Anda di halaman 1dari 0

Dosen Pembimbing:

DR. Agung Purwadi, M.Eng


Disusun oleh:
1. M. Luthfi Nadhif 1112084000033
2. Mawaddah Kusuma Dewi 1112084000043
3. Muh. Abdul Farid 1112084000045
4. Angga Wahyu Prasetyo 1110082000137
5. Fahmi Setiyawan 1090
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434H/2013M
PERILAKU EKONOMI PERUSAHAAN
DALAM PASAR MONOPOLISTIK
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Ekonomi Mikro Lanjutan
Semester Gasal Tahun Akademik 2013/2014
TUGAS KELOMPOK
1. Jelaskan beban kesejahteraan dari monopoli!
Uraikan kerugian beban bakunya!
Bagaimana dengan pendapat bahwa keuntungan pelaku monopoli = beban
sosial?
2. Kebijakan publik terhadap monopoli;
Uraikan tentang peningkatan kompetisi dengan UU antitrust!
Uraikan tentang regulasi!
Uraikan tentang kepemilikan publik!
Apa resiko dari tidak melakukan apa-apa?
3. Diskriminasi harga
Uraikan tentang pelajaran yang dipetik dari parabel penetapan harga!
Lakukan analisis terhadap diskriminasi harga dan berikan contoh-contohnya!
PERILAKU EKONOMI PERUSAHAAN
DALAM PASAR MONOPOLISTIK
1. BEBAN KESEJAHTERAAN DARI MONOPOLI
Perusahaan monopoli merupakan kebalikan dari perusahaan kompetitif, yakni
perusahaan monopoli memasang harga di atas biaya marginal. Dari sudut pandang
konsumen, harga yang tinggi menyebabkan monopoli menjadi tidak dikehendaki.
Sedangkan dari segi produsen, harga tinggi tersebut menjadi suatu hal yang diharapkan
karena merupakan keuntungan dari perusahaan monopoli.
Untuk menganalisis apakah keuntungan pemilik perusahaan tersebut lebih besar
dari pada biaya yang dibebankan kepada konsumen, adalah dengan menggunakan
konsep surplus sebagai ukuran kesejahteraan ekonomi. Surplus merupakan jumlah
surplus konsumen ditambah dengan surplus produsen. Yang dimaksud dengan surplus
konsumen adalah kesediaan konsumen untuk membayar suatu barang atau jasa
dikurangi jumlah sebenarnya yang mereka bayar. Sedangkan surplus produsen adalah
jumlah yang diterima oleh produsen atas penjualan suatu barang atau jasa dikurangi
biaya produksi untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut.
Keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar kompetitif bukan hanya
merupakan hasil alamiah, melainkan juga hasil yang dikehendaki. Secara spesifik,
invisible hand pasar menyebabkan alokasi sumber daya yang menyebabkan jumlah
surplus sebesar mungkin. Namun di pasar monopoli menyebabkan alokasi sumber
daya yang berbeda dengan pasar kompetitif, dan hasilnya pun seharusnya gagal
memaksimalkan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan.
a. Kerugian Beban baku (Deadweight Loss)
Jika perusahaan monopoli dijalankan dengan perencanaan sosial yang bijak, maka
perusahaan tersebut tidak hanya mementingkan keuntungan yang diperoleh oleh
perusahaan, melainkan juga memperhatikan manfaat yang diterima oleh konsumen.
Yaitu dengan memaksimalkan jumlah surplus yang setara dengan surplus produsen
ditambah dengan surplus konsumen.
Berikut ini adalah kurva yang menunjukkan kurva permintaan yang
mencerminkan nilai barang bagi konsumen, yang diukur oleh kesediaan untuk
membayarnya. Dan kurva biaya marginal yang mencerminkan biaya bagi pelaku
monopoli.
Tingkat output yang efisien
Bagi perencana sosial, jika ingin memaksimalkan jumlah surplus di pasar,
maka akan memilih tingkat output di titik perpotongan antara kurva pemintaan
dengan kurva biaya marginal.
Karena, jika di bawah titik tersebut, nilai barang bagi pembeli marginal (yang
tercermin pada kurva permintaan) lebih besar daripada biaya marginal pembuatan
barang. Dan jika di atas titik tersebut, nilai barang bagi pembeli marginal lebih
kecil daripada biaya marginal.
Dengan demikian, jumlah yang efisien secara sosial diperoleh apabila kurva
permintaan dan kurva biaya marginal saling berpotongan.
