Anda di halaman 1dari 39

SEJARAH PERKEMBANGAN

DAN KONSEP DASAR ANTENNA

Di susun oleh :

Nama : Andreas
NIM : 151.041.008
Jurusan : Teknik Elektro (S1)
Tugas 1 : Antena dan Perambatan Gelombang

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND


YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis yang berbentuk
makalah ini dengan judul “SEJARAH PERKEMBANGAN DAN KONSEP
DASAR ANTENNA”, penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas pada
mata kuliah Antena dan Perambatan Gelombang di program studi teknik Elektro
Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakrta.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr.Samuel Kristyana, S.T, M.T selaku dosen mata kuliah Antena dan Perambatan
Gelombang dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan
dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini dan semoga
makalah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi kita semua. Atas segala bantuan, dorongan dan
motivasi yang diberikan semua pihak, semoga mendapat balasan dari Tuhan.
Amin.

Yogyakarta, 18 September 2017


Penulis

Andreas
151.041.008

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3.Tujuan ...................................................................................................... 2

1.4.Manfaat Penelitian .................................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 3

2.1. Pengertian Antena .................................................................................. 3

2.2. Sejarah Perkembangan Antena .............................................................. 4

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... 7

3.1. Konsep Dasar Antena ............................................................................. 7

3.2. Radiasi Gelombang Elektromagnetik ..................................................... 7

3.3. Pola Radiasi ......................................................................................... 10

3.3.1. Side Lobe Level ........................................................................... 12

3.3.2. Half Power Beam Width (HPBW) ................................................ 13

iii
3.4. Direktivitas dan Gain ............................................................................. 14

3.4.1. Direktivitas Antena ...................................................................... 15

3.4.2. Gain Antena .................................................................................. 16

3.5. Impedansi Antena .................................................................................. 18

3.6. Polarisasi Antena .................................................................................. 21

3.7. Bandwidth Antena ................................................................................ 23

3.8. Macam – macam antenna ...................................................................... 24

3.9. Polarisasi .............................................................................................. 29

3.10. Impedansi Antena ................................................................................ 29

3.11. Return Loss ........................................................................................ 30

3.12. Kabel Transmisi Radio ........................................................................ 30

3.13. Penangkal Petir ..................................................................................... 31

3.14. Perhitungan Link Budget ...................................................................... 31

3.15. Fade Margin ......................................................................................... 32

BAB IV PENUTUP ................................................................................... 33

4.1. Kesimpulan ............................................................................................. 33

4.2. Saran ...................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 35

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejak Hertz dan Marconi, antena menjadi sangat penting untuk
kehidupan kita sampai sekarang antena diperlukan. Antena ada dimana-mana,
di rumah kita dan tempat kerja, di mobil, pesawat, semetara kapal, satelit dan
pesawat ruang angkasa sudah menyatu dengan antena.
Antena merupakan salah satu elemen penting didalam terselenggaranya
hubungan komunikasi nirkabel antara dua user atau lebih yang ingin
berkomunikasi. Peranan antena sendiri tidak lepas dari perkembangan
teknologi informasi, karena kini penggunaan antena tidak hanya terbatas pada
komunikasi suara saja, tetapi sudah terintegrasi dengan komunikasi data,
Perkembangan komunikasi data beberapa tahun belakangan semalin pesat
membutuhkan perkembangan perangkat fisik yang mampu menjadi jembatan
komunikasi antara satu perangkat komunikasi dengan yang lainnya.
Perkembangan itu akhirnya memunculkan konsep Local Area Network (LAN),
sebuah jaringan fisik dengan media transmisi berupa kabel.
Dengan semakin bertambahnya pemakaian komputer, semakin besar
kebutuhan akan pentransferan data dari satu terminal ke terminal lain yang
dipisahkan oleh jarak yang semakin jauh, sehingga penggunaan jaringan kabel
menjadi kurang efisien. Kondisi diatas melahirkan suatu konsep baru yang
disebut Wireless LAN (WLAN). WLAN menggunakan frekuensi radio (RF)
dan udara sebagai media transmisi. Walaupun konsep Wireless LAN (WLAN)
dinilai sangat efisien tetapi tetap memiliki beberapa kelemahan, salah satunya
adalah sangat terbatasnya area yang dapat dilayani oleh sebuah accesspoint.

1
1.2.Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, beberapa permasalahan yang akan


dibahas pada makalah ini adalah:
a. Apakah yang dimaksud dengan Antena?

b. Bagaimana sejarah terciptanya sebuah antena?

c. Bagaimakah konsep dasar terbentuknya antena?

d. Berapa macamkah tipe dan jenis antena secara umum?

1.3. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

a. Dapat mengetahui arti sebuah antena

b. Dapat mengetahui sejarah terciptanya antena

c. Dapat paham konsep dasar terbentuknya antena dan dapat mengetahui


jenis serta tipe antena

1.4. Manfaat Penelitian

a. Menambah pengalaman dan pengetahuan bagi Penulis tentang sejarah dan


konsep dasar antena
b. Menambah pengalaman dan pengetahuan pada Masyarakat tentang
konsep pembuatan antena.
c. Menambah pengetahuan bagi pemerintah untuk dapat dikembangkan
teknologi antena untuk masa depan dalam menunjang sistem komunikasi
yang lebih modern.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Antena

Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk


memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara
atau sebaliknya dari udara ke media kabel. Karena merupakan perangkat
perantara antara media kabel dan udara, maka antena harus mempunyai sifat
yang sesuai (match) dengan media kabel pencatunya. Prinsip ini telah
diterangkan dalam saluran transmisi.
Dalam perancangan suatu antena, baberapa hal yang harus diperhatikan
adalah :

 bentuk dan arah radiasi yang diinginkan

 polarisasi yang dimiliki

 frekuensi kerja,

 lebar band (bandwidth), dan

 impedansi input yang dimiliki.

