Anda di halaman 1dari 9

Bab 16

INFORMASI dan KETIDAKPASTIAN

INFORMASI
Dalam teori ekonomi ada dua masalah pokok yang sering terjadi dalam dunia nyata
yaitu masalah ketidakpastian dan ketidak sempurnaan informasi dimana keduanya saling
berhubungan, tetapi antara keduanya tetap bisa dibedakan.
Selama ini kita selalu mengasumsikan bahwa konsumen, produsen, pekerja, dan
sebagainya mempunyai informasi yang lengkap tentang pilihan-pilihan yang cocok buat
mereka. Padahal dalam kenyataanya tidak demikian. Konsumen harus mencari harga yang
paling rendah. Pekerja harus mencari informasi tentang pekerjaan alternatif. Semua persoalan
tersebut membentuk suatu bidang studi yang disebut ekonomi informasi (economics of
information), yang merupakan suatu komoditi yang hanya bisa diperoleh mencari pekerjaan
alternatif karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan.
Ilmu ini merupakan cabang ilmu mikro ekonomi yang membahas bagaimana informasi
dapat mempengaruhi ekonomi dan keputusan ekonomi. Dalam mikro ekonomi
menjelaskan bahwa kondisi pasar sempurna harus memenuhi konsep informasi symetris,
artinya bahwa pelaku pasar baik pembeli dan penjual memiliki informasi yang sama terhadap
barang dan jasa yang akan dipertukarkan. Namun pada kenyataannya pasar sempurna sulit
dicapai karena tidak terpenuhinya informasi yang simetris (asymetris information). Pada
kenyataannya informasi yang dimiliki oleh penjual dan pembeli terdapat perbedaan.
Perbedaan tersebut sering menimbulkan kerugian disalah satu pihak. Informasi yang
tidak simetris dapat ditemukan dalam banyak contoh perdagangan/pertukaran misalnya yang
terjadi di pasar loak/barang bekas. Informasi yang dimiliki penjual lebih banyak dibandingkan
pembeli yang minim informasi mengenai barang yang akan dibelinya. Penjual memiliki
informasi yang lebih banyak karena dia telah berpengalaman dan memiliki keahlian seputar
barang bekas yang akan dijualnya, sehingga kemungkinan untuk melakukan penjualan dengan
harga yang tinggi pada barang yang kurang berkualitas akan sering terjadi.
Sedangkan pembeli biasanya memiliki informasi yang sedikit karena tidak mengetahui
kondisi sebenarnya barang yang akan dibelinya. Contoh lainnya bisa ditemukan dalam sistem
pemerintahan terutama dalam bidang pajak. Pembayar pajak dianalogikan sebagai pembeli
sedangkan pemerintah sebagai penjual.
Pembayar pajak menginginkan pembangunan sebagai barang yang akan dipertukarkan
terhadap uang pajak. Pembayaran pajak merupakan bagian dari APBN. Informasi asymetris
berupa minimnya informasi mengenai penggunaan/ alokasi APBN yang digunakan oleh
pemerintah.

1. Nilai Informasi
Dalam analisis ekonomi, hal pertama yang dilakukan terhadap informasi adalah
pengamatan apakah informasi memiliki nilai ekonomi atau tidak. Sehingga memungkinkan
individu untuk membuat pilihan yang akan memberikan hasil lebih tinggi dari yang
diharapkan.

2. Informasi Dan Mekanisme Harga


Banyak literatur dalam informasi ekonomi terinspirasi oleh Friedrich Hayek
"Penggunaan Pengetahuan dalam Masyarakat" mengenai penggunaan mekanisme harga dalam
memungkinkan desentralisasi informasi untuk memerintahkan penggunaan sumber daya
secara efektif.
Desentralisasi informasi bertujuan untuk mendiskreditkan efektivitas lembaga
perencanaan pusat terhadap sistem pasar bebas, usulan bahwa mekanisme harga
mengkomunikasikan informasi tentang kelangkaan barang terinspirasi Abba Lerner, Tjalling
Koopmans, Leonid Hurwicz, George Stigler dan lain-lain untuk mengembangkan bidang
informasi ekonomi.

