Anda di halaman 1dari 10

CLOCK DRAWING: ASESMEN UNTUK DEMENSIA

(Studi Deskriptif pada Orang Lanjut Usia Di Kota Semarang)

Sri Hartati, Costrie Ganes Widayanti

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro


Jl. Prof Sudharto. SH, Kampus Tembalang, Semarang, 50275

tthartati@gmail.com ; costrie.ganes@gmail.com

Abstrak

Dengan bertambahnya umur nampaknya faktor resiko menderita demensia juga akan meningkat. Ada berbagai macam
instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan screening, akan tetapi biasanya dibutuhkan seorang ahli yang
terlatih untuk mengadministrasikannya. Untuk itulah, peneliti pada tulisan ini ingin memberikan pilihan lain dari
penggunaan instrumen screening untuk demensia, yang dinamakan Clock Drawing Test. Tujuan Penelitian ini adalah
memberikan gambaran mengenai pengadministrasian Clock Drawing Test di Indonesia dan fungsinya untuk
mengetahui tanda-tanda orang lanjut usia yang mengalami demensia. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif dengan melibatkan 133 orang responden. Hasil penelitian menggambarkan bahwa tes menggambar jam
mudah diadministrasikan dan tidak ada penolakan dari responden. Pendidikan dan jenis pekerjaan tidak
mempengaruhi administrasi dari tes tersebut.

Kata Kunci : clock drawing test, demensia, lansia

PENDAHULUAN Saat ini penduduk yang berusia lanjut (> 60


tahun) di Indonesia terus meningkat jumlahnya
Kapan orang menjadi tua? apakah proses bahkan pada tahun 2005-2010 diperkirakan
penuaan sebagai akibat fisik yang aus dan akan menyamai jumlah balita yaitu sekitar
penurunan kemampuan terjadi tanpa adanya 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau
perubahan yang mendasar pada sikap sekitar 19 juta jiwa. Kondisi ini merupakan
individu?. Penuaan adalah suatu proses suatu tantangan untuk mempertahankan
biologis, meskipun para ahli biologis belum kesehatan dan kemandirian para lanjut usia
menemukan kesimpulan untuk menjelaskan agar tidak menjadi beban bagi dirinya,
karakteristik umum dari penuaan (Cox, 1988, keluarga maupun masyarakat. Dari jumlah itu,
dalam Shirdev & Levey, 2004). Schaie dan sekitar 15% diantaranya mengalami demensia
Willis (1992) mengatakan bahwa tahap usia atau pikun, di samping penyakit degeneratif
tua akan dialami oleh semua orang, ada lainnya seperti penyakit kanker, jantung,
perubahan fisik, psikis dan sosial yang terjadi. reumatik, osteoporosis, katarak (Prodia, 2007).
Di sisi lain kondisi fisik dan psikis setiap
orang lanjut usia akan berbeda. Hal tersebut Menurut The World Factbook (2002), berbagai
berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan negara mempunai variasi yang besar pada
lingkungan sosial budaya mereka. Akibatnya, harapan hidup penduduknya. Misalnya di
di berbagai negara akan mempunyai Jepang dan Switzerland usia harapan hidup
karakteristik usia lanjut yang berbeda, salah hampir mencapai 80 tahun. Kemiskinan,
satunya adalah harapan hidupnya. bencana alam, masalah politik dan ekonomi
menyebabkan usia harapan hidup di berbagai
negara seperti Bangladesh, Pakistan dan Chad
1
2 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

