Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Pada Bayi (0-1 Tahun)


Komunikasi adalah hubungan timbal balik antara komunikator dan
komunikan. Dalam berkomunikasi dengan anak, orang dewasa harus
memahami apa yang dipikirkan dan perasaan apa yang akan disampaikan
anak dan berusaha memahamkan anak dengan bahasa yang tepat.
Sebelum bayi mampu menyampaikan keinginan dengan kata-kata,
bayi melakukan komunikasi melalui kode-kode khusus untuk
menyampaikan keinginannya sebagai bentuk komunikasinya. Komunikasi
yang demikian disebut sebagai bentuk komunikasi pra bicara (prespeech).
Komunikasi ini bersifat sementara, berlangsung selama setahun pertama
kelahiran bayi dan akan berakhir seiring dengan perkembangan bayi.
Berikut ini adalah empat bentuk komunikasi pra-bicara:
a. Tangisan
Tangisan seorang bayi merupakan bentuk komunikasi dari seorang
bayi kepada orang dewasa.
Pada awal kehidupan pasca lahir, menangis merupakan salah satu
cara pertama yang dapat dilakukan bayi untuk berkomunikasi dengan
dunia luar. Melalui tangisan dia memberi tahu kebutuhannya seperti
lapar, dingin, panas, lelah dan kebutuhan untuk diperhatikan. Bayi
yang sehat dan normal frekuensi tangisan menurun pada saat 6 bulan
karena keinginan dan kebutuhan mereka cukup terpenuhi. Frekuensi
tangisan seharusnya menurun sejalan dengan meningkatnya
kemampuan bicara.
Perawat harus banyak berlatih mengenal macam-macam arti
tangisan bayi untuk memenuhi kebutuhannya dan mengajarkan kepada
ibu-ibu muda.
b. Ocehan dan Celotehan
Bentuk komunikasi pra-bicara disebut “Ocehan” (Cooing) atau
“Celotehan” (Babbling). Ocehan timbul karena bunyi eksplosif awal
yang disebabkan oleh perubahan gerakan mekanisme ‘suara’. Ocehan
ini terjadi pada bulan awal kehidupan bayi seperti : merengek, dan
menjerit.
Sebagian bayi mulai berceloteh pada awal bulan kedua, kemudian
meningkat cepat antar bulan keenam dan kedelapan. Celoteh
merupakan indikator mekanisme perkembangan otot sraf bayi.
Nilai celoteh :
1) Berceloteh adalah praktik verbal sebagai dasar perkembangan
gerakan terlatih yang dikehendaki dalam berbicara. Celoteh
mempercepat keterampilan berbicara.
2) Celoteh mendorong keinginan berkomunikasi dengan orang
lain. Berceloteh membantu bayi merasakan bahwa dia bagian
dari kelompok sosial.
c. Isyarat
Yaitu gerakan anggota badam tertentu yang berfungsi sebagai
pengganti atau pelengkap bicara. Bahasa isyarat bayi dapat
mempercepat komunikasi dini pada anak.
Contoh isyarat umum pada masa bayi :
1) Mendorong puting susu dari mulut yang artinya bayi sudah
kenyang/tidak lapar.
2) Tersenyum dan mengacungkan tangan yang berarti ingin
digendong.
3) Menggeliat, meronta, menangis pada saat ibu mengenakan
pakaiannya atau memandikannya. Hal ini berarti bayi tidak
suka akan pembatasan gerak.
d. Ungkapan Emosional
Ungkapan emosional melalui perubahan tubun dan raut wajah.
Misal :
1) Tubuh yang mengejang atau gerakan-gerakan tangan/kaki
disertai jeritan dan wajah tertawa adalah bentuk ekspresi
kegembiraan pada bayi.
2) Menegangkan badan, gerakan membanting tangan/kaki, raut
wajah tegang dan menangis adalah bentuk ungkapan marah
atau tidak suka.

Bahasa bayi dan perkembangannya :

a. Bahasa reseptif (masa preverbal) (4-6 minggu)


Dimulai dari tangisan bayi sampai bayi dapat melontarkan kata
pertama. Bahasa yang dikeluarkan adalah cooing atau suara vocal
tertentu (seperti “au” atau “u”).
b. Bahasa ekspresif (masa verbal) (12-18 bulan)
Kemampuan bayi mengeluarkan kata-kata yang lebih berarti seperti
“mama” atau “papa” dan biasanya terdengar saat bayi berusia 12-18
bulan.

Berikut adalah tahapan perkembangan bahasa bayi secara umum :

