Email: aamandasyam@gmail.com
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
Pemantulan dan pembiasan cahaya merupakan salah satu bagian dari optik.
Pemantulan cahaya adalah suatu peristiwa perubahan arah rambat cahaya terhadap
arah pada medium asalnya atau sumbernya yang kemudian akan menumbuk antar
muka dua medium. Adapun pembiasan cahaya merupakan peristiwa pembelokan
arah yang terjadi pada cahaya ketika cahaya tersebut melewati bidang batas antara
JFT | 1
dua medium yang jenis kerapatan optiknya berbeda. Pembiasan cahaya umumnya
disebabkan oleh adanya perbedaan kecepatan rambat cahaya yang ada pada setiap
medium (Faradhillah, 2019: 140).
Peristiwa pemantulan dan pembiasan cahaya tentunya sudah tidak jarang
ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah pada cermin
dan kaca sepion dimana bayangan serta sekitarnya yang ada pada benda tersebut
dapat dilihat, namun pada sepion bayangan yang ada lebih luas dan diperbesar.
Selain itu pembentukan bayangan pada periskop, holografi, sedotan pada gelas
yang berisi air, pelangi, benda-benda yang berkilauan, bintang yang terlihat lebih
dekat dari posisi sebenarnya serta dasar kolam yang dapat terlihat juga merupakan
contoh dari peristiwa pemantulan dan pembiasan cahaya (Rozaq dkk, 2013: 200).
Berdasarkan uraian di atas maka yang melatar belakangi dilakukannya
percobaan ini adalah untuk menentukan jumlah bayangan pada cermin datar jika
dua cermin disusun dengan sudut apit yang berbeda-beda, memahami perilaku
seberkas sinar (cahaya) mengenai suatu permukaan cermin datar, menjelaskan
jenis-jenis pemantulan menurut Snellius, mengetahui hubungan sudut datang
dengan sudut pantul pada cermin datar, memahami perilaku seberkas sinar
(cahaya) melewati batas medium yang berbeda, memahami hubungan sudut
datang dengan sudut bias dan menentukan indeks bias bahan.
JFT | 2
Cahaya disebut sebagai gelombang bidang, dimana muka-muka
gelombang cahaya berbentuk bidang. Gelombang cahaya yang bertumbukan
dengan suatu permukaan medium transparan, pada umumnya akan dipantulkan
sebagian dan sebagian lagi direfrasikan ke material lainnya. Peristiwa pemantulan
cahaya pada medium sering menimbulkan gangguan kenyamanan mata atau
penglihatan sebab cahaya dapat terpolarisasi sebagian, seluruhnya atau bahkan tak
terpolarisasi oleh pemantulan (Ratnawati, 2015: 01).
Menurut Mursida (2021: 23-24), sifat-sifat cahaya adalah sebagai berikut:
a. Cahaya merambat lurus
Cahaya merambat lurus dalam ruang yang serba sama. Apabila mengenai
suatu benda, cahaya dapat diteruskan, diserap atau dipantulkan. Misalkan saja,
kamu menyalakan lilin di tempat gelap, maka kamu akan melihat bahwa daerah
yang ada di sekitar lilin tersebut akan terang.
JFT | 3
Adapun bunyi hukum pemantulan adalah sebagai berikut:
1) Sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
2) Sudut pantul (θ atau i) sama dengan sudut datang (α atau r ).
JFT | 4
cahaya melewati dua medium yang berbeda tingkat kerapatan optiknya. Sinar bias
akan mendekati garis normal ketika sinar datang dari medium kurang rapat seperti
udara ke medium lebih rapat seperti kaca. Sinar bias akan menjauhi garis normal
ketika cahaya merambat dari medium lebih rapat seperti kaca ke medium kurang
rapat seperti udara (Ristiyani, 2014: 55).
Pembiasan atau pembelokan arah rambat cahaya terjadi ketika mengalami
perambatan dari suatu medium menembus ke medium lain yang memiliki tingkat
kerapatan yang berbeda. Pembiasan adalah proses pembelokan cahaya yang
mengenai bidang batas antara dua medium. Pembiasan yang terjadi pada suatu zat
akan berbeda dengan zat lainnya bergantung pada kerapatan medium zat tersebut.