Untuk antena yang bekerja pada band VLF, LF, HF, VHF dan UHF
bawah, jenis antena kawat (wire antenna) dalam prakteknya sering
digunakan, seperti halnya antena dipole 1/2, antena monopole dengan
ground plane, antena loop, antena Yagi-Uda array, antena log periodik dan
sebagainya. Antena-antena jenis ini, dimensi fisiknya disesuaikan dengan
panjang gelombang dimana sistem bekerja. Semakin tinggi frekuensi kerja,
maka semakin pendek panjang gelombangnya, sehingga semakin pendek
panjang fisik suatu antena.
Untuk antena gelombang mikro (microwave), terutama SHF ke atas,
penggunaan antena luasan (aperture antena) seperti antena horn, antena

3
parabola, akan lebih efektif dibanding dengan antena kawat pada umumnya.
Karena antena yang demikian mempunyai sifat pengarahan yang baik untuk
memancarkan gelombang elektromagnetik..

2.2. Sejarah Perkembangan Antena

Pada tahun 600 SM Thales Matematikawan asal yunani menemukan


bahwa batu amber yang digosokkan ke kain sutra dapat menarik potongan
jerami atau rambut. Batu amber dalam bahasa yunani disebut Elektron.
Thales juga mencatat daya tarik yang dihasilkan oleh kepingan magnet alami,
yang ditemukan pada suatu daerah yang bernama Magnesia.

Tahun 1819 seorang profesor fisika Denmark yang bernama Hans


Christian Oersted menemukan bahwa arus pada sebuah kawat yang
didekatkan dengan kompas, akan menyebabkan jarum kompas bergerak,
sehingga ditemukan bahwa Magnet dapat diciptakan dari Listrik. Sebelum
penemuan Oersted ini listrik dan magnet dianggap sesuatu yang independent.

Pada tahun-tahun berikutnya, André Marie Ampère ahli fisika


perancis melanjutkan penelitian Oersted. Dia menemukan teori selenoidal coil
(lilitan kawat) untuk menghasilkan medan magnet.

Pada tahun 1831, Michael Faraday dari London mendemonstrasikan


perubahan medan magnet dapat menghasilkan arus listrik.

James Clerk Maxwell, meneliti mengenai Listrik dan Magnet.


Selanjutnya Maxwell menyatukan Teori kelistrikan dan kemagnetan dan
ditemukan disimplin ilmu baru Elektromagnetik dan menyatakan bahwa
memungkinkan terjadi radiasi elektromagnetik. Banyak ilmuan di zamannya
meragukan teori Maxwell selama beberapa decade sampai teori tersebut
akhirnya dibuktikan oleh Heinrich Rudolph Hertz dan menemukan RADIO.
Eksperimen pertama Hertz telah mampu mengirimkan sinyal dengan panjang

4
gelombang 8 meter sampai akhirnya dia mampu mengirimkan sinyal dengan
panjang gelombang sekitar 30 cm.

Heinrich Rudolf Hertz (22 Februari 1857 - 1 Januari 1894) adalah


fisikawan Jerman yang menemukan pengiriman energi listrik dari 2 titik
(point) tanpa kabel (nirkabel). Penemuannya yang paling mutakhir adalah
electric charge jump. Dia juga adalah orang yang berjasa membuktikan
teori Elektromagnetisme yang ditemukan oleh Maxwell itu benar - benar ada.
Dia juga adalah orang yang membuat gelombang radio dan berhasil
memancarkannya. Heinrich Rudolf Hertz adalah orang yang menciptakan alat
pemancar (transmitter), dan penerima sinyal (reciever). Dan Heinrich Rudolf
Hertz lah orang yang menciptakan antena untuk pertama kalinya untuk
menerima sinyal dari pemancarnya. Untuk antena yang lebih sering kita kenal
dengan nama antena tv ( antena yagi ) ditemukan oleh Hidetsugu Yagi,
seorang profesor di Departemen Teknik di Universitas Tohoku, meneliti
gelombang ultrashort dan pada tahun 1925, menemukan bahwa gelombang
listrik dapat sangat diterima di bawah kondisi tertentu. dengan bantuan
Shintaro Uda dari Yagi Laboratorium, Ia menemukan antena untuk
gelombang ultrashort.

Gambar 2.1 : Prof. Hidetsugu Yagi

Namun, teknologi yang dihasilkan mendapat sedikit evaluasi dari


masyarakat akademik di Jepang, tapi menerima pujian yang tinggi di negara-
negara asing.Radar dikembangkan dengan menggunakn antena Yagi
teknologi di Amerika Serikat dan Eropa. Namun, Jepang tidak melihat

5
kepentingan ini dan bahkan menolak permintaan perpanjangan untuk paten,
sedikit saja yang percaya penggunaan praktis dan kebutuhan. Dikatan bahwa
ini sangat mempengaruhi kemajuan perang dunia II.
Saat itu pada tahun 1942, ketika tentara Jepang yang menduduki
Singapura disita perangakat radar dan catatan teknologi dan menemukan
karakter "Yagi" tertulis dalam catatan, mengakui pentingnya Antena Yagi.
Setelah perang usai siaran televisi dimulai di setiap negara. Para Antena Yagi
tersebar di seluruh dunia sebagai antena televisi. Di abad ke 21, siaran satelit
telah menyebar bersama dengan perubahan ke era digital. Namun, Antena
Yagi sekarang tetap digunakan di seluruh dunia sebagai antena penerima
untuk televisi di rumah-rumah saat ini.
Radi Hertz selanjutnya dikembangkan oleh Marconi. Pada penelitian
selanjutnya di lakukan uji coba untuk panjang gelombang yang lebih pendek
sampai ukuran milimeter maupun nanometer

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Konsep Dasar Antena

Antena merupakan instrumen yang penting dalam suatu sistem


komunikasi radio. Antena adalah suatu media peralihan antara ruang bebas
dengan piranti pemandu (dapat berupa kabel koaksial atau pemandu
gelombang/Waveguide) yang digunakan untuk menggerakkan energi
elektromagnetik dari sumber pemancar ke antena atau dari antena ke
penerima. Berdasarkan hal ini maka antena dibedakan menjadi antena
pemancar dan antena penerima.