1. Tangisan
Ketika baru lahir, tangisan bayi menandakan bahwa paru-parunya
telah terisi oleh udara. Tangisan merupakan salah satu respon bayi
terhadap lingkungan luarnya. Ada berbagai macam jenis tangisan bayi,
yaitu :
a. Menangis biasa. Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa
tangisan merupakan cara bayi memberitahukan bahwa ia lapar. Ciri
tangisan ini adalah ada pola yang biasanya terdiri dari suara tangis
itu sendiri, jeda beberapa saat, dan bunyi siulan pendek. Tangisan
biasa juga biasanya lebih nyaring daripada tangisan lainnya.
b. Menangis karena marah. Saat bayi menangis karena marah, suara
tangisan akan terdengar seperti saat ada udara yang dipaksa masuk
ke tenggorokan.
c. Menangis karena sakit. Biasanya suara tangisan bayi terdengar
sangat keras dan ada kalanya bayi menahan napas.
2. Ocehan
Bayi biasanya mulai mengoceh pada usia sekitar 1-2 bulan. Suara
ocehan bayi sendiri terbentuk dari suara udara yang diolah
tenggorokan. Bayi biasanya mengoceh ketika merasa senang.
3. Celotehan (Babbling)
Celoteh merupakan hasil penyempurnaan dari ocehan. Celoteh
sendiri adalah hasil penggabungan huruf mati dan huruf hidup, seperti
“da”, “ma”, “uh”, dan “na” (Pujaningsih, 2010). Bayi bisa mulai
berceloteh ketika berada pada usia pertengahan satu tahun.
Pada bayi tunarungu yang dilahirkan dari keluarga tunarungu yang
menggunakan bahasa isyarat, bayi akan cenderung melakukan
celotehan dengan tangan dan jarinya (Bloom, 1998). Proses belajar ini
juga muncul dalam waktu yang sama dengan bayi lainnya yang
menggunakan suara dalam berceloteh, yaitu pada usia pertengahan
satu tahun.
4. Munculnya Kata Pertama
Sebelum bisa berbicara lancar, bayi sebenarnya telah memahami
kata-kata yang belum bisa mereka ucapkan (Pan & Uccelli, 2009).
Seperti halnya ketika bayi sudah mampu mengetahui namanya sendiri
pada usia 5 bulan.
Walaupun begitu, kata-kata pertama bayi biasanya baru keluar
ketika bayi berusia 10-15 bulan. Rata-rata pada usia 13 bulan, bayi
memahami 50 kata, namun bayi baru mampu menyebutkan setelah
berusia 18 bulan. Di anatar 18 bulan-2 tahun, bayi telah mampu
mengucapkan 200 kata. Hal ini disebut dengan vocabulary spurt, atau
pertumbuhan yang terlewat cepat dalam pemahaman dan pengucapan
kata oleh bayi.
5. Perkembangan Dua Kata
Pada usia 18-24 bulan, bayi biasanya telah bisa menyampaikan hal
dengan dua kata seperti “kucing keluar”, “itu buku”, “mau ini”, dan
lain-lain. Dalam menyampaikan makna dari kata-kata yang mereka
ucapkan, bayi menggunakan gestur, berbagai macam nada, dan
konteks yang berbeda.
Seperti contohnya, ketika bayi berkata “mama susu” dengan
menunjuk gelas, bayi kemungkinan merasa haus dan ingin minum
susu.
6. Gestur
Selain menyampaikan pesannya dengan suara, bayi juga
menggerakan tubuhnya untuk memperjelas apa yang ingin
disampaikannya. Penggunaan gestur ini muncul sekitar 8-12 bulan.
Bayi telah belajar bahwa gerakan melambaikan tangan berarti “dadah”
dan orang yang lebih dewasa yang melakukan gerakan lambaian
tangan akan menghilang. Bayi juga belajar bahwa mengangguk berarti
“iya” dan dapat menunjuk kucing yang lewat untuk dapat diajak
bermain.

Peran berbicara dalam komunikasi pada bayi :

1. Merupakan ungkapan sayang pada bayi.


2. Melatih bayi untuk mengucapkan kata-kata sederhana, sehingga
lambat laun bayi akan menirukannya.
3. Mengajak bayi berbicara akan merangsang kinerja syaraf pendengaran
dan otak untuk merangsang syaraf pada indera pengecapan.
4. Membuat rasa nyaman pada bayi sehingga bayi tidak merasa diabaikan
dan merasa lebih diperhatikan.
Teknik komunikasi pada bayi :

Teknik komunikasi secara verbal :

1. Dengan cara menimang-nimang bayi saat tidur dan menyanyikan lagu


2. Dengan cara merespon tangisannya
3. Mengajak bicara setiap akan melakukan suatu hal

Teknik komunikasi secara non verbal :

1. Dengan cara sentuhan


2. Dengan ekspresi

 Pada usia bayi 0-2 bulan


Sering-seringlah mengajak bayi berkomunikasi pada berbagai suasana.
Berbicaralah dengan intonasi lembut dan jangan mengabaikan
tangisannya. Karena itulah cara komunikasi pertama kalinya.
 Pada usia bayi 2-6 bulan
Sering-seringlah mengajak bayi berkomunikasi dengan intonasi yang
berbeda-beda, ekspresi wajah yang menyenangkan, ajak mereka
menyanyikan lagu, dan jangan lupa untuk mengajak mereka bercanda.
 Pada usia bayi 6-12 bulan
Berbicaralah dengan kata yang sederhana dan intonasi serta pengucapan
yang jelas karena kelas mereka akan menirukannya.

