Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM GELOMBANG OPTIK

PEMANTULAN DAN PEMBIASAN

OLEH:

Kelompok 7

Anggota : 1. Filda Syahrani (16033050)

2. Nof Putria Tenti (16033074)

3. Rhoudatul Annisa (16033060)

Dosen : Dra. Yenni Darvina M.Si

Asisten : 1. Edi Kurnia , S.Si

2. M. Raeis

3. Tiara Rizka Rahmani

LABORATORIUM GELOMBANG DAN OPTIK


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2018
PEMANTULAN DAN PEMBIASAN

A. Tujuan

1. Menentukan indeks bias suatu material, dengan jalannya sinar dari


material renggang ke material padat.
2. Menentukan indeks bias suatu material, dengan jalannya sinar dari
material padat ke material renggang.
3. Menentukan indeks bias suatu material yang belum diketahui dengan
sudut datang tetap dan indeks bias medium 1 divariasikan.
4. Menentukan sudut kritis suatu material.

B. Alat Dan Bahan

1. Alat : Laptop
2. Bahan : software pemantulan dan pembiasan

 Laser
 Medium : air, gelas, udara, mistery A, mistery B,
custom
 Busur
C. Dasar Teori

Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang


elektromagnetik. Karena itu cahaya dapat merambat baik melalui medium
ataupun tanpa medium (vakum). Ilmu fisika yang mempelajari tentang cahaya
disebut optika, yang dibagi menjadi dua: optika geometris dan optika
fisis. Optik geometris mempelajari tentang pemantulan dan pembiasan,
sedangkan optika fisis mempelajari tentang polarisasi, interferensi, dan difraksi
cahaya.
Apabila berkas cahaya atau sinar mengenai suatu medium atau
berpindah dari medium satu ke medium yang lain, maka akan mengalami dua
gejala, yakni: pemantulan dan pembiasan. Namun karena sifat medium, dua
gejala tersebut salah satu lebih dominan daripada yang lain. Jika berkas cahaya
mengenai benda licin dan mengkilap, maka gejala yang lebih dominan adalah
pemantulan dari pada pembiasan. Begitu juga bila berkas cahaya mengenai
benda bening, misalnya: air, lensa, maka gejala yang lebih dominan adalah
pembiasan.

1. Pemantulan
a. Pengertian Pemantulan
Cahaya merambat lurus seperti yang dapat kita lihat pada
cahaya yang keluar dari sebuah lampu teater di ruangan yang gelap
atau Laser yang melintasi asap atau debu. Oleh karenanya cahaya
yang merambat digambarkan sebagai garis lurus berarah yang
disebut sinar cahaya, sedangkan berkas cahaya terdiri dari beberapa
garis berarah. Berkas cahaya bisa paralel, divergen (menyebar) atau
konvergen (mengumpul).
Pemantulan cahaya terdiri dari dua jenis, yaitu pemantulan baur
dan pemantulan teratur. Pemantulan cahaya pada permukaan datar
seperti cermin, atau permukaan air yang tenang, termasuk
pemantulan teratur. Sedangkan pemantulan cahaya pada permukaan
kasar seperti pakaian, kertas dan aspal jalan, termasuk dalam
pemantulan baur. Berikut adalah jenis pemantulan yaitu:
1) Pemantulan Teratur (Pada permukaan licin)
Pada permukaan benda yang licin seperti cermin datar,
cahaya dipantulkan membentuk suatu pola yang teratur. Sinar-
sinar sejajar yang datang pada permukaan cermin dipantulkan
sebagai sinar-sinar sejajar pula. Akibatnya cermin dapat
membentuk bayangan benda. Pemantulan semacam ini disebut
pemantulan teratur atau pemantulan biasa.
2) Pemantulan Baur
Berbeda dengan benda yang memiliki permukaan rata,
pada saat cahaya mengenai suatu permukaan yang tidak rata,
maka sinar-sinar sejajar yang datang pada permukaan tersebut
dipantulkan tidak sebagai sinar-sinar sejajar. Dibawah
memperlihatkan bagaimana sinar-sinar yang datang ke permukaan
kayu dipantulkan ke berbagai arah sehingga kita dapat melihat
kayu ini.
Perhatikan bahwa sinar-sinar yang datang ke permukaan
kayu merupakan sinar-sinar yang sejajar, namun sinar-sinar
pantulnya tidak sejajar. Pemantulan seperti ini disebut pemantulan
baur.