3. Asimetri Informasi
Asimetri informasi berkaitan dengan studi tentang keputusan dalam transaksi dimana
satu pihak memiliki informasi lebih lanjut atau lebih baik dari yang lain. Hal ini menciptakan
ketidakseimbangan dalam kekuasaan transaksi yang kadang-kadang dapat menyebabkan
transaksi kacau. Asymetris informasi akan menimbulkan permasalahan yaitu adverse selection
dan moral hazard.
Permasalahan Moral Hazard dapat diatasi dengan cara membuat kontrak antara
prinsipal dan agen. Prinsipal adalah pihak yang mempekerjakan sedangkan agen adalah pihak
yang dipekerjakan.
Kontrak akan mengatur dan membatasi apa yang boleh dilakukan dan tidak dilakukan
untuk menghindari kerugian yang bisa ditimbulkan. Misalnya kredit usaha rakyat yang
diberikan secara mudah dengan bunga murah cenderung akan menimbulkan moral hazard dari
peminjam. Contoh lainnya adalah asuransi, asuransi biasanya menimbulkan moral hazard
berupa penurunan kepedulian seseorang terhadap kesehatan sebab mereka berasumsi bahwa
kesehatannya sudah terjamin dengan asuransi apabila sakit sehingga pihak asuransi membuat
kontra/aturan/perjanjian bahwa dalam klaim asuransi ada biaya yang menjadi tanggungan
bersama. Sehingga kontrak dapat mengantisipasi munculnya moral hazard.

4. Sinyal dan Penyaringan


Michael Spence mengusulkan gagasan sinyal untuk mengatasi informasi asimetri.Ide
ini awalnya dipelajari dalam konteks mencari pekerjaan. Seorang majikan yang tertarik untuk
mempekerjakan karyawan baru yang terampil dalam belajar. Semua calon karyawan akan
mengklaim menjadi terampil belajar, tetapi hanya mereka yang menjadi pelamar yang tahu
jika mereka benar-benar berkualitas Sedangkan majikan tidak mengetahui kondisi sebenarnya
dari masing-masing pelamar.
Kondisi seperti ini menunjukkan adanya informasi asimetri. Sehingga Spence
mengusulkan perguruan tinggi dapat berfungsi sebagai sinyal yang kredibel. Hal itu
berdasarkan asumsi bahwa orang-orang yang terampil dalam belajar dapat menyelesaikan
kuliah lebih mudah daripada orang yang tidak terampil, maka dengan menjadikan perguruan
tinggi sebagai sinyal .
Sehingga secara tidak langsung sinyal tersebut akan menjadi penyaring untuk
menseleksi dan dapat mendorong pihak lain untuk mengungkapkan informasi mereka. Mereka
dapat menyediakan menu pilihan sedemikian rupa sehingga pilihan tergantung pada informasi
rahasia dari pihak lain.
5. Informasi Barang
Membeli dan menjual informasi berbeda dengan membeli dan menjual barang-barang
lainnya. Ada tiga faktor yang membuat jual-beli informasi ekonomi berbeda dari barang padat,
yaitu:
a. Informasi non-rivalrous, Konsumsi terhadap informasi tidak mengecualikan yang lain
untuk dapat mengkonsumsi informasi yang sama. Sehingga karakteristik tersebut
menunjukkan bahwa informasi memiliki biaya marjinal hampir nol. Ini berarti bahwa
setelah salinan pertama ada, tidak ada biaya atau hampir tidak ada untuk membuat
salinan kedua. Hal ini membuat mudah untuk menjual berulang. Namun, itu membuat
harga biaya marjinal klasik benar-benar tidak layak.
b. Pengecualian, menunjukkan bahwa sulit untuk mengecualikan orang lain dari
penggunaan. Karena kemungkinan informasi untuk menjadi non-rivalrous dan non-
exclude sehingga sering dianggap sebagai contoh barang publik.
c. Pasar informasi tidak menunjukkan derajat transparansi yang tinggi. Artinya, untuk
mengevaluasi informasi, informasi tersebut harus diketahui, sehingga anda harus
berinvestasi dalam belajar untuk mengevaluasinya. Untuk mengevaluasi sedikit
perangkat lunak yang anda harus belajar untuk menggunakannya, untuk mengevaluasi
film anda harus menontonnya. Pentingnya sifat ini dijelaskan oleh De Long dan
Froomkin dalam Perekonomian selanjutnya.