2.2 Komunikasi Pada Anak


Pada masa pra-sekolah atau masa anak-anak awal adalah periode
pada saat anak berusia 2-6 tahun. Pada masa ini, anak mulai mandiri dan
mengembangkan keterampilan dirinya untuk berinteraksi dengan orang
lain.
Anak adalah individu yang unik dan memiliki respon yang
berbeda-beda untuk kebutuhan mereka. Anak dengan keunikannya
mempunyai cara yang berbeda pula dalam menyatakan keinginannya.
Untuk berkomunikasi dengan anak, diperlukan pendekatan atau teknik
khusus agar hubungan yang dijalankan dapat berlangsung dengan baik
sesuai dengan tumbuh kembang anak.
Secara umum ada dua teknik berkomunikasi yang digunakan pada
anak, yaitu teknik komunikasi verbal dan non verbal

Teknik komunikasi verbal :

1. Teknik Orang Ketiga


Teknik ini merupakan teknik komunikasi secara tidak langsung dengan
cara menggunakan orang ketiga seperti “dia” atau “mereka”. Orang
ketiga yang biasanya dilibatkan dalam komunikasi adalah ibu/ayah,
kakak dan adik. Teknik ini dapat mengurangi perasaan terancam dan
meningkatkan rasa percaya diri anak. Teknik ini juga dapat digunakan
saat perawat memberikan komentar pada diri anak dengan cara tidak
langsung pada pokok pembicaraan dengan melibatkan kakak atau
ibunya.
2. Neuro Linguistic Programming (NLP)
Pendekatan ini dilakukan untuk mengerti proses komunikasi dengan
memperhatikan gaya/perilaku sehingga informasinya dapat diterima
dan dimengerti. Untuk bisa memahami komunikasi dengan anak
diperlukan tiga macam sensorik yaitu : penglihatan, pendengaran dan
kinestetik. Perawat dapat meningkatkan hubungan dan komunikasi
dengan anak melalui fungsi sensorik tersebut. Untuk berkomunikasi
dengan anak tipe visual, perawat dapat menggunakan alat bantu seperti
gambar-gambar atau ilutrasi. Untuk berkomunikasi dengan anak tipe
audio, perawat dapat menggunakan kata-kata atau suara-suara dengan
bahasa yang sederhana dan mudah dipahami anak. Dan untuk
berkomunikasi dengan anak tipe kinestetik, dapat dilakukan dengan
menggunakan alat atau manipulasi objek-objek tertentu.

3. Respon Memfasilitasi (Facilitative Responding)


Facilitative Responding adalah mendengarkan secara seksama dan
membayangkan kembali perasaan-perasaan dan isi pernyataan anak.
Termasuk dalam hal ini adalah respon yang empati dan tidak
menghakimi.
Contoh :
Seorang anak berkata “Saya tidak mau sakit dan minum obat ini”.
Teknik respon fasilitatif yang dapat digunakan perawat adalah “Tidak
enak ya obatnya?”.
4. Bercerita (Story Telling)
Bercerita menggunakan bahasa anak dapat menghindari ketakutan-
ketakutan yang terjadi selama anak dirawat. Teknik story telling dapat
dilakukan dengan cara meminta anak menceritakan tentang
pengalamannya ketika sedang diperiksa oleh dokter. Teknik ini juga
dapat menggunakan gambar dari suatu peristiwa (misalnya gambar
perawat saat membantu makan) dan meminta anak untuk
menceritakannya dan selanjutnya perawat masuk dalam masalah yang
dihadapi anak. Tujuan dari teknik ini adalah membantu anak masuk
kedalam masalahnya.
Contoh :
Anak bercerita tentang ketakutannya saat diperiksa oleh perawat.
Kemudian perawat bercerita bahwa pasien anak disebelah juga
diperika tetapi tidak merasa takut karena perawatnya baik dan ramah-
ramah. Dengan demikian diharapkan perasaan takut anak akan
berkurang karena semua anak juga diperiksa seperti dirinya.
5. Bibliotheraphy
Bibliotheraphy adalah teknik komunikasi terapeutik pada anak yang
dilakukan dengan menggunakan buku-buku dalam rangka proses
therapeutic dan supportive. Sasarannya adalah membantu anak
mengungkapkan perasaan-perasaan dan perhatiannya melalui aktivitas
membaca. Cara ini dapat memberi kesempatan pada anak untuk
menjelajahi suatu kejadian yang sama dengan keadaannya tetapi
sedikit berbeda. Pada dasarnya buku tidak mengancam karena anak
dapat sewaktu-waktu menutup buku tersebut atau berhenti
membacanya saat dia merasa tidak aman atau tidak nyaman.
Dalam menggunakan buku untuk berkomunikasi dengan anak, yang
perlu diperhatikan adalah mengetahui emosi dan pengetahuan anak
serta melakukan penghayatan terhadao cerita sehingga dapat
menyampaikan sesuai dengan maksud dalam buku yang dibaca dengan
bahasa yang sederhana dan dapat dipahami anak. Selanjutnya
diskusikan isi buku dengan anak dan bersama anak membuat
kesimpulan.
6. Mimpi
Mimpi adalah aktivitas tidak sadar sebagai bentuk perasaan dan
pikiran yang ditekan ke alam tidak sadar. Mimpi ini dapat digunakan
oleh para perawat untuk mengidentifikasi adanya perasaan bersalah,
perasaan tertekan, perasaan jengkel atau perasaan marah yang
mengganggu anak sehingga terjadi ketidaknyamanan.
7. Meminta untuk Menyebutkan Keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan
meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai
keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat
menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat itu.
8. Bermain dan Permainan
Bermain adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling penting dan
dapat menjadi teknik yang paling efektif untuk berhubungan dengan
anak. Dengan bermain dapat memberikan petunjuk mengenai tumbuh
kembang fisik, intelektual dan sosial. Terapeutik Play sering
digunakan untuk mengurangi trauma akibat sakit atau rumah sakit atau
untuk mempersiapkan anak sebelum dilakukan prosedur
medis/perawatan. Perawat dapat melakukan permainan bersama anak
sehingga perawat dapat melakukan permainan bersama anak sehingga
perawat dapat bertanya dan mengekplorasi perasaan anak selama di
rumah sakit.
9. Melengkapi Kalimat (Sentences Completion)
Teknik komunikasi ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk
menyempurnakan atau melengkapi kalimat yang dibuat perawat.
Dengan teknik ini perawat dapat mengetahui perasaan anak tanpa
bertanya secara langsung kepadanya. Misalnya terkait dengan
kesehatannya atau perasaannya. Pernyataan dimulai dengan yang
netral kemudian dilanjutkan dengan pernyataan yang difokuskan pada
perasaannya.
Contoh :
“Hal-hal yang menyenangkan saat di rumah adalah .............”
“Dirumah sakit ini hal yang dapat menyenangkan atau menghibur hati
adalah...............”
10. Pro dan Kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan
atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan
situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai
dengan pendapat anak. Teknik komunikasi ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengeksplorasi perasaan-perasaan anak, baik yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Teknik ini penting
diterapkan untuk menciptakan hubungan baik antara perawat dengan
anak. Teknik ini dimulai dari hal-hal yang bersifat netral selanjutnya
hal yang khusus. Teknik ini dapat dilakukan bersama dengan keluarga
atau dimulai dari keluarga (ayah, ibu atau kakak).
Contoh :
o Topik netral : Anak diminta menceritakan hobi-nya, selanjutnya
anak diminta menyebutkan kebaikan-kebaikan dari hobi-nya dan
keburukan-keburukan dari hobi-nya.
o Topik khusus : Anak diminta menceritakan pengalamannya di
rawat di rumah sakit, selanjutnya anak diminta menyebutkan
kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan di rawat di rumah
sakit.

Teknik komunikasi non verbal :

1. Menulis
Menulis adalah pendekatan komunikasi yang secara efektif tidak saja
dilakukan pada anak tetapi juga pada remaja. Ungkapan sayang sulit di
komunikasikan secara verbal bisa ampuh dengan komunikasi lewat
tulisan. Cara ini dapat dilakukan apabila anak sudah memiliki
kemampuan untuk menulis.
Melalui cara ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada
keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan
pada anak yang jengkel, marah dan diam.
Perawat dapat memulai komunikasi dengan cara
memeriksa/menyelidiki tentang tulisan dan mungkin juga meminta
untuk membaca beberapa bagian. Dengan menulis perawat dapat
mengetahui apa yang dipikirkan anak dan bagaimana perasaan anak.
2. Menggambar
Teknik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk
menggambarkan sesuatu terkait dengan dirinya, misalnya perasaan,
apa yang dipikirkan, keinganan, dan lain-lain. Dasar asumsi dalam
menginterpretasi gambar adalah bahwa anak-anak mengungkapkan
tentang dirinya melalui coretan atau gambar yang dibuat. Dengan
gambar akan dapat diketahui perasaan anak, hubungan anak dalam
keluarga, adakah sifat ambivalen atau pertentangan, keprihatinan atau
kecemasan pada hal-hal tertentu.
Pengembangan dari teknik menggambar ini adalah anak dapat
menggambarkan keluarganya dan dilakukan secara bersama antara
keluarga (ayah/ibu) dengan anak. Anak diminta menggambar suatu
lingkaran untuk melambangkan orang-orang yang berada dalam
lingkungan kehidupannya dan gambar bundaran-bundaran didekat
lingkaran menunjukkan keakraban/kedekatan. Menggambar bersama
keluarga merupakan satu alat yang berguna untuk mengungkapkan
dinamika dan hubungan keluarga.

Struat & Sundeen (1998) menguraikan bahwa dalam berkomunikasi


dengan anak dapat menggunakan beberapa teknik, yaitu :
a. Nada Suara
Gunakan nada suara lembut, terutama jika emosi anak dalam
keadaan tidak stabil. Hindari berteriak karena berteriak hanya akan
mendorong pergerakan fisik dan merangsang kemarahan anak
semakin meningkat.
b. Aktivitas Pengalihan
Untuk mengurangi kecemasan anak saat berkomunikasi, gunakan
aktivitas pengalihan misalnya membiarkan anak bermain dengan
barang-barang kesukaannya seperti boneka, mobil-mobilan,
kacamata, dan lain-lain. Atau komunikasi dilakukan sambil
menggambar bersama anak. Bermacam-macam aktivitas ini akan
berdampak fokus anak terlihkan sehingga dia merasa lebih
rileks/santai pada saat berkomunikasi.
c. Kontak Mata, Psotur dan Jarak Fisik .
Pembicaraan atau komunikasi akan terasa lancar jika kita sejajar.
Saat berkomunikasi dengan anak, sikap ini dapat dilakukan dengan
cara membungkuk atau merendahkan posisi kita sejajar dengan
anak. Dengan posisi sejajar akam memungkinkan kita dapat
mempertahankan secara jelas apa yang dikomunikasikan anak
d. Ungkapan Marah
Kadang-kadang, anak merasa tidak senang dan marah, pada situasi
ini ijinkanlah anak untuk mengungkapkan perasaan marahnya dan
dengarkanlah dengan baik dengan penuh perhatian apa yang
menyebabkan dia merasa jengkel dan marah. Untuk memberikan
katenangan pada anak saat marah, duduklah dekat dia, pegang
tangan/ pundaknya atau peluklah dia. Dengan cara-cara seperti
tersebut, anak akan merasa aman dan tenang bersama anda.

e. Sentuhan
Sentuhan adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara
memegang sebagian tangan atau bagian tubuh anak misalnya
pundak, usapan di kepala, berjabat tangan atau pelukan, bertujuan
untuk memberikan perhatian dan penguatan terhadap komunikasi
yang dilakukan antara anak dengan orang tua. Dengan kontak fisik
berupa sentuhan ini, anak merasa dekat dan aman selama
komunikasi. Teknik ini efektif dilakukan saat anak merasa sedih,
menangis atau bahkan marah.

Perkembangan komunikasi pada anak, mempunyai karakteristik


yang berbeda-beda dan spesifik pada setiap tingkat perkembangannya.
Berikut ini akan diuraikan perkembangan komunikasi mulai dari toddler
dan pra sekolah, dan usia sekolah.

a. Penerapan Komunikasi pada Kelompok Toddler (1-3


Tahun) dan Pra Sekolah (1-6 Tahun)
Pada kelompok usia ini, anak sudah mampu berkomunikasi
secara verbal maupun non verbal. Anak sudah mampu
menyatakan keinginan dengan menggunakan kata-kata yang
sudah dikuasainya. Ciri khas anak kelompok usia ini adalah
egosentris, dimana mereka melihat segala sesuatu hanya
berhubungan dengan dirinya sendiri dan melihat sesuatu hanya
berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Anak tidak mampu
membedakan antara kenyataan dan fantasi, sehingga tampak
jika mereka berbicar akan banyak ditambahkan dengan fantasi
diri tentang objek yang diceritakan.
Contoh Implementasi Komunikasi dalam Keperawatan :
 Memberi tahu apa yang akan terjadi pada diri anak
 Memberi kesempatan pada anak untuk menyentuh alat
pemeriksaan yang akan digunakan
 Nada suara rendah dan bicara lambat. Jika anak tidak
menjawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan
sederhana
 Hindari sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata
“jawab dong”
 Mengalihkan aktivitas saat berkomunikasi misalnya
dengan memberikan mainan saat komunikasi
 Menghindari konfrontasi langsung
 Jangan sentuh anak tanpa disetujui anak
 Bersalaman dengan anak saat memulai interaksi, karena
bersalaman dengan anak merupakan cara untuk
menghilangkan perasaan cemas
 Mengajak anak mengambar, menulis atau bercerita
untuk menggali perasaan dan fikiran anak
b. Komunikasi Pada Usia Sekolah (7-11 Tahun)
Pada masa ini anak sudah mampu untuk memenuhi komunikasi
penjelasan sederhana yang diberikan. Pada masa ini anak akan
banyak mencari tahu hal-hal baru dan akan belajar
menyelesaikan masalah yang dihadapinya berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya. Pada masa ini anak harus
difasilitasi untuk mengekspresikan rasa takut, rasa heran,
penasaran, berani mengajukan pendapat dan melakukan
kalrifikasi terhadap hal-hal yang tidak jelas baginya.
Contoh Implementasi Komunikasi dalam Keperawatan :
 Memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak
dengan menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik
 Menjelaskan sesuatu yang ingin diketahui anak
 Pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan
prosedural dari objek tertentu sangat tinggi, maka
jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya.
 Jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan
membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara
efektif.

2.3 Komunikasi Pada Usia Remaja


Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang
lebih positif, terjadi konseptulisasi mengingat masa ini adalah masa
peralihan anak menjadi dewasa. Komunikasi yang dapat dilakukan pada
usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari
beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga
kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan
anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.
Batas usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah
antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya
dibedakan atas tiga, yaitu 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18
tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa
remaja akhir.

Tugas perkembangan pada masa remaja menurut Garison :

 Menerima keadaan diri sendiri


 Mendapatkan hubungan baru yang lebih matang dengan teman
sebaya dari kedua jenis kelamin
 Menerima keberadaan sebagai pria atau wanita dan belajar hidup
sesuai dengan keadaan
 Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lain
 Mendapatkan kemampuan untuk bertanggung jawab dalam
masalah ekonomi dan keuangan
 Mendapatkan nilai hidup dan falsafah hidup

Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi pada


remaja :

1. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka komunikasi
akan berlangsung secara efektif.
2. Pengetahuan
Semakin banyak pengetahuan yang didapat maka komunikasi
berlangsung secara efektif
3. Sikap
Sikap mempengaruhi dalam berkomunikasi, bila komunikan
bersifat pasif/tertutup maka komunikasi tidak berlangsung secara
efektif.
4. Usia Tumuh Kembang Status Kesehatan Anak
Bila ingin berkomunikasi, maka harus disesuaikan dengan tingkat
usia agar komunikasi tersebut berlangsung secraa efektif.
5. Saluran
Saluran sangat penting dalam berkomunikasi agar pesan dapat
tersampaikan ke komunikan dengan baik.
6. Lingkungan
Lingkungan juga sangat berperan penting dalam berkomunikasi,
semakin bagus/indah lingkungan yang ditempati maka dalam
berinteraksi akan terasa nyaman dan aman.

Berikut ini sikap perawat, orang tua atau orang dewasa lain yang perlu
diperhatikan saat berkomunikasi dengan remaja :

1. Menjadi pendengar yang baik dan memberi kesempatan pada


mereka untuk mengekspresikan perasaannya, pikiran dan sikapnya.
2. Mengajak remaja berdiskusi terkait dengan perasaan, pikiran dan
sikapnya.
3. Jangan memotong pembicaraan dan jangan berkomentar atau
merespon yang berlebihan pada saat remaja menunjukkan sikap
emosional, maka sikap kita adalah memberika support atas segala
masalah yang dihadapi remaja dan membantu untuk menyelesaikan
masalah dengan mendiskusikannya.
4. Perawat atau orang dewasa lain harus dapat menjadi sahabat untuk
remaja, tempat berbagi cerita suka dan duka.

Penerapan komunikasi terapeutik pada remaja sebagai berikut :

1. Komunikasi terbuka “bagaimana sekolahmu?”, “apa yang membuatmu


senang hari ini?”.
2. Komunikasi dua arah, yaitu bergantian yang berbicara dan yang
mendengarkan. Jangan mendominasi pembicaraan, sediakan waktu
untuk remaja dalam menyampaikan pendapatnya.
3. Mendengar aktif artinya tidak hanya sekedar mendengar tetapi juga
memahami dan menghargai apa yang diutarakan remaja. Terima dan
refleksikan emosi yang ditunjukkan, misalnya dengan mengatakan,
“Ibu tahu, kamu kesal diejek seperti itu.....”.
4. Sediakan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan remaja. Jika
sedang tidak bisa, katakan terus terang.
5. Jangan memaksa remaja untuk mengungkapkan sesuatu yang dia
rahasiakan karena akan membuatnya tidak nyaman dan enggan
berkomunikasi. Anak remaja sudah mulai memiliki privasi yang tidak
boleh diketahui orang lain.
6. Utarakan perasaan anda jika ada perilaku remaja yang kurang tepat dan
jangan memarahi atau membentak.
7. Dorong anak untuk mengatakan hal-hal positif tentang dirinya.
8. Perhatikan bahasa tubuh remaja.
9. Hindari komentar menyindir atau meremehkan anak. Berikan pujian
pada aspek terbaik yang dia lakukan sekecil apapun.
10. Hindari ceramah panjang dan menyalahkan anak.

Tahapan Komunikasi dengan Remaja

1. Tahap Pra-interaksi
Mengumpulkan data tentang klien dengan mempelajari status atau
bertanaya kepada orang tua tentang masalah yang ada.
2. Tahap Perkenalan
a. Memberi salam dan senyum kepada klien
b. Melakukan validasi
c. Mencari kebenaran data yang ada
d. Mengobservasi
e. Memperkenalkan nama dengan tujuan, waktu dan
f. Menjaga kerahasiaan pasien.
3. Tahap Kerja
a. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, karena akan
memberitahu tentang hal yang kurang dimengerti dalam
berkomunikasi
b. Menanyakan keluhan utama
c. Saat berkomunikasi dengan klien remaja, usahakan berdiskusi atau
curah pendapat seperti teman sebaya.
d. Hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu
e. Jaga kerahasiaan dalam berkomunikasi
4. Tahap Terminasi
a. Menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses dan hasil
b. Memberikan reinforcement positif, tindak lanjut, kontrak, dan
c. Mengakhiri wawancara dengan baik.

2.4 Komunikasi Pada Usia Dewasa


Teknik komunikasi yang dikembangkan pada masa dewasa dengan
mengembangkan komunikasi sebagai media transfer informasi komunikasi
pada dewasa mengalami puncaknya karena kematangan fisik, mental, dan
kemampuan sosial mencapai optimal peran dan tanggung jawab serta
tuntutan sosial telah membentuk orang dewasa melakukan komunikasi
dengan orang lain.
Dalam berkomunikasi dengan dewasa diperlukan pengetahuan
tentang sikap-sikap yang khas. Berikut sikap-sikap psikologis spesifik
pada orang dewasa terhadap komunikasinya :
a. Orang dewasa melakukan komunikasi berdasarkan
pengetahuan/ pengalamannya sendiri
Sikap perawat :
 Menggunakan motivasi untuk mencari pengetahuan
sendiri sesuai yang diinginkan.
 Tidak perlu mengajari tetapi cukup memberikan
motivasi untuk menggantikan perilaku yang kurang
tepat.
b. Berkomunikasi pada orang dewasa harus melibatkan perasaan
dan pikiran
Sikap perawat :
 Gunakan perasaan dan pikiran orang dewasa sebagai
kekuatan untuk merubah perilakunya.
c. Komunikasi adalah hasil kerjasama antara manusia yang saling
memberi pengalaman, saling mengungkapkan reaksi dan
tanggapannya mengenai suatu masalah
Sikap perawat :
 Bekerjasama dengan orang dewasa untuk
menyelesaikan masalah.
 Memberikan kesempatan pada dewasa untuk
mengungkapkan pengalaman dan memberi tanggapan
sendiri terhadap pengalaman tersebut.