tetap antara 50-60 tahun bahkan ada yang merah). Sebagian dari hasil-hasil penelitian
lebih rendah. Di negara-negara yang sedang tersebut akan diuraikan dibawah ini.
berkembang usia harapan hidup berkisar 10
tahun atau lebih ada di bawah rata-rata usia
harapan hidup penduduk dunia. (dalam
Shirdev & Levey, 2004) Usia harapan hidup
yang lebih lama akan menyebabkan perubahan
yang terjadi pada struktur dan sistem pada
masyarakat dunia. Berbagai permasalahan
yang dialami oleh para orang lanjut usia
seperti tersedianya tenaga kerja yang masih
potensial, fasilitas untuk mereka, serta masalah
medis dan psikis yang sering dialami (misal:
depresi, demensia, penyakit jantung, darah
tinggi). (Source: Ferri dkk, 2005, dalam Final Report,
2005)
WHO membagi epidemologi dan prevalensi
demensia berdasarkan wilayah geografi di Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998
seluruh dunia menjadi empat bagian yaitu menyatakan bahwa alzheimer menyerang
(AMRO [wilayah Amerika], EURO [Eropa], mereka yang berusia di atas 50 tahun,
EMRO [Afrika utara dan timur tengah], AFRO sementara di Indonesia usia termuda yang
[Afrika], SEARO [Asia Selatan] and WPRO mengalami penyakit ini berusia 56 tahun.
[wilayah Pasifik bagian barat]). Gambar di Kira-kira 5% usia lanjut 65 - 70 tahun
bawah ini memperlihatkan bagian wilayah di menderita demensia dan meningkat dua kali
dunia yang memperlihatkan bukti-bukti lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada
penelitian prevalensi demensia. Bagian yang usia diatas 85 tahun. Pada negara industri
berwarna merah (Amerika utara, Eropa, kasus demensia 0.5 - 1.0 % dan di Amerika
Jepang dan Australis) memperlihatkan wilayah jumlah demensia pada usia lanjut 10 - 15%
yang melakukan beberapa penelitian tentang atau sekitar 3 - 4 juta orang. Demensia
demensia yang mempunyai metodologi yang Alzheimer merupakan kasus demensia
dianggap berkualitas. Bagian yang berwarna terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa
merah muda, adalah penelitian epidemologi sekitar 50 - 70%. Demensia vaskuler penyebab
yang kurang mempertimbangkan kualitas dan kedua sekitar 15 - 20% sisanya 15 - 35%
kuantitas estimasi yang tepat. Bagian yang disebabkan demensia lainnya. (dalam
berwarna putih merupakan wilayah di dunia Wibowo, 2007). Penduduk Amerika yang
yang sama sekali tidak mempunyai penelitian keturunan Afrika lebih beresiko menderita
tentang epidemologi demensia. Sedangkan demensia daripada etnis sama yang bertempat
bagian yang bertitik merah adalah wilayah di negara asal (Ibadan, Negeria). (Hendrie
yang kurang lebih hanya mempunyai satu dkk., 1995)
penelitian tentang epidemologi demensia.
Menurut Hendrie dkk. yang melakukan
(Final Report, 2005). Dari gambaran tersebut
penelitian di tahun 1995, meskipun faktor
terlihat bahwa data-data tentang demensia
genetik memegang peranan yang penting
tidak seluruhnya dapat diperoleh di berbagai
terjadi demensia, nampaknya faktor
budaya di dunia. Data-data tentang
lingkungan juga memberikan sumbangan besar
epidemologi dan prevalensi biasanya hanya
pada faktor resikonya. Faktor lingkungan
pada negara-negara yang mempunyai sejarah
tersebut berkaitan dengan gaya hidup. Menurut
metode penelitian yang baik (bagian berwarna
penulis, gaya hidup yang tidak sehat yang
Hartati dan Widayanti, Clock Drawing: Asesmen untuk Demensia(Studi Deskriptif Pada Orang Lanjut Usia 3
di Kota Semarang)