Perancangan antena yang baik adalah ketika antena dapat


mentransmisikan energi atau daya maksimum dalam arah yang diharapkan
oleh penerima. Meskipun pada kenyataannya terdapat rugi-rugi yang terjadi
ketika penjalaran gelombang seperti rugi-rugi pada saluran transmisi dan
terjadi kondisi tidak matching antara saluran transmisi dan antena. Sehingga
matching impedansi juga merupakan salah satu faktor penting yang harus
dipertimbangkan dalam perancangan sebuah antena.

3.2 Radiasi Gelombang Elektromagnetik

Struktur pemancaran gelombang elektromagnetik yang paling


sederhana adalah radiasi gelombang yang ditimbulkan oleh sebuah elemen
aus kecil yang berubah-ubah secara harmonik. Elemen arus terkecil yang
dapat menimbulkan pancaran gelombang elektromagnetik itu disebut sebagai
sumber elementer. Jika medan yang ditimbulkan oleh setiap sumber
elementer di dalam suatu konduktor antena dapat dijumlahkan secara
keseluruhan, maka sifat-sifat radiasi dari sebuah antena tentu akan dapat
diketahui.

7
Timbulnya radiasi karena adanya sumber yang berupa arus bolak-balik
ini diketahui secara matematis dari penyelesaian gelombang Helmhotz.
Persamaan Helmholtz tidak lain merupakan persamaan baru hasil penurunan
lebih lanjut dari persamaan-persamaan Maxwell dengan memasukkan kondisi
lorentz sebagai syarat batasnya. Dari hasil penyelesaian persamaan
differrensial Helmholtz dengan menggunakan dyrac Green’s function,
ditemukanlah bahwa potensial vektor pada suatu titik yang ditimbulkan oleh
adanya arus yang mempunyai distribusi arus J adalah :

 j R  j r  r 1
je j
Az   dv1   e dv1
4 R v1
4 r  r 1

(1.1)

dimana :

Az = vektor potensial pada arah z

J = kerapatan arus

 = bilangan gelombang (2/)

R = jarak titik pengamatan P dengan suber elementer

v’ = sumber elementer.

Volume Sumber v’
z

J
R = r’ -
P
r
r’ r’ y

0 Titik pengamat

Gambar 3.1 :Vektor-vektor di dalam Sistem Radiasi

8
Persamaan di atas berlaku umum untuk segala bentuk sumber dan di
dalam semua sistem koordinat, sehingga untuk mencari medan yang
ditimbulkan oleh bermacam-macam bentuk dapat dipilih sistem koordinat
yang paling sesaui dengan bentuk antena. Dengan diketahui potensial
vektor A dari suatu sistem, maka medan magnet H dan medan listrik E
yang dipancarkan oleh sumber itu akan dapat diketahui pula. Untuk medan
magnet H dapat diperoleh dari persamaan :

H=xA (1.2)

Sedangkan medan listrik E dapat diperoleh dari salah satu bentuk


persamaan Maxwell :

xH = J + j E (1.3)

Sehingga medan listrik E untuk daerah di dalam konduktor sumber adalah:

1
E = j ( x H – J) (1.4)

Dan untuk daerah di luar konduktor di mana J = 0, maka medan listrik E


dari persamaan menjadi :

1
E = j x H (1.5)

Apabila elemen sumber dan medana radiasinya berada di dalam


koordinat bola, maka arah propagasi gelombangnya akan searah dengan
vektor jari-jarinya. Sedangkan medan listrik dan medan magnet hanya
mempunyai komponen  atau , yang dalam ruang bebas akan berlaku :

I E
H =  dan H =  (1.6)

9

Dengan : =  ( impedansi intrinsik medium)

Pr

E
 
E
R

0

Gambar 3.2 : Vektor Medan dan Pointing Vektor pada Koordinat Bola

3.3 Pola Radiasi

Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena adalah pernyataan grafis


yang menggambarkan sifat radiasi suatu antena pada medan jauh sebagai
fungsi arah. Pola radiasi dapat disebut sebagai pola medan (field pattern)
apabila yang digambarkan adalah kuat medan dan disebut pola daya (power
pattern) apabila yang digambarkan poynting vektor. Untuk dapat
menggambarkan pola radiasi ini, terlebih dahulu harus ditemukan potensial

Dalam koordinat bola, medan listrik E dan medan magnet H telah


diketahui, keduanya memiliki komponen vetor  dan Sedangkan poynting
vektornya dalam koordiant ini hanya mempunyai komponen radial saja.
Besarnya komponen radial dari poynting vektor ini adalah :

2
E
Pr =½  (1.7)

Dengan :

10
E0  E
2 2

|E| = (resultan dari magnitude medan listrik)

E : komponen medan listrik 

E : komponen medan listrik 


 : impedansi intrinsik ruang bebas (377 ).
Untuk menyatakan pola radiasi secara grafis, pola tersebut dapat
digambarkan dalam bentuk absolut atau dalam bentuk relatif. Maksud bentuk
realtif adalah bentuk pola yang sudah dinormalisasikan, yaitu setiap harga dari
pola radiasi tersebut telah dibandingkan dengan harga maksimumnya.
Sehingga pola radiasi medan, apabila dinyatakan didalam pola yang
ternormalisasi akan mempunyai bentuk :

P , 
F( ) = (1.8)
E ,  max

Karena poynting vektor hanya mempunyai komponen radiasi yang


sebenarnya berbanding lurus dengan kuadrat magnitudo kuat medannya, maka
untuk pola daya apabila dinyatakan dalam pola ternormalisasi, tidak lain sama
dengan kuadrat dari pola medan yang sudah dinormalisasikan itu.