6. Bundling
Salah satu metode untuk mengambil keuntungan dari barang informasi bundling. Itu
adalah strategi mengelompokkan beberapa item bersama-sama dan menjual mereka sebagai
sebuah kelompok. Bundling memungkinkan penjual untuk lebih memprediksi permintaan
bundel. Meskipun sulit untuk mengetahui mana item dalam kelompok seorang individu ingin,
mereka cenderung nilai beberapa item yang cukup untuk membeli bundel, bahkan jika mereka
tidak menghargai salah satu item yang cukup untuk membelinya secara terpisah.
Namun, ini hanya bekerja ketika tidak memerlukan biaya banyak untuk menjual item
tambahan dalam sebuah kemasan yang tidak diinginkan. Informasi barang sesuai dengan profil
ini karena tidak ada biaya apapun untuk membuat salinan tambahan. Informasi memiliki
karakteristik khusus seperti :
a. Sangat mudah untuk menciptakan tetapi sulit untuk percaya. Terkadang ada banyak
informasi yang tersedia tetapi informasi yang tersedia juga perlu dilakukan
pengecekan kebenarannya karena tidak semua informasi yang ada dapat dijadikan
informasi yang akan menjadi bahan pertimbangan.
b. Sangat mudah untuk menyebarkan tetapi sulit untuk mengontrol serta mempengaruhi
banyak keputusan.Informasi yang ada bersifat tidak berwujud sehingga
penyebarannya mudah dilakukan.

Informasi sebagai sinyal telah digambarkan sebagai jenis ukuran negatif dari
ketidakpastian. Informasi terkait yang akan terjadi dimasa mendatang rentang terhadap konsep
ketidakpastian. Ketidakpastian memerlukan informasi yang lengkap dan ilmiah untuk
menjawab permasalahan tersebut. Sehingga informasi yang asymetris akan menyebabkan
terjadi informasi yang lengkap dan informasi tidak lengkap. Dalam pengujian teori informasi
ekonomi dapat dilakukan melalui ekspemental dan game teori.