Dengan kerapatan medium zat yang berbeda-beda tersebut akan menghasilkan
indeks bias yang berbeda pula. Indeks bias merupakan perbandingan laju cahaya
di ruang hampa terhadap laju cahaya di dalam medium. Peristiwa pembelokan
cahaya terjadi pada zat optik seperti udara, air, dan kaca (Faradhilah, 2019: 140).
Menurut Zamroni (2013: 109), hukum pembiasan diperoleh dari hasil
percobaan yang dilakukan oleh seorang ahli matematika yang berasal Belanda
yang bernama Willebrord Snellius pada tahun 1580-1626. Hukum I Snellius
menyatakan bahwa sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada satu
bidang datar. Sedangkan Hukum II Snellius menyatakan bahwa jika sinar datang
dari medium yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat maka sinar tersebut
akan dibelokkan mendekati garis normal dan jika sinar datang dari medium yang
lebih rapat ke medium yang kurang rapat maka sinar tersebut akan dibelokkan
atau dibiaskan menjauhi garis normal. Hukum pembiasan yang diperoleh Snellius
tersebut kemudian diturunkan oleh Rene Descrates dengan menggunakan teori
korpuskuler, yang menghasilkan persamaan matematis berikut ini:
n1 sin θ1=n 2 sin θ2
(1)
Keterangan:
n1 = Indeks bias medium 1 (tempat datangnya sinar)
n2 = Indeks bias medium 2 (tempat sinar keluar)
θ1 = Sudut datang (sudut antara sinar datang dan garis normal)
JFT | 5
θ2 = Sudut bias (sudut antara sinar bias dan garis normal)
Pada saat suatu berkas cahaya sempit menimpa permukaan yang rata,
dapat didefinisikan bahwa sudut datang (i) sebagai sudut yang dibentuk berkas
sinar datang dengan garis normal terhadap permukaan. Normal berarti tegak lurus.
Kemudian sudut pantul (r) sebagai sudut yang dibentuk oleh sinar pantul dengan
garis normal. Pada permukaan yang rata atau datar, sinar datang dan sinar pantul
berada pada bidang yang sama dengan garis normal permukaan dan sudut datang
sama dengan sudut pantul (Zamroni, 2013: 111).
Menurut Mursida (2021: 26), salah satu contoh alat optik adalah cermin.
Cermin merupakan permukaan yang menimbulkan cahaya dalam searah dan tidak
menyebarkan secara luas ke banyak arah maupun menyerapnya. Permukaan
logam yang berkilau juga dapat disebut dan berperan sebagai cermin. Adapun
salah satu jenis cermin adalah cermin datar yang permukaannya datar. Jika dua
buah cermin datar saling membentuk sudut (α ), maka banyaknya bayangan yang
terbentuk dapat dirumuskan sebagai berikut:
360°
n= −m
α
(2)
Keterangan:
n = Jumlah bayangan
α = Besar sudut antar dua cermin
360°
m = 1, jika even (genap)
α
360°
m = 0, jika odd (ganjil)
α
Adapun ayat yang berhubungan dengan percobaan optik pemantulan dan
pembiasan cahaya terdapat dalam Firman Allah pada Q.S. Yunus (10): 05, yang
berbunyi sebagai berikut:
َ ِق هّٰللا ُ ٰذل
ك اِاَّل َ ۗ د ال ِّسنِ ْينَ َو ْال ِح َسdَ َاز َل لِتَ ْعلَ ُموْ ا َع َد
َ َاب َما خَ ل ۤ ِ س
ِ ضيَا ًء و َّْالقَ َم َر نُوْ رًا َّوقَ َّد َر ٗه َمن َ ﴿ هُ َو الَّ ِذيْ َج َع َل ال َّش ْم
﴾ ٥ َت لِقَوْ ٍم يَّ ْعلَ ُموْ نِ ص ُل ااْل ٰ ٰي ِّ ۗ بِ ْال َح
ِّ َق يُف
JFT | 6
Terjemahan:
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetakan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan
itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).
Allah tidak menciptakan yang demikan itu melainkan dengan hak. Dia
menjelaskan tandatanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang
mengetahui.