Akibat pemantulan baur ini kita dapat melihat benda dari


berbagai arah. Misalnya pada kain atau kertas yang disinari lampu
sorot di dalam ruang gelap kita dapat melihat apa yang ada pada
kain atau kertas tersebut dari berbagai arah. Pemantulan baur yang
dilakukan oleh partikel-partikel debu di udara yang berperan
dalam mengurangi kesilauan sinar matahari.
Pemantulan baur juga sangat membantu pengemudi mobil
saat malam hari yang gelap. Pada saat jalanan kering di malam
yang gelap sinar lampu mobil akan dipantulkan ke segala arah
oleh permukaan jalanan yang tidak rata ke segala arah termasuk
ke mata pengemudi sehingga jalanan terlihat terang. Namun saat
jalanan basah karena hujan, permukaan jalanan menjadi rata
sehingga sinar lampu mobil hanya dipantulkan ke arah tentu saja,
yakni ke arah depan jalanan sehingga pengemudi mengalami
kesulitan karena tidak dapat melihat jalanan di depannya dengan
baik.
b. Hukum Pemantulan Cahaya
Pada saat sinar mendatangi permukaan cermin datar, cahaya
akan dipantulkan seperti gambar dibawah. Garis yang tegak lurus
bidang pantul disebut garis normal. Pengukuran sudut datang dan
sudut pantul dimulai dari garis ini. Sudut datang (i) adalah sudut
yang dibentuk oleh garis normal (1) dan sinar datang (2), sedangkan
sudut pantul (r) adalah sudut yang dibentuk oleh garis normal (1) dan
sinar pantul (3).

Berdasarkan pengamatan dan pengukuran didapatkan bahwa:


1) sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada bidang
yang sama.
2) besar sudut datang (i) sama dengan besar sudut pantul (r).
Dua pernyataan di atas dikenal sebagai hukum pemantulan cahaya.
2. Pembiasan
a. Pengertian Pembiasan
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau
pembelokan cahaya karena melalui dua medium yang berbeda
kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua
macam yaitu :
1) mendekati garis normal
Cahaya dibiaskan
mendekati garis normal jika
cahaya merambat dari medium
optik kurang rapat ke medium
optik lebih rapat, contohnya
cahaya merambat dari udara ke
dalam air.
2) menjauhi garis normal
Cahaya dibiaskan
menjauhi garis normal jika
cahaya merambat dari medium
optik lebih rapat ke medium
optik kurang rapat, contohnya
cahaya merambat dari dalam
kaca ke air.

Syarat-syarat terjadinya pembiasan :


1) cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya
2) cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas(sudut datang
lebih kecil dari 90O).

Beberapa contoh gejala pembiasan yang sering dijumpai dalam


kehidupan sehari-hari diantaranya :
1) Dasar kolam terlihat lebih dangkal bila dilihat dari atas.
2) Terjadinya pelangi setelah turun hujan.
b. Indeks Bias
Pembiasan cahaya dapat terjadi dikarenakan perbedaan laju
cahaya pada kedua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat
lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya pada medium yang
kurang rapat. Menurut Christian Huygens (1629-1695) :
“Perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju cahaya
dalam suatu zat dinamakan indeks bias.”

Secara matematis dapat dirumuskan :


𝑐
𝑛= (1)
𝑣
dimana :
n = indeks bias
c = laju cahaya dalam ruang hampa ( 3 x 108 m/s)
v = laju cahaya dalam zat

Catatan: Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 (artinya, n 1), dan
nilainya berbeda untuk setiap zat.
(Young dan Freedman.2001:497).
Hukum-Hukum Pemantulan (Refleksi) dan Pembiasan (Refraksi)
Untuk menurunkan hukum refleksi, pandang bidang permukaan
refleksi H (lihat gambar 5). Akan dibuktikan bahwa sinar datang, sinar
refleksi dan garis normal, semua terletak pada suatu bidang.
Misalkan sinar cahaya datang dari A, dipantulkan di C dan sinar
refleksi melalui B. Lukis bidang tegak lurus H yang melalui A dan B, dan
lukis CO tegak lurus bidang ini. Kecuali O and C berimpit, selalu berlaku AC
lebih besar dari AO dan CB lebih besar dari OB.
Jadi, waktu yang diperlukan untuk lintasan ACB lebih lama dari pada
lintasan AOB, ini bertentangan dengan prinsip Fermat. Jadi, titik C dan O
harus berimpit dan sinar-sinar AO, OB dan normal di O pada H semuanya
harus terletak pada suatu bidang datar. Sekarang ditentukan di manakah letak
titik O sehingga waktu lintas sinar cahaya dari A ke O ke B adalah minimum.

