Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas
rahmat dan limpah kasih-Nya sehingga makalah yang berjudul “ Tanaman Pewarna
Alami Di Kabupaten Sumba Timur ” dapat diselesaikan. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Etnobotani.

Dalam makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini
berguna untuk menambah informasi bagi pembaca.

Kupang, Oktober 2018

Penyusun
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN
A. Tenun Ikat Sumba Timur.
B. Pewarna Alami Tenun Ikat Sumba Timur.

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejalan dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan fasilitas-

fasilitas pendukung yang semakin banyak, masyarakat mulai menggunakan berbagai

layanan yang bersifat komputerisasi, karena kemudahan dan banyaknya pilihan dapat

mempermudah segala kebutuhan yang harus dipenuhi dan diselesaikan. Hal ini dapat

dilihat dari pemanfaatan teknologi informasi diberbagai bidang seperti bidang

pendidikan, telekomunikasi, bisnis, hiburan, dan sebagainya.

Bagi masyarakat Sumba Timur kain tenun ikat telah menyatu dalam kehidupan

keseharian dan memiliki makna tersendiri. Kekhasan tenun ikat ini juga memberikan

sumbangan yang berarti bagi ketenaran Sumba Timur dimata dunia. Disebut tenun ikat

karena dalam proses pembuatan kain tersebut kegiatan mengikat sangat berperan untuk

menyesuiakan pola atau motif-motif yang sudah ditentukan sebelumnya. Kekuatan

kaintenun Sumba Timur bukan saja terletak pada desain yang unik, penuh simbol-

simbol dekoratif bermakna sosial kemasyarakatan hingga keagamaan ataupun tata

warna alamiah yang sangat menarik justru, pada proses pembuatan yang melibatkan

jiwa penenunnya tersebut, yang memungkinkan waktu berbulan-bulan kerja dilalui

dengan penuh kesabaran serta ketekunan yang luar biasa.

Rambu Art Collection di Sumba Timur merupakan usaha yang bergerak

dibidang penjualan kain tenun. Pada saat ini penjualanya hanya disekitar Pulau Sumba.

Sedangkan proses penjualannya dilakukan dengan cara pembeli datang langsung di


4

toko, selain itu juga kain tenun tersebut dijual di pasar – pasar sekitar dan pada saat

pameran budaya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Cara Pembuatan Tenun Ikat Di Sumba?
2. Apa Yang Digunakan Masyarakat Sumba Untuk Mewarnai Tenun Ikat ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Cara Pembuatan Tenun Ikat Sumba Timur.

2. Untuk Mengetahui Pewarna Alami Tenun Ikat Sumba Timur.


5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tenun Ikat Sumba

Berdasarkan analisis fitokimia pada daun nila dan akar mengkudu sebagai
sumber pewarna alami tenun ikat Sumba Timur menggunakan GC-MS dan uji
pigmen menggunakan Spektropometri UV-Vis untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat tentang kandungan yang ada pada daun nila dan akar mengkudu. Hasil
analisis akan digunakan untuk mencari alternatif bahan pewarna alam yang
kualitasnya sama atau mirip.

Tenun ikat Sumba Timur adalah salah satu karya seni terbaik yang
dihasilkan oleh anak bangsa dari wilayah Timur Indonesia. Selain motifnya yang
khas, warna tenun ikat Sumba Timur juga unik karena menggunakan pewarna alam
warisan leluhur yang berasal dari bagian tanaman, khususnya daun nila atau wora
(Indigofera tinctoria L.) dan akar mengkudu atau kombu (Morinda citrifolia L.).
Kedua jenis pewarna alam itu menghasilkan warna-warna yang selama ini
mendominasi tenun ikat Sumba Timur yaitu; merah, biru,dan hitam. Hingga kini,
proses pewarnaan tenun ikat dilakukan dengan cara tradisional yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya nyaris tanpa sentuhan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sayangnya budidaya kedua jenis tanaman yang
menghasilkan warna-warna tersebut belum berkembang secara signifikan.
Sementara kebutuhan akan pewarna alam tersebut semakin meningkat seiring
dengan permintaan pasar akan tenun ikat Sumba Timur yang menggunakan
pewarna alam.