P( ) = | F( ) |2 (1.9)

Seringkali juga pola radiasi suatu antena digambarkan dengan satuan decibel
(dB). Intensitas medan dalam decibel didefinisikan sebagai :

F( ) dB = 20 log | F( ) | (dB) (1.10)

Sedangkan untuk pola dayanya didalam decibel adalah :

P( ) dB = 10 log P( ) = 20 log | F( ) | (1.11)

Jadi didalam decibel, pola daya sama dengan pola medannya. Semua
pola radiasi yang dibicarakan di atas adalah pola radiasi untuk kondisi medan
jauh. Sedangkan pengukuran pola radiasi, faktor jarak adalah faktor yang amat

11
penting guna memperoleh hasil pengukuran yang baik dan teliti. Semakin jauh
jarak pengukuran pola radiasi yang digunakan tentu semakin baik hasil yang
akan diperoleh. Namun untuk melakukan pengukuran pola radiasi pada jarak
yang benar-benar tak terhingga adalah suatu hal yang tak mungkin. Untuk
keperluan pengukuran ini, ada suatu daerah di mana medan yang diradiasikan
oleh antena sudah dapat dianggap sebagai tempat medan jauh apabila jarak
antara sumber radiasi dengan antena yang diukur memenuhi ketentuan berikut :

2D 2
r >  (1.12)

r >> D dan r .>> 

Dimana :

r : jarak pengukuran
D : dimensi antena yang terpanjang
 : panjang gelombang yang dipancarkan sumber.

3.3.1. Side Lobe Level

Suatu contoh pola daya antena digambarkan dengan koordinat


polar. Lobe utama (main lobe) adalah lobe yang mempunyai arah dengan pola
radiasi maksimum. Biasanya juga ada lobe-lobe yang lebih kecil
dibandingkan dengan main lobe yang disebut dengan minor lobe. Lobe sisi
(side lobe) adalah lobe-lobe selain yang dimaksud. Secara praktis disebut juga
minor lobe. Side lobe dapat berharga positif ataupun negatif. Pada
kenyataannya suatu pola mempunyai harga kompleks. Sehingga digunakan
magnitudo dari pola medan medan | F() | atau pola daya | P() |.
Ukuran yang menyatakan seberapa besar daya yang terkonsentrasi pada
side lobe dibanding dengan main lobe disebut Side Lobe Level (SLL), yang
merupakan rasio dari besar puncak dari side lobe terbesar dengan harga

12
maksiumum dari main lobe. Side Lobe Level (SLL) dinyatakan dalam decibel
(dB), dan ditulis dengan rumus sebagai berikut :

F SLL 
Fmaks
SLL = 20 log dB (1.13)

Dengan :

F(SLL) : nilai puncak dari side lobe terbesar

F(maks) : nilai maksimum dari main lobe

Untuk normalisasi, F(maks) mempunyai harga = 1 (satu).

3.3.2. Half Power Beam Width (HPBW)

HPBW adalah sudut dari selisih titik-titik pada setengah pola daya dalam
main lobe, yang dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :

HPBW = |  HPBW left -  HPBW right | (1.14)

Dengan  HPBW left dan  HPBW right : titik-titik pada kiri dan kanan dari main lobe
dimana pola daya mempunyai harga ½ .

Seringkali dibutuhkan antena yang mempunyai pola radiasi broad side


atau end fire. Suatu antena broad side adalah antena dimana pancaran utama
maksimum dalam arah normal terhadap bidang dimana antena berada.
Sedangkan antena end fire adalah antena yang pancaran utama maksimum
dalam arah paralel terhadap bidang utama dimana antena berada. Namun
demikian ada juga antena yang mempunyai pola radiasi di mana arah
maksimum main lobe berada diantara bentuk broad side dan end fire yang
disebut dengan intermediate. Antena yang mempnyai pola radiasi intermediate
banyak dijumpai pada phased array antenna. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.

13
a) BROAD SIDE

b) INTERMEDIATE
c) END
FIRE
Gambar 3.3 :Model Pola Radiasi

3.4 Direktivitas dan Gain

Satu gambaran penting dari suatu antena adalah seberapa besar antena
mampu mengkonsentrasikan energi pada suatu arah yang diinginkan,
dibandingkan dengan radiasi pada arah yang lain. Karakteristik dari antena
tersebut dinamakan direktivitas (directivity) dan power gain. Biasanya power
gain dinyatakan relatif terhadap suatu referensi tertentu, seperti sumber
isotropis atau dipole ½ . Intensitas radiasi adalah daya yang diradiasikan
pada suatu arah per unitsudut dan mempunyai satuan watt per steradian.
Intensitas radiasi, dapat dinyatakan sebagai berikut :

U() = ½ Re (E x H*) r2 = Pr r2 (1.15)

U() = Um | F() |2 (1.16)

Dimana :

Pr = kerapatan daya

Um = intensitas maksimum

| F() |2 = magnitudo pola medan normalisasi

Intensitas radiasi dari sumber isotropis adalah tetap untuk seluruh ruangan
pada suatu harga U(). Dan untuk sumber non isotropis, intensitas

14
radiasinya tidak tetap pada seluruh ruangan tetapi suatu daya rata-rata per
steradian, dapat dinyatakan sebagai berikut :

 U  . d  4
1 PT
Uave = 4 (1.17)

Dengan :

d  = sin  d d

PT : kerapatan daya total

3.4.1. Direktivitas Antena

Directive gain merupakan perbandingan dari intensitas radiasi pada


suatu arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata, yang dinyatakan
sebagai berikut :

U  . 
D() = (1.18)
Uave

Dimana :
U() = intensitas radiasi
Uave = intensitas radiasi rata-rata

Jika pembilang dan penyebut dibagi dengan r2 maka akan diperoleh rasio
kerapatan daya dengan kerapatan daya rata-rata. Dengan memasukkan
persamaan 1.16 dan 1.17 kedalam persamaan 1.18 maka akan diperoleh
persamaan sebagai berikut :

4
D ,   F  ,   F  , 
Um 2 2

4   , d
4
A
(1.19)

Dengan :

F  . 
= 
d
2

A (1.20)