Bidang gambar menyatakan bidang normal pada gambar di atas


Anggap titik O dapat terletak sembarang di sepanjang garis h. Sudut i dan r
masing-masing disebut sudut jatuh (datang) dan sudut refleksi (pantul).
Misal v adalah cepat rambat cahaya (dalam medium yang homogen
dan isotropik). Panjang lintasan yang ditempuh oleh cahaya dari A ke O ke B
adalah s+s’ dan waktu t yang diperlukan untuk menempuh lintasan ini
adalah:
𝑠+𝑠 ′
𝑡= (2)
𝑣

Dari gambar dapat dilihat bahwa:

s  a sec i s '  b sec r (3)


Maka:
1
t (a sec i  b sec r ) (4)
v
Jika titik O digeser sedikit, maka sudut i dan r akan berubah menjadi di dan
dr dan perubahan waktu tempuhnya adalah dt.
1
dt  (a sec i. tan i.di  b sec r. tan r.dr ) (5)
v
Jika waktu tempuhnya minimum, maka dt=0, jadi:
a sec i. tan i.di  b sec r. tan r.dr (6)
Juga dari gambar di atas dapat dilihat hubungan,
c  d  a tan i  b tan r  konstan (7)
Bila ruas kiri dan kanan dideferensiasi, maka:
0  a sec 2 idi  b sec 2 r.dr atau
a sec 2 i.di  b sec 2 r.dr (8)
Bila persamaan (6) di bagi dengan persamaan (8) diperoleh:
a sec i tan i.di b sec r. tan r.dr tan i tan r
2
 2
atau  (9)
a sec i.di b sec r.dr sec i sec r

sin i=sin r
i=r (10)

Ini berarti lintasan cahaya dari A ke O ke B akan mengambil waktu


yang sesingkat-singkatnya, jika dan hanya jika sudut jatuh i sama dengan
sudut refleksi (r) dan sinar jatuh, sinar refleksi, garis normal di titik jatuh
terletak pada suatu bidang datar.
Bukti bahwa sinar datang, sinar refleksi (bias), dan garis normal pada
titik jatuh juga terletak pada suatu bidang datar dapat dibuktikan sendiri. Pada
gambar dibawah, h menyatakan bidang batas dua media yang mempunyai
indeks bias masing-masing n1 dan n2 dengan cepat rambat cahaya di dalam
media tersebut masing-masing adalah v1 dan v2.
Dari A ke O ke B adalah lintasan cahaya dari A ke B, i dan r’ adalah
sudut datang dan sudut refraksi. s’ adalah panjang lintasan OB dalam medium
kedua. Waktu dari A ke B adalah:
s s ' a sec i b sec r '
t   
v1 v 2 v1 v2

a sec i. tan i.di b sec r '. tan r '.dr '


dt   (11)
v1 v2

Menurut fermat, waktu lintas harus sesingkat mungkin (minimum), jadi dt=0
a sec i. tan i.di b sec r '. tan r '.dr '
dt  0   atau
v1 v2

a sec i. tan i.di b sec r '. tan r '.dr '


 (12)
v1 v2

Karena c+d=a tan i +b tan r’=konstan, maka:


0  a sec 2 idi  b sec 2 r '.dr atau
a sec 2 idi  b sec 2 r '.dr ' (13)
Persamaan (11) dibagi oleh persamaan(13) diperoleh:
a sec i. tan i.di / v1 b sec r '. tan r '.dr ' / v2
2

a sec i.di b sec 2 r '.dr '
atau
sin i sin r ' sin i v1
 ; atau, 
v1 v2 sin r ' v2
c c
Karena v1  dan v 2  menghasilkan:
n1 n2

sin i sin r '


 atau
c / n1 c / n2

n1 sin i=n2 sin r (14)