merupakan faktor resiko yang utama berbagai penyakit demensia jenis Alzheimer lebih
penyakit, misalnya stroke, penyakit jantung, dikarenakan angka harapan hidupnya lebih
hipertensi, diabetes mellitus. Di sisi lain besar daripada pria. Menurutnya faktor resiko
menurut Final Report dari pemerintah terbesar penyakit demensia adalah usia lanjut,
Australia (2005) penyakit tersebut merupakan dan jenis kelamin tidak mempunyai hubungan
faktor resiko besar untuk terjadinya demensia. yang langsung dengan penyakit tersebut.
Penelitian yang dilakukan tahun-tahun
sebelumnya menyatakan bahwa sekitar 70% Demensia vaskuler merupakan jenis demensia
penderita stroke mengalami gangguan kognitif terbanyak ke 2 setelah demensia Alzheimer,
(ringan - berat) dan sekitar 25-30% dengan angka kejadian demensia vaskuler
diantaranya berkembang menjadi demensia. tidak berbeda jauh dengan angka kejadian
Stroke kemungkinan secara langsung demensia Alzheimer. Jellinger dkk. (2002)
menyebabkan demensia atau stroke merupakan mengutarakan bahwa angka kejadian demensia
factor presipitasi proses degeneratip pada vaskuler sekitar 47% dari populasi demensia
demensia seperti pada demensia Alzheimer. secara keseluruhan (demensia Alzheimer 48%
(dalam Wibowo, 2007) dan demensia oleh sebab lain 5%). Erkinjutti
(2004) melaporkan kejadian demensia
Penelitian tahun 1998 di Jepang dan Cina vaskuler pada populasi usia lebih dari 65 tahun
menggambarkan prevalensi demensia vaskuler sekitar 1,2 - 4,2% dan pada kelompok usia
50-60% dan 30 - 40% demensia akibat diatas 65 tahun menunjukkan peningkatan
penyakit Alzheimer. Tidak menutup angka kejadian dari 0,7% dalam kelompok
kemungkinan mereka yang di bawah 40 tahun usia 65 - 69 tahun hingga mencapai 8,1% pada
bisa terserang penyakit pikun akut ini. (dalam kelompok usia diatas 90 tahun. Angka
Wibowo, 2007). Faktor lingkungan yang kejadian demensia vaskuler ini kemungkinan
merupakan faktor resiko tersbeut juga terjadi akan bertambah seiring dengan meningkatnya
pada etnis Asia yang ada di menjadi penduduk kejadian CVD. Demensia vaskuler dan
di Amerika. Prevalensi demensia lebih kecil demensia Alzheimer merupakan penyebab
pada etnis Asia (Jepang) yang tinggal di utama demensia, bahkan diantara keduanya
negara asal. Penelitian yang dilakukan di sering terjadi bersamaan. Erkinjutti (2005)
negara bagian Washington DC tersebut juga melaporkan hasil penelitian patologi melalui
menyarankan untuk mendukung keberadaan proses otopsi, pada 50% penderita demensia
penderita demensia, sebaiknya perawatan lebih Alzheimer terlihat adanya CVD dan pada 80%
didasarkan pada komunitas, sehingga nilai- penderita demensia vaskuler didapatkan
nilai budaya asal tetap akan terjaga (Graves kelainan sesuai dengan Alzheimer. (dalam
dkk., 1996). Wibowo, 2007) Sebelumnya dari penelitian
Lerner (1999) berdasarkan jenis kelamin,
Alzheimer kebanyakan menyerang kaum hawa wanita lebih beresiko menderita demensia
karena hormon wanita lebih cepat masuk masa Alzheimer dan pria menderita demensi
menopause ketimbang pria dengan masa vaskuler, untuk berbagai etnis yang ada di
andropausenya. Bahayanya, memang Amerika
alzheimer lebih banyak hinggap pada wanita
daripada pria. Jadi faktor resiko Demensia Dengan bertambahnya umur nampaknya faktor
Alzheimer (DA) terjadi pada usia lanjut, resiko menderita demensia juga akan
wanita, trauma kapitis berat, pendidikan meningkat. Orang yang berumur 65 tahun
rendah dan menyangkut faktor genetik keatas akan mempunyai resiko 11% dan umur
kasusnya 1 - 5%. (dalam Wibowo, 2007) 85 tahun keatas resiko semakin besar yaitu
Sedangkan pada penelitian Lerner (1999) 25% - 47%. Selain itu,, bertambah majunya
terlihat bahwa resiko wanita mendapatkan bidang ilmu farmakologi untuk penderita
4 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

demensia, dibutuhkan berbagai macam usaha seorang ahli yang terlatih untuk
untuk melakukan skrining terhadap mengadministrasikannya. Untuk itulah,
penderitanya. Skrining tersebut diperlukan peneliti pada tulisan ini ingin memberikan
agar dapat diberikan pengobatan yang lebih pilihan lain dari penggunaan instrumen
dini untuk memperlambat keparahan skrining untuk demensia, yang dinamakan
demensia. Clock Drawing Test.