15
Sedangkan direktivitas merupakan harga maksimum dari directive gain,
yang dapat dinyatakan dengan :

Um 4

D = U are 1 (1.21)

3.4.2. Gain Antena

Ketika antena digunakan pada suatu sistem, biasanya lebih tertarik


pada bagaimana efisien suatu antena untuk memindahkan daya yang
terdapat pada terminal input menjadi daya radiasi. Untuk menyatakan ini,
power gain (atau gain saja) didefinisikan sebagai 4 kali rasio dari
intensitas pada suatu arah dengan daya yang diterima antena, dinyatakan
dengan :

U  . 
G() = 4 (1.22)
Pm

Definisi ini tidak termasuk losses yang disebabkan oleh


ketidaksesuaian impedansi (impedance missmatch ) atau polarisasi. Harga
maksimum dari gain adalah harga maksimum dari intensitas radiasi atau
harga maksimum dari persamaan (1.22), sehingga dapat dinyatakan
kembali :

Um
G = 4 (1.23)
Pm

Jadi gain dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari  dan ,, dan
juga dapat dnyatakan sebagai suatu harga pada suatu arah tertentu. Jika
tidak ada arah yang ditentukan dan harga power gain tidak dinyatakan
sebagai suatu fungsi dari  dan , diasumsikan sebagai gain maksimum.

Um
Direktivatas dapat ditulis sebagai D = 4 , jika dibandingakn dengan
Pr

persamaan (1.23) maka akan terlihat bahwa perbedaan gain maksimum

16
dengan direktivitas hanya terletak pada jumlah daya yang digunakan.
Direktivitas dapat menyatakan gain suatu antena jika seluruh daya input
menjadi daya radiasi. Dan hal ini tidak mungkin terjadi karena adanya
losses pada daya input. Bagian daya input (Pin) yang tidak muncul sebagai
daya radiasi diserap oleh antena dan struktur yang dekat dengannya. Hal
tersebut menimbulkan suatu definisi baru, yaitu yang disebut dengan
efisiensi radiasi, dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

Pr
e = (1.24)
Pm

dengan catatan bahwa harga e diantara nol dan satu ( 0 < e < 1) atau ( 0 <
e < 100%). Sehingga gain maksimum suatu antena sama dengan
direktivitas dikalikan dengan efisiensi dari antena, yang dapat dinyatakan
sebagai berikut :

G =eD (1.25)

Persamaan di atas adalah persamaan yang secara teoritis bisa


digunakan untuk menghitung gain suatu antena. Namun dalam prakteknya
jarang gain antena dihitung berdasarkan direktivitas (directivity) dan
efisiensi yang dimilikinya, karena untuk mendapatkan directivity antena
memang diperlukan perhitungan yang tidak mudah. Sehingga pada
umumnya orang lebih suka menyatakan gain maksimum suatu antena
dengan cara membandingkannya dengan antena lain yang dianggap
sebagai antena standard (dengan metode pengukuran). Salah satu metode
pengukuran power gain maksimum terlihat seperti pada gambar dibawah.
Sebuah antena sebagai sumber radiasi, dicatu dengan daya tetap oleh
transmitter sebesar Pin. Mula-mula antena standard dengan power gain
maksimum yang sudah diketahui (Gs) digunakan sebagai antena penerima
seperti terlihat pada gambar a. Kedua antena ini kemudian saling
diarahkan sedemikian sehingga diperoleh daya output Ps yang maksimum
pada antena penerima. Selanjutnya dalam posisi yang sama antena

17
standard diganti dengan antena yang hendak dicari power gain-nya,
sebagaimana terlihat pada gambar b. Dalam posisi ini antena penerima
harus mempunyai polarisasi yang samadengan antena standard dan
selanjutnya diarahkan sedemikian rupa agar diperoleh daya out put Pt yang
maksimum. Apabila pada antena standard sudah diketahui gain
maksimumnya, maka dari pengukuran di atas gain maksimum antena yang
dicari dapat dihitung dengan :

P1
Gt = Ps Gs (1.26)

Atau jika dinyatakan dalam decibel adalah :

Gt (dB) = Pt (dB) - Ps (dB) + Gs (dB) (1.27)

Pin

(a)

Pin Pt

(b)

Gambar 3.4 : Metode Pengukuran Gain Antena dengan Antena Standar

(a) Pengukuran daya output yang diterima oleh antena standar (PS)

(b) Pengukuran daya output yang diterima oleh antena yang dites (Pt)

3.5. Impedansi Antena

Impedansi input suatu antena adalah impedansi pada terminalnya.


Impedansi input akan dipengaruhi oleh antena-antena lain atau obyek-obyek

18
yang dekat dengannya. Untuk mempermudah dalam pembahasan
diasumsikan antena terisolasi.

Impedansi antena terdiri dari bagain riil dan imajiner, yang dapat dinyatakan
dengan :

Zin = Rin + j Xin (1.29)

Resistansi input (Rin) menyatakan tahanan disipasi. Daya dapat terdisipasi


melalui dua cara, yaitu karena panas pada srtuktur antena yang berkaitan
dengan perangkat keras dan daya yang meninggalkan antena dan tidak
kembali (teradiasi). Reaktansi input (Xin) menyatakan daya yang tersimpan
pada medan dekat dari antena. Disipasi daya rata-rata pada antena dapat
dinyatakan sebagai berikut :

Pin = ½ R | Iin |2 (1.30)

Dimana :

Iin : arus pada terminal input

Faktor ½ muncul karena arus didefinisikan sebagai harga puncak. Daya


dissipasi dapat diuraikan menjadi daya rugi ohmic dan daya rugi radiasi, yang
dapat ditulis dengan :

Pin = Pohmic + Pr (1.31)

Dimana :

Pr : ½ Rin | Iin |2

Pohmic = ½ Rohmic | Iin |2

Sehingga definisi resistansi radiasi dan resistansi ohmic suatu antena pada
terminal input adalah :

19
2 Pr
Rin  2
Pm
(1.32a)