Kita dapat melihat ketidakefisienan monopoli dari segi harga monopoli. Karena
kurva permintaan pasar menunjukkan hubungan negatif antara harga dan jumlah
barang, jumlah yang rendah secara tidak efisien sama seperti harga yang tinggi secara
tidak efisien. Apabila pelaku monopoli memasang harga di atas biaya marginal,
sebagian konsumen potensial menilai barang tersebut lebih besar daripada biaya
marginalnya, namun lebih kecil daripada harga yang dipasang oleh pelaku monopoli.
Akibatnya, para konsumen tidak jadi membeli barang tersebut. Karena, nilai yang
diberikan oleh para konsumen tersebut terhadap barang itu lebih besar daripada biaya
produksinya, maka hasilnya pun menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, harga
monopoli mencegah terjadinya transaksi yang saling menguntungkan.
Kerugian Beban Baku (Deadweight Loss)
Kerugian beban baku yang diakibatkan oleh monopoli mirip dengan kerugian
beban baku yang diakibatkan oleh adanya pajak. Pelaku monopoli dapat diibaratkan
sebagai pemungut pajak swasta. (Pemerintah memperoleh pendapatan dari pajak,
sedangkan perusahaan swasta memperoleh keuntungan monopoli). Karena pelaku
monopoli menggunakan daya pasarnya dengan memasang harga di atas biaya
marginal, yang menyebabkan jumlah yang terjual kurang dari optimum sosial.
Kerugian beban baku (deadweight
loss) digambarkan oleh luas segitiga
(berwarna merah muda) di antara
kurva permintaan (yang
mencerminkan nilai barang bagi
konsumen) dan kurva biaya marginal
(yang mencerminkan biaya produsen
monopoli).
b. Apakah Keuntungan Pelaku Monopoli Merupakan Beban Sosial?
Perusahaan monopoli meraup keuntungan lebih besar dari masyarakat akibat
daya pasarnya. Namun menurut analisis ekonomi terhadap monopoli, keuntungan
perusahaan itu sendiri tidak lantas menjadi persoalan bagi masyarakat.
Kondisi kesejahteraan di pasar yang dimonopoli, sama seperti semua pasar,
meliputi kesejahteraan konsumen maupun produsen. Namun persoalannya adalah
terjadi karena perusahaan memproduksi dan menjual jumlah produk di bawah tingkat
yang memaksimalkan jumlah surplus. Kerugian beban baku yang ditimbulkan
mengukur berkurangnya bagian kue ekonomi. Ketidakefisienan ini berhubungan
dengan harga yang dipasang oleh pelaku monopoli, akibatnya para konsumen membeli
lebih sedikit barang apabila perusahaan menaikkan harga di atas biaya marginal.
Namun, patut diingat bahwa keuntungan yang diperoleh dari unit yang tetap dijual
bukan merupakan persoalan. Persoalan ini muncul akibat ketidakefisienan jumlah
output yang rendah. Dari sudut pandang yang berbeda, jika harga monopoli yang
tinggi tidak mencegah sebagian konsumen agar tidak membeli barang tersebut, maka
harga itu akan meningkatkan surplus produsen tepat sejumlah yang dikuranginya dari
surplus konsumen yang menyebabkan jumlah surplus sama seperti yang dapat dicapai
oleh perencana sosial yang bijak.
Namun, terdapat kemungkinan pengecualian bagi kesimpulan ini. Anggap
bahwa sebuah perusahaan monopoli harus menanggung biaya tambahan untuk
mempertahankan posisi monopolinya. Sebagai contoh, sebuah perusahaan dengan hak
monopoli dari pemerintah dapat saja menggunakan jasa pelobi untuk meyakinkan
pembuat undang-undang agar dapat tetap melakukan monopoli. Dalam kasus ini,
perusahaan monopoli tersebut dapat menggunakan sebagian keuntungan monopolinya
untuk membayar biaya tambahan ini. Jika demikian, kerugian sosial akibat monopoli
mencakup, baik biaya tersebut maupun kerugian beban baku yang diakibatkan oleh
harga di atas biaya marginal.
2. KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP MONOPOLI
Pemerintah dapat merespons persoalan yang diakibatkan oleh pelaku monopoli
yang gagal mengalokasikan sumber daya secara efisien, dengan cara:
Berupaya menjadikan industri monopoli lebih bersifat kompetitif
Meregulasi perilaku perusahaan monopoli
Mengubah sebagian perusahaan monopoli swasta menjadi perusahaan publik
Tidak melakukan apa-apa
a. Meningkatkan kompetisi dengan Undang-undang Antitrust
Pasar monopoli dapat menyebabkan kondisi pasar menjadi tidak kompetitif,
sehingga menurunkan kesejahteraan ekonomi suatu negara secara keseluruhan. Oleh
karena itu, muncullah Undang-undang Antitrust sebagai peraturan untuk membatasi
kekuatan monopoli.
