kecuali bila terjadi risiko
melukai tangan atau kaki janin mungkin sedikit lebih tinggi. Kemungkinan tersebut
dapat terjadi pada 1 dari 3.000 janin, sehingga relatif jarang, diagnosis dengan metoda
vilus chorionic sampling dan amniosontesis mungkin diperlukan pada kondisi tertentu.
Secara umum, akurasi dari dua prosedur tersebut sebanding.

35
c. Amniocintesis
Salah satu prosedur yang paling umum untuk mendeteksi kelainan gen sebelum
kelahiran adalah amniosintesis. Dalam prosedur ini, sampel cairan yang mengelilingi
janin (cairan ketuban) diambil. Amniosintesis biasanya dilakukan pada kehamilan 14
minggu atau setelahnya. Jika diduga tingkat alfa-fetoprotein tinggi dalam darah wanita
hamil tersebut, prosedur ini sebaiknya dilakukan antara 15 dan 17 minggu umur
kehamilan. Amniosintesis memungkinkan dokter untuk mengukur tingkat alfa-
fetoprotein dalam cairan ketuban. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui apakah
janin memiliki cacat otak atau cacat sumsum tulang belakang berdasarkan dari
pengukuran tingkat alfa-fetoprotein dalam darah wanita hamil tersebut.
Hampir semua uji tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran
kemungkinan terjadinya resiko bagi pasangan baru mempunyai bayi yang menderita
kelainan keturunan (terutama penyakit gangguan saraf/neural tube defect) atau
abnormalitas kromosom.

36
3.8 Penatalaksanaan

37
Sebagian besar bayi atau anak dengan tongue tie tidak memerlukan pengobatan.
Apabila pasien tidak memiliki keluhan terutama dalam pemberian ASI, dapat
dilakukan observasi karena frenulum dapat teregang dan menjadi lentur dengan
sendirinya. Namun, apabila terdapat masalah dalam menyusui, perlu dilakukan
evaluasi yang komprehensif. Terapi terdiri dari non-bedah dan bedah.
Terapi non bedah adalah upaya perbaikan proses menyusui seperti perbaikan
posisi dan perlekatan. Sedangkan terapi bedah dapat berupa frenotomi. Frenotomi
adalah tindakan pemotongan (insisi) frenulum yang terletak di bawah lidah. Frenotomi
merupakan prosedur bedah minor yang berisiko rendah dan dapat dilakukan tanpa
anastesi. Pembuluh darah vena lidah (lingual vein) yang terletak di sisi samping dari
garis tengah lidah memungkinkan terjadinya perdarahan signifikan jika frenotomi tidak
dilakukan secara profesional, namun efek samping yang serius belum pernah
dilaporkan. Pada anak yang lebih besar, prosedur frenotomi memerlukan pembiusan
dan kadang - kadang memerlukan frenuloplasty yang kadang bersiko terjadinya
jaringan parut (scarring).
Dari berbagai studi yang dilakukan, tindakan frenotomi dapat memperbaiki
artikulasi secara nyata pada sebagian kecil kasus, sedangkan yang lainnya
menunjukkan perbaikan ringan - sedang. Seringkali anak yang mendapat tindakan
frenotomi masih memerlukan terapi bicara untuk memperbaiki artikulasinya.

38
BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien laki - laki berusia 4 tahun, datang


dengan keluhan keluar makanan dan minuman melalui hidung saat makan atau minum.
Selain itu, ibu pasien juga mengatakan anaknya kurang jelas saat berbicara terutama
dalam menyebutkan huruf r, d dan t. Tidak ada penyakit atau riwayat mengkonsumsi
obat-obatan yang tidak diresepkan oleh dokter saat ibu pasien hamil, namun ibu pasien
mengaku saat hamil ibu pasien sempat memeriksan kehamilannya ke dokter spesialis
kandungan dan dikatakan bahwa air ketubannya kurang. Pasien pernah operasi CTEV
pada kaki kanan 7x, pertama kali saat pasien masih berusia 3 bulan. Tidak ada keluarga
pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Awalnya pasien sudah
pernah memeriksakan dirinya ke dokter spesialis bedah anak namun dari spesialis
bedah anak merujuk ke spesialis bedah plastik dengan diagnosis ankyloglossia.
Berdasarkan teori, Ankyloglossia, tongue tie atau tali lidah pendek adalah
kelainan bawaan yang terjadi pada pita lidah atau tali jaringan ikat yang
menghubungkan dasar lidah dengan ujung lidah bagian bawah. Tali ini dapat tebal dan
kurang elastis ataupun tipis dan elastis. Tongue tie terjadi pada 0,02 - 4,48% anak, lebih
sering mengenai anak laki - laki dari pada perempuan. Tongue tie dapat merupakan
bagian dari kumpulan kelainan bawaan atau berdiri sendiri. Sebagian besar tongue tie
merupakan kelainan yang berdiri sendiri. Anomali kongenital ini dapat disebabkan
oleh banyak hal seperti defek gen tunggal, kelainan kromosom, keturunan
multifaktorial, teratogen lingkungan dan defisiensi mikronutrien. Infeksi pada maternal
seperti sifilis dan rubella merupakan penyebab kelainan kongenital yang signifikan
dinegara berkembang dengan ekonomi menengah ke bawah. Penyakit pada maternal
seperti diabetes mellitus, defisiensi asam folat dan iodin, paparan rokok, zat kimia
berbahaya, radiasi, konsumsi alkohol, dan berbagai faktor lain juga dapat
mempengaruhi kejadian anomali kongenital.