Berdasarkan Tafsir Ibnu Katsir Q.S Yunus ayat 5, ayat ini menjelaskan
bagaimana sesungguhnya Allah menjadikan cahaya yang memancar dari matahari
sebagai sinar dan menjadikan bulan sebagai cahaya, keduanya berbeda dan tak 7
serupa. Dimana pancaran sinar matahari yang dapat dirasakan oleh manusia,
sedangkan Allah mempunyai lebih besar cahaya. Ketika malam hari, bulan
memancarkan cahayanya. Allah telah menciptakaan seindah ciptaanNya sesuai
dengan kebutuhan makhluknya.
Hubungan atau integrasi ayat tersebut dengan percobaan ini terdapat pada
cahaya. Cahaya termasuk gelombang elektromagnetik dan berupa kumpulan
partikel kecil yang bergerak pada kecepatan tertentu serta dengan medium
berbeda. Cahaya juga merupakan paket partikel yang disebut sebagai foton. Hal
tersebut adalah sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut
sebagai dualisme gelombang-partikel. Jika tidak ada cahaya maka akan terjadi
kegelapan. Ketika terjadi kegelapan maka kita tidak bisa melihat bayangan yang
dihasilkan oleh karena itu hal ini berhubungan dengan percobaan dimana terjadi
permanfaatan cahaya pada alat optik dengan menggunakan prinsip pemantulan
dan pembiasan cahaya. Namun tidak hanya pada bayangan saja tetapi juga
contohnya pada matahari, bulan dan lain sebagainya yang berperan sebagai
sumber sinar dan cahaya sehingga dapat digunakan untuk melihat, belajar, dapat
mengukur jarak antar benda-benda angkasa, mengukur kedalaman laut, bahkan
dapat meninjau benda angkasa yang tersembunyi di alam semesta yang sangat
luas ini. Dengan adanya cahaya isi perut manusia dapat terlihat dan lain
sebagainya bahkan pada benda yang berukuran mikroskopis.
JFT | 7
III. METODE PERCOBAAN
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Juni 2022 pada pukul
13.00 – 14.35 WITA, bertempat di Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cermin datar, mistar, busur
derajat, landasan yang terbuat dari gabus, balok kaca planparalel dan jangka
sorong. Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah beberapa jarum pentul
dan kertas HVS.
Adapun prosedur kerja pada percobaan ini terdapat dua kegiatan yaitu
sebagai berikut:
Kegiatan 1: Menentukan jumlah bayangan pada cermin datar
a. Menempatkan cermin datar di atas papan/kertas yang sudut apitnya misal 30°.
b. Membuat dua garis berpotongan seperti pada gambar di bawah ini.
JFT | 8
e. Melepaskan cermin dan buat garis yang menghubungkan A dan B, juga C dan
D yang berpotongan dititik P. Sehingga membentuk jalannya sinar datang dari
sinar pantul.
f. Mengukur sudut datang dan sudut pantul yang dihasilkan pada garis tersebut.
g. Mengulangi percobaan ini dengan sudut datang yang berbeda-beda sebanyak 5
kali.
Kegiatan 3: Penentuan Jumlah Bilangan
a. Meletakkan kertas diatas meja.
b. Membuat garis sepanjang sisi balok kaca (lihat gambar).
c. Membuat garis AB (lihat gambar), kemudian melihat dari sisi sebelah balok
kaca, dan mebuat garis CD (yang kelihatan lurus dengan AB jika dilihat dari
sisi sebelah).
JFT | 9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Cahaya adalah energi yang berbentuk gelombang elekromagnetik yang
tidak membutuhkan medium perambatan dan termasuk foton.selain itu cahaya
juga merupakan dualisme gelombang-partikel (Pamungkas dkk, 2015: 121).
Gelombang cahaya yang bertumbukan dengan suatu permukaan medium
transparan, pada umumnya akan dipantulkan sebagian dan sebagian lagi
direfrasikan ke material lainnya. Peristiwa pemantulan cahaya pada medium
sering menimbulkan gangguan kenyamanan mata atau penglihatan sebab cahaya
dapat terpolarisasi sebagian, seluruhnya atau bahkan tak terpolarisasi oleh
pemantulan (Zamroni, 2013: 108).
Kegiatan 1. Menentukan jumlah bayangan pada cermin datar
Tabel 1. Menentukan jumlah bayangan
No Sudut Apit (Edgeg Angle α ¿ (° ¿ Jumlah Bayangan
1 30 11
2 60 5
3 90 3
JFT | 10
disimpulkan bahwa data yang diperoleh sesuai dengan teori yaitu besar sudut
datang sama dengan sudut pantul.