Undang-undang atau Yuridiksi di suatu negara berbeda dengan di negara-
negara lainnya. Menurut Mahkamah Agung Amerika Serikat, UU Antitrust merupakan
peraturan yang komprehensif mengenai kebebasan ekonomi yang bertujuan untuk
menjamin persaingan bebas tanpa kekangan aturan perdagangan.
Undang-undang Antitrust memberikan berbagai pilihan alternatif bagi
pemerintah untuk meningkatkan kompetisi. UU tersebut memungkinkan pemerintah
untuk mencegah merger, dan pemecahan perusahaan.
Sebagai suatu peraturan, UU Antitrust memiliki kelebihan dan kekurangan.
Karena, terkadang perusahaan-perusahaan melakukan merger bukan untuk mengurangi
kompetisi, melainkan untuk menurunkan biaya dengan cara melakukan produksi
bersama agar menjadi lebih efisien. Manfaat dari merger tersebut kadang dikenal
dengan Sinergi.
Jika Undang-undang Antitrust bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial, pemerintah harus mampu menentukan merger mana yang memberikan dampak
positif dan mana yang memberikan dampak negatif terhadap perekonomian. Jadi,
pemerintah harus mampu mengukur dan membandingkan manfaat sosial dari sinergi
terhadap beban sosial akibat berkurangnya persaingan. Pemerintah dapat melakukan
analisis biaya-manfaat yang diperlukan dengan cukup akurat.
b. Regulasi
Selain dengan Undang-undang Antitrust, pemerintah juga dapat mengatasi
persoalan monopoli dengan cara meregulasi perilaku perusahaan pelaku monopoli.
Yakni perusahaan tidak diperbolehkan menentukan harga sekehendak mereka,
melainkan pemerintahlah yang berwenang menentukan tingkat harga. Solusi ini
banyak diterapkan dalam kasus monopoli alamiah, seperti perusahaan air dan listrik.
c. Kepemilikan Publik
Kebijakan lainnya terkait persoalan monopoli adalah kepemilikan publik.
Yakni, dari pada meregulasi monopoli alamiah oleh swasta, lebih baik pemerintah
sendiri yang menjalankan kegiatan monopoli. Contohnya di negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat, pemerintah menjalankan berbagai layanan, seperti perusahaan
telepon, air, dan listrik, serta jasa Pos.
Kelemahan dari kebijakan ini adalah jika dikelola oleh pemerintah, maka tidak
ada insentif untuk menekan biaya seminimal mungkin untuk meningkatkan
keuntungan seperti yang dilakukan oleh swasta. Akibatnya jika monopoli yang
dilakukan pemerintah tersebut kinerjanya buruk, maka pembayar pajak dan rakyatlah
(konsumen) yang akan dirugikan.
d. Tidak Melakukan Apa-apa
Karena kebijakan-kebijakan untuk mengatasi permasalahan monopoli tersebut
masih saja terdapat kekurangan, maka sebagian ekonom berpendapat bahwa cara
terbaik adalah dengan tidak melakukan apa-apa, yakni pemerintah tidak perlu
berupaya untuk mengatasi ketidakefisienan penetapan harga monopoli.
Resiko dari kebijakan ini adalah para pelaku monopoli akan semakin menjadi-jadi,
yang berakibat menurunnya tingkat kesejahteraan dalam suatu perekonomian.
3. DISKRIMINASI HARGA (PRICE DISCRIMINATION)
Diskriminasi harga (price discrimination) merupakan upaya-upaya perusahaan
monopoli untuk menjual barang yang sama kepada konsumen yang berbeda-beda,
untuk harga yang berbeda pula, meskipun biaya produksi untuk semua konsumen
sama.