39
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan frenulum yang terikat pada dasar
lidah sekitar 5 mm dari ujung lidah, dagu yang terlihat kecil dan bekas operasi CTEV
pada kaki kiri.
Berdasarkan teori, adanya kondisi ankyloglossia mungkin terkait dengan suatu
sindrom. Sindrom yang biasanya disertai dengan adanya kondisi ini antara lain,
Demarque-Van der Woude Syndrome (DVWS), Pterygium Popliteal Syndrome (PPS),
Pierre Robin Syndrome, Orofacial Digital Syndrome (OFDS) dan Fryns Syndrome.
Berbagai patogenesis telah dijelaskan, namun tidak ada satu pun yang dapat divalidasi.
Pterygium poplital syndrome adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
perkembangan wajah, kulit, dan alat kelamin. Kebanyakan orang dengan gangguan ini
dilahirkan dengan bibir sumbing, celah langit-langit (lubang di atap mulut), atau
keduanya. Individu dengan sindrom pterigium poplitea dapat lahir dengan jaringan
kulit di punggung kaki di seluruh sendi lutut, memiliki anyaman atau fusi jari-jari
tangan atau kaki (syndactyly), lipatan segitiga kulit yang khas di atas kuku jari kaki
besar, atau jaringan yang menghubungkan kelopak mata atas dan bawah atau rahang
atas dan bawah. Pasien dengan PPS mungkin memiliki alat kelamin yang abnormal,
termasuk lipatan genital eksternal yang sangat kecil (hipoplasia labia mayor) pada
wanita. Laki-laki yang terkena mungkin memiliki testis yang tidak turun
(cryptorchidism) atau skrotum yang dibagi menjadi dua lobus (skrotum bifida).
Sindrom Van der Woude adalah kondisi yang mempengaruhi perkembangan
wajah. Banyak orang dengan gangguan ini dilahirkan dengan bibir sumbing, celah
langit - langit atau keduanya. Orang yang terkena sindroma ini ditandai dengan adanya
cleft lip palate, lower lip Pit, abnormal salivary gland morphology, hypodontia.
Pierre robin sindrom adalah sekelompok kelainan yang terutama ditandai
dengan adanya rahang bawah yang kecil dengan lidah yang jatuh ke belakang dan
mengarah ke bawah. Kombinasi dari mikrognatia dan glossoptosis mungkin
menyebabkan gangguan respirasi yang berat dankesulitan memberi makan pada bayi
yang baru lahir. Bisa juga disertai dnegan tingginya lengkung langit - langit mulut atau
celah langit - langit, lidah tampak besar, ankyloglossia, kelainan pada telinga yag