2Pm  Pr 
Rohmic  2
Pm
(1.32b)

Resistansi radiasi merupakan relatif terhadap arus pada setiap titik


antena. Biasanya digunakan arus maksimum, dengan kata lain arus yang
digunakan pada persamaan 1.30 adalah arus maksimum. Sifat ini sangat mirip
dengan impedansi beban pada teori rangkaian. Antena dengan dimensi kecil
secara listrik mempunyai reaktansi input besar, sebagai contoh dipole kecil
mempunyai reaktansi kapasitif dan loop kecil mempunyai reaktansi induktif,

Untuk memaksimumkan perpindahan daya dari antena ke penerima,


maka impedansi antena haruslah conjugate match (besarnya resistansi dan
reaktansi sama tetap berlawanan tanda). Jika hal ini tidak terpenuhi maka
akan terjadi pemanulan energi yang dipancarkan atau diterima, sesaui dengan
persamaan sebagai berikut :


e1 Z  Zm

 1
Z1  Z m
L = e1 (1.33)

Dengan :

e-L = tegangan pantul ZL = impedansi beban

e+L = tegangan datang Zin = impedansi input

Sedangkan Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), dinyatakan sebagai


berikut:

1 
1 
VSWR = (1.34)

Dalam prakteknya VSWR harus bernilai lebih kecil dari 2 (dua).

20
3.6. Polarisasi Antena

Polarisasi antena didefinisikan sebagai arah vektor medan listrik yang


diradiasikan oleh antena pada arah propagasi. Jika jalur dari vektor medan
listrik maju dan kembali pada suatu garis lurus dikatakan berpolarisasi linier.
sebagai contoh medan listrik dari dipole ideal.

Jika vektor medan listik konstan dalam panjang tetapi berputar disekitar
jalur lingkaran, dikatakan berpolarisasi lingkaran. Frekuesnsi putaran radian
adalah  dan terjadi satu dari dua arah perputaran. Jika vektornya berputar
berlawanan arah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kanan (right hand
polarize) dan yang searah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kiri (left
hand polarize). Suatu gelombang yang berpolarisasi ellip untuk tangan kanan
dan tangan kiri.

Secara umum polarisasi berupa polarisasi ellips, seperti pada gambar


3.5 dengan suatu sistem sumbu referensi. Gelombang yang menghasilkan
polarisasi ellip adalah gelombang berjalan sepanjang sumbu z yang
perputarannya dapat ke kiri dan ke kanan, dan vektor medan listrik sesaatnya
e mempunyai arah komponen ex dan ey sepanjang sumbu x dan sumbu y.
Harga puncak dari komponen-komponen tersebut adalah E1 dan E1.
y

E2


 
E1 X

Gambar 3.5 : Polarisasi Ellips secara umum

21
Sudut  menyatakan harga ralatif dari E1 dan E2, dapat dinyatakan sebagai
berikut:

E1
y  arctan
E2
(1.35)

Sudut kemiringan ellips  adalah sudut antara sumbu x dengan sudut


utama ellips.  adalah fase, dimana komponen y mendahului komponen x.
Jika komponennya sefase ( =0), maka vektor akan berpolarisasi linier.

Orientasi dari polarisasi linier tergantung tergantung harga relatif dari


E1 dan E2, jika :

E1 = 0 maka terjadi polarisasi linier vertikal

E2 = 0 maka terjadi polarisasi linier horisontal

E1 = E2 maka terjadi polarisasi linier membentuk sudut 450

Untuk memaksimumkan sinyal yang diterima, maka polarisasi antena


penerima haruslah sama dengan polarisasi antena pemancar. Dan kadang
terjadi antara antena penerima dan pemancar berpolarisasi berbeda. Hal ini
akan mengurangi intensitas sinyal yang diterima.

Sebuah antena dapat memancarkan energi dengan polarisasi yang tidak


diinginkan, yang disebut polarisasi silang (cross polarized). Polarisasi silang
ini menimbulkan side lobe yang mengurangi gain. Untuk antena polarisasi
linier, polarisasi silang tegak lurus dengan polarisasi yang diinginkan dan
untuk antena polarisasi lingkaran, polarisasi silang berlawanan dengan arah
perputarannya yang diinginkan. Ini biasa yang disebut dengan deviasi dari
polarisasi lingkaran sempurna, yang mengakibatkan polarisasinya berubah
menjadi polarisasi ellips.

22
Pada umumnya karakteristik polarisasi sebuah antena relatif konstan
pada main lobe. Tetapi polarisasi beberapa minor lobe berbeda jauh dengan
polarisasi main lobe.

3.7. Bandwidth Antena

Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemacar atau penerima selalu


dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut
antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau
memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu. Pengertian harus
dapat bekerja dengan efektif adalah bahwa distribusi arus dan impedansi dari
antena pada range frekuensi tersebut benar-benar belum banyak mengalami
perubahan yang berarti. Sehingga pola radiasi yang sudah direncanakan serta
VSWR yang dihasilkannya masih belum keluar dari batas yang diijinkan.
Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik
dinamakan bandwidth antenna. Suatu misal sebuah antena bekerja pada
frekuensi tengah sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik
pada frekuensi f1 (di bawah fC) sampai dengan f2 ( di atas fC), maka lebar
bandwidth dari antena tersebut adalah (f1 – f2). Tetapi apabila dinyatakan
dalam prosen, maka bandwidth antena tersebut adalah :

f 2  f1
BW = fc x 100 % (1.36)

Bandwidth yang dinyatakan dalam prosen seperti ini biasanya


digunakan untuk menyatakan bandwidth antena-antena yang memliki band
sempit (narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broad band)
biasanya digunakan definsi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi
bawah.

f2
BW = f1 (1.37)

23
Suatu antena digolongkan sebagai antena broad band apabila
impedansi dan pola radiasi dari antena itu tidak mengalami perubahan yang
berarti untuk f2 / f1 > 1. Batasan yang digunakan untuk mendapatkan f2 dan f1
adalah ditentukan oleh harga VSWR = 1.