Persamaan (10) dan (14) dikenal dengan hukum snellius untuk refleksi dan
refraksi. Dari persamaan (12) kita peroleh juga:
sin i n2 c / v2 v1
    n12 dan
sin r ' n1 c / v1 v2

n1-2 disebut indeks bias medium (2) relative terhadap medium (1). Bila
sin i
medium pertama adalah vakum atau udara, maka konstanta adalah
sin r '
indeks bias medium (2), relative terhasap udara, disebut indeks bias refraksi
absolute dari medium (2). Ditetapkan bahwa vakum (udara) sebagai medium
standar:

nvakum  nudara  1
Jika medium (1) mempunyai refraksi absolute yang lebih besar dari medium
(2) dikatakan bahwa medium (1) bersifat optis lebih rapat (optically denser)
dari pada medium (2) sebaliknya disebut medium yang bersifat kurang rapat
(lebih renggang).
a) Bila n1<n2 berarti v1>v2
Medium (1) bersifat optis kurang rapat daripada medium (2), maka:
sin i n2
 1
sin r ' n1 atau
i>r

Jadi, sinar datang akan direfraksikan mendekati garis normal (gambar di


atas). Peristiwa tersebut disebut refleksi eksternal.

b) Bila n1>n2 berarti v1>v2


Medium 1 optik lebih rapat daripada medium 2, maka:
v1 sin i n2
   1 atau i <r’
v2 sin r ' n1
Jadi, sinar akan refraksikan menjauhi normal (gambar diatas)
Peristiwa refleksinya disebut refleksi internal. Disini tidak akan terjadi
refraksi unntuk setiap sudut jatuh i. Dalam hal ini ada sudut jatuh i=ikr, yang

memberikan sudut refraksi r’=90, sudut jatuh ikr dinamakan sudut jatuh
kritis (critical angle of incidence), yaitu sudut jatuh tebesar yang masih dapat
memberikan refraksi.

Menentukan ikr :
n1 sin ikr=n2 sin 90=n2, maka:

n2
sin ikr 
n1
Jika sudut i>ikr tidak terjadi refraksi, karena sinar direfleksikan total
(totally internal reflected), disebut pemantulan sempurna.
(Sarojo.2011:95-100)

D. Prosedur Kerja

1. Menentukan indeks bias suatu material dengan jalannya sinar material


renggang ke material padat
a. Menyiapkan peralatan dan komponen yang dibutuhkan untuk
praktikum.
b. Menetapkan mendium pertama yaitu untuk medium yang material
renggang dan menetapkan medium kedua yaitu untuk medium padat.
c. Menyalakan sumber cahaya dengan mengarahkan pada medium
dengan memvariasikan sudut datang sinar.
d. Mengukur besarnya sudut pantul dan sudut bias cahaya serta
mengukur intensitas cahaya untuk sinar bias dan pantul.
e. Menvariasikan sudut datang sinar untuk 10 variasi data dan mencatat
hasil pengukuran pada tabel 1.
2. Menentukan indeks bias suatu material dengan jalannya sinar material
padat ke material renggang
a. Menetapkan mendium pertama yaitu untuk medium yang material
padat dan menetapkan medium kedua yaitu untuk medium renggang.
b. Menyalakan sumber cahaya dengan mengarahkan pada medium
dengan memvariasikan sudut datang sinar.
c. Mengukur besarnya sudut pantul dan sudut bias cahaya serta
mengukur intensitas cahaya untuk sinar bias dan pantul.
d. Menvariasikan sudut datang sinar untuk 10 variasi data dan mencatat
hasil pengukuran pada tabel 2.
3. Menentukan indeks bias suatu material dengan menetapakan sudut datang
sinar.
a. Mensetting mendium kedua pada aplikasi yaitu misteri A dan
menetapkan medium pertama yaitu udara.
b. Menetapkan besar sudut datang yang akan digunakan.
c. Mengukur besarnya sudut bias yang terbentuk serta mengukur
intesitas sinar dan mencatatnya pada tabel 3.a.
d. Memvariasiakan medium pertama yang digunakan dengan air, gelas,
dan bahan rekayasa dan mencatat hasil pengukuran pada tabel 3.a.
e. Lakukan langkah yang sama dengan tabel 3.a. untuk tabel 3.b. dengan
mengganti medium kedua dengan misteri B dan mencatat hasil
pengamatan pada tabel 3.b.
4. Menentukan sudut kritis
a. Mensetting mendium kedua pada aplikasi dengan medium udara dan
medium pertama dengan air.
b. Dengan mengerakkan sumber cahaya mencari sudut dimana sinar bias
tidsk muncul lagi.
c. Mencatat data pengukuran pada tabel 4.
d. Dengan cara yang sama melakukan variasi untuk medium pertama
dengan kaca, misteri A, misteri B dan bahan rekayasa.
E. Tabel Data