40
paling sering terjadi adalah ititis media diikuti dengan kelainan daun telinga,
malformasi dari gigi dan wajah, dan laringomalasia.
Oral-facial-digital syndrome sebenarnya adalah sekelompok kondisi yang
mempengaruhi perkembangan rongga mulut (mulut dan gigi), wajah, dan digitalis (jari
tangan dan kaki). Tanda dan gejala oral-facial-digital syndrome sangat bervariasi.
Namun, sebagian besar bentuk gangguan ini melibatkan masalah dengan
perkembangan rongga mulut,wajah, dan digitalis. Sebagian besar bentuk juga terkait
dengan kelainan otak dan beberapa tingkat cacat intelektual. Kelainan rongga mulut
yang terjadi pada banyak jenis sindrom oral-facial-digital termasuk split (sumbing) di
lidah, lidah dengan bentuk lobus yang tidak biasa. Orang yang terkena mungkin juga
memiliki gigi tambahan, hilang, atau kelainan bentuk. Bentuk umum lainnya adalah
pembukaan di atap mulut (celah langit-langit). Beberapa orang dengan sindrom oral-
facial-digital memiliki jaringan ekstra (disebut hiperplastik frenulum) yang secara tidak
normal menempelkan bibir ke gusi. Bentuk wajah yang khas yang sering dikaitkan
dengan oral-facial-digital syndrome termasuk bibir sumbing, hidung lebar dengan
jembatan hidung lebar yang datar, dan mata yang sangat lebar (hypertelorism).
Abnormalitas jari-jari dapat mempengaruhi jari-jari dan jari-jari kaki pada orang-orang
denganoral-facial-digital syndrome. Kelainan ini termasuk fusi jari-jari atau jari kaki
tertentu (syndactyly), jari yang lebih pendek dari biasanya (brachydactyly), atau tidak
biasa melengkung (klinodactyly). Adanya kelebihan jari (polydactyly) juga terlihat
pada kebanyakan bentuk sindrom oral-facial-digital.
Sindrom fryns adalah kondisi yang mempengaruhi perkembangan banyak
bagian tubuh. Ciri-ciri gangguan ini sangat bervariasi di antara individu yang terkena
dan tumpang tindih dengan tanda dan gejala beberapa gangguan lainnya. Faktor-faktor
ini dapat membuat sindrom fryns sulit didiagnosis. Kebanyakan orang dengan sindrom
fryns memiliki cacat pada otot diafragma. Cacat yang paling umum adalah hernia
diafragma kongenital, yang merupakan lubang diafragma yang berkembang sebelum
kelahiran. Lubang ini memungkinkan perut dan usus bergerak ke dada dan
mengerumuni jantung dan paru-paru. Akibatnya, paru-paru sering tidak berkembang
dengan baik (hipoplasia pulmonal), yang dapat menyebabkan kesulitan pernapasan

41
yang mengancam jiwa pada bayi yang terkena. Tanda-tanda utama lain sindrom Fryns
termasuk kelainan jari-jari tangan dan kaki serta bentuk wajah yang khas. Ujung jari
dan jari kaki cenderung kurang berkembang, menghasilkan penampilan pendek dan
gemuk dengan kuku kecil atau tidak ada. Kebanyakan individu yang terkena memiliki
beberapa bentuk wajah yang tidak biasa, termasuk mata yang sangat lebar
(hypertelorism), jembatan hidung lebar dan datar, ujung hidung tebal, ruang lebar
antara hidung dan bibir atas (philtrum panjang), mulut besar (macrostomia), dan dagu
kecil (micrognathia). Banyak juga memiliki telinga yang rendah dan berbentuk tidak
normal. Beberapa bentuk tambahan telah dilaporkan pada orang dengan sindrom Fryns.
Ini termasuk mata kecil (microphthalmia), mengaburkan lapisan luar yang jelas dari
mata (kornea), dan celah langit-langit dengan atau tanpa bibir sumbing. Sindrom fryns
juga dapat mempengaruhi perkembangan otak, sistem kardiovaskular, sistem
gastrointestinal, ginjal, dan alat kelamin.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan skull X-
ray dan didapatkan kesan micrognathia. Namun, pada pasien tidak dilakukan
pemeriksaan genetik. Sedangkan menurut teori, perlu dilakukan pemeriksaan genetik
untuk menentukan sindroma apa yang dialami oleh pasien. Tujuan dari uji genetik
sangat bervariasi, beberapa uji digunakan untuk konfirmasi hasil diagnosis sebelumnya
yang dilakukan berdasar gejala yang timbul. Beberapa uji genetik dilakukan berdasar
adanya dugaan resiko yang terjadi dan dapat berkembang menjadi penyakit genetik,
walaupun seseorang merasa dirinya sehat pada saat ini (uji presimtomatik), dan uji
genetik individu dan pasangannya yang mempunyai resiko melahirkan anak mungkin
menderita gangguan keturunan (screening karier). Beberapa uji genetik dilakukan
hanya melihat kelainan kromosomnya saja, atau melihat jumlahnya, kelebihan atau
kekurangan kromosom. Kadang sebagian kromosom tertukar lokasinya, sehingga gen
terhenti pada lokasi dimana secara permanen pada tempat yang tidak semestinya, yang
mengakibatkan protein tidak dapat berfungsi.
Penatalakasanaan pada kasus ini ialah dilakukan frenotomi. Menurut teori,
sebagian besar bayi atau anak dengan tongue tie tidak memerlukan pengobatan.
Apabila pasien tidak memiliki keluhan terutama dalam pemberian ASI, dapat

