Makalah Antena Fix
Makalah Antena Fix
Di susun oleh :
Nama : Andreas
NIM : 151.041.008
Jurusan : Teknik Elektro (S1)
Tugas 1 : Antena dan Perambatan Gelombang
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis yang berbentuk
makalah ini dengan judul “SEJARAH PERKEMBANGAN DAN KONSEP
DASAR ANTENNA”, penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas pada
mata kuliah Antena dan Perambatan Gelombang di program studi teknik Elektro
Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakrta.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr.Samuel Kristyana, S.T, M.T selaku dosen mata kuliah Antena dan Perambatan
Gelombang dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan
dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini dan semoga
makalah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi kita semua. Atas segala bantuan, dorongan dan
motivasi yang diberikan semua pihak, semoga mendapat balasan dari Tuhan.
Amin.
Andreas
151.041.008
ii
DAFTAR ISI
1.3.Tujuan ...................................................................................................... 2
iii
3.4. Direktivitas dan Gain ............................................................................. 14
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2.Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
2
BAB II
LANDASAN TEORI
frekuensi kerja,
Untuk antena yang bekerja pada band VLF, LF, HF, VHF dan UHF
bawah, jenis antena kawat (wire antenna) dalam prakteknya sering
digunakan, seperti halnya antena dipole 1/2, antena monopole dengan
ground plane, antena loop, antena Yagi-Uda array, antena log periodik dan
sebagainya. Antena-antena jenis ini, dimensi fisiknya disesuaikan dengan
panjang gelombang dimana sistem bekerja. Semakin tinggi frekuensi kerja,
maka semakin pendek panjang gelombangnya, sehingga semakin pendek
panjang fisik suatu antena.
Untuk antena gelombang mikro (microwave), terutama SHF ke atas,
penggunaan antena luasan (aperture antena) seperti antena horn, antena
3
parabola, akan lebih efektif dibanding dengan antena kawat pada umumnya.
Karena antena yang demikian mempunyai sifat pengarahan yang baik untuk
memancarkan gelombang elektromagnetik..
4
gelombang 8 meter sampai akhirnya dia mampu mengirimkan sinyal dengan
panjang gelombang sekitar 30 cm.
5
kepentingan ini dan bahkan menolak permintaan perpanjangan untuk paten,
sedikit saja yang percaya penggunaan praktis dan kebutuhan. Dikatan bahwa
ini sangat mempengaruhi kemajuan perang dunia II.
Saat itu pada tahun 1942, ketika tentara Jepang yang menduduki
Singapura disita perangakat radar dan catatan teknologi dan menemukan
karakter "Yagi" tertulis dalam catatan, mengakui pentingnya Antena Yagi.
Setelah perang usai siaran televisi dimulai di setiap negara. Para Antena Yagi
tersebar di seluruh dunia sebagai antena televisi. Di abad ke 21, siaran satelit
telah menyebar bersama dengan perubahan ke era digital. Namun, Antena
Yagi sekarang tetap digunakan di seluruh dunia sebagai antena penerima
untuk televisi di rumah-rumah saat ini.
Radi Hertz selanjutnya dikembangkan oleh Marconi. Pada penelitian
selanjutnya di lakukan uji coba untuk panjang gelombang yang lebih pendek
sampai ukuran milimeter maupun nanometer
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
Timbulnya radiasi karena adanya sumber yang berupa arus bolak-balik
ini diketahui secara matematis dari penyelesaian gelombang Helmhotz.
Persamaan Helmholtz tidak lain merupakan persamaan baru hasil penurunan
lebih lanjut dari persamaan-persamaan Maxwell dengan memasukkan kondisi
lorentz sebagai syarat batasnya. Dari hasil penyelesaian persamaan
differrensial Helmholtz dengan menggunakan dyrac Green’s function,
ditemukanlah bahwa potensial vektor pada suatu titik yang ditimbulkan oleh
adanya arus yang mempunyai distribusi arus J adalah :
j R j r r 1
je j
Az dv1 e dv1
4 R v1
4 r r 1
(1.1)
dimana :
J = kerapatan arus
v’ = sumber elementer.