KETIDAKPASTIAN
Salah satu kontribusi penting akan perilaku manusia dalam konteks ilmu ekonomi
diperkenalkan oleh Frank Knight di tahun 1921. Ia mengemukakan diferensiasi antara risiko dan
ketidakpastian. Risiko adalah kondisi dimana imbalan dan probabilitas atas kejadian di masa depan
dapat diketahui.
Sebaliknya, ketidakpastian adalah kondisi dimana imbalan dan probabilitas akan kejadian
di masa depan tidak dapat diketahui. Tentu saja, memodelkan perilaku seseorang sangatlah sulit
ketika pelaku ekonomi memiliki informasi penuh tentang preferensi dan kemampuan produksi
yang dimiliki oleh pelaku yang lain. Kondisi ini disebut sebagai Knightian atau radical
uncertainty.
Tak lama berselang, di tahun 1936, John Maynard Keynes, yang juga bisa dibilang sebagai
seorang behavioural economist, memberikan landasan akan asumsi-asumsi atas perilaku manusia.
Keynes memandang bahwa kecenderungan marjinal seseorang untuk mengkonsumsi turun seiring
dengan meningkatnya pendapatan. Hal ini menjadi hukum dasar psikologis yang independen
terhadap keterbatasan dan pertimbangan lainnya.
Keynes juga menggarisbawahi arti penting faktor-faktor subyektif seperti kebanggaan
(pride) dan sifat rakus (avarice) dalam keputusan untuk menabung (saving) atau berbelanja
(spending). Tak lupa, Keynes juga mengingatkan peranan ketidakpastian dalam pengambilan
keputusan. Katanya, jika kita berbicara blak-blakan, kita harus mengakui bahwa dasar
pengetahuan kita untuk mengestimasi yield dari jalur rel kereta, sebuah tambang tembaga, sebuah
pabrik tekstil, atau sebuah bangunan di kota London sebenarnya bisa jadi sangat kecil dan
terkadang tidak ada apa-apanya.
Sayangnya, ketika ilmu ekonomi berkembang lebih formal, banyak asumsi tentang
perilaku yang sesungguhnya penting dalam mengambil kesimpulan dikeluarkan. Alasannya, agar
model tersebut bisa diterapkan secara lebih luas pada konteks masalah, waktu, serta tempat yang
berbeda. Titik puncak pergerakan paham ini ditandai oleh John von Neumann dan Oskar
Morgenstern yang menguraikan tentang aksiomatisasi teori utilitas (1947).
Untuk kali pertamanya mereka mendefinisikan konsep “rationality“. Sejak saat itu, selama
kurun waktu 30 tahun berikutnya, para ekonom hanya berkutat pada bagaimana pelaku ekonomi
yang rasional berusaha memaksimumkan utilitasnya.
Periode ini adalah titik dimana banyak kritik dilontarkan terhadap ekonom. Tidak hanya
karena mereka menempatkan asumsi yang kurang realisits terkait ketiadaan unsur risiko dan
ketidakpastian, tetapi juga tentang preferensi individual dan kelengkapan pasar. Secara umum,
para ekonom di era pasca perang dunia terlihat tidak terlalu tertarik untuk menggambarkan
fenomena yang terjadi di dunia riil.
Mereka menganggap ekonomi berfungsi seperti mesin yang bekerja dengan sempurna
(frictionless machine). Padahal, sekalipun sebuah ekonomi bergerak dengan rasional, selalu ada
unsur perilaku, risiko, dan ketidakpastian yang terlibat di dalamnya.
Fungsi utilitas, yang merupakan bentuk paling favorit dari seluruh cabang ilmu ekonomi,
sebenarnya sudah mendefinisikan konsep penghindaran risiko (risk aversion). Teorema Von
Neumann dan Morgenstern juga sebenarnya sudah berusaha memasukkan elemen risiko yang
pernah dijabarkan oleh Daniel Bernoulli (1738). Maurice Allais (1953) dan Daniel Ellsberg (1961)
masing-masing juga mencatat adanya paradoks perilaku yang mengkritik landasan teori utilitas.
Namun tetap saja, dalam banyak hal para ekonom masa itu masih belum mampu menjelaskan
wawasan yang mendalam tentang risiko dan ketidakpastian seperti diuraikan oleh Charles Mackay.
Barulah di tahun 1970an George Arkelof mengulas tentang informasi asimetrik yang dapat
mendorong timbulnya masalah adverse selection dengan mengambil contoh pasar mobil seken.
Selanjutnya, Daniel Kahneman dan Amos Tversky mulai memperkenalkan prospect theory dan
konsep judgment under uncertainty (1976).
Alih-alih menanyakan bagaimana adanya risiko dan ketidakpastian memengaruhi perilaku
para pelaku ekonomi yang berusaha memaksimumkan utilitasnya, seperti yang dilakukan Arkelof;
Kahneman dan Tversky menanyakan bagaimana, dalam konteks dunia yang penuh dengan
ketidakpastian dan risiko, seorang pelaku ekonomi bertindak. Kedua pendekatan itu kemudian
menginspirasi studi-studi lebih mendalam dalam domain behavioral economics.
Sayangnya, semua upaya yang sudah dilakukan masih memiliki keterbatasan. Kebanyakan
wawasan tentang behavioral economics tidak diajarkan pada mahasiswa di level sarjana yang lebih
banyak berfokus pada teori utilitas. Kedua, bias permodelan, heuristik, dan informasi asimetrik
masih sulit dilakukan secara matematis, menjadikan wawasan dan hikmah dari penelitian tersebut
sulit dikomunikasikan kepada para pengambil kebijakan atau khalayak umum. Dan ketiga, kendati
ilmu ekonomi kini sudah mampu memodelkan risiko dengan lebih baik, gagasan tentang knightian
uncertainty sebenarnya belum banyak berubah sejak masa Frank Knight.
Dalam ilmu ekonomi formal, salah satu elemen yang mungkin menggambarkan bias dan
ketidakpastian tercermin dalam konsep preferensi waktu biasanya dimasukkan dalam model
ekonomi dalam bentuk faktor diskonto positif β < 1. Sejumlah argumen menjelaskan tentang
preferensi waktu secara lebih bervariasi. Sebagai contoh, John Rae misalnya menganggap bahwa
ketika seseorang punya pekerjaan yang mapan dan hidup di negara-negara yang sehat, mereka
akan cenderung untuk lebih berhemat dan menghubungkan preferensi waktu dengan probabilitas
kematian. Irving Fisher menambahkan unsur kendali diri, risiko, dan kebiasaan sebagai faktor
determinan.
Dawes (1988) telah mengamati bahwa cara yang umum untuk mengatasi ketidakpastian
adalah dengan mengabaikannya. Langer (1975) telah mendokumentasikan bahwa kecenderungan
ini sering diterjemahkan ke dalam keyakinan yang tidak tepat yang kebetulan tidak melibatkan
keterampilan dan dapat di kontrol. Penjudi cenderung melempar dadu lebih keras ketika mereka
mencoba untuk menggapai (roll) angka tinggi (Dawes, 1998).
Pembeli tiket undian percaya bahwa kemampuan mereka untuk memilih jumlah akan
meningkatkan kemungkinan mereka untuk menang. Dowes berpendapat bahwa manusia memiliki
kebutuhan patologis untuk “tahu sekarang” dalam situasi yang mengandung ketidakpastian yang
melekat. Ia menegaskan bahwa kebutuhan untuk meniadIkan ketidakpastian sering menyebabkan
orang mengambil kredibilitas terlalu banyak untuk keberhasilan dan terlalu banyak disalahkan atas
kegagalan.
Dalam pengambilan suatu keputusan terdapat hal yang perlu kita ketahui yaitu adanya
suatu keputusan yang bersifat pasti dan ada yang bersifat tidak pasti (certainty dan uncertainty).
Penentuan certainty dan uncertainty sangat terkait dengan bagaimana suatu kemungkinan kejadian
itu dapat diukur (probabilitas). Probabilitas diistilahkan sebagai pengukuran kuantitas berbagai
kemungkinan kejadian yang tidak pasti.
Resiko adalah kata atau kondisi yang hampir selalu dihadapi dalam hidup, tidak mungkin
manusia hidup tanpa resiko, begitu juga dengan bisnis atau usaha . Berikut ini hal-hal yang
berhubungan dengan resiko. Resiko adalah:
1. Ketidak pastian mengenai sesuatu
2. Kejadian yang tidak diinginkan
3. Sesuatu yang terjadi diluar tujuan semula
4. Kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan

Dalam menjalankan usaha atau bisnis perusahaan ,manajemen dalam menghadapi resiko
dapat menentukan sikap terhadap resiko. Besar kecilnya resiko dapat diukur dengan konsep
statistik, yaitu teori probabilitas (Pi) . variance (σ2) /standar deviasi(σ).
Keputusan (decision) merupakan pilihan yang dibuat dari beberapa alternatif yang tersedia.
Pengambilan keputusan (decision making) adalah proses identifikasi masalah dan kesempatan
kemudian memecahkannya. Pengambilan keputusan yang baik merupakan bagian vital dari
manajemen yang baik, karena keputusan-keputusan yang menentukan bagaimana suatu cara organisasi
menyelesaikan masalah, mengalokasikan sumber daya dan meraih sasaran.
Dengan demikian setiap manajer harus menajamkan keterampilan dalam membuat keputusan.
Pertumbuhan, kemakmuran atau kegagalan suatu perusahaan merupakan hasil dari keputusan yang
dibuat oleh para manajer. Membuat keputusan bukanlah hal yang mudah. Keputusan harus dilakukan
ditengah berbagai faktor yang terus berubah, ketidakpastian informasi dan dan aneka pandangan yang
bertentangan. Menilik kembali sejarah ekonomi sejak 200 tahun lalu, setidaknya ada tiga pelajaran
penting yang bisa kita ambil.
1. Risiko dan ketidakpastian memegang peran yang signifikan dalam perilaku para pelaku
ekonomi—kapan pun dan dimana pun. Para ekonom selayaknya melakukan usaha yang lebih
serius untuk memasukkan gagasan tentang risiko, ketidakpastian, dan perilaku ke dalam mata
kuliah pengantar atau ke dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh khalayak umum.
2. Sebagai pelaku pasar, kita harus lebih aware terhadap asumsi yang kita gunakan terkait risiko,
ketidakpastian, dan perilaku; serta bagaimana asumsi tersebut akan memengaruhi kesimpulan
yang akan kita ambil. Simpangan kecil saja dari dapat mengubah atau menggeser bentuk fungsi
utilitas dan menghasilkan efek yang berbeda—dalam banyak kasus bisa menghasilkan
kesimpulan yang bahkan dapat saling bertolak belakang.
3. Akuilah bahwa terdapat banyak hal yang kita masih tidak ketahui tentang risiko,
ketidakpastian, serta perilaku. Ketika membuat prediksi atau rekomendasi kebijakan, mungkin
ada baiknya mengimbangi indikator kuantitatif dengan analisis kualitatif yang lebih mendalam
seperti yang dilakukan oleh para ekonom terdahulu setidaknya hingga ilmu ekonomi benar-
benar bisa “catch up” dengan realita yang ada.

Anda mungkin juga menyukai