Disamping sikap, kita juga harus memperhatikan atau mampu


menciptakan suasana yang dapat mendorong efektifitas komunikasi pada
kelompok usia dewasa.

a. Suasana Hormat Menghormati


Orang dewasa akan mampu berkomunikasi dengan baik apabila
pendapat pribadinya dihormati, ia lebih senang kalau ia boleh turut
berfikir dan mengemukakan fikirannya.
b. Suasana Saling Menghargai
Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, sistem nilai yang
dianut perlu dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri
mereka akan dapat menjadi kendala dalam jalannya komunikasi.
c. Suasana Saling Percaya
Saling mempercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya
akan dapat membawa hasil yang diharapkan. Jangan melakukan
penyangkalan pada apa yang dikomunikasikan oleh orang dewasa,
karena mereka akan tidak percaya dengan anda dan mengakibatkan
tujuan komunikasi tidak tercapai.
d. Suasana Saling Terbuka
Keterbukaan dalam komunikasi sangat diperlukan baik bagi orang
dewasa maupun lansia. Maksud terbuka adalah terbuka untuk
mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain.
Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali.

Komunikasi verbal dan non verbal adalah bentuk komunikasi yang


harus saling mendukung satu sama lain. Seperti halnya komunikasi pada
anak-anak, perilaku non verbal sama pentingnya pada orang dewasa.
Ekspresi wajah, gerakan tubuh dan nada suara memberi tanda tentang
status emosional dari orang dewasa.

Berikut ini teknik komunikasi yang secara khusus harus anda


terapkan saat berkomunikasi dengan orang dewasa :

a. Penyampaian pesan langsung kepada penerima tanpa perantara.


Dengan penyampaian langsung maka klien akan lebih mudah
untuk menerima penjelasan yang disampaikan. Penggunaan
telepon atau media komunikasi lain misalnya tulisan akan
menimbulkan salah persepsi karena tidak ada feedback untuk
mengevaluasi secara langsung.
b. Saling mempengaruhi dan dipengaruhi, maksudnya komunikasi
antara perawat dan pasien dewasa harus ada keseimbangan dan
tidak boleh ada yang mendominasi. Perawat jangan selalu
mendominasi peran sehingga klien ditempatkan dalam keadaan
yang selalu patuh. Teknik ini menekankan pada hubungan
saling membantu (helping-relationship).
c. Melakukan komunikasi timbal balik secara langsung,
maksudnya komunikasi timbal balik dapat meminimalkan
kemungkinan terjadinya salah persepsi. Hubungan dan
komunikasi timbal balik ini menunjukkan pentingnya arti
hubungan perawat-klien.
d. Komunikasi secara berkesinambungan, tidak statis dan bersifat
dinamis.

Materi komunikasi pada dewasa :

a. Pekerjaan dan tugas : pembagian tugas


b. Deskripsi kerja dan transaksi kerja
c. Kegiatan kerumahtanggaan : pembagian tugas dalam keluarga,
pendidikan terhadap anak
d. Kegiatan profesional : pembagian kerja
e. Kegiatan sosial : hubungan sosial, peran, tugas sosial.

Model konsep komunikasi yang tepat dan dapat diterapkan pada


klien dewasa adalah model komunikasi interaksi King dan model
komunikasi kesehatan.

Model King memberikan penekanan pada proses komunikasi


antara perawat-klien. King menggunakan sistem perspektif untuk
menggambarkan bagaimana profesional kesehatan (perawat) untuk
memberi bantuan kepada klien. Pada dasarnya model ini meyakinkan
bahwa interaksi perawat-klien secara stimulan membuat keputusan tentang
keadaan mereka dan tentang orang lain dan berdasarkan persepsi mereka
terhadap situasi.

Komunikasi kesehatan adalah komunikasi yang difokuskan pada


transaksi antara perawat-klien. Tiga faktor utama dalam proses
komunikasi kesehatan yaitu Relationship, Transaksi dan Konteks.

Kedua model ini cocok diterapkan pada klien dewasa karena pada
kedua model komunikasi ini menunjukkan hubungan yang memperhatikan
karakteristik dari klien dan melibatkan pengirim dan penerima. Serta
adanya umpan balik untuk mengevaluasi tujuan komunikasi.

2.5 Komunikasi Pada Lansia


Komunikasi pada lansia berbeda dengan komunikasi dengan
individu lain karena lansia itu pada dasarnya unik.
Kemampuan komunikasi pada lansia (lanjut usia) dapat mengalami
penurunanakibat penurunan fungsi sistem organ, seperti penglihatan,
pendengaran, wicara dan persepsi. Semua ini menyebabkan penurunan
kemampuan lansia menangkap pesan atau informasi dan melakukan
transfer informasi. Penurunan kemampuan komunikasi berlangsung
bertahap dan bergantung pada seberapa jauh gangguan indra dan gangguan
otak yang dialami lansia.
Gangguan ingatan (demensia) berdampak pada penerimaan dan
pengiriman pesan. Dampak pada penerimaan pesan, antara lain: lanjut usia
mudah lupa terhadap pesan yang baru saja diterimanya, kurang mampu
membuat kordinasi dan mengaitkan pesan dengan konteks yang menyertai,
dan bahkan salah dalam menangkap pesan.
Sedangkan dampak dimensia terhadap pengiriman pesan, antara
lain: lansia kurang mampu membuat pesan yang bersifat kompleks,
bingung pada saat mengirim pesan, dan pesan yang disampaikan salah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan
lansia antara lain :
 Ganggungan pendengaran
Gangguan pendengaran menyebabkan lansia hanya dapat
medengar suara yang relatif keras dan pada tempo suara
yang lebih lambat.
 Perubahan sosial
 Pengalaman hidup dan latar belakang

Tips berkomunikasi dengan lansia adalah :