Bandwidth antena sangat dipengaruhi oleh luas penampang konduktor


yang digunakan serta susunan fisiknya (bentuk geometrinya). Misalnya pada
antena dipole, ia akan mempunyai bandwidth yang semakin lebar apabila
penampang konduktor yang digunakannya semakin besar. Demikian pula
pada antena yang mempunyai susunan fisik yang berubah secara smoth,
biasanya iapun akan menghasilkan pola radiasi dan impedansi input yang
berubah secara smoth terhadap perubahan frekuensi (misalnya pada antena
biconical, log periodic, dan sebagainya). Selain daripada itu, pada jenis
antena gelombang berjalan (tavelling wave) ternyata ditemukan lebih lebar
range frekuensi kerjanya daripada antena resonan.

3.8. Macam – macam antenna

Jenis antena yang akan dipasang harus sesuai dengan sistem yang akan
kita bangun, juga disesuaikan dengan kebutuhan penyebaran
sinyalnya. Ada dua jenis antena secara umum :

a) Antena Directional (Antena pengarah)


b) Antena Omnidirectional

A) Antena Directional

Antena jenis ini merupakan jenis antena dengan narrow beamwidth,


yaitu punya sudut pemancaran yang kecil dengan daya lebih terarah,
jaraknya jauh dan tidak bisa menjangkau area yang luas, contohnya :
antena Yagi, Panel, Sektoral dan antena Parabolik 802.11b yang dipakai
sebagai Station atau Master bisa menggunakan jenis antena ini di kedua
titik, baik untuk Point to Point atau Point to Multipoint.

24
B) Antena Omni-Directional

Antena ini mempunyai sudut pancaran yang besar (wide beamwidth)


yaitu 3600; dengan daya lebih meluas, jarak yang lebih pendek tetapi dapat
melayani area yang luas Omni antena tidak dianjurkan pemakaian-nya,
karena sifatnya yang terlalu luas se-hingga ada kemungkinan
mengumpulkan sinyal lain yang akan menyebabkan inter-ferensi.

 Type Antena
a) Antena Yagi
 Sangat cocok untuk jarak pendek
 Gain-nya rendah biasanya antara 7 sampai 15 dBi

Gambar 3.6 : Type yagi dan Pola Radiasinya

b) Antena Parabolik
 Dipakai untuk jarak menengah atau jarak jauh
 Gain-nya bisa antara 18 sampai 28 dBi

25
 Pola radiasi dari antena Parabolik

Gambar 3.7 : Type dan Pola radiasi dari antena Parabolik

26
c) Antena Sektoral
 Pada dasarnya adalah antena directional, hanya bisa diatur antara 450
sampai 1800 derajat.
 Gain-nya antara 10 sampai 19 dBi

 Pola radiasi dari antena Sektoral

Gambar 3.8 : Type dan Pola radiasi dari antena Sektoral

27
d) Antena Omni
 Dipakai oleh radio base untuk daerah pelayanan yang luas
 Gain-nya antara 3 sampai 10 dBi

 Pola radiasi dari antena Omni

Gambar 3.9 : Type dan Pola radiasi dari antena Omni

28
 Pola Radiasi Antena

Parameter umum : main lobe (boresight) half-power beamwidth


(HPBW) front-back ratio (F/B) pattern nulls Biasanya, diukur pada dua
keadaan :

 Vector electric field yang mengacu pada E-field


 Vector magnetic field yang mengacu pada H-field

3.9. Polarisasi
Polarisasi antena relatif terhadap E-field dari antena. Jika E-field-nya
horisontal, maka antenanya Horizontally Polarized. Jika E-field vertikal,
maka antenanya Vertically Polarized. Polarisasi apapun yang dipilih, antena
pada satu jaringan RF harus memiliki polarisasi yang sama.

Polarisasi dapat dimanfaatkan untuk :

 Meningkatkan isolasi dari sinyal yang tidak diinginkan (Cross Polarization


Discrimination (x-pol) biasanya sekitar 25 dB)
 Mengurangi interferensi
 Membantu menentukan satu daerah pelayanan tertentu.

3.10. Impedansi Antena

Impedansi yang cocok akan menghasilkan pemindahan daya yang


maksimum. Antena juga berfungsi sebagai matching load-nya transmitter
(50 Ohms). Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) adalah satuan yang
menunjukan sampai dimana antena sesuai (match) dengan jalur transmisi
yang dikirimnya.

VSWR adalah rasio dari tegangan yang keluar dari antena dengan
tegangan pantulan. Kesesuaian didapatkan jika nilai VSWR menjadi sekecil
mungkin, nilai 1,5:1 pada pita frekwensi yang dipakai merupakan batasan
maksimum.

29
3.11. Return Loss

Return Loss berhubungan dengan VSWR, yaitu mengukur daya dari


sinyal yang dipantulkan oleh antena dengan daya yang dikirim ke antena.
Semakin besar nilainya (dalam satuan dB), semakin baik. Angka 13.9dB
sama dengan VSWR 1,5:1. Return Loss 20dB adalah nilai yang cukup bagus,
dan setara dengan VSWR of 1,2:1

Tabel 3.1. Perbandingan VSWR dengan kehilangan daya.

3.12. Kabel Transmisi Radio

Pemilihan jenis kabel harus disesuaikan dengan panjang kabel yang


akan dipakai. Semakin panjang jarak yang ditempuh, kwalitas kabel harus
semakin baik. Redaman akan menunjukan penurunan daya sinyal yang
merambat di kabel, biasanya dihitung dalam bentuk redaman dalam dB untuk
setiap 100 feet.

Gambar 3.10 : Type kabel antena

30
Tabel 3.2. keterangan jenis kabel antena

3.13. Penangkal Petir

Untuk menghindari sambaran petir, kita harus menggunakan penangkal


petir. Untuk proteksi yang maksimum, ground harus disambung ke dekat
bangunan, maksimal 2 feet. Jangan menggunakan pipa gas atau pipa air
sebagai ground, dan periksa tahanan listrik ground-nya.

Gambar 3.11 : conector protector

3.14. Perhitungan Link Budget

Untuk membuat satu sambungan tanpa kabel yang baik, kita harus
memenuhi ketentuan yang hasilnya didapat dari perhitungan Link Budget.
Dengan melakukan perhitungan ini, kita mendapat gambaran berapa besar
path loss yang kita dapatkan, sehingga akhirnya dapat menentukan kwalitas
dari jalurnya. WaveRider Link Path Analysis Tool (LPA Tool) adalah
program Excel yang sangat mudah dijalankan, untuk menghitung semua
parameternya.

31
Gambar 3.12 : Perhitungan Link Bugdet
 Received Signal Level– (dBm) = Tx Output (dBm) – Path
 Loss(dB) – Field Factor (dB) + Total Antenna Gains (dB) – Total
 Cable Losses (dB) – Total Connector Losses (dB)

3.15. Fade Margin


 Satuan yang menunjukan perbedaan antara Receive Signal Level (RSL) dan Rx
Threshold atau referensi lainnya.
 Untuk jarak kurang dari 16 km, Fade Margin minimum yang dianjurkan adalah
10dB

Gambar 3.13 : Fade Margin

32
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Antena didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor yang
digunakan untuk memancarkan atau meneruskan gelombang
elektromagnetik menuju ruang bebas atau menangkap gelombang
elektromegnetik dari ruang bebas. Energi listrik dari pemancar
dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah
antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara
bebas. Pada penerima akhir gelombang elektromagnetik dikonversi
menjadi energi listrik dengan menggunakan antena., maka antena harus
mempunyai sifat yang sesuai (match) dengan media kabel pencatunya.
Prinsip ini telah diterangkan dalam saluran transmisi.
2. Perancangan antena yang baik adalah ketika antena dapat
mentransmisikan energi atau daya maksimum dalam arah yang
diharapkan oleh penerima. Meskipun pada kenyataannya terdapat rugi-
rugi yang terjadi ketika penjalaran gelombang seperti rugi-rugi pada
saluran transmisi dan terjadi kondisi tidak matching antara saluran
transmisi dan antena. Sehingga matching impedansi juga merupakan
salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam
perancangan sebuah antena.
3. Parameter Dasar Antena
Parameter – parameter antena adalah suatu hal yang sangat penting
untuk menjelaskan unjuk kerja antena. Maka diperlukan parameter –
parameter antena yang akan memberikan informasi suatu antena
sebagai pemancar maupun sebagai penerima.
 Impedansi masukan didefinisikan sebagai impedansi yang
ditunjukkan oleh antena pada terminal – terminalnya atau

33
perbandingan tegangan terhadap arus pada pasangan terminalnya
(Balanis, 1982: 53).
 Pola radiasi suatu antena didefinisikan sebagai ”Gambaran secara
grafik dari sifat – sifat radiasi suatu antena sebagai fungsi koordinat
ruang”.
 Keterarahan dari suatu antena didefinisikan sebagai ”perbandingan
antara intensitas radiasi maksimum dengan intensitas radiasi dari
antena referensi isotropis”. Keterarahan dari sumber non-isotropis
adalah sama dengan perbandingan intensitas radiasi maksimumnya
di atas sebuah sumber isotropis (Balanis, 1982: 29).
 Return loss adalah salah satu parameter yang digunakan untuk
mengetahui berapa banyak daya yang hilang pada beban dan tidak
kembali sebagai pantulan. RL adalah parameter seperti VSWR yang
menentukan matching antara antena dan transmitter.
 Bandwidth antena didefinisikan sebagai ”range frekuensi antena
dengan beberapa karakteristik, sesuai dengan standar yang telah
ditentukan”.
 Polarisasi suatu antena didefinisikan sebagai ”polarisasi dari
gelombang yang diradiasikan pada saat antena
dibangkitkan/dioperasikan”. Polarisasi antena dibedakan menjadi 3 :
polarisasi linier, polarisasi lingkaran dan polarisasi elips (Balanis,
1982: 48).
 WaveRider Link Path Analysis Tool (LPA Tool) adalah program
Excel yang sangat mudah dijalankan, untuk menghitung semua
parameternya.

4.2. Saran
Dalam perancangan antena harus dapat memahami dan yang perlu
diperhatikan yaitu pada parameter - parameter yang menjadi pegangan
atau konsep dasar untuk menciptakan sebuah antena yang benar-benar
bisa difungsikan secara baik untuk sistem telekomunikasi

34
DAFTAR PUSTAKA

Balanis, C.A., Antenna Theory: Analysis and Design, Third Edition, Harper &
Row, New York, 2005.

Collin, R.E., Antennas and Radiowave Propagation, McGraw-Hill, New York,


1985.

Fawwaz T.Ulaby, Fundamentals of Applied Electromagnetics, 2001 Ed., Printice


Hall International, Inc., 2001.

http://alikantena.blogspot.com/2011/09/penemuan-antena-tv-oleh-hidetsugu
yagi.html (Diakses pada 18 September 2017)

http://idhamirdiansah.blogspot.com/2013/07/ (Diakses pada 18 September 2017)

http://id.wikipedia.org/wiki/Antena (Diakses pada 18 September 2017)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30026/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada 18 September 2017)

Ishimaru, A., Electromagnetic Wave Propagation, Radiation and Scattering,


Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersy, 1991.

John D. Krous, Antenas,McGraw-Hill Book Company,1988.

Kraus, J.D, Antennas, 2th ed., McGraw-Hill, New York, 1988.

Sander, K.F. and G.A.L. Reed, Transmission and Propagation of Electromagentic


Wave, 2nd ed., Cambridge University Press, Cambridge, England, 1986.

Stutzman, W.L. and G.A. Thiele, Antenna Theoary and Design, John Wiley &
Sons, New York, 1981.

35

Anda mungkin juga menyukai