Diskriminasi harga tidak berlaku untuk pasar kompetitif. Karena, di pasar
kompetitif terdapat banyak perusahaan yang berupaya menjual barang yang sama
dengan tingkat harga pasar. Jadi, jika ada yang berani menjual dengan tingkat harga
yang lebih tinggi, maka perusahaan tersebut akan kehilangan konsumen, karena
konsumen tersebut pindah ke perusahaan lain yang menetapkan harga sesuai harga
pasar. Ini berarti, diskriminasi harga hanya berlaku untuk perusahaan yang memiliki
daya pasar tertentu.
a. Pelajaran yang Dipetik Dari Parabel Penetapan Harga
Terdapat tiga pelajaran penting yang harus diingat tentang diskriminasi harga, yaitu:
Diskriminasi harga adalah strategi rasional bagi pelaku monopoli untuk
memaksimalkan keuntungan.
(Dengan memasang harga yang berbeda kepada konsumen yang berbeda,
pelaku monopoli dapat meningkatkan keuntungannya)
Diskriminasi harga mensyaratkan kemampuan untuk memisahkan konsumen
menurut kesediaan mereka untuk membayar.
Misal: tingkat usia, penghasilan, dll.
Implikasi dari konsep kedua ini adalah adanya pelaku arbitrase. Yaitu adanya
pelaku yang membeli barang di suatu pasar dengan harga rendah, lalu
menjualnya di pasar lain dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan
keuntungan dari selisih harga tersebut.
Diskriminasi harga dapat meningkatkan kesejahteraan di dalam suatu
perekonomian.
Karena, pelaku monopoli tidak hanya menjual kepada konsumen yang bersedia
membeli dengan harga yang tinggi, melainkan juga kepada konsumen lain yang
sanggup membayar dengan harga yang rendah. Dengan demikian, diskriminasi
harga dapat menghapuskan ketidakefisienan yang bersifat inheren dalam
penetapan harga monopoli.
b. Analisis Diskriminasi Harga
Berikut ini menyajikan analisis pengaruh diskriminasi harga terhadap
kesejahteraan perekonomian.
Diskriminasi harga sempurna adalah situasi ketika pelaku monopoli
mengetahui dengan tepat akan kesediaan masing-masing konsumen untuk
membayar, sehingga dapat menentukan tingkat harga yang berbeda kepada
masing-masing konsumen.
Karena harga disesuaikan dengan kemampuan membayar masing-masing
konsumen, maka seluruh transaksi yang dilakukan sama-sama menguntungkan,
dan tidak ada kerugian beban baku, seluruh surplus di pasar diraih oleh pelaku
monopoli dalam bentuk keuntungan.
Kenyataannya, sulit untuk mencapai diskriminasi harga sempurna. Karena
setiap konsumen tidak mungkin memasuki sebuah toko dengan membawa
tanda yang menampilkan kesediaan mereka untuk membayar. Sehingga,
perusahaan hanya bisa menerapkan diskriminasi harga dengan cara
mengategorikan konsumen ke dalam kelompok-kelompok. Misalnya: usia
muda atau tua, konsumen hari biasa atau konsumen akhir pekan, warga
Amerika atau warga Indonesia, dst.
Bagaimana diskriminasi harga tak sempurna mempengaruhi kesejahteraan?
Dibandingkan dengan hasil monopoli dengan satu harga, diskriminasi harga tak
sempurna dapat meningkatkan, menurunkan, atau bahkan tidak dapat
mempengaruhi jumlah surplus di suatu pasar.
Satu-satunya kesimpulan yang pasti adalah bahwa diskriminasi harga
dipastikan untuk meningkatkan keuntungan pelaku monopoli, sebab jika tidak,
pelaku monopoli akan memilih untuk mematok satu harga kepada seluruh
konsumen.
Contoh:
Tiket Masuk Kebun Binatang
Banyak tempat wisata yang melakukan diskriminasi harga, contohnya kebun
binatang. Harga tiket masuk kebun binatang berbeda-beda, harga tiket untuk anak-anak
pasti selalu lebih rendah daripada harga tiket untuk orang dewasa. Kemudian mengenai
hari kunjungan, biasanya kunjungan di waktu liburan lebih mahal daripada di hari-hari
biasa. Keputusan untuk melakukan diskriminasi harga tersebut bisa dikatakan berhasil,
terutama bagi keluarga yang berpenghasilan menengah ke bawah. Karena dengan
harga tiket yang berbeda, para keluarga dapat lebih mengefisienkan penghasilannya.
Ini terbukti bahwa dengan diskriminasi harga, perusahaan dapat meningkatkan
kesejahteraan perekonomian, dan lebih meningkatkan keuntungannya.
REFERENSI :
Buku Pengantar Ekonomi Mikro, Edisi Asia, Vol. 1. (N. Gregory Mankiw, Eutson Quah, Peter Wilson)
Hal. 322-337

Anda mungkin juga menyukai