JFT | 11
Tabel 5. Cahaya datang dari kaca
PF
No T ∆T KR DK AB
Max Min
1 3,3 0,03 1% 99% 3 3,33 3,27
2 1,6 0,03 1% 99% 3 1,63 1,57
3 1,6 0,02 1% 99% 3 1,62 1,58
V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh pada percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. jumlah bayangan pada cermin datar jika dua cermin disusun dengan sudut apit
yang berbeda-beda dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
360
n= −m
∞
(3)
Keterangan:
n = jumlah bayangan
360
m = 0 jika (ganjil)
∞
360
m = 1 jika (genap)
∞
JFT | 12
2. Perilaku seberkas sinar (cahaya) mengenai suatu permukaan cermin datar
yaitu cahaya yang mengenai cermin datar akan dipantulkan sejajar dengan
cahaya asal dan tegak lurus terhadap permukaan cermin.
3. Jenis-jenis pemantulan menurut Snellius adalah pemantulan cahaya teratur dan
tidak teratur. Pemantulan teratur adalah pemantulan yang terjadi ketika berkas
jatuh pada benda dengan permukaan rata, licin dan mengkilap dan pemantulan
tidak teratur atau baur terjadi ketika berkas cahaya jatuh pada benda yang
tidak rata sehingga arah pantulan cahayanya random atau tidak beraturan.
4. Hubungan sudut datang dan sudut pantul pada cermin datar yaitu semakin
besar sudut datang maka semakin besar pula sudut pantul karena sudut datang
dan sudut pantul berbanding lurus.
5. Perilaku seberkas sinar (cahaya) melewati batas mediaum yang berbeda adalah
akan terjadi pembiasan.
6. Hubungan sudut datang dan sudut bias adalah berbanding lurus semakin besar
nilai sudut datang maka semakin besar juga nilai sudut bias.
7. Indeks bias bahan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
n1 sin θ1=n 2 sin θ2
(4)
Keterangan:
n1 = Indeks bias medium 1 (tempat datangnya sinar)
n2 = Indeks bias medium 2 (tempat sinar keluar)
θ1 = Sudut datang (sudut antara sinar datang dan garis normal)
θ2 = Sudut bias (sudut antara sinar bias dan garis normal)
DAFTAR PUSTAKA
Faradhillah dan Silviana Hendri. “Mengukur indeks bias berbagai jenis kaca
dengan menggunakan prinsip pembiasan”. IJIS Edu: Indonesian Journal
of Integrated Science Education vol. 1, no. 2 (2019) hal: 139-146.
Mursida, dkk. “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Contextual Teaching and
Learning dan Nilai Islami Pada Materi Cahaya dan Alat Optik di
SMP/MTs”. Jurnal Phi; Jurnal Pendidikan Fisika dan Terapan vol. 2, no.
1 (2021)
hal: 19-25.
JFT | 13
Pamungkas, dkk. “Perancangan dan Realisasi Alat Pengukur Intensitas
Cahaya”. ELKOMIKA: Jurnal Teknik Energi Elektrik, Teknik
Telekomunikasi, & Teknik Elektronika vol. 3, no. 2 (2015) hal: 120-132.
Ratnawati, Christina Dwi. (2015). Reflaktansi dan Transmitasi Cahaya pada
Larutan Gula dan Garam. Universitas Diponegoro vol. 1, no. 1 (2015)
hal: 1-7.
Ristiyani, Dwi, dan Dwi Yulianti. “Pengembangan LKS fisika materi pemantulan
dan pembiasan cahaya terintegrasi karakter dengan pendekatan
saintifik”. UPEJ Unnes Physics Education Journal vol. 3, no. 3 (2014)
hal: 55-62.
Rozaq, dkk. “Penggunaan Metode Inkuiri untuk Mengatasi Miskonsepsi Siswa
pada Materi Pokok Optika Geometri serta sebagai Upaya Meningkatkan
Kreativitas Siswa di SMK Negeri 1 Lumajang”. JPPS (Jurnal Penelitian
Pendidikan Sains) vol. 2, no. 2 (2013) hal: 198-205.
Zamroni, Achmad. “Pengukuran indeks bias zat cair melalui metode pembiasan
menggunakan plan paralel”. Jurnal Fisika vol. 3, no. 2 (2013) hal: 108-
111.
JFT | 14