42
dilakukan observasi karena frenulum dapat teregang dan menjadi lentur dengan
sendirinya. Namun, apabila terdapat masalah dalam menyusui, perlu dilakukan
evaluasi yang komprehensif. Terapi terdiri dari non-bedah dan bedah. Terapi bedah
dapat berupa frenotomi atau frenulotomi. Frenotomi adalah tindakan pemotongan
(insisi) frenulum yang terletak di bawah lidah. Frenotomi merupakan prosedur bedah
minor yang berisiko rendah dan dapat dilakukan tanpa anastesi. Pada anak yang lebih
besar, prosedur frenotomi memerlukan pembiusan dan kadang - kadang memerlukan
frenuloplasty yang kadang bersiko terjadinya jaringan parut (scarring). Tindakan
frenotomi dapat memperbaiki artikulasi (kefasihan bicara) secara nyata pada sebagian
kecil kasus, sedangkan yang lainnya menunjukkan perbaikan ringan - sedang.

43
BAB 5
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki - laki usia 4 tahun datang dengan keluhan keluar
makanan dan minuman melalui hidung saat makan atau minum. Dari hasil pemeriksaan
fisik didapatkan frenulum yang terikat pada dasar lidah sekitar 5 mm dari ujung lidah,
langit - langit yang tinggi, dagu yang terlihat kecil dan bekas operasi CTEV pada kaki
kiri. Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan kesan micrognathia pada
pemeriksaan skull x-ray. Pasien didiagnosis ankyloglossia dan telah dilakukan
penatalaksanaan berupa tindakan frenotomi oleh dokter spesialis bedah plastik.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penatalaksanaan pada pasien
semuanya sudah sesuai teori. Namun, pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan kromosom untuk menentukan sindroma apa yang
dialami oleh pasien.

44
DAFTAR PUSTAKA
Fryns syndrome. Genetics Home Reference. https://ghr.nlm.nih.gov/condition/fryns-
syndrome#sourcesforpage. Diakses tanggal 20 mei 2018.
Gangopadhyay, N., Mendonca, D., & Woo, A. 2012. Pierre Robin Sequence.
Seminars in Plastic Surgery Vol. 26 No. 2. Missouri.
Genetics Home Reference. 2008. Popliteal pterygium syndrome.
http://ghr.nlm.nih.gov/condition/popliteal-pterygium-syndrome. Diakses
tanggal 20 mei 2018.
Genetics Home Reference. Oral-facial-digital syndrome.
https://ghr.nlm.nih.gov/condition/oral-facial-digital-syndrome#resources.
Diakses tanggal 20 mei 2018.
Isik, D., Omer B, Bekerecioglu, M. 2009. Congenital lateral cleft palate and lateral
palate synechiae. mei 2018.Scandinavian Journal of Plastic and
Reconstructive Surgery and Hand Surgery. Diakses pada tanggal 22 mei 2018.
National Institue of health. 2016. Van der Woude syndrome.
https://rarediseases.info.nih.gov/diseases/8414/van-der-woude-syndrome.
Diakses tanggal 20 mei 2018.
Qasim, M., Shaukat, M. 2012. Popliteal Pterygium Syndrome: A Rare Entity. APSP J
Case Rep Vol 3 No.5. Pakistan.
Somartono, S. 1997. Mikronatia Mikroglassia Kongenital. Jurnal Kedokteran Gigi
Vol. 4 No.2. Jakarta. Diakses tanggal 28 november 2017.
Spencer, et al. 2012. Popliteal Pterygium Syndrome: Case Report and Literature
Review. Rev Bras Cir Plást. 2012;27(3):482-648. Brazil.
Sybil, D., Sagtani, A. 2013. Cleft Palate Lateral Synechia Syndrome. National
Journal of Maxillofacial Surgery Vol 4 Issue 1. Nepal.
Yadav, R., Mohan, S., Chauhan, A. 2017. Oral Synechia–A Case Report with Review.
IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS) Vol 16,
Issue 7 Ver. VI. India. Diakses tanggal 28 november 2017.

45

Anda mungkin juga menyukai