Menurut Shah (2004), prevalensi demensia Oleh karena untuk mengetahui lebih dini
dan tipe atau golongannya bervariasi resiko orang lanjut usia yang kemungkinan
berdasarkan wilayah negara dan etnis yang akan menderita demensia dibutuhkan suatu
berbeda. Variasi ini kemungkinan didasarkan instrumen yang mudah digunakan. Pada
pada metodologi penelitian yang digunakan. penelitian ini permasalahan yang dingin
Misalnya, tes kognitif yang digunakan untuk dirumuskan adalah :
mendiagnosa demensia di salah satu negara, a) Apakah Clock Drawing Test dapat
mungkin tidak tepat untuk digunakan di negara diadministrasikan tanpa adanya penolakan
lain. Diperlukan pengembangan instrumen dari responden ?
atau alat diagnostik yang akan b) Apakah pendidikan berpengaruh pada
mempertimbangkan perbedaan bahasa, latar kemampuan responden menyelesaikan
belakang pendidikan, budaya dan gaya hidup Clock Drawing Test ?
tersebut. Sebelumnya McCracken (1997) c) Apakah Clock Drawing Test dapat
menyatakan bahwa alat ukur (terutama dengan digunakan untuk mengetahui tanda-tanda
wawancara) yang kurang tepat seringkali orang lanjut usia yang akan mengalami
menyebabkan sampel dari responden yang demensia ?
tidak memakai bahasa yang sama tidak
mampu menjawab pertanyaan peneliti. Demensia
Penelitian tentang demensia memang
memerlukan metode yang sesuai dengan Istilah demensia itu berasal dari bahasa asing
karakteristik responden. Faktor budaya dan emence yang pertama kali dipakai oleh Pinel
lingkungan nampaknya perlu mendapatkan (1745 - 1826). Pikun sebagaimana orang
pertimbangan pada waktu membuat penilaian. awam mengatakan merupakan gejala lupa
Selama ini tidak belum ada penelitian- yang terjadi pada orang lanjut usia. Pikun ini
penelitian yang memakai metode yang termasuk gangguan otak yang kronis. Biasanya
terstandaridasasi untuk mengetahui demensia (tetapi tidak selalu) berkembang secara
di berbagai negara. Tidak semua penelitian perlahan-lahan, dimulai dengan gejala depresi
menggunakan metodologi yang memadai yang ringan atau kecemasan yang kadang-
untuk mengumpulkan datanya. kadang disertai dengan gejala kebingungan,
kemudian menjadi parah diiringi dengan
Salah satu instrumen yang digunakan untuk hilangnya kemampuan intelektual yang umum
melakukan skrining dengan angket oleh atau demensia. Jadi istilah pikun yang
Monnot, Brosey, dan Ross (2005) mampu dipakai oleh kebanyakan orang, terminologI
mencegah penyakit demensia menjadi lebih ilmiahnya adalah demensia. (Schaei & Willis,
parah karena mendapatkan penanganan dini. 1991). Jabaran demensia sekarang adalah
Angket tersebut diberikan oleh orang yang "kehilangan kemampuan kognisi yang
merawat atau menemanani orang lanjut usia sedemikian berat hingga mengganggu fungsi
tersebut. Menurut para ahli tersebut sosial dan pekerjaan". (dalam Kusumoputro,
sebelumnya ada berbagai macam instrumen 2006)
yang dapat digunakan untuk melakukan
skrining, akan tetapi biasanya dibutuhkan
Hartati dan Widayanti, Clock Drawing: Asesmen untuk Demensia(Studi Deskriptif Pada Orang Lanjut Usia 5
di Kota Semarang)

Sedangkan Cummings dan Benson (1992) melakukan korespondensi, bepergian dengan


menggunakan istilah “senescence” yang kendaraan umum, melakukan hobi, memasak,
menandakan perubahan proses menua yang menata boga, mengatur obat-obatan,
masih dalam taraf normal dan istilah “senility” menggunakan telepon, dan sebagainya.
untuk gangguan intelektual yang terjadi pada Lambat laun penyandang tersebut tidak
lanjut usia tetapi belum mengalami mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari
“dementia” (Besdin,1987). Sejak lama istilah yang dasar (basic activity of daily living)
perubahan dan gangguan intelektual tersebut berupa ketidakmampuan untuk berpakaian,
dipergunakan tanpa ada jabaran yang rinci. menyisir, mandi, toileting, makan, dan
Hampir semua orang lansia yang mengalami aktivitas hidup sehari-hari yang dasar (basic
kemunduran fungsi mentalnya secara mudah ADL). Jadi proses demensia terjadi secara
disebut sebagai telah mengalami demensia. bertingkat dalam tahapan-tahapan yang dapat
Dalam kenyataan belum tentu lansia sudah diamati dan dikenali kalau saja orang dekatnya
mengalami demensia dan mungkin hanya baru waspada.
dalam taraf predemensia. Istilah predemensia
belum begitu dikenal oleh masyarakat Akibat proses penuaan, mau tidak mau terjadi
(Kuntjoro, 2002). kemunduran kemampuan otak. Diantara
kemampuan yang menurun secara linier atau
Keadaan demensia pada usia lanjut terjadi seiring dengan proses penuaan adalah (dalam
tidak secara tiba-tiba, tetapi secara berangsur- Kuntjoro, 2002):
angsur melalui sebuah rangkaian kesatuan
dimulai dari “Senescence” berkembang a. Daya Ingat (memori), berupa penurunan
menjadi ”senility” yang disebut sebagai kemampuan penamaan (naming) dan
kondisi “pre-demensia” dan selanjutnya baru kecepatan mencari kembali informasi yang
menjadi “dementia”. Pengenalan demensia telah tersimpan dalam pusat memori
masa kini dipusatkan pada pengenalan dini (speed of information retrieval from
melalui rangkaian kesatuan tersebut yaitu memory).
mulai dari kondisi “senescence” yang dikenal
sebagai “benign senescent forgetfulness b. Intelegensia Dasar (Fluid intelligence)
(BSF)”, dan “age-associated memory yang berarti penurunan fungsi otak bagian
impairment (AAMI)”, – berlanjut menjadi kanan yang antara lain berupa kesulitan
kondisi “Senility” yang antara lain dikenal dalam komunikasi non verbal, pemecahan
sebagai “cognitively impaired not demented masalah, mengenal wajah orang, kesulitan
(CIND)”, dan “mild cognitive impairment ( dalam pemusatan perhatian dan
MCI)”. Akhirnya barulah disusul fase konsentrasi (dalam Flavel, 1997). Dari
“dementia” (Kuntjoro, 2002). penelitian Finkel dan Pederson (2000),
ditemukan bahwa ada hubungan antara
Ditambahkan oleh Kusumoputro (2006) orang bertambahnya umur dengan kecepatan
yang mengalami demensia selain mengalami untuk melakukan persepsi. Kemampuan
kelemahan kognisi secara bertahap, juga akan mempersepsi (Perceptual speed) disini
mengalami kemunduran aktivitas hidup sehari- dicontohkan seperti melakakuan
hari (activity of daily living/ADL) Ini pun identifikasi suatu objek atau mengingat
terjadi secara bertahap dan dapat diamati. suatu digit symbol. Kemampuan persepsi
Awalnya, kemunduran aktivitas hidup sehari- ini penting karena akan mempengaruhi
hari ini berujud sebagai ketidakmampuan kemampuan kognitif seseorang. Biasanya
untuk melakukan aktivitas hidup yang akan mengalami penurunan seiring
kompleks (complex activity of daily living) bertambahnya usia.
seperti tidak mampu mengatur keuangan,
6 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