Untuk mendapatkan akar mengkudu sebagai sumber pewarna alami masih


menggunakan cara tradisional yaitu menggali di sekitar sebuah pohon mengkudu
yang dapat membahayakan keberadaan pohon mengkudu itu sendiri. Di sisi lain,
hingga kini belum ada budidaya mengkudu yang cukup signifikan untuk menjamin
6

ketersediaan bahan baku pewarna alam tersedia secara berkelanjutan. Proses


ekstraksi pigmen penghasil warna alam dari daun nila masih menggunakan cara-
cara tradisional dan teknologi sederhana. Proses tersebut selain membutuhkan
waktu yang cukup lama, juga seringkali gagal karena belum adanya komposisi
yang tepat untuk menghasilkan warna biru dengan gradasi warna tertentu.

Seni tenun berkaitan erat dengan sistem pengetahuan, budaya, kepercayaan,


lingkungan alam, dan sistem organisasi sosial dalam masyarakat. Karena kultur sosial
dalam masyarakat beragam, maka seni tenun pada masing-masing daerah memiliki
perbedaan Oleh sebab itu, seni tenun dalam masyarakat selalu memiliki ciri khas, dan
merupakan bagian dari representasi budaya masyarakat tersebut. Kualitas tenunan
biasanya dilihat dari mutu bahan, keindahan tata warna, motif, dan ragi hiasannya. Di
zaman modern ini pun ketika pabrik pemintalan benang mampu menghasilkan ribuan,
bahkan jutaan meter tekstil dengan cara yang praktis, tradisi memintal benang untuk
membuat kain masih ditekuni di beberapa tempat, tak terkecuali di Pulau Sumba, satu
daratan kecil Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tenun ikat merupakan salah satu hasil kerajinan tangan masyarakat Waingapu
di kabupaten Sumba Timur. Membuat kain tenun ikat merupakan kebiasaan wanita
Waingapu sejak ratusan tahun lalu. Hingga kini, mereka membuat kerajinan ini untuk
dipakai sendiri ataupun dijual ke orang lain. Hal ini dialami oleh salah seorang ketua
Sanggar Paluanda Lama Hamu yang ada di Praikundu, Lambanapu, Waingapu, Sumba
7

Timur. Sanggar Paluanda Lama Hamu sendiri berarti” Bergandeng Tangan Menuju
Arah yang Baik”. Kelompok seniiman ini didirikan pada tahun 1999, oleh Agustina
Kahi Atanau. Kesungguhan Paluanda Lama Hamu melestarikan dan mengembangkan
kearifan tradisional tentang proses pewarnaan alam dalam penciptaan kain tenun ikat,
disertai pula dengan kesadarann tinggi untuk menjaga kelestarian pepohonan yang
menjadi bahan pewarna alami. Kornelis Ndapakamang. Laki-laki yang berawal dari
tahun 1994 yakni mendesain motif tenun ikat Sumba dan sejak tahun1997, Kornelis
telah menekuni tenun ikat sumba khusus memakai pewarna alam.

Setiap helai kain tenun ikat Sumba Timur sejatinya adalah sebuah lukisan.
Selalu ada keunikan di setiap helai kainnya. Setiap helai kain tenun ikat Sumba Timur
memiliki nilai seni yang sangat tinggi karena mengungkapkan kreativitas dan imajinasi
sang seniman tenun. Selain merekam peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan
bernasyarakat, kain tenun juga menitipkan pesan melalui simbol-simbol yang bercerita.
Beberapa keunikan dalam pembuatan tenun ikat Sumba Timur, yakni untuk membuat
tenun ikat Sumba Timur ini sang desainer melalui beberapa proses, seperti bahan baku
kapas dan pewarna alami yang didapatkan dari pembudidayaan di lahan masing-masing
anggota.

Tumbuhan-tumbuhan pewarna seperti, Indigo atau biasa disebut Nila,


mengkudu, kayu kuning, dan pohon bakau yang diambil di pinggir pantai. Untuk
membuat lima lembar kain untuk ukuran 120 x 275 cm itu dibutuhkan 3 kg pasta indigo
kering, dan 30 kg akar mengkudu. Adapun cara membuat pasta Indigo adalah daun
Indigo dipotong, kemudian direndam dalam air selama satu malam. Daun indogo yang
sudah direndan selanjutnya diperas, kemudian dicampur dengan kapur sirih, ditiris dan
dikeringkan dengan cara dijemur dalam proses pembuatan pasta indigo ini
menghabiskan 5-8 hari.
8

Zat pewarna alami dalam pembuatan tenun ikat Sumba


9

Setelah diwarnai kemudian masuk ke tahap proses penenunan dengan


menggunakan alat tenun sederhana juga yang terbuat dari kayu.

Alat tenun yang digunakan dalam pembuatan tenun ikat Sumba Timur
10

Motif tenun ikat sumba ada berbagai macam jenis, salah satunya tenun Kambera
Sumba Timur yang menceritakan tentang kebudayaan dan kemajuan dari salah satu
daerah yang diakui sebagai produksi kuda terbaik di Nusantara. Kambera adalah nama
salah satu kecamatan di Sumba Timur yang merupakan kumpulan keluarga-keluarga
besar atau orang Sumba sendiri biasa menyebutnya Klan. Salah satu motif Kambera
bercerita tentang perkembangan peralihan alat transportasi masyarakatat Sumba Timur
dari masa menggunakan kuda sebagai alat transportasi hingga munculnya sepeda
motor yang biasa disebut “Kuda Besi” tak hanya itu, motif ayam dalam tenun ikat
tersebut melambangkan bahwa ayam sangat penting dalam upacara adat, sedangkan
motif buaya melambangkan keperkasaan.

Proses pembuatan pewarna alami dari akar mengkudu


Selain dikenal sebagai tanaman obat, akar mengkudu juga dikenal dapat digunakan
untuk membuat pewarna untuk industri tektil. Berikut ini kelompok kami akan
mencoba membuat pewarna alami dari bahan akar mengkudu. Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut :

Pertama-tama. Cabut pohon mengkudu hingga keakar-akarnya.


11

Setelah itu cuci akar mengkudu dan potong-potong akar menjadi beberapa bagian.
Setelah akar terpotong-potong maka masukkan potongan akar ke dalam panci yang
sebelumnya telah diisi air sebanyak 6 liter.

Lalu rebus diatas kompor pada suhu 100 derajat Celcius sampai sekitar 2 jam atau
hingga volume air tinggal 2 liter.
12

Setelah proses perebusan maka warna air akan berwarna merah kecoklatan sehingga
telah dapat digunakan sebagai pewarna pada tekstil. Berikut ini merupakan hasil dari
pewarnaan menggunakan akar mengkudu.

B. Klasifikasi Pewarna Alami Tenun Ikat Sumba

 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mengkudu

Mengkudu ( Morinda citrifolia L ) atau juga sering di sebut pace adalah salah
satu tanaman asli indonesia.

Klasifikasi
Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
13

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : magnoliopsida

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Morinda

Spesies : Morinda citriffolia L.

Morfologi Tanaman Mengkudu


a. Pohon
Tanaman ini tidak terlalu besar, dengan ketinggian 3-8 meter. Memiliki
batang bengkok berdahan kaku, memiliki akar tunggang yang tertancap di
dalam tanah. kulit batang berwarna kecoklatan, beralur dangkal, tidak
berbulu, anak cabangnya segi empat.

b. Daun
Daun tanaman ini besar dan tunggal. Daun bertangkai, bulat telur hingga
berbentuk elips, kebanyakan daun runcing, berwarna hijau mengkilap yang ber
ukuran 5-17 cm. Daun ini memiliki banyak variasi seperti bentuk bulat, bertepi
rata, hijau kekuningan, gundul dengan panjang 1,5 cm.