1. Menentukan indeks bias suatu material dengan jalannya sinar material


renggang ke material padat.
n1 = 1
No Sudut Sudut n2
Datang Bias n2 ukur n2 hitung
1 50 40 1.33 1,25
2 100 80 1.33 1,25
3 150 110 1.33 1,35
4 200 150 1.33 1,32
5 250 180 1.33 1,37
6 300 220 1.33 1,33
7 350 260 1.33 1,31
8 400 290 1.33 1,33
9 450 320 1.33 1,33
10 500 360 1.33 1,30

2. Menentukan indeks bias suatu material dengan jalannya sinar material


padat ke material renggang

N1 = 1,5

No Sudut Sudut n2
Datang Bias n2 ukur n2
hitung
1 50 60 1.33 1,25
2 100 120 1.33 1,25
3 150 170 1.33 1,33
4 200 230 1.33 1,31
5 250 280 1.33 1,35
6 300 340 1.33 1,34
7 350 400 1.33 1,33
8 400 460 1.33 1,34
9 450 530 1.33 1,33
10 500 590 1.33 1,34

3. Menentukan indeks bias suatu material dengan menetapakan sudut datang


sinar.
3.a. Medium 2 = Misteri A
No Medium 1 n1 𝜃𝑟 n2 Jalannya
sinar
1 Udara 1 120 2,4 Mendekati
garis
normal
2 Air 1,33 160 2,4 Mendekati
garis
normal
4 Gelas 1,50 180 2,4 Mendekati
garis
normal
5 Bahan 1,60 190 2,4 Mendekati
rekayasa garis
normal

3.b. Medium 2 = mistery B


No Medium 1 n1 𝜃𝑟 n2 Jalannya
sinar
1 Udara 1 210 1,40 Mendekati
garis
normal
2 Air 1,33 280 1,42 Mendekati
garis
normal
4 Gelas 1,50 330 1,37 Menjauhi
garis
normal
5 Bahan 1,60 350 1,39 Menjauhi
rekayasa garis
normal

4. Menentukan sudut kritis

Medium 2 = Udara

No Medium 1 n1 𝜃𝑐 n2

1 Air 1,33 500 1


2 Kaca 1,5 420 1
4 Misteri A 2,4 250 1
5 Misteri B 1,4 470 1
6 Custom 1,6 400 1
F. Pengolah Data
Tabel 1. Menentukan indeks bias suatu
material, dengan jalannya
Sinar dari material renggang ke
material padat
Diketahui : n1 = 1
n2 = 1,33
𝑛1 sin 𝜃1 = 𝑛2 sin 𝜃2

sin 𝜃1
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑛
sin 𝜃2 1

%𝐾𝑅
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔− 𝑛2𝑢𝑘𝑢𝑟
=| | 𝑥100%
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

1. Data 1
θ1 =50
θr =40

sin 50
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,25
sin 40
1,25 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 6,4%
1,25

2. Data 2
θ1 =100
θr =80

sin 100
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,25
sin 8⁰
1,25 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 6,4%
1,25

3. Data 3
θ1 =150
θr =110

sin 150
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,35
sin 11
1,35 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 1,4%
1,35
4. Data 4
θ1 =200
θr =150

sin 200
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,32
sin 150
1,32 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100%
1,32
= 0,7 %

5. Data 5
θ1 =250
θr =180

sin 250
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,37
sin 18⁰
1,37 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 2,9%
1,37

6. Data 6
θ1 =300
θr =220

sin 300
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,33
sin 23⁰
1,33 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 0%
1,33

7. Data 7
θ1 =350
θr =260

sin 350
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,31
sin 260
1,31 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 1,5%
1,31
8. Data 8
θ1 =400
θr =290

sin 400
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,33
sin 290
1,33 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 0%
1,33

9. Data 9
θ1 =450
θr =320

sin 450
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,33
sin 320
1,33 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 0%
1,33

10. Data 10
θ1 =500
θr =360

sin 500
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1 = 1,30
sin 360
1,30 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 2,3%
1,30

𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
1,25 + 1,25 + 1,35 + 1,32 + 1,37 + 1,33 + 1,31 + 1,33 + 1,33 + 1,30
=
10
= 1,32
Tabel 2. Menentukan indeks bias suatu
material, dengan jalannya

Sinar dari material rapat ke


material renggang

Diketahui : n1 = 1,5

n2 = 1,33

𝑛1 sin 𝜃1 = 𝑛2 sin 𝜃2

sin 𝜃1
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑛
sin 𝜃2 1

𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔− 𝑛2𝑢𝑘𝑢𝑟
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100%
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