Volume Sumber v’
z
J
R = r’ -
P
r
r’ r’ y
0 Titik pengamat
8
Persamaan di atas berlaku umum untuk segala bentuk sumber dan di
dalam semua sistem koordinat, sehingga untuk mencari medan yang
ditimbulkan oleh bermacam-macam bentuk dapat dipilih sistem koordinat
yang paling sesaui dengan bentuk antena. Dengan diketahui potensial
vektor A dari suatu sistem, maka medan magnet H dan medan listrik E
yang dipancarkan oleh sumber itu akan dapat diketahui pula. Untuk medan
magnet H dapat diperoleh dari persamaan :
H=xA (1.2)
1
E = j ( x H – J) (1.4)
1
E = j x H (1.5)
I E
H = dan H = (1.6)
9
Dengan : = ( impedansi intrinsik medium)
Pr
E
E
R
0
Gambar 3.2 : Vektor Medan dan Pointing Vektor pada Koordinat Bola
2
E
Pr =½ (1.7)
Dengan :
10
E0 E
2 2
P ,
F( ) = (1.8)
E , max
Seringkali juga pola radiasi suatu antena digambarkan dengan satuan decibel
(dB). Intensitas medan dalam decibel didefinisikan sebagai :
Jadi didalam decibel, pola daya sama dengan pola medannya. Semua
pola radiasi yang dibicarakan di atas adalah pola radiasi untuk kondisi medan
jauh. Sedangkan pengukuran pola radiasi, faktor jarak adalah faktor yang amat
11
penting guna memperoleh hasil pengukuran yang baik dan teliti. Semakin jauh
jarak pengukuran pola radiasi yang digunakan tentu semakin baik hasil yang
akan diperoleh. Namun untuk melakukan pengukuran pola radiasi pada jarak
yang benar-benar tak terhingga adalah suatu hal yang tak mungkin. Untuk
keperluan pengukuran ini, ada suatu daerah di mana medan yang diradiasikan
oleh antena sudah dapat dianggap sebagai tempat medan jauh apabila jarak
antara sumber radiasi dengan antena yang diukur memenuhi ketentuan berikut :
2D 2
r > (1.12)
Dimana :
r : jarak pengukuran
D : dimensi antena yang terpanjang
: panjang gelombang yang dipancarkan sumber.
12
maksiumum dari main lobe. Side Lobe Level (SLL) dinyatakan dalam decibel
(dB), dan ditulis dengan rumus sebagai berikut :
F SLL
Fmaks
SLL = 20 log dB (1.13)
Dengan :
HPBW adalah sudut dari selisih titik-titik pada setengah pola daya dalam
main lobe, yang dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
Dengan HPBW left dan HPBW right : titik-titik pada kiri dan kanan dari main lobe
dimana pola daya mempunyai harga ½ .
13
a) BROAD SIDE
b) INTERMEDIATE
c) END
FIRE
Gambar 3.3 :Model Pola Radiasi
Satu gambaran penting dari suatu antena adalah seberapa besar antena
mampu mengkonsentrasikan energi pada suatu arah yang diinginkan,
dibandingkan dengan radiasi pada arah yang lain. Karakteristik dari antena
tersebut dinamakan direktivitas (directivity) dan power gain. Biasanya power
gain dinyatakan relatif terhadap suatu referensi tertentu, seperti sumber
isotropis atau dipole ½ . Intensitas radiasi adalah daya yang diradiasikan
pada suatu arah per unitsudut dan mempunyai satuan watt per steradian.
Intensitas radiasi, dapat dinyatakan sebagai berikut :
Dimana :
Pr = kerapatan daya
Um = intensitas maksimum
Intensitas radiasi dari sumber isotropis adalah tetap untuk seluruh ruangan
pada suatu harga U(). Dan untuk sumber non isotropis, intensitas
14
radiasinya tidak tetap pada seluruh ruangan tetapi suatu daya rata-rata per
steradian, dapat dinyatakan sebagai berikut :
U . d 4
1 PT
Uave = 4 (1.17)
Dengan :
d = sin d d
U .
D() = (1.18)
Uave
Dimana :
U() = intensitas radiasi
Uave = intensitas radiasi rata-rata
Jika pembilang dan penyebut dibagi dengan r2 maka akan diperoleh rasio
kerapatan daya dengan kerapatan daya rata-rata. Dengan memasukkan
persamaan 1.16 dan 1.17 kedalam persamaan 1.18 maka akan diperoleh
persamaan sebagai berikut :
4
D , F , F ,
Um 2 2
4 , d
4
A
(1.19)
Dengan :
F .
=
d
2
A (1.20)
15
Sedangkan direktivitas merupakan harga maksimum dari directive gain,
yang dapat dinyatakan dengan :
Um 4
D = U are 1 (1.21)
U .
G() = 4 (1.22)
Pm
Um
G = 4 (1.23)
Pm
Jadi gain dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari dan ,, dan
juga dapat dnyatakan sebagai suatu harga pada suatu arah tertentu. Jika
tidak ada arah yang ditentukan dan harga power gain tidak dinyatakan
sebagai suatu fungsi dari dan , diasumsikan sebagai gain maksimum.
Um
Direktivatas dapat ditulis sebagai D = 4 , jika dibandingakn dengan
Pr
16
dengan direktivitas hanya terletak pada jumlah daya yang digunakan.
Direktivitas dapat menyatakan gain suatu antena jika seluruh daya input
menjadi daya radiasi. Dan hal ini tidak mungkin terjadi karena adanya
losses pada daya input. Bagian daya input (Pin) yang tidak muncul sebagai
daya radiasi diserap oleh antena dan struktur yang dekat dengannya. Hal
tersebut menimbulkan suatu definisi baru, yaitu yang disebut dengan
efisiensi radiasi, dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
Pr
e = (1.24)
Pm
dengan catatan bahwa harga e diantara nol dan satu ( 0 < e < 1) atau ( 0 <
e < 100%). Sehingga gain maksimum suatu antena sama dengan
direktivitas dikalikan dengan efisiensi dari antena, yang dapat dinyatakan
sebagai berikut :
G =eD (1.25)
17
standard diganti dengan antena yang hendak dicari power gain-nya,
sebagaimana terlihat pada gambar b. Dalam posisi ini antena penerima
harus mempunyai polarisasi yang samadengan antena standard dan
selanjutnya diarahkan sedemikian rupa agar diperoleh daya out put Pt yang
maksimum. Apabila pada antena standard sudah diketahui gain
maksimumnya, maka dari pengukuran di atas gain maksimum antena yang
dicari dapat dihitung dengan :
P1
Gt = Ps Gs (1.26)
Pin
(a)
Pin Pt
(b)
(a) Pengukuran daya output yang diterima oleh antena standar (PS)
(b) Pengukuran daya output yang diterima oleh antena yang dites (Pt)
18
yang dekat dengannya. Untuk mempermudah dalam pembahasan
diasumsikan antena terisolasi.
Impedansi antena terdiri dari bagain riil dan imajiner, yang dapat dinyatakan
dengan :
Dimana :
Dimana :
Pr : ½ Rin | Iin |2
Sehingga definisi resistansi radiasi dan resistansi ohmic suatu antena pada
terminal input adalah :
19
2 Pr
Rin 2
Pm
(1.32a)
2Pm Pr
Rohmic 2
Pm
(1.32b)
e1 Z Zm
1
Z1 Z m
L = e1 (1.33)
Dengan :
1
1
VSWR = (1.34)
20
3.6. Polarisasi Antena
Jika vektor medan listik konstan dalam panjang tetapi berputar disekitar
jalur lingkaran, dikatakan berpolarisasi lingkaran. Frekuesnsi putaran radian
adalah dan terjadi satu dari dua arah perputaran. Jika vektornya berputar
berlawanan arah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kanan (right hand
polarize) dan yang searah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kiri (left
hand polarize). Suatu gelombang yang berpolarisasi ellip untuk tangan kanan
dan tangan kiri.
E1 X
21
Sudut menyatakan harga ralatif dari E1 dan E2, dapat dinyatakan sebagai
berikut:
E1
y arctan
E2
(1.35)
22
Pada umumnya karakteristik polarisasi sebuah antena relatif konstan
pada main lobe. Tetapi polarisasi beberapa minor lobe berbeda jauh dengan
polarisasi main lobe.
f 2 f1
BW = fc x 100 % (1.36)
f2
BW = f1 (1.37)
23
Suatu antena digolongkan sebagai antena broad band apabila
impedansi dan pola radiasi dari antena itu tidak mengalami perubahan yang
berarti untuk f2 / f1 > 1. Batasan yang digunakan untuk mendapatkan f2 dan f1
adalah ditentukan oleh harga VSWR = 1.
Jenis antena yang akan dipasang harus sesuai dengan sistem yang akan
kita bangun, juga disesuaikan dengan kebutuhan penyebaran
sinyalnya. Ada dua jenis antena secara umum :
A) Antena Directional
24
B) Antena Omni-Directional
Type Antena
a) Antena Yagi
Sangat cocok untuk jarak pendek
Gain-nya rendah biasanya antara 7 sampai 15 dBi
b) Antena Parabolik
Dipakai untuk jarak menengah atau jarak jauh
Gain-nya bisa antara 18 sampai 28 dBi
25
Pola radiasi dari antena Parabolik
26
c) Antena Sektoral
Pada dasarnya adalah antena directional, hanya bisa diatur antara 450
sampai 1800 derajat.
Gain-nya antara 10 sampai 19 dBi
27
d) Antena Omni
Dipakai oleh radio base untuk daerah pelayanan yang luas
Gain-nya antara 3 sampai 10 dBi
28
Pola Radiasi Antena
3.9. Polarisasi
Polarisasi antena relatif terhadap E-field dari antena. Jika E-field-nya
horisontal, maka antenanya Horizontally Polarized. Jika E-field vertikal,
maka antenanya Vertically Polarized. Polarisasi apapun yang dipilih, antena
pada satu jaringan RF harus memiliki polarisasi yang sama.
VSWR adalah rasio dari tegangan yang keluar dari antena dengan
tegangan pantulan. Kesesuaian didapatkan jika nilai VSWR menjadi sekecil
mungkin, nilai 1,5:1 pada pita frekwensi yang dipakai merupakan batasan
maksimum.
29
3.11. Return Loss
30
Tabel 3.2. keterangan jenis kabel antena
Untuk membuat satu sambungan tanpa kabel yang baik, kita harus
memenuhi ketentuan yang hasilnya didapat dari perhitungan Link Budget.
Dengan melakukan perhitungan ini, kita mendapat gambaran berapa besar
path loss yang kita dapatkan, sehingga akhirnya dapat menentukan kwalitas
dari jalurnya. WaveRider Link Path Analysis Tool (LPA Tool) adalah
program Excel yang sangat mudah dijalankan, untuk menghitung semua
parameternya.
31
Gambar 3.12 : Perhitungan Link Bugdet
Received Signal Level– (dBm) = Tx Output (dBm) – Path
Loss(dB) – Field Factor (dB) + Total Antenna Gains (dB) – Total
Cable Losses (dB) – Total Connector Losses (dB)
32
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Antena didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor yang
digunakan untuk memancarkan atau meneruskan gelombang
elektromagnetik menuju ruang bebas atau menangkap gelombang
elektromegnetik dari ruang bebas. Energi listrik dari pemancar
dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah
antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara
bebas. Pada penerima akhir gelombang elektromagnetik dikonversi
menjadi energi listrik dengan menggunakan antena., maka antena harus
mempunyai sifat yang sesuai (match) dengan media kabel pencatunya.
Prinsip ini telah diterangkan dalam saluran transmisi.
2. Perancangan antena yang baik adalah ketika antena dapat
mentransmisikan energi atau daya maksimum dalam arah yang
diharapkan oleh penerima. Meskipun pada kenyataannya terdapat rugi-
rugi yang terjadi ketika penjalaran gelombang seperti rugi-rugi pada
saluran transmisi dan terjadi kondisi tidak matching antara saluran
transmisi dan antena. Sehingga matching impedansi juga merupakan
salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam
perancangan sebuah antena.
3. Parameter Dasar Antena
Parameter – parameter antena adalah suatu hal yang sangat penting
untuk menjelaskan unjuk kerja antena. Maka diperlukan parameter –
parameter antena yang akan memberikan informasi suatu antena
sebagai pemancar maupun sebagai penerima.
Impedansi masukan didefinisikan sebagai impedansi yang
ditunjukkan oleh antena pada terminal – terminalnya atau
33
perbandingan tegangan terhadap arus pada pasangan terminalnya
(Balanis, 1982: 53).
Pola radiasi suatu antena didefinisikan sebagai ”Gambaran secara
grafik dari sifat – sifat radiasi suatu antena sebagai fungsi koordinat
ruang”.
Keterarahan dari suatu antena didefinisikan sebagai ”perbandingan
antara intensitas radiasi maksimum dengan intensitas radiasi dari
antena referensi isotropis”. Keterarahan dari sumber non-isotropis
adalah sama dengan perbandingan intensitas radiasi maksimumnya
di atas sebuah sumber isotropis (Balanis, 1982: 29).
Return loss adalah salah satu parameter yang digunakan untuk
mengetahui berapa banyak daya yang hilang pada beban dan tidak
kembali sebagai pantulan. RL adalah parameter seperti VSWR yang
menentukan matching antara antena dan transmitter.
Bandwidth antena didefinisikan sebagai ”range frekuensi antena
dengan beberapa karakteristik, sesuai dengan standar yang telah
ditentukan”.
Polarisasi suatu antena didefinisikan sebagai ”polarisasi dari
gelombang yang diradiasikan pada saat antena
dibangkitkan/dioperasikan”. Polarisasi antena dibedakan menjadi 3 :
polarisasi linier, polarisasi lingkaran dan polarisasi elips (Balanis,
1982: 48).
WaveRider Link Path Analysis Tool (LPA Tool) adalah program
Excel yang sangat mudah dijalankan, untuk menghitung semua
parameternya.
4.2. Saran
Dalam perancangan antena harus dapat memahami dan yang perlu
diperhatikan yaitu pada parameter - parameter yang menjadi pegangan
atau konsep dasar untuk menciptakan sebuah antena yang benar-benar
bisa difungsikan secara baik untuk sistem telekomunikasi
34
DAFTAR PUSTAKA
Balanis, C.A., Antenna Theory: Analysis and Design, Third Edition, Harper &
Row, New York, 2005.
http://alikantena.blogspot.com/2011/09/penemuan-antena-tv-oleh-hidetsugu
yagi.html (Diakses pada 18 September 2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30026/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada 18 September 2017)
Stutzman, W.L. and G.A. Thiele, Antenna Theoary and Design, John Wiley &
Sons, New York, 1981.
35