Clock Drawing Test Tujuan Penelitian

Pertama kali penelitian tentang Clock Drawing Tujuan dari penelitian ini memberikan
Test (CDT) tahun 1983. Saat itulah tes gambaran mengenai pengadministrasian
tersebut digunakan di berbagai macam setting. Clock Drawing Test di Indonesia dan
Tes tersebut memerlukan kemampuan fungsinya untuk mengetahui tanda-tanda
pemahaman, kemampuan visual spasial, orang lanjut usia yang mengalami demensia.
kemampuan merekonstruksi, konsentrasi,
pengetahuan angka, ingatan visual dan fungsi
eksekutif. Meskipun tes tersebut mampu untuk METODE
menguji aspek kognitif yang luas, CDT tidak
terlalu menekankan pada aspek pengetahuan Pemilihan Subjek
dibandingkan dengan tes lain misalnya The
Subjek penelitian merupakan responden dari
abbreviated mental test score (AMTS) yang
mahasiswa peserta mata kuliah Psikogeriatri.
lebih pendek ataupun the Mini Mental State
Mereka mendapatkan tugas untuk mencari
Examination (MMSE) yang lebih umum.
orang lanjut usia yang ada di sekitar mereka
(Henderson, Scot, & Hotopf, 2007),
untuk dites, diobservasi dan diwawancarai,
Inti dari tugas tes tersebut adalah aktivitas Orang lanjut usia yang dipilih yang
menggambar permukaan jam kemudian mempunyai kriteria berumur diatas 55 tahun.
menggambar jarum jam yang menunjuk pada Sebelumnya, mahasiswa diberikan pelatihan
arah tertentu sebagai simbol dari waktu. selama satu hari (dalam satu kali pertemuan
Sejumlah variasi sudah berkembang, demikian kuliah) untuk memberikan instruksi, aspek
juga variasi dari sistem penilaiannya, akan yang diobservasi dan diawawancarai.
tetapi yang disering digunakan adalah yang
Para mahasiswa yang bertugas mengambil
dikembangkan oleh Manos dan Shulman. CDT
data sudah mempunyai bekal pengetahuan
menunjukkan korelasi yang baik dengan tes
tentang orang lanjut usia, baik berkaitan
fungsi kognitif yang lain yaitu MMSE dan The
dengan perubahan fisik, kognitif, emosi dan
Blessed Dementia Rating Scale (Henderson,
sosialnya maupun dengan berbagai macam
Scot, & Hotopf, 2007).
penyakit yang biasa di alami orang lanjut usia
CDT mempunyai kemungkinan kelemahan tersebut.
terbesar karena tidak sesuai untuk orang-orang
Responden yang diberikan CDT sebanyak
yang mengalami gangguan penglihatan atau
140 orang, tetapi tidak seluruhnya dapat
gangguan neurologis lengan bagian atas
dianalisis karena ada beberapa data yang
seperti kelumpuhan atau tremor. Beberapa ahli
tidak ditampilkan misalnya pendidikan, tidak
berpendapat bahwa umur dan pendidikan
ada hasil wawancara dan observasi mengenai
menyebabkan bias pada penilaian CDT,
keseharian responden. Jumlah data yang
meskipun ahli lain mengatakan sebaliknya. Di
memadai adalah 133 responden.
sisi lain, CDT mempunyai banyak keuntungan
dibandingkan dengan metode skrining Instrumen Penelitian
gangguan kognitif yang lain yaitu tidak
terpengaruh dengan suasana hati, bahasa atau Untuk mengambil data digunakan Clock
budaya, selain itu tidak membutuhkan Drawing Test dari Shulman, Gold, Cohen, dan
pengetahuan yang tidak semestinya. Selain itu, Zucchero (1993). Pengadministrasiannya
CDT biasanya menarik perhatian para sebagai berikut :
penderita karena tidak terlalu lama dan mudah
diterima. (Henderson, Scot, & Hotopf, 2007).
Hartati dan Widayanti, Clock Drawing: Asesmen untuk Demensia(Studi Deskriptif Pada Orang Lanjut Usia 7
di Kota Semarang)

a) Instruksi tersebut sehingga berbentuk seperti jam


Langkah 1: Memberikan responden dan menggambar jarum jam yang
sehelai kertas dengan lingkaran yang menunjuk jam ’11 lewat 10 menit’
seperti jam, besarnya relatif sesuai dengan
angka yang akan digambar. Ditunjukkan b) Skoring
bagian atas dan bawah. Skoring dapat diperhatikan pada tabel 1
Langkah 2: Responden diminta untuk berikut ini.
menggambar angka-angka di lingkaran

Skor Kesalahan Contoh-contoh


1 Sempurna Tidak ada kesalahan sama sekali

2 Kesalahan visual spasial kecil a) kesalahan membuat spasi angka yang kecil
b) menggambar angka jam di luar lingkaran
c) membalik kertas saat menuliskan jam sehingga angka
terbalik
d) Menggambar jari-jari untuk menyesuaikan angka jam
3 Tidak mampu menunjuk seting jam ’11 a) Jarum yang menunjuk menit ada di angka 10
lebih 10 menit’ padahal saat organsasi b) Menulis jam 11 lebih 10 menit
visual spasial terlihat sempurna atau c) Tidak mampu menggambar penunjuk waktu
hanya menunjukkan penyimpangan
yang kecil

4 Disorganisasi visual spasial yang a) Pembuatan spasi yang tidak akurat


ringan sehingga tidak mungkin akan b) Menghilangkan angka
menunjuk jam ’11 lebih 10 menit’ c) Perseverasi: mengulang lingkaran atau melanjutkan lebih 12
dengan 13, 14, 15, dst
d) Bagian kiri kanan terbalik: angka digambarkan berkebalikan
arah jarum jam
e) Disgrapia: tidak mampu menulis angka dengan akurat
5 Tingkat yag parah pada disorganisasi Lihat contoh dari skoring 4
tersebut seperti pada skoring 4

6 Tidak mampu merepresntasikan jam a) Tidak ada usaha sama sekali


b) Tidak ada kemiripan dengan jam sama sekali
c) Menulis nama atau kata
(Shulman, Gold, Cohen & Zucchero, 1993)
banyak dari responden yang hanya
HASIL DAN PEMBAHASAN berpendidikan SD bahkan ada yang lupa
tempat sekolahnya, mereka tidak berkeberatan
Berdasarkan laporan mahasiswa yang bertugas
sebagai tester CDT merasa tidak mengalami
kesulitan untuk mengadministrasikan tes ini
pada responden. Dari observasi dan menyelesaikan tes tersebut. Kehati-hatian,
wawancara yang dilakukan mahasiswa, hanya banyak pertanyaan yang diajukan,
ada beberapa yang melaporkan penolakan. memperlihakan kekhawatiran karena takut
Penolakan tersebut bukan karena responden berbuat salah, meminta bantuan. Menurut
takut. Schaie dan Willis (1991) adalah perilaku yang
wajar saat lansia diberikan tes. Oleh karena
Hasil wawancara dan observasi tersebut itu, salah satu keuntungan dari CDT untuk
memberikan gambaran bahwa meskipun mengetahui gangguan kognitif pada lansia
8 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

adalah kemudahan pengadministrasian dan sebelah diantara angka 11 dan 12). Usia yang
biasanya lebih diterima karena tidak berkaitan semakin tinggi mempunyai faktor resiko yang
dengan aspek pengatahuan dasar. (Henderson, lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi
Scot & Hotopf, 2000) kognitif, terlihat pada responden bahwa ia
kurang mampu memahami instruksi verbal
Responden yang mengisi CDT dan mendapat untuk menunjuk jam 11 lebih 10 menit.
skor ≤ 3 memang lebih banyak yang
berpendidikan SD, tetapi bukan berarti Subjek 3 : Responden berumur 73 tahun,
pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi pendidikan Sekolah Keguruan, pensiunan
kemampuan menyelesaikan CDT. Di sisi lain, Kepala Sekolah. Ia sudah banyak mengalami
responden yang berpendidikan SD pun banyak penurunandaya ingat, ia mudah melupakan
yang mampu menyelesaikan CDT dengan baik kejadian yang baru saja berlangsung. Skor
dan mendatkan skor 1. Oleh karena itu, yang yang didapat adalah 3 yaitu jarum yang
penelitian survei yang lebih besar perlu menunjuk menit ada di angka 10 (membuat
dilakukan untuk menjaring responden yang sendiri angka 10 di sebelah diantara angka 11
baik agar diketahui dengan pasti pengaruh dan 12). Usia yang lebih muda dari responden
pendidikan terhadap skor CDT untuk 2, tetapi responden ini melakukan kesalahan
responden Indonesia. yang sama. Dari wawancara dengan anaknya,
meskipun aktivitas kehidupan sehari-harinya
Untuk menjawab pertanyaan nomor tiga yaitu masih mandiri, ia memerlukan bantuan untuk
apakah skor CDT mampu untuk memprediksi mengingat kejadian-kejadian sehari-hari.
tanda-tanda demensia, perlu ditelaah lebih Sebagai salah satu asek kognitif yang paling
dalam dengan memperhatikan contoh dari mendasar, daya ingat manusia terbatas. Pada
beberapa responden yang mempunyai skor ≤ orang lansia, kemunduran ini akan semakin
3, sebagai berikut : terlihat. Ada baiknya lebih diketahui
sebenarnya lupa yang normal, mempunyai
Subjek 1 : Responden berumur 62 tahun, karakteristik yang bagaimana (Yani, 2007):
pendidikan S2, pensiunan Pegawai, saat ini ia
masih aktif berolah raga pagi dan malam hari, Subjek 4: Responden berumur 81 tahun,
serta membersihkan rumah. Skor yang pendidikan setara SMA , dan tidak bekerja.
didapatkan responden adalah 4 karena ia Aktivitas kehidupan sehari-harinya banyak
menulis angka 1, 2, 3, 4 menjadi 13, 14, 15, menerima bantuan dari orang lain, ia sering
dan seterusnya. Dilihat dari pendidikan lupa. Skor yang didapat adalah 4, yaitu bagian
responden, nampaknya kesalahan yang dibuat kiri kanan terbalik: angka digambarkan
tidak perlu terjadi apabila dibandingkan berkebalikan arah jarum jam.
dengan responden lain yang mempunyai
pendidikan lebih rendah, dan tidak bekerja. Dari beberapa contoh responden di atas,
Oleh karena, responden perlu mendapatkan digambarkan bahwa meskipun tes tersebut
asesmen lebih lanjut berkaitan dengan fungsi terlihat mudah akan tetapi tidak semua
eksekutifnya responden mampu menyelesaikannya dengan
baik. Berbagai kemundurun kognitif dapat
Subjek 2: Responden berumur 89 tahun, mempengaruhi hasil tes tersebut. Menurut
pendidikan SMA, pensiunan pegawai, saat ini Shah (2001), sebenarnya CDT dapat
ia masih aktif kegiatan dan mengatur jadwal digunakan untuk mendeteksi bukti-bukti awal
sehari-hari untuk dirinya. Ia sadar banyak adanya fungsi neurologis yang kurang baik.
ingatannya yang dilupakan. Skor yang didapat
adalah 3 yaitu jarum yang menunjuk menit ada
di angka 10 (membuat sendiri angka 10 di
Hartati dan Widayanti, Clock Drawing: Asesmen untuk Demensia(Studi Deskriptif Pada Orang Lanjut Usia 9
di Kota Semarang)

Culture, Medicine and Psychiatry, 23,


501–529.
KESIMPULAN DAN SARAN
Freund, B., Gravenstein, S., Ferris, B., Burke,
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: B.L. & Shaheen, E. (2005). Drawing
a) CDT mudah diadministrasikan dan tidak clocks and driving cars : use of brief
memerlukan waktu yang panjang bagi tests of cognition to screen driving
responden untuk menyelesaikannya. competency in older adults, J Gen
b) Kesimpulan sementara dari hasil observasi Intern Med, 20, 240–244.
dan wawancara, pendidikan bukanlah
Graves, A.B. (1996). Prevalence of dementia
faktor utama penyebab responden
and its subtypes in the japanese
mendapatkan skor yang tinggi, tetapi
american population of king county,
pendidikan dapat membantu responden
washington state, the kame project.
untuk menyelesaikan tugas dengan baik.
American Journal of Epidemiology by
Saran The Johns Hopkins University School
of Hygiene and Public Health, 144 (8).
a) Untuk mendapatkan hasil valid dan
reliable, CDT perlu dikorelasikan dengan Greider, K. & Neimark, J.M (1996), Making
tes lain yang lebih baik secara psikometri. Our Minds Last a Lifetime - anti Aging
b) CDT dapat diadministrasikan lebih Research, Psychology Today, Nov-Des,
mudah daripada tes yang lain, oleh 1996.
karena itu perlu kiranya dibuat
standardisasi CDT untuk responden Henderson, M., Scot, S. & Hotopf, M.,
Indonesia (2007). Use of the clock-drawing test
in a hospice population, Palliative
Medicine 2007; 21: 559–565

DAFTAR PUSTAKA Hendrie, H.C. (1995). Prevalence of


Alzheimer’s Disease and Dementia in
Duke, L.M. & Kaszniak, A.W. (2000). Two Communities: Nigerian Africans
Executive Control Functions in and African Americans, American
Degenerative Dementias: A Journal of Psychiatri, Vol. 152 : 1482-
Comparative Review. Neuropsychology 1492.
Review, 10, (2).
Kuntjoro, Z.S. (2002). Pengenalan Dini
Flavel, J.H. (1997). Cognitive Development. Demensia (Predemensia).,(diambil tgl
New Jersey: Prentice Hall Inc. 20 Oktober 2007), www.e-
psikologi.com/usia/170602.htm
Finkel, D. & Pederson, N.L. (2000).
Contribution of Age, Genes, and Kusumoputro, (2007). Kelemahan Kognisi
Environment to the Relationship Ringan sebagai Awal Pikun Alzheimer
Between Perceptual Speed and pada Lanjut Usia, (diambil tgl 20
Cognitive Ability. Psychology and Oktober 2007)
Aging, 15, (1), 56-64. http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0307/01/opini/401780.htm
Fox, K., Hinton, W.L. & Lefkoff, S. (1999).
Take Up The Caregiver’s Burden: Lerner, A.J. (1999). Commentary: Women
Stories of Care for Urban African and Alzheimer’s Disease, The
American Elders with Dementia.
10 Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, No. 1, April 2010

Journal of Clinical Endocrinology & Application, Boston: Pearson


Metabolism Vol. 84, No. 6. Education,Inc

Mc-Cracken, dkk. (1997). Prevalence of Shulman, K.I., Gold, D.P., Cohen, C.A. &
Dementia and Depression among Zucchero, C.A. (1993). Clock
Elderly People in Black and Etnick drawing and dementia in the
Minorities, Departement of Psychiatry, community: a longitudinal study. Int
University of Liverpool. J Geriatry Psychiatry. 1993;8:487-
496.
Monnot, M., Brosey, M. & Ross, E. (2005).
Screening For Dementia: Family Rees, G., Chye, A.P. & Lee, S.H. (2006).
Caregiver Questionnaires Reliably Demensian di Kawasan Asia Pasifik:
Predict Dementia, JABFP July– Sudah Wabah, Ringkasan Eksekutif
August 2005 Vol. 18 No. 4 Laporan, Access Economics Pty
Limited
Santrock, J.W. (1999). Life-Span
Development, Seventh Edition, Boston: Wibowo, A.S. (2007). Manajemen Demensia
McGraw-Hill Alzheimer dan Demensia Vaskuler.
http://abgnet.blogspot.com/2007/09/
Schaie K.W. & Willis, S.L. (1991). Adult manajemen-demensia-alzheimer-
Development and Aging, New York: dan.html (diambil tanggal 30 April
HarperCollins Publishers 2008)

Shah, A. (2004) Crosss-Cultural Issues and Yani, S.M. (2007). Demensia ( Kepikunan ).
Cognitive Impairment, (Diambil tanggal 20 Okttober 2007).
http://www.rcpsych.ac.uk/pdf/Dement www.mitrakeluarga.com/kemayoran/ke
ia%20%20Culture.pdf. sehatan008.html

Shah, J. (2001). Only Time Will Tell: Clock -------------------. (2007). HOMOSISTEIN
Drawing As An Early Indicator Of Sebagai Faktor Risiko Kepikunan,
Neurological Dysfunction, P&S Seri Edukasi PRODIA. (diambil tgl
Medical Review, Vo. 7 No. 2 20 Oktober 2007),

Shirdev, E.B. & Levey, D.A. (2004). Cross- www.prodia.co.id/info_terkini/edukasi


Cultural Psychology, Critical /2007_edu_homosistein42d6ee65b827
Thinking and Contemporary a38f44956092d28ba985

Anda mungkin juga menyukai