1. Data 1
θ1 =50
θr =60

sin 50
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑥1,5 = 1,25
sin 60
1,25 − 1 ,33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 6,4%
1,25

2. Data 2
θ1 =100
θr =120

sin 100
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5 = 1,25
sin 12
1,25 − 1,33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 6,4%
1,25

3. Data 3
θ1 =150
θr =170

sin 150
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5 = 1,33
sin 17
1,33 − 1,33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 0%
1,33
4. Data 4
θ1 =200
θr =230

sin 200
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5 = 1,31
sin 230
1,31 − 1,33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 1,5%
1,31

5. Data 5
θ1 =250
θr =280

sin 250
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5 = 1,35
sin 280
1,35 − 1.33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 1,4%
1,35

6. Data 6
θ1 =300
θr =340

sin 300
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5 = 1,34
sin 34
1,34 − 1,33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 0,7%
1,34

7. Data 7
θ1 =350
θr =400

sin 350
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5 = 1,33
sin 400
1,33 − 1,33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 0%
1,33

8. Data 8
θ1 =400
θr =460

sin 400
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5 = 1,34
sin 460
1,34 − 1,33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 0,7%
1,34

9. Data 9
θ1 =450
θr =530

sin 450
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5 = 1,33
sin 530
1,33 − 1,33
%𝐾𝑅 = | | 𝑥100% = 0%
1,33

10. Data 10
θ1 =500
θr =590

sin 500
𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,5 = 1,34
sin 590
1,34−1,33
%𝐾𝑅 = | 1,34
| 𝑥100% =
0,7%

𝑛2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
1,25 + 1,25 + 1,33 + 1,31 + 1,35 + 1,34 + 1,33 + 1,34 + 1,33 + 1,34
=
10
= 1,32
Tabel 3. Menentukan indeks bias suatu
material dengan menetapkan sudut
datang.

a. Medium 2 = misteri A

Sudut datang = 30°

1. Medium 1 = udara , 𝑛1 = 1
Sudut bias = 12°
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑛2 = 𝑛1
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑠
sin 30°
𝑛2 = 1
sin 12
𝑛2 = 2,4

2. Medium 1 = air, , 𝑛1 = 1,33


Sudut bias = 16°
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑛2 = 𝑛1
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑠
sin 30°
𝑛2 = 1,33
sin 16
𝑛2 = 2,4

3. Medium 1 = gelas , 𝑛1 = 1,50


Sudut bias = 18°
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑛2 = 𝑛1
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑠
sin 30°
𝑛2 = 1,50
sin 18
𝑛2 = 2,4

4. Medium 1 = bahan rekayasa , 𝑛1 =


1,60
Sudut bias = 19°
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑛2 = 𝑛1
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑠
sin 30°
𝑛2 = 1,60
sin 19
𝑛2 = 2,4

Indeks bias rata-rata misteri


A adalah
2,56 + 2,4 + 2,4 + 2,4
𝑛2 =
4
= 2,44

b. Medium 2 = misteri B
1. Medium 1 = udara , 𝑛1 = 1
Sudut bias = 21°
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑛2 = 𝑛1
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑠
sin 30°
𝑛2 = 1
sin 21
𝑛2 = 1,4

2. Medium 1 = air, , 𝑛1 = 1,33


Sudut bias = 28°
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑛2 = 𝑛1
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑠
sin 30°
𝑛2 = 1,33
sin 28
𝑛2 = 1,4 2
3. Medium 1 = gelas , 𝑛1 = 1,50
Sudut bias = 33°
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑛2 = 𝑛1
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑠
sin 30°
𝑛2 = 1,50
sin 33
𝑛2 = 1,37
4. Medium 1 = bahan rekayasa , 𝑛1 =
1,60
Sudut bias = 35°
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑛2 = 𝑛1
𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑠
sin 30°
𝑛2 = 1,60
sin 35
𝑛2 = 1,39

Indeks bias rata-rata misteri B adalah


1,4 + 1,42 + 1,37 + 1,39
𝑛2 =
4
= 1,4

4. Pengolahan Data Tabel 4

Menentukan sudut kritis untuk


masing-masing percobaan

Medium 2 = udara (n2 = 1)