1. Menyediakan waktu ekstra
2. Mengurangi kebisingan
3. Duduk berhadapan
4. Menjaga kontak mata
5. Mendengar aktif
6. Berbicara pelan, jelas dan keras
7. Gunakan kata-kata atau kalimat yang sederhana dan pendek
8. Menetapkan satu topik dalam satu waktu
9. Awali komunikasi dengan topik sederhana
10. Bicarakan tentang topik yang familiar dan menarik bagi lansia
11. Beri kesempatan pada lansia untuk mengenang masa lalu
12. Menyampaikan instruksi secsra tertulis dan sederhana

Secara spesifik pendekatan komunikasi pada lansia dapat


dilakukan berdasarkan empat aspek yaitu :

1. Pendekatan Fisik
Mencari informasi tentang kesehatan objektif, kebutuhan,
kejadian yang dialami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta
penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relatif lebih mudah dilaksanakan dan dicarikan solusinya
karena riil dan mudah diobservasi.
2. Pendekatan Psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada
perubahan perilaku, maka umunya membutuhkan waktu yang
lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai penampung
masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan Sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar
pikiran, bercerita, bermain atau mengadakan kegiatan-kegiatan
kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar
klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun petugas
kesehatan.
4. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasa batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya
terutama bila klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutama bagi
klien yang mempunyai kesadaran tinggi dan latar belakang
keagamaan yang baik.

Mundakir (2006) mengidentifikasi beberapa teknik komunikasi


yang dapat digunakan perawat dalam berkomunikasi dengan lansia yaitu :

a. Teknik Asertif
Asertif adalah menyatakan dengan sesungguhnya, menerima klien apa
adanya. Perawat bersikap menerima yang menunjukkan sikap peduli
dan sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan klien serta
berusaha untuk mengerti/memahami klien. Sikap ini membantu
perawat untuk menjaga hubungan yang terapeutik pada lansia.
b. Responsif
Reaksi spontan perawat terhadap perubahan yang terjadi pada klien
dan segera melakukan klarifikasi tentang perubah tersebut. Teknik ini
merupakan bentuk perhatian perawat kepada klien yang dilakukan
secara aktif untuk memberikan ketenangan klien. Merespon berarti
bersikap aktif, tidak menunggu permintaan dari klien
Contoh :
“Apa yang ibu fikirkan? Apakah ada yang bisa saya bantu bu?”.
c. Fokus
Dalam berkomunikasi, sering kita jumpai lansia berbicara panjang
lebar dan mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi dan
tidak relevan dengan tujuan terapi. Sehubungan dengan hal ini maka
perawat harus tetap fokus pada topik pembicaraan dan mengarahkan
kembali komunikasi lansia pada topik untuk mencapai tujuan terapi.
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang diinginkan.
d. Supportif
Lansia sering menunjukkan sikap labil atau berubah-ubah. Perubahan
ini perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia dengan
cara memberikan dukungan (suportif).
Contoh :
Tersenyum dan mengangguk ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai lansia berbicara.
e. Klarifikasi
Kalrifikasi adalah teknik yang digunakan perawat untuk memperjelas
informasi yang disampaikan klien.
Hal ini penting dilakukan perawat karena seringnya perubahan yang
terjadi pada lansia dapat mengakibatkan proses komunikasi kurang
bisa dipahami. Klarifikasi dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan ulang atau meminta klien memberi penjelasan ulang
dengan tujuan menyamakan persepsi.
Contoh :
“Coba ibu jelaskan kembali bagaimana perasaan ibu saat ini?”.
f. Sabar dan Ikhlas
Perubahan yang terjadi pada lansia terkadang merepotkan dan seperti
kekanak-kanakan. Perubahan ini harus disikapi dengan sabar dan
ikhlas agar hubungan antara perawat-klien lansia dapat efektif dan
terapeutik. Sabar dan ikhlas dilakukan agar tidak timbul rasa jengkel
perawat yang dapat merusak komunikasi dan hubungan perawat-klien
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Dwi, dkk, 2012, Komunikasi Terapeutik Pada Klien Dewasa, [online],
(https://dokumen.tips/documents/komunikasi-terapeutik-dengan-klien-
dewasa.html, diakses 17 Februari 2018)
Anjaswarni, Tri, 2013, Peran Komunikasi Berdasarkan Tingkat Usia, [online],
(https://www.slideshare.net/mobile/pjj_kemenkes/penerapan-komunikasi-
terapeutik-pada-bayi-dan-anak, diakses 17 Februari 2018)
Anjaswarni, Tri, 2013, Peran Komunikasi Berdasarkan Tingkat Usia, [online],
(https://www.slideshare.net/mobile/pjj_kemenkes/penerapan-komunikasi-
terapeutik-pada-dewasa-dan-lanjut-usia, diakses 17 Februari 2018)
Anwarawati, Fitria, dkk, Komunikasi Pada Bayi, [online],
(https://www.slideshare.net/mobile/FitriaAnwarawati/komunikasi-pada-bayi,
diakses 17 Februari 2018)
Astari, Gadis Rima, 2017, Mengenal Tahapan Perkembangan Bahasa Pada
Bayi, [online], (https://www.hellosehat.com/parenting/tips
parenting/perkembangan-bahasa-pada-bayi/, diakses 17 Februari 2018)

Anda mungkin juga menyukai