PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tangisan
Ketika baru lahir, tangisan bayi menandakan bahwa paru-parunya
telah terisi oleh udara. Tangisan merupakan salah satu respon bayi
terhadap lingkungan luarnya. Ada berbagai macam jenis tangisan bayi,
yaitu :
a. Menangis biasa. Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa
tangisan merupakan cara bayi memberitahukan bahwa ia lapar. Ciri
tangisan ini adalah ada pola yang biasanya terdiri dari suara tangis
itu sendiri, jeda beberapa saat, dan bunyi siulan pendek. Tangisan
biasa juga biasanya lebih nyaring daripada tangisan lainnya.
b. Menangis karena marah. Saat bayi menangis karena marah, suara
tangisan akan terdengar seperti saat ada udara yang dipaksa masuk
ke tenggorokan.
c. Menangis karena sakit. Biasanya suara tangisan bayi terdengar
sangat keras dan ada kalanya bayi menahan napas.
2. Ocehan
Bayi biasanya mulai mengoceh pada usia sekitar 1-2 bulan. Suara
ocehan bayi sendiri terbentuk dari suara udara yang diolah
tenggorokan. Bayi biasanya mengoceh ketika merasa senang.
3. Celotehan (Babbling)
Celoteh merupakan hasil penyempurnaan dari ocehan. Celoteh
sendiri adalah hasil penggabungan huruf mati dan huruf hidup, seperti
“da”, “ma”, “uh”, dan “na” (Pujaningsih, 2010). Bayi bisa mulai
berceloteh ketika berada pada usia pertengahan satu tahun.
Pada bayi tunarungu yang dilahirkan dari keluarga tunarungu yang
menggunakan bahasa isyarat, bayi akan cenderung melakukan
celotehan dengan tangan dan jarinya (Bloom, 1998). Proses belajar ini
juga muncul dalam waktu yang sama dengan bayi lainnya yang
menggunakan suara dalam berceloteh, yaitu pada usia pertengahan
satu tahun.
4. Munculnya Kata Pertama
Sebelum bisa berbicara lancar, bayi sebenarnya telah memahami
kata-kata yang belum bisa mereka ucapkan (Pan & Uccelli, 2009).
Seperti halnya ketika bayi sudah mampu mengetahui namanya sendiri
pada usia 5 bulan.
Walaupun begitu, kata-kata pertama bayi biasanya baru keluar
ketika bayi berusia 10-15 bulan. Rata-rata pada usia 13 bulan, bayi
memahami 50 kata, namun bayi baru mampu menyebutkan setelah
berusia 18 bulan. Di anatar 18 bulan-2 tahun, bayi telah mampu
mengucapkan 200 kata. Hal ini disebut dengan vocabulary spurt, atau
pertumbuhan yang terlewat cepat dalam pemahaman dan pengucapan
kata oleh bayi.
5. Perkembangan Dua Kata
Pada usia 18-24 bulan, bayi biasanya telah bisa menyampaikan hal
dengan dua kata seperti “kucing keluar”, “itu buku”, “mau ini”, dan
lain-lain. Dalam menyampaikan makna dari kata-kata yang mereka
ucapkan, bayi menggunakan gestur, berbagai macam nada, dan
konteks yang berbeda.
Seperti contohnya, ketika bayi berkata “mama susu” dengan
menunjuk gelas, bayi kemungkinan merasa haus dan ingin minum
susu.
6. Gestur
Selain menyampaikan pesannya dengan suara, bayi juga
menggerakan tubuhnya untuk memperjelas apa yang ingin
disampaikannya. Penggunaan gestur ini muncul sekitar 8-12 bulan.
Bayi telah belajar bahwa gerakan melambaikan tangan berarti “dadah”
dan orang yang lebih dewasa yang melakukan gerakan lambaian
tangan akan menghilang. Bayi juga belajar bahwa mengangguk berarti
“iya” dan dapat menunjuk kucing yang lewat untuk dapat diajak
bermain.
1. Menulis
Menulis adalah pendekatan komunikasi yang secara efektif tidak saja
dilakukan pada anak tetapi juga pada remaja. Ungkapan sayang sulit di
komunikasikan secara verbal bisa ampuh dengan komunikasi lewat
tulisan. Cara ini dapat dilakukan apabila anak sudah memiliki
kemampuan untuk menulis.
Melalui cara ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada
keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan
pada anak yang jengkel, marah dan diam.
Perawat dapat memulai komunikasi dengan cara
memeriksa/menyelidiki tentang tulisan dan mungkin juga meminta
untuk membaca beberapa bagian. Dengan menulis perawat dapat
mengetahui apa yang dipikirkan anak dan bagaimana perasaan anak.
2. Menggambar
Teknik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk
menggambarkan sesuatu terkait dengan dirinya, misalnya perasaan,
apa yang dipikirkan, keinganan, dan lain-lain. Dasar asumsi dalam
menginterpretasi gambar adalah bahwa anak-anak mengungkapkan
tentang dirinya melalui coretan atau gambar yang dibuat. Dengan
gambar akan dapat diketahui perasaan anak, hubungan anak dalam
keluarga, adakah sifat ambivalen atau pertentangan, keprihatinan atau
kecemasan pada hal-hal tertentu.
Pengembangan dari teknik menggambar ini adalah anak dapat
menggambarkan keluarganya dan dilakukan secara bersama antara
keluarga (ayah/ibu) dengan anak. Anak diminta menggambar suatu
lingkaran untuk melambangkan orang-orang yang berada dalam
lingkungan kehidupannya dan gambar bundaran-bundaran didekat
lingkaran menunjukkan keakraban/kedekatan. Menggambar bersama
keluarga merupakan satu alat yang berguna untuk mengungkapkan
dinamika dan hubungan keluarga.
e. Sentuhan
Sentuhan adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara
memegang sebagian tangan atau bagian tubuh anak misalnya
pundak, usapan di kepala, berjabat tangan atau pelukan, bertujuan
untuk memberikan perhatian dan penguatan terhadap komunikasi
yang dilakukan antara anak dengan orang tua. Dengan kontak fisik
berupa sentuhan ini, anak merasa dekat dan aman selama
komunikasi. Teknik ini efektif dilakukan saat anak merasa sedih,
menangis atau bahkan marah.
1. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka komunikasi
akan berlangsung secara efektif.
2. Pengetahuan
Semakin banyak pengetahuan yang didapat maka komunikasi
berlangsung secara efektif
3. Sikap
Sikap mempengaruhi dalam berkomunikasi, bila komunikan
bersifat pasif/tertutup maka komunikasi tidak berlangsung secara
efektif.
4. Usia Tumuh Kembang Status Kesehatan Anak
Bila ingin berkomunikasi, maka harus disesuaikan dengan tingkat
usia agar komunikasi tersebut berlangsung secraa efektif.
5. Saluran
Saluran sangat penting dalam berkomunikasi agar pesan dapat
tersampaikan ke komunikan dengan baik.
6. Lingkungan
Lingkungan juga sangat berperan penting dalam berkomunikasi,
semakin bagus/indah lingkungan yang ditempati maka dalam
berinteraksi akan terasa nyaman dan aman.
Berikut ini sikap perawat, orang tua atau orang dewasa lain yang perlu
diperhatikan saat berkomunikasi dengan remaja :
1. Tahap Pra-interaksi
Mengumpulkan data tentang klien dengan mempelajari status atau
bertanaya kepada orang tua tentang masalah yang ada.
2. Tahap Perkenalan
a. Memberi salam dan senyum kepada klien
b. Melakukan validasi
c. Mencari kebenaran data yang ada
d. Mengobservasi
e. Memperkenalkan nama dengan tujuan, waktu dan
f. Menjaga kerahasiaan pasien.
3. Tahap Kerja
a. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, karena akan
memberitahu tentang hal yang kurang dimengerti dalam
berkomunikasi
b. Menanyakan keluhan utama
c. Saat berkomunikasi dengan klien remaja, usahakan berdiskusi atau
curah pendapat seperti teman sebaya.
d. Hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu
e. Jaga kerahasiaan dalam berkomunikasi
4. Tahap Terminasi
a. Menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses dan hasil
b. Memberikan reinforcement positif, tindak lanjut, kontrak, dan
c. Mengakhiri wawancara dengan baik.
Kedua model ini cocok diterapkan pada klien dewasa karena pada
kedua model komunikasi ini menunjukkan hubungan yang memperhatikan
karakteristik dari klien dan melibatkan pengirim dan penerima. Serta
adanya umpan balik untuk mengevaluasi tujuan komunikasi.
1. Pendekatan Fisik
Mencari informasi tentang kesehatan objektif, kebutuhan,
kejadian yang dialami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta
penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relatif lebih mudah dilaksanakan dan dicarikan solusinya
karena riil dan mudah diobservasi.
2. Pendekatan Psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada
perubahan perilaku, maka umunya membutuhkan waktu yang
lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai penampung
masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan Sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar
pikiran, bercerita, bermain atau mengadakan kegiatan-kegiatan
kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar
klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun petugas
kesehatan.
4. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasa batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya
terutama bila klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutama bagi
klien yang mempunyai kesadaran tinggi dan latar belakang
keagamaan yang baik.
a. Teknik Asertif
Asertif adalah menyatakan dengan sesungguhnya, menerima klien apa
adanya. Perawat bersikap menerima yang menunjukkan sikap peduli
dan sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan klien serta
berusaha untuk mengerti/memahami klien. Sikap ini membantu
perawat untuk menjaga hubungan yang terapeutik pada lansia.
b. Responsif
Reaksi spontan perawat terhadap perubahan yang terjadi pada klien
dan segera melakukan klarifikasi tentang perubah tersebut. Teknik ini
merupakan bentuk perhatian perawat kepada klien yang dilakukan
secara aktif untuk memberikan ketenangan klien. Merespon berarti
bersikap aktif, tidak menunggu permintaan dari klien
Contoh :
“Apa yang ibu fikirkan? Apakah ada yang bisa saya bantu bu?”.
c. Fokus
Dalam berkomunikasi, sering kita jumpai lansia berbicara panjang
lebar dan mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi dan
tidak relevan dengan tujuan terapi. Sehubungan dengan hal ini maka
perawat harus tetap fokus pada topik pembicaraan dan mengarahkan
kembali komunikasi lansia pada topik untuk mencapai tujuan terapi.
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang diinginkan.
d. Supportif
Lansia sering menunjukkan sikap labil atau berubah-ubah. Perubahan
ini perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia dengan
cara memberikan dukungan (suportif).
Contoh :
Tersenyum dan mengangguk ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai lansia berbicara.
e. Klarifikasi
Kalrifikasi adalah teknik yang digunakan perawat untuk memperjelas
informasi yang disampaikan klien.
Hal ini penting dilakukan perawat karena seringnya perubahan yang
terjadi pada lansia dapat mengakibatkan proses komunikasi kurang
bisa dipahami. Klarifikasi dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan ulang atau meminta klien memberi penjelasan ulang
dengan tujuan menyamakan persepsi.
Contoh :
“Coba ibu jelaskan kembali bagaimana perasaan ibu saat ini?”.
f. Sabar dan Ikhlas
Perubahan yang terjadi pada lansia terkadang merepotkan dan seperti
kekanak-kanakan. Perubahan ini harus disikapi dengan sabar dan
ikhlas agar hubungan antara perawat-klien lansia dapat efektif dan
terapeutik. Sabar dan ikhlas dilakukan agar tidak timbul rasa jengkel
perawat yang dapat merusak komunikasi dan hubungan perawat-klien
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Dwi, dkk, 2012, Komunikasi Terapeutik Pada Klien Dewasa, [online],
(https://dokumen.tips/documents/komunikasi-terapeutik-dengan-klien-
dewasa.html, diakses 17 Februari 2018)
Anjaswarni, Tri, 2013, Peran Komunikasi Berdasarkan Tingkat Usia, [online],
(https://www.slideshare.net/mobile/pjj_kemenkes/penerapan-komunikasi-
terapeutik-pada-bayi-dan-anak, diakses 17 Februari 2018)
Anjaswarni, Tri, 2013, Peran Komunikasi Berdasarkan Tingkat Usia, [online],
(https://www.slideshare.net/mobile/pjj_kemenkes/penerapan-komunikasi-
terapeutik-pada-dewasa-dan-lanjut-usia, diakses 17 Februari 2018)
Anwarawati, Fitria, dkk, Komunikasi Pada Bayi, [online],
(https://www.slideshare.net/mobile/FitriaAnwarawati/komunikasi-pada-bayi,
diakses 17 Februari 2018)
Astari, Gadis Rima, 2017, Mengenal Tahapan Perkembangan Bahasa Pada
Bayi, [online], (https://www.hellosehat.com/parenting/tips
parenting/perkembangan-bahasa-pada-bayi/, diakses 17 Februari 2018)