1 Percobaan 1, medium 1 = air (n1 =


1.33)
𝑛
sin-1𝜃 = 𝑛2
1

1
sin-1𝜃 = 1.33

sin-1𝜃 = 0.751
𝜃h = 48.7°
𝜃h − 𝜃u
%KR = x 100%
𝜃h
50−48.7
= x 100%
48,7

= 2.6%
2 Percobaan 2, medium 1 = kaca (n1 =
1.5)
𝑛
sin-1𝜃 = 𝑛2
1

1
sin-1𝜃 = 1.50

sin-1𝜃 = 0.666
𝜃h = 41.8°
𝜃h − 𝜃u
% KR = x 100%
𝜃h
41,8− 42
% KR = x 100%
41,8

= 0.4%
3 Percobaan 3, medium 1 = misteri A
(n1 = 2.4)
𝑛
sin-1𝜃 = 𝑛2
1

1
sin-1𝜃 = 2.4

sin-1𝜃 = 0.416
𝜃h = 24.6°
𝜃h − 𝜃u
% KR = x 100%
𝜃h
24,6− 25
% KR = x 100%
24,6

= 1.6 %
4 Percobaan 4, medium 1 = misteri B
(n1 = 1.4)
𝑛
sin-1𝜃 = 𝑛2
1

1
sin-1𝜃 = 1.4

sin-1𝜃 = 0.714
𝜃h = 45.5
𝜃h − 𝜃u
% KR = x 100%
𝜃h
45,5− 47
% KR = x 100%
45,5

= 3,2 %
5 Percobaan 5, medium 1 = custom
(n1 = 1.6)
𝑛
sin-1𝜃 = 𝑛2
1

1
sin-1𝜃 = 1.60

sin-1𝜃 = 0.625
𝜃u = 38,6°
𝜃h − 𝜃u
% KR = x 100%
𝜃h
38,6− 40
% KR = x 100%
38,6

= 3,6 %
G. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan tentang pemantulan dan


pembiasan dilakukan percobaan untuk menentukan indeks bias suatu material
dengan jalannnya sinar dari material renggang ke material padat, menentukan
indeks bias suatu material dengan jalannnya sinar dari material padat ke
material renggang, menentukan indeks bias suatu material dengan sudut datang
dan medium 2 ditetapkan, dan untuk menentukan sudut kritis untuk masing-
masing percobaan.

Pada percobaan pertama yaitu menentukan indeks bias suatu material


dengan jalannnya sinar dari material renggang ke material padat, medium
pertama yang kami pakai adalah udara dengan indeks biasnya 1,sedangakan
medium kedua adalah air yang indeks biasnya 1,33 . Dari nilai indeks bias
keduanya tampak bahwa udara lebih renggang daripada air. Dari pengamatan
terhadap jalannya sinar tampak bahwa sinar datang, sinar bias, dan garis
normal terletak pada satu bidang datar dan ketiganya saling berpotongan.

Dengan memvariasikan besarnya sudut datang sinar dari laser 𝜃i yaitu


dari 5⁰ sampai denan 50⁰, tampak bahwa jika sudut bias lebih kecil dari sudut
datangnya. Selain itu semakin besar simpangan sudut datang cahaya laser yang
diberikan maka intensitas cahaya yang di biaskan akan semakin kecil.
Intensitas cahaya datang sama besarnya dengan jumlah intensitas cahaya yang
dibiaskan dan dipantulkan,yaitu 100 %. Ini menunjukan bahwa energi yang
merambat besarnya kekal. Sesuai dengan rumus bahwa R + T = 1. Untuk
percobaan pertama ini nilai indeks bias n2h dapat dicari menggunakan Hukum II
Snellius dimana n1 sin 𝜃I = n2 sin 𝜃rdidapatkan n2h nilainya mendekati 1.33.
Nilai ini tidak sama dikarenakan skala busur yang digunakan tidak jelas jadi
nilainya ada yg diperkirakan.Dari percobaan pertama ini tampak bahwa jika
sinar datang dari material renggang ke padat maka sinar akan dibiaskan
mendekati garis normal(besar 𝜃𝑟<𝜃𝑖), dimana kecepatan cahaya yang
merambat akan berbanding terbalik dengan besarnya indeks bias (untuk indeks
bias yang besar atau materialnya padat maka cahaya akan bergerak lebih
lambat dan sebaliknya) dan frekuensi tidak mengalami perubahan saat melalui
dua medium yang berbea indeks biasnya. Hal ini pun sesuai dengan Hukum II
𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑛 𝑣
Snellius dimana𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑖 = 𝑛2 = 𝑣1 .
𝑟 1 2