c. Bunga
Bunga tanaman mengkudu berbentuk bongkol dengan tangkai 1-4 cm, rapat,
berbunga banyak, tumbuh di dekat batang. Bunga berbau harum dan wangi,
serta memiliki mahkota berbentuk tabaung, terompet, putih dalam lehernya
berambut wol, panjang tabung mencapai 1,5 cm. Benag sari berjumlah 4,
tumbuh menjadi satu dengan mahkota sehingga berukuran besar.
14

d. Buah
Buah tanaman mengkudu bulat atau lonjong seprti telur ayam.
Permukaan buah terbagi sel polgonal ( bersegi banyak ) yang berbintik-binti
atau berkutil. Buah awal berwarna hijau dan menjadi kekuning-kuningan ketika
matang dan setelah matang buah akan menjadi lunak. Sehingga berjatuhan di
bawah pohon.

e. Biji
Biji buah mengkudu berwarna hitam, memiliki albumen yang keras dan
ruang udara yang tampak jelas( berpori-pori ). Bijinya memiliki daya tumbuh
yang baik walapun sudah disimpan 6 bulan. Perkecambahan 3-9 setelah di
semaikan.

Klasifikasi Tanaman Nila

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Indigofera
Spesies : Indigofera tinctoria

Asal usul dan penyebaran geografis, marga Indigofera (tanaman nila) yang
besar (kira-kira 700 jenis) tersebar di seluruh wilayah tropika dan subtropika di Asia,
Afrika dan Amerika sebagian besar jenisnya tumbuh di Afrika dan Himalaya bagian
selatan. Kira-kira 40 jenis asli Asia Tengara, dan banyak jenis lainnya telah
diintroduksikan ke wilayah ini. Banyak jenisnya yang telah dibudidayakan di seluruh
wilayah tropika. Indigofera arrecta adalah tumbuhan asli Afrika Timur dan Afrika
bagian selatan, serta telah diintroduksikan ke Laos, Vietnam, Filipina (Luzon), dan
Indonesia (Sumatera, Jawa, Sumba, Flores). Kedua anak jenis dari Indigofera
15

suffruticosa berasal dari Amerika tropika, dan di daerah-daerah tertentu di Jawa


dibudidayakan. Indigofera tinctoria mungkin berasal dari Asia, tetapi kini tersebar di
seluruh wilayah pantropik.

Manfaat dan kegunaan tanaman Indigofera dimanfaatkan secara luas sebagai


sumber pewarna biru, tarum, di seluruh wilayah tropika. Jenis-jenis ini juga dianjurkan
untuk ditanam sebagai tanaman penutup tanah dan sebagai pupuk hijau, khususnya di
perkebunan-perkebunan teh, kopi, karet. Daun Indigofera arrecta dan Indigofera
tinctoria digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan penyakit ayan
dan gangguan syaraf, juga untuk luka dan borok.
16

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tenun ikat Sumba Timur adalah salah satu karya seni terbaik yang
dihasilkan oleh anak bangsa dari wilayah Timur Indonesia. Selain motifnya yang
khas, warna tenun ikat Sumba Timur juga unik karena menggunakan pewarna alam
warisan leluhur yang berasal dari bagian tanaman, khususnya daun nila atau wora
(Indigofera tinctoria L.) dan akar mengkudu atau kombu (Morinda citrifolia L.).
Kedua jenis pewarna alam itu menghasilkan warna-warna yang selama ini
mendominasi tenun ikat Sumba Timur yaitu; merah, biru,dan hitam. Hingga kini,
proses pewarnaan tenun ikat dilakukan dengan cara tradisional yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya nyaris tanpa sentuhan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
17

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sutarman.2013. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia


Pertanian. JAKARTA : Pusat Penyululuhan Pertanian BPPSDMP.

Anggana AF. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung
Merapi (Studi Kasus di Desa Umbulharjo, Sidorejo, Wonodoyo dan Ngablak)
[Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutann dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Ariani M. 2005. Diversifikasi Konsumsi Pangan Indonesia: Antara Harapan dan


Kenyataan. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono27-7. Diakses 30
Januari 2012.

Anda mungkin juga menyukai