Untuk percobaan kedua menentukan indeks bias suatu material dengan


jalannnya sinar dari material padat ke material renggang. Medium pertama
yang kami gunakan adalah gelas dengan indeks bias 1,5 dan medium
renggangnya masih sama dengan medium pada percobaan pertama yaitu
air.untuk variasi sudut datang kami samakan dengan variasi sidut datang pada
percobaan pertama agar lebih mudah dalam mengamati perbedaannya nantinya.
Setelah dilakukan percobaan tampak bahwa sudut bias lebih besar dari sudut
datang yang diberikan. Sedangkan untuk intensitas cahaya itu ssama, yaitu
intensitas cahaya datang sama dengan intensitas cahaya pantul ditambah
intensitas cahaya yang dibiaskan. Dari data tampak bahwa semakin besar sudut
datang maka intensitas cahaya yang dibiaskan akan semakin kecil. Hal ini bisa
dilihat pada lampiran.

Untuk percobaan ketiga yang a , menentukan nilai indeks bias medium 2


yaitu misteri A dengan sudut datang dibuat tetap (30sedangkan untuk
medium pertama divariasikan. Dari sini kita bisa menentukan indeks bias
misteri A yaitu dengan merata-ratakan nilai n2 yang didapat. Dan kebetulan
nilai yang kami dapatkan sama yaitu 2,4. Karena untuk semua percobaan sinar
datang dari medium rapat ke renggang maka sinar dibiaskan mendekati garis
normal.

Pada percobaan ketiga yang b, menentukan nilai indeks bias medium 2


yaitu misteri B dengan sudut datang 30⁰. Variasi medium pertamanya sama
dengan percobaan ketiga bagian a dan setelah dirata-ratakan , didapat
indeks bias misteri b yaitu 1,4. Dari data didapatkan untuk sinar yang indeks
bias medium pertamanya kecil dari 1.4 maka sinar akan mendekati garis
normal dan untuk yang indeks bias medium pertamanya besar dari 1.4 maka
sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal.

Pada percobaan terakhir kami menentukan besarnya sudut kritis dengan


menetapkan udara sebagai medium kedua dan memvariasikan medium
pertama. Untuk mendapatkan sudut kritis ini kami melewatkan sinar laser pada
kedua medium mulai dari sudut datang kecil sampai didapatkan sinar bias itu
berimpit dengan batas kedua medium atau saat sinar bias tegak lurus dengan
garis normal. Besarnya sudut kritis hasil perhitungan dicari dengan rumus sin-
1 𝑛2
𝜃 c= . Setelah dkakukan pengolahan data ,didapatkanlah hasil yang nilainya
𝑛1

mendekati dengan persentase kesalahan pengukuran maksimal 3.6 %.


H. Kesimpulan

1. Untuk jalannya sinar dari material renggang ke material padat, indeks bias medium 2
(udara) yaitu 1,32
2. Untuk jalannya sinar dari material padat ke material renggang, indeks medium 2
(udara) yaitu 1,32
3. Besarnya indeks bias material Misteri A adalah 2.4 dan besarnya indeks bias Misteri
B adalah 1.4.
4. Besarnya sudut kritis pada pemantulan total dapat diketahui dengan rumus
n2
arcsin ik 
n1

Dengan menetapkan udara sebagai medium kedua didapatkan sudut kritis:

 Air = 50⁰
 Kaca =42⁰
 Misteri A =25⁰
 Misteri B =47⁰
 Custom =40⁰
I. Tugas Akhir

Tabel 1. Menentukan indeks bias suatu material dengan jalannya sinar material renggang ke
material padat
Tabel 2. Menentukan indeks bias suatu material dengan jalannya sinar material padat ke
material renggang
Tabel 3. Menentukan indeks bias suatu material dengan menetapakan sudut datang sinar.

Medium 2 = misteri A

a.udara

b. air
c. gelas

d. bahan rekayasa
Medium 2=misteri B

a. Udara

b. air
c. glass

d. bahan rekayasa
5. Tabel 4. Menentukan sudut kritis

a. air

b. kaca
c. materi A

D. materi B
e. Custom
Daftar Pustaka

Sarojo, Ganijanti Aby. 2011. Gelombang dan Optika. Jakarta:Salemba Teknika,.

Young, .Hough dan Freedman, Roger A. 2001. Fisika Universitas Edsi Kesepuluh
Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai