Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Resiko kurang gizi akan mucul secara klinik pada orang sakit, terutama pada
penderita anoreksia, kondisi mulut / gigi geligi buruk serta kesulitan menelan,
penyakit saluran cerna disertai mual, muntah dan diare, infeksi berat, tidak sadar
pada waktu lama, kegagalan fungsi saluran pencernaan dan pasien mendapat
kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan 20% - 60% pasien menderita kurang gizi
pada saat dirawat di rumah sakit.
Agar pelayanan gizi rumah sakit dapat dilaksanakan secara optimal dan berdasarkan
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT), diperlukan suatu ”Panduan Pelayanan Gizi
Rumah Sakit” yang dapat dipakai sebagai acuan bagi para petugas dan manajemen
rumah sakit agar kebutuhan gizi pasien, karyawan maupun dokter dapat dipenuhi.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan pokok pelayanan gizi rumah sakit di RS Utama Husada
terdiri dari Asuhan Gizi Pasien Rawat Inap, Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan dan
Penyelenggaraan Makanan.
Kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit, meliputi:
1. Penyediaan makanan
2. Pemilihan variasi makanan
3. Pemberian edukasi gizi
4. Penyiapan makanan
5. Penyimpanan makanan
6. Penyaluran/pendistribusian makanan
7. Perencanaan terapi nutrisi
8. Pemberian terapi nutrisi
9. Monitoring terapi nutrisi

1
C. Batasan Operasional
Yang dimaksud dengan :
1) Pelayanan Gizi, suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi, merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis,
simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam
rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau sakit.
2) Tim Asuhan Gizi/ Tim Terapi Gizi, adalah sekelompok tenaga profesi di
rumah sakit yang terkait dengan pelayanan gizi paasien berisiko tinggi
malnutrisi, terdiri dari dokter/dokter spesialis, ahli gizi/dietisien, perawat, dan
farmasi dari setiap unit pelayanan, bertugas bersama memberikan pelayanan
paripurna yang bermutu.
3) Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah Pendekatan sistematik dalam
memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas, melalui serangkaian
aktivitas yang terorganisir meliputi identifikasi kebutuhan gizi sampai
pemberian pelayanannya untuk memenuhi kebutuhan gizi.
4) Nutrisionis, adalah seseorang yang diberi tugas tanggung jawab dan wewenang
secara untuk melaksanakan kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi
dan dietetik, pendidikan dasar akademi gizi
5) Konseling gizi, adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah
yang dilaksanakan untuk menanamkan dan meningkatkan perbaikan sikap dan
prilaku sehingga membantu pasien / klien dalam mengatasi masalah gizi,
dilakukan oleh seorang nutrisionis / dietisien
6) Penyuluhan Gizi adalah serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan gizi
dan kesehatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien/klien dan
lingkungannya terhadap upaya peningkatan status gizi dan kesehatan.
Penyuluhan gizi ditujukan untuk kelompok atau golongan masyarakat massal,
dan target yang diharapkan adalah pemahaman perilaku kesehatan dalam
kehidupan sehari-hari.
7) Mutu Pelayanan Gizi, adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan
pelayanan gizi sesuai standar yang memuaskan baik kualitas petugas maupun
sarana serta prasarana untuk kepentingan klien

2
8) Sanitasi Pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan
berkembangnya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman,
peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan
manusia.

3
BAB II
PELAYANAN GIZI

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan
pasien berdasarkan keadaan klinik, status gizi dan status metabolisme tubuhnya.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya
proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Seiring
kondisi pasien semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya.
Terapi gizi yang menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan tentunya
harus diperhatikan agar pemberian tidak melebihi organ tubuh untuk melaksanakan
fungsi metabolisme. Pemberian diet pasien harus selalu dievaluasi dan diperbaiki sesuai
dengan perubahan klinik pasien, hasil pemeriksaan laboratorium, dan sebagainya.

A. Visi
Pelayanan Gizi RS Utama Husada merupakan unit pelayanan profesional yang
berorientasi kepada kebutuhan gizi pelanggan (pasien, dokter, karyawan) untuk
menjaga terciptanya pelayanan kesehatan yang efektif, aman dan ekonomis

B. Misi
1. Menyelenggarakan produksi dan distribusi makanan yang dapat menunjang
aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam mewujudkan program
keselamatan pasien, dokter dan karyawan RS Utama Husada.
2. Menyelenggarakan pelayanan gizi di rawat inap yang berorientasi pada
kebutuhan gizi pasien guna mempercepat proses penyembuhan.
3. Melakukan penyuluhan dan konsultasi gizi untuk pasien di Instalasi Rawat Jalan
dan Rawat Inap
4. Melakukan kegiatan gizi terapan untuk meningkatan mutu pelayanan gizi
5. Memberikan pendidikan dan pelatihan bagi petugas agar dapat memberikan
pelayanan yang profesional

4
C. Tujuan

1. Terselenggaranya produksi dan distribusi makanan yang aman sehingga


menunjang program keselamatan pasien
2. Terselenggaranya penerjemahan dan evaluasi diet pasien sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan pasien rawat inap
3. Terselenggaranya penyuluhan dan konsultasi gizi kepada pasien rawat jalan
dan rawat inap tentang manfaat diet
4. Terlaksananya kegiatan gizi terapan melalui survei pelayanan gizi.
5. Terciptanya profesionalisme dalam mengelola pelayanan gizi sesuai dengan
standar pelayanan gizi rumah sakit

D. Kebijakan Umum Pelayanan Gizi


1) Pelayanan gizi, minimal dipimpin oleh seorang sarjana (S1) gizi dengan dasar
pendidikan sarjana gizi sesuai standar kualifikasi tenaga di Instalasi gizi rumah
sakit yang ditetapkan Depkes RI menurut kelas rumah sakit.
2) Tersedia fasilitas ruangan dan alur kerja yang efisien dan peralatan untuk :
a. Penerimaan bahan makanan dan makanan
b. Penyimpanan bahan makanan dan makanan
c. Peyiapan makanan
d. Persiapan makanan termasuk pemasakan
e. Penyajian makanan masak
f. Produksi makanan
g. Distribusi makanan
h. Penyajian dan penyaluran makanan
i. Pencucian alat makan
j. Penyimpanan alat makan
k. Pembuangan sampah

5
3) Tersedia fasilitas ruangan dan peralatan untuk pelayanan konsultasi/penyuluhan
diet individu atau kelompok, baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan,
pegawai, dan masyarakat pengguna rumah sakit.
4) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian yang lebih tinggi
untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya. Hendaknya
dihindarkan meletakkan gudang di kaki tangga / elevator, ruang peralatan atau
ruang-ruang yang kurang sesuai untuk bahan makanan.
5) Bahan makanan hendaknya tidak diletakkan dibawah saluran / pipa air (air
bersih maupun air limbah) untuk mencegah kebocoran dari saluran tersebut.
Hendaknya tidak ada drainase disekitar gudang makanan untuk menghindari
saluran balik / meluapnya saluran pada saat macet.
6) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak yang baik dengan
ketinggian rak terbawah dari lantai 20 – 25 cm. Hal ini untuk menghindari
kontaminasi karena genangan air, memudahkan pembersihan dan mencegah
infestasi serangga.
7) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 22 0 C untuk
mengurangi pertumbuhan serangga, bakteri atau kerusakan kaleng. Suhu
didalam ruang pendingin antara –100 C sampai 50 C.
8) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga. Jendela dan pintu perlu dipasang
kaca, pelindung tikus dan tempat masuk pipa harus ditutup semen.
9) Fasilitas sesuai dengan persyaratan gedung dan peraturan yang berlaku
ditekankan pada :
a. Lantai, dinding dan langit-langit yang mudah dibersihkan
b. Penerangan yang memenuhi persyaratan kondisi kerja
c. Ventilasi yang cukup, suhu dan kelembaban
d. Memenuhi persyaratan anti kebakaran
10) Ada ruang penerimaan dengan fasilitas pemeriksaan mutu dan jumlah bahan
makanan yang langsung dipindahkan ke tempat penyimpanan.
11) Penyimpanan di lemari pendingin, hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
a. Rak-rak dalam refrigerator harus diatur sedemikian rupa sehingga bahan
makanan tidak saling berdesakan.

6
b. Refrigerator harus berukuran memadai sehingga dapat digunakan secara baik
dan mudah dijangkau.
c. Dalam refrigerator hendaknya disediakan ruang yang memadai untuk
meniris potongan-potongan dari freezer.
d. Makanan yang disimpan dalam refrigerator hendaknya diletakkan dalam
wadah dengan dasar tidak lebih dari 5 – 7,5 cm, sehingga makanan bisa
cepat dingin dan mengurangi pertumbuhan kuman.
e. Pada saat penyajian, suhu makanan dijaga di atas 650 C untuk makanan
hangat dan 40 C untuk makanan dingin.

E. Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit


Kegiatan PGRS dapat dilaksanakan berdasarkan mekanisme berikut ini :

7
MEKANISME PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
Perlu tindak
Pasien Masuk
lanjut

Rawat Inap Rawat Jalan Kontrol Ulang

Skrining Gizi/ Assesmen & Intervensi Gizi:


rujukan Gizi Diagnosis Gizi Konseling Gizi

Skrining Pengkajian Ulang &


Skrining Revisi Rencana
Gizi Ulang
Periodik Asuhan Gizi

Berisiko Berisiko Tidak berisiko


Tujuan tidak
tercapai

Penentuan Intervensi Gizi: Monitor &


Assesmen Evaluasi
Diagnosis
Gizi Pemberian Diet Gizi
Gizi
Edukasi & Konseling Gizi

Permintaan, Pembatalan,
Perubahan Diet

Penerimaan &
Pelayanan Perencanaan Pengadaan
makanan Bahan Penyimpanan
Menu
Pasien Makanan Bahan Makanan

Pengkajian Persiapan &


Distribusi
Makanan di Ruang Pengolahan
Makanan
Rawat Inap Makanan

8
Penjelasan :
Gambar 1 tentang Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Klien / pasien rumah sakit dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
1. Pasien Rawat Inap
1. Pada pasien baru berdasarkan skrining gizi oleh perawat, DPJP akan
menentukan preskripsi diet, dan apakah pasien membutuhkan asesmen gizi
atau tidak dengan sistem skoring.
2. Jika pasien tidak berisiko akan dilakukan intervensi dan dilakukan skrining
ulang setiap 7 hari oleh perawat.
3. Jika pasien berisiko perawat akan membuat rujukan kepada petugas gizi
rumah sakit untuk melakukan asesmen gizi, penentuan diagnosis gizi,
intervensi serta monitor evaluasi.
4. Pasien dianjurkan untuk makan makanan yang disediakan oleh rumah sakit,
jika ada makanan yang dibawa dari luar rumah sakit maka harus diketahui
oleh petugas kesehatan.
5. Jika ada perubahan diet maka perawat akan mencatat pada form catatan
terintegrasi pasien rawat inap.
Pada tahap intervensi / implementasi :
a. Bila tidak memerlukan terapi diet :
1) Pasien dipesankan makanan biasa ke bagian gizi kecuali ada alergi makanan
maka menu akan disesuaikan dengan kebutuhannya.
2) Mulai dari permintaan, perencanaan menu, pengadaan bahan makanan,
kemudian penerimaan & penyimpanan, persiapan dan pengolahan makanan
hingga didistribusikan ke ruang perawatan dan di ruang perawatan makanan
disajikan kepada pasien.
3) Pada saat memberikan pelayanan kepada pasien, petugas akan melakukan
identifikasi dengan menanyakan nama dan usia pasien dan dicocokkan
dengan barcode yang ada pada nampan makanan.
4) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan
lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan
makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan bahwa ia
memerlukan penyesuaian diet atau tidak.

9
5) Bila tidak, tetap memperoleh makanan biasa sampai diperbolehkan pulang.
6) Pada hari ke-7 perawat akan melakukan skrining ulang
7) Bila tujuan diet tidak tercapai maka dilakukan pengkajian ulang & revisi
rencana asuhan gizi, prosesnya sama dengan bila ia dari semula memerlukan
terapi diet.
b. Bila memerlukan terapi diet :
1) Pasien dengan persetujuan DPJP dikonsulkan kepada dokter spesialis gizi
klinik.
2) Bagi pasien yang direncanakan dengan makanan khusus / diet, yang sesuai
dengan keadaan fisik, psikis, penyakit, kebiasaan makan dan nafsu makan,
ada tidaknya alergi makanan.
3) Saat awal hari rawat pasien memperoleh edukasi gizi tentang makanan yang
boleh, dihindari, dan dibatasi, agar diperoleh persesuaian paham tentang
dietnya, dan pasien dapat menerima serta menjalankan diet.
4) Makanan khusus dipesan ke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari
tempat pengolahan makanan diet didistribusikan ke ruang perawatan dan di
ruang perawatan makanan khusus disajikan kepada pasien sama dengan
pasien tanpa terapi diet.
5) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan
lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan
makanannya dengan menggunakan form asupan makan pasien . Hasil
penilaian tersebut membuka kemungkinan apakah ia memerlukan
penyesuaian diet atau tidak.
6) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan makanan biasa, proses
selanjutnya sama dengan butir a.
7) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan diet khusus, proses selanjutnya
lihat pada butir b.
8) Bila pasien ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat akan
pulang pasien memperoleh penyuluhan / konseling gizi tentang penerapan
diet di rumah.
9) Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses pelayanan
gizi rawat jalan.

10
2. Pasien Rawat Jalan
Dari hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan dokter
lainnya, kemudian dokter menentukan apakah pasien perlu terapi diet.
a. Bila tidak memerlukan terapi diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan gizi
umum dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya, dalam upaya
mempertahankan dan meningkatkan keadaan kesehatan dirinya dan
lingkungannya.
b. Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dirujuk ke dokter ahli gizi untuk
memperoleh penyuluhan / konseling tentang diet / terapi yang ditetapkan dokter.
Proses selanjutnya mengikuti prosedur dari poklinik lain-lain.

11
BAB III
PELAYANAN GIZI RAWAT INAP

Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari proses
pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan, penyediaan
makanan, penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi.
A. Tujuan
Memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan
makanan yang sesuai kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses
penyembuhan, mempertahankan dan meningkatkan status gizi.
B. Sasaran
Pasien
Keluarga
Mekanisme Kegiatan
Mekanisme pelayanan gizi rawat inap adalah sebagai berikut:
 Skrining Gizi
Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan skrining/ penapisan gizi oleh
perawat ruangan dan penetapan order diet awal (preskripsi diet awal) oleh
dokter. Skrining gizi bertujuan untuk mengidentifikasi pasien/klien yang
berisiko, tidak berisiko malnutrisi atau kondisi khusus.
Kondisi khusus yang dimaksud adalah pasien dengan kelainan metabolik;
hemodialis; geriatrik; kanker dengan kemoterapi/radiasi; luka bakar; pasien
dengan imunitas menurun; sakit kritis; dan sebagainya.
Skrining dilakukan pada pasien baru 1 x24 jam setelah pasien masuk RS.
Bila hasil skrining gizi menunjukkan pasien berisiko malnutrisi, maka dilakukan
pengkajian/assesmen gizi dan dilanjutkan dengan langkah-langkah proses
asuhan gizi terstandar oleh Dietisien. Pasien dengan status gizi baik atau tidak
berisiko malnutrisi, dianjurkan skrining ulang setelah 1 minggu. Jika hasil
skrining ulang bersiko malnutrisi maka dilakukan proses gizi terstandar.

12
 Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Proses Asuhan Gizi Terstandar dilakukan pada pasien yang bersiko kurang gizi, sudah
mengalami kurang gizi dan atau kondisi khusus dengan penyakit tertentu, proses ini
merupakan serangkaian kegiatan yang berulang (siklus) sebagai berikut:
Proses Asuhan Gizi di Rumah Sakit

Pasien Masuk

Tujuan Tercapai
Tidak Berisiko

Skrining Diet Normal Pasien


Gizi (Standar) STOP Pulang

Berisiko Malnutrisi/Sudah Malnutrisi


Tujuan
Tercapai

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR

Pengkajian Diagnosa Intervensi Monitoring


Gizi Gizi Gizi dan Evaluasi
Gizi

Tujuan Tidak Tercapai

Langkah PAGT:
a. Assesmen/ Pengkajian Gizi
Assesmen gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu 1) Anamnesis riwayat gizi;
2) Data Biokimia, tes medis dan prosedur (termasuk data laboratorium); 3) Pengukuran
antropometri; 4) Pemeriksaan fisik klinis; 5) Riwayat personal.

13
1. Anamnesa/Pengkajian Gizi
Anamnesis riwayat gizi adalah data meliputi asupan makanan termasuk komposisi, pola
makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu diperlukan data kepedulian
pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktivitas fisik dan olahraga dan ketersediaan
makanan di lingkungan klien.
2. Biokimia
Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium pemeriksaan yang berkaitan
dengan status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh
terhadap timbulnya masalah gizi. Pengambilan kesimpulan dari data laboratorium
terkait masalah gizi harus selaras dengan data assesmen gizi lainnya seperti riwayat gizi
yang lengkap, termasuk penggunaan suplemen, pemeriksaan fisik dan sebagainya.
Disamping itu proses penyakit, tindakan, pengobatan, prosedur dan status hidrasi
(cairan) dapat mempengaruhi perubahan kimiawi darah dan urin, sehingga hal ini perlu
menjadi pertimbangan.
3. Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu. Antropometri dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain pengukuran tinggi badan (TB); berat badan (BB). Pada
kondisi tinggi lutut (TL), rentang lengan atau separuh rentang lengan. Pengukuran lain
seperti Lingkar Lengan Atas (LILA). Lingkar pergelangan tangan, lingkar pinggang dan
pinggul dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
A. PENGUKURAN BERAT BADAN
1. Pengukuran Berat Badan Pada Orang Normal
a. Timbangan Injak Otomatis/Tidak Otomatis untuk Remaja dan Dewasa
b. Timbangan otomatis untuk bayi
Rumus-rumus BBI (Berat Badan Ideal)
0 – 11 bulan = n + 9 atau (n:2) + 3 s/d 4
Ket. n = usia dalam bulan
1 – 6 tahun = 2n + 8
7 – 12 tahun = 7 n - 5
2
Ket. n = usia dalam tahun
>12 tahun = (TB-100) – 10% (TB-100) atau = 0,9 x (TB-100)

14
Catatan : Apabila TB pasien wanita <150 cm, dan TB pasien pria <160 cm, maka:
BBI = TB – 100
BB normal = ±10%

2. Pengukuran Berat Badan Pada Kondisi Khusus


a. Pengukuran Berat Badan dalam Kondisi Tirah Baring atau dengan Oedema
 Perkiraan Berat Badan
Pada semua kedaan seperti yang disebutkan diatas, rumus dalam tabel berikut dapat
digunakan untuk memperkirakan berat badan ideal berdasarkan panjang badan
pasien.
Tabel Memperkirakan BB berdasarkan PB The Hamwi Methode
Bangun Tubuh Laki-laki Wanita
48 kg untuk 152 cm yang 4,5 kg untuk 152 cm yang
pertama; selanjutnya pertama; selanjutnya
tambahkan 2,7 kg untuk tambahkan 2,3 kg untuk
setiap kelipatan 2,5 cm; setiap kelipatan 2,5 cm;
kurangi 1,13 kg untuk kurangi 1,13 kg untuk
Sedang setiap cm TB < 152 cm setiap cm bila TB < 152
cm
Kecil Kurangi 10 % Kurangi 10%
Besar Tambahkan 10% Tambahkan 10%
Sumber : Grant, J:Hanbook of Total Parenteral Nutrition, Philadelphia, W.B. Saunders Co. 1980.
Cara Menentukan Bangun Tubuh
Bangun tubuh dapat ditentukan hanya dengan cara langsung mengamati pasien.
Namun untuk lebih meyakinkan, penentuan kerangka tubuh dapat berdasarkan lingkar
pergelangan tangan, yaitu sebagai berikut:
Rumus :
R= Tinggi Badan (cm)
Lingkar Pergelangan Tangan (cm)
Tabel.2. Penentuan Kerangka Tubuh
Kerangka Tubuh Laki-laki Perempuan
Kecil >10,4 >11,0
Sedang 9,6 – 10,4 10,1 – 11,0
Besar < 9,6 <10,1

 Berat Badan Koreksi

15
Pada pasien yang mengalami oedema atau ascites, hitung BB sebenarnya menggunakan
BB Koreksi, yaitu:
Rumus:
BB Koreksi = BB saat ini - Koreksi oedema/ ascites
Tabel. 3. Koreksi BB pada Oedema dan Ascites
Tingkatan Oedema Ascites
Ringan -1 kg atau 10% -2,2 kg
(Bengkak pada tangan atau kaki)
Sedang -5 kg atau -6 kg
(Bengkak pada wajah dan tangan atau 20%
kaki)
Berat -14 kg -10 kg
(Bengkak pada wajah, tangan, dan kaki)

b. Estimasi Berat Badan Untuk 65 ke atas.


Perempuan
BB = (MAC x 1,63) + (CC x 1,43) – 37,46 4,96 kg
Laki-laki
BB = (MAC x 2,31) + (CC x 1,5) – 50,1 5,73 kg
Keterangan:
MAC (Lingkar Lengan Atas)
CC (Lingkar Pergelangan Tangan)

c. Untuk Kondisi Amputasi


Tabel.4. Persentase Berat Badan Berdasarkan Bagian Tubuh
Bagian Tubuh Presentase
Bagian lengan 6,5
Lengan atas 3,5
Lengan bawah 2,3
Tangan 0,8
Bagian kaki 18,5
Kaki bagian atas 11,6
Kaki bagian bawah 5,3
Kaki 1,8
Sumber: Rosalind S Gibson, 2005

BB yang dicari = BB Sekarang x 100


100- % amputasi (tabel persetase)

16
B. PENGUKURAN TINGGI BADAN
1. Pengukuran Panjang Badan dan Tinggi Badan (untuk keadaan sehat)
a. Pengukuran Panjang Badan
Pengukuran ini digunakan untuk mengukur panjang badan bagi anak yang berusia
< 2 tahun dan panjang badan ≤50 cm serta menggunakan alat pengukur panjang badan
Length Board.
b. Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran ini digunakan mengukur tinggi badan anak ≥2 tahun dan tinggi ≥ 80 cm.
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan alat pengukur tinggi (microise) yang
mempunyai ketelitian 0,1 cm. Konversi dari panjang badan ke tinggi badan (dengan
mengurangi 0,7 cm) atau dari tinggi badan ke panjang (dengan menambahkan 0,7 cm).
2. Pengukuran Estimasi Tinggi Badan (Untuk Kondisi Khusus)
a. Pengukuran Tinggi Badan dengan Pendekatan Tinggi Lutut
Pengukuran ini digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui tinggi badan dari
subjek, terutama subjek yang tidak dapat berdiri, kaki yang diukur adalah kaki sebelah
kiri. Alat yang digunakan adalah meteran.
Rumus Estimasi tinggi badan menggunakan tinggi lutut :
Laki-laki : TB (cm) = 64,19 cm + (2,02 TL) – (0,04U)
Perempuan : TB (cm) = 84,88 + (1,83TL) – ( 0,24U)
b. Pengukuran Tinggi Badan dengan Pendekatan Panjang Rentang Tangan (Untuk
Kondisi Khusus)
Pengukuran ini digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui tinggi
badan dari subjek terutama yang tidak dapat berdiri. Alat yang digunakan adalah
Steel Tape.
Rumus Estimasi Tinggi Badan Berdasarkan Arm Span menggunakan rumus:
 TB Anak Perempuan (cm)
o Usia < 10 tahun
TB (cm) = 23,99 + 0,75 (arm span) + 0,86 (umur)
o Usia ≥ 10 tahun
TB (cm) = 28,54 + 0,74 (arm span) + 0,83 (umur)
 TB Anak Perempuan Laki-laki (cm)

17
o Usia < 12 tahun
TB (cm) = 21,90 + 0,76 (arm span) + 0,72 (umur)
o Usia ≥ 12 tahun
TB (cm) = 17,91 + 0,76 (arm span) + 1,17 (umur)
c. Pengukuran Tinggi Badan dengan Pendekatan Lengan Bawah
Tabel.5. Estimasi tinggi badan menggunakan Ulna Lenght
Height (m) Height (m)
Ulna Mean 16-54 Men > 54 Women 16-54 Women > 54
Lenght (cm) years years years years
18,5 1,46 1,45 1,47 1,40
19,0 1,48 1,46 1,48 1,42
19,5 1,49 1,47 1,50 1,44
20,0 1,51 1,49 1,51 1,45
20,5 1,53 1,51 1,52 1,47
21,0 1,55 1,52 1,54 1,48
22,0 1,58 1,56 1,56 1,50
22,5 1,60 1,57 1,58 1,53
Dst
Sumber: Rosalind S Gibson, 1993
d. Pengukuran Tinggi Badan dengan Pendekatan Lengan Bawah
Pengukuran ini digunakan dengan menggunakan meteran.

C. INDIKATOR PERTUMBUHAN
1. Indeks Antropometri
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan menurut umur merefleksikan status gizi masa lalu dan masa kini.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (TB/BB)
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini
(sekarang).
d. Indeks Massa Tubuh
1) IMT Anak (IMT/U)
IMT/U adalah indikator yang terutama bermanfaat untuk penapisan kelebihan berat
badan dan kegemukan. Pada bayi IMT naik secara tajam karena terjadi peningkatan
berat badan secara cepat relatif terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama

18
kehidupan. IMT menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap stabil pada umur 2-5
tahun.
2) IMT Dewasa
Rumus IMT:
IMT = BB (kg)
TB (m²)
Tabel.6. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat < 17,0
berat
Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,5
ringan
Normal >18,5 - 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber: Depkes, 1994. Pedoman praktis pemantauan status gizi orang dewasa, Jakarta.
e. Z-Score
Z-Score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara internasional untuk
menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang diekspresikan sebagai satuan standar
deviasi (SD) populasi rujukan.
Z-score = (nilai yang diamati – nilai referensi median)
Z score populasi referensi (SD)

2. Kategori Status Gizi Berdasarkan Cara Perhitungan Z-Score


Tabel.7.kategori status gizi berdasarkan Z-score
Indikator Pertumbuhan

19
Z-Score PB/U atau BB/PB atau BB/TB
TB/U BB/U IMT/U
Diatas 3 Lihat Catatan 1 Lihat Catatan 2 Sangat Gemuk Sangat Kurus
(Obes) (Obes)
Diatas 2 Gemuk Gemuk
(Overweight) (Overweight)
Diatas 1 Resiko Gemuk Resiko Gemuk
(Lihat catatan 3) (Lihat catatan 3)
0 (Angka
Median)
Di bawah -1
Di bawah -2 Pendek (stunted) BB kurang Kurus (Wasted) Kurus (Wasted)
(lihat catatan 4) (underweight)
Di bawah -3 Sangat Pendek BB Sangat Sangat Kurus Sangat Kurus
(Serve stunted) Kurang (severe (Severe Wasted) (Severe Wasted)
(Lihat catatan 4) underweight)
Sumber: WHO MGRS, 2005

Catatan:
1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi
masalah kecuali anak yang sangat tinggi mungkin mengalami gangguan endokrin
seperti adanya tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuklah anak
tersebut jika diduga mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang tinggi sekali
menurut umurnya, sedangkan tinggi orang tua normal);
2. Seorang anak berdasarkan BB/U pada kategori ini, kemungkinan mempunyai masalah
pertumbuhan, tetapi akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan indikator BB/PB
atau BB/TB atau IMT/U;
3. Hasil ploting diatas 1 menunjukkan kemungkinan resiko. Bila kecendrungannya
menuju garis z-score +2 berarti resiko lebih pasti;
4. Anak yang pendek atau sangat pendek kemungkinan akan menjadi gemuk bila
mendapatkan intervensi yang salah.

Untuk menarik kesimpulan mengenai status gizi seseorang harus menyimpulkan dari
ketiga indikator yang telah diukur.Cara pertama adalah melihat indikator yang
bermasalah. Contoh:

20
BB/U : Sangat Kurang
TB/U : Pendek
BB/TB : Normal
Kesimpulan : Anak ini pendek, oleh karenanya berat badan dibawah berat badan
sesusianya (klasifikasi lama dinyatakan sebagai gizi buruk). Namun,
berat badan berdasarkan tinggi badannya tergolong normal. Sehingga
apabila anak ini diberi PMT merupakan kesalahan karena anak ini bisa
menjadi gemuk.

4. Pemeriksaan Fisik/Klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berkaitan
dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi. Pemeriksaan fisik terkait
gizi merupakan kombinasi dari, tanda vital dan antropometri yang dapat dikumpulkan
dari catatan medik pasien serta wawancara.

5. Pemeriksaan Fisik/Klinis
Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat-obatan atau suplemen yang
sering dikonsumsi; sosial budaya; riwayat penyakit; data umum pasien.
a) Riwayat obat-obatan yang digunakan dan suplemen yang dikonsumsi
b) Sosial budaya
c) Riwayat penyakit
d) Data umum pasien antara lain umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan.

b. Diagnosis Gizi
Pada langkah dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan kemungkinan
penyebabnya. Kemudian memilah masalah gizi yang spesifik dan menyatakan masalah
gizi secara singkat dan jelas menggunakan terminologi yang ada.
Penulisan diagnosis gizi terstruktur dengan konsep PES atau Problem Etiologi dan
Sign/Syptomps.
Diagnosis gizi dikelompokkan menjadi tiga domain yaitu:

21
1. Domain Asupan adalah masalah aktual yang berhubungan dengan asupan energi,
zat gizi , cairan substansi bioaktif dari makanan baik melalui oral maupun
parenteral dan enteral.
2. Domain Klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi medis atau
fisik/fungsi sorgan.
3. Domain Perilaku/Lingkungan adalah masalah gizi yang berkaitan dengan
pengetahuan, perilaku/kepercayaan , lingkungan fisik dan akses dan keamanan
makanan.

c. Intervensi Gizi
Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan
implementasi.
1) Perencanaan Intervensi
Intervensi gizi dibuat berdasarkan gizi diagnosis gizi yang ditegakkan. Tetapkan
tujuan dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya (Problem), rancang
strategi intervensi berdasarkan penyebab masalahnya (Etiologi) atau bila penyebab
tidak dapat diintervensi maka strategi intervensi ditujukan untuk mengurangi
gejala/tanda (sign & symptom).
Perencanaan tujuan intervensi:
a. Penetapan tujuan intervensi
Penetapan tujuan dapat diukur, dicapai dan ditentukan waktunya
b. Preskripsi diet
Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai
kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan,
komposisi zat gizi, frekuensi makan.
1) Perhitungan kebutuhan gizi
Penentuan kebutuhan zat gizi yang diberikan kepada pasien/klien atas
dasar diagnosis gizi, kondisi pasien dan jenis penyakitnya.
2) Jenis Diet
Pada pasien masuk ke ruang rawat sudah dibuat permintaan makanan
berdasarkan pesanan/order diet awal dari dokter jaga/ DPJP. Dietisien

22
bersama tim atau secara mandiri akan menetapkan jenis diet berdasarkan
diagnosis gizi.
Bila jenis diet tidak sesuai dengan akan dilakukan usulan perubahan jenis
diet dengan mendiskusikannya terlebih dahulu bersama DPJP.
3) Modifikasi diet
Modifikasi diet merupakan pengubahan dari makanan dalam konsistensi;
meningkatkan/menurun nilai energi; menambah/mengurangi jenis bahan
makanan atau zat gizi yang dikonsumsi;dsb.
4) Jadwal Pemberian Diet
Jadwal pemberian diet/makanan ditulis sesuai dengan pola makan
5) Jalur Makanan
Jalur makanann yang diberikan dapat melalui oral dan enteral atau
parenteral.

2) Implementasi Intervensi
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana dietisien
melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien dan
tenaga kesehatan atau tenaga lain yang terkait. Suatu intervensi gizi harus
menggambarkan dengan jelas : “apa, dimana, kapan, dan bagaimana” intervensi
itu dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data kembali, dimana
data tersebut dapat menunjukkan respons pasien dan perlu atau tidaknya
modifikasi intervensi gizi.

d. Monitoring dan Evaluasi Gizi


Kegiatan monitoring dan evaluasi giz dilakukan untuk mengetahui respon pasien/klien
terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.
1) Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan kondisi
pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi sesuai yang
diharapkan oleh klien maupun tim. Kegiatan yang berkaitan dengan monitor
perkembangan antara lain :
a. Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien/klien
b. Mengecek asupan makan pasien/klien

23
c. Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana/preskripsi Diet
d. Menentukan apakah status gizi pasien/klien tetap atau berubah
e. Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif maupun negatif
f. Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak adanya
perkembangan dari kondisi pasien/klien
2) Mengukur hasil. Kegiatan ini adalah mengukur perkembangan/perubahan yang
terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang harus diukur
berdasarkan tanda dan gejala dari diagnosa gizi.
3) Evaluasi hasil
a. Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman,
perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin mempunyai pengaruh
pada asupan makanan dan zat gizi
b. Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan dan
atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman,
suplemen, dan melalui rute enteral maupun parenteral
c. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu
pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia dan parameter
pemeriksaan fisik/klinis
d. Dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi giz yang diberikan
pada kualitas hidupnya.
4) Pencatatan Pelaporan
Pencatatan dan laporan kegiatan asuhan gizi merupakan bentuk pengawasan dan
pengendalian mutu pelayanan dan pengawasan dan pengendalian mutu
pelayanan dan komunikasi. Terdapat Format ADIME merupakan model yang
sesuai dengan langkah PAGT.

F. Koordinasi Pelayanan

24
Komunikasi antar disiplin ilmu sangat diperlukan untuk memberikan asuhan yang
terbaik bagi pasien. Sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, dietisien harus
berkolaborasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya yang
terkait dalam memberikan pelayanan asuhan gizi. Oleh karenanya perlu mengetahui
peranan masing-masing tenaga kesehatan tersebut dalam memberikan pelayanan.
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
a. Bertanggung jawab dalam aspek gizi yang terkait dengan keadaan klinis
pasien
b. Menentukan preskripsi diet awal (order diet awal)
c. Bersama dietisien menetapkan preskripsi diet definitive
d. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai peranan
terapi gizi
e. Merujuk klien/pasien yang membutuhkan asuhan gizi atau konseling gizi
f. Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait masalah gizi secara berkala
bersama dietisien, perawat dan tenaga kesehatan lain selama klien/pasien
dalam masa perawatan.
2. Perawat
a. Melakukan skrining gizi pasien pada asesmen awal perawatan
b. Merujuk pasien yang berisiko maupun sudah terjadi malnutrisi dan atau
kondisi khusus ke dietisien
c. Melakukan pengukuran antropometri yaitu penimbangan berat badan,
tinggi badan/panjang badan secara berkala
d. Melakukan pemantauan, mencatat asupan makanan dan respon klinis
klien/pasien terhadap diet yang diberikan dn menyampaikan informasi
kepada dietisien bila terjadi perubahan kondisi pasien.
e. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga terkait pemberian
makanan melalui oral/enteral dan perenteral.
3. Dietisien
a. Mengkaji hasil skrining perawat dan order diet awal dari dokter
b. Melakukana assesmen/pengkajian gizi lanjut pada pasien yang berisiko
malnutrisi; malnutrisi atau kondisi khusus meliputi pengumpulan, analisa
dan interpretasi data riwayat gizi; riwayat personal; pengukuran

25
antropometri; hasil laboratorium terkait gizi dan hasil pemeriksaan terkait
gizi.
c. Mengidentifikasi masalah/diagnosa gizi berdasarkan hasil assesmen dan
menetapkan prioritas diagnosis gizi.
d. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan preskripsi diet
yang lebih terperinci untuk menetapkan tujuan dan preskripsi diet yang
lebih terperinci untuk penetapan diet definitive serta merencanakan
edukasi/konseling.
e. Melakukan koordinasi dengan dokter, terkait dengan diet definitive
f. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga lain dalam
pelaksanaan intervensi gizi.
g. Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi gizi
h. Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi
i. Melakukan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada klien/pasien
dan keluarganya
j. Mencatat ronde pasien bersama tim kesehatan
k. Melakukan assesmen gizi ulang (reassesment) apabila tujuan belum
tercapai
l. Mengikuti ronde pasien bersama tim kesehatan
m. Berpatisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter, perawat,
anggota tim asuhan gizi lain, klien/pasien dan keluarganya dalam rangka
evaluasi keberhasilan pelayanan gizi
4. Farmasi
a. Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait vitamin, mineral, elektrolit dan
nutrisi parenteral
b. Menentukan kompabilitas zat gizi yang diberikan kepada pasien.
c. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan
parenteral oleh klien/pasien bersama perawat
d. Berkolaborasi dengan dietisien dalam pemantauan interaksi obat dan
makanan
e. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai interaksi obat
dan makanan.

26
5. Tenaga kesehatan lain misalnya adalah tenaga terapi okupasi dan terapi wicara
berkaitan dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi pada pasien dengan
gangguan menelan yang berat.

27
BAB IV
KEGIATAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT

A. Penyelenggaraan Makanan
a Pengertian
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada
konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian diet yang tepat. Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi.
b Sasaran
Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah konsumen / pasien
maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan
penyelenggaraan makanan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga
pasien). Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan (input)
meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metode, peralatan, sedangkan
standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan makanan,
pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan,
persiapan bahan makanan. Sedangkan standar keluaran (output) adalah mutu
mekanan dan kepuasan konsumen.
c Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit
Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan instalasi
gizi atau unit pelayanan gizi di rumah sakit. Sistem penyelenggaraan makanan
yang dilakukan oleh pihak rumah sakit sendiri secara penuh, dikenal juga
sebagai swakelola. Kegiatan penyelenggaraan makanan dapat dilakukan oleh
pihak lain, dengan memanfaatkan jasa catering atau perusahaan jasa boga.
Jika penyelenggaraan makanan dilakukan dengan sistem swakelola maka
instalasi atau unit pelayanan gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan semua
kegiatan penyelenggaraan makanan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
Seperti yang dilakukan oleh pelayanan gizi di RS Utama Husada

28
d Mekanisme Kerja Penyelenggaraan Makanan
1. Penyusunan Anggaran Belanja Makanan
Pengertian :
Penyusunan anggaran belanja adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran yang
meliputi anggara pengengembangan sarana, fasilitas, sumber daya manusia,
serta anggaran rutin untuk pengadaan bahan makanan basah dan kering.

Tujuan
Tersedianya taksiran anggaran belanja makanan yang diperlukan bagi konsumen
atau pelanggan yang dilayani sesuai dengan standar kecukupan gizi.

Proses
a. Anggaran belanja untuk bahan basah dibuat setiap hari sesuai kebutuhan
berdasarkan menu, standar porsi, dan jumlah karyawan, dokter, pasien yang
dirawat.
b. Anggaran belanja untuk bahan kering dibuat setiap 2 (dua) minggu sesuai
kebutuhan berdasarkan menu, standar porsi, dan jumlah karyawan, dokter
serta asumsi pasien yang dirawat.
c. Evaluasi anggaran belanja pelayanan gizi dilakukan dengan membandingkan
dengan anggaran belanja bulan lalu dan anggaran belanja RS

2. Penyusunan Formula, Menu Bahan Makanan


Pengertian :
Adalah suatu kegiatan untuk menyusun formula dan menu sesuai dengan
kebutuhan gizi pelanggan.
Tujuan :
Tersedianya menu yang sesuai dengan klasifikasi kelas perawatan dan periode
siklus harian / mingguan.
Proses :
a. Penyusunan formula dibuat oleh ahli gizi dengan mengacu pada perhitungan
diet pasien dan Buku Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
b. Penyusunan menu dibuat oleh Pelayanan Pelayanan Gizi, dengan
persetujuan Tim Pengendalian Mutu Makanan.
c. Menu pasien disusun dengan siklus menu 10 hari

29
3. Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan
Pengertian :
Adalah kegiatan menyusun kebutuhan bahan makanan basah dan kering yang
akan diolah menjadi makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi pelanggan.
Tujuan :
Mendapatkan perhitungan kebutuhan bahan makanan yang tepat dan akurat baik
kualitas maupun kuantitasnya.
Proses :
a. Mengumpulkan data pelanggan yang akan dilayani.
b. Memilih daftar manu sesuai dengan siklus menu, standar porsi dan standar
resep.
c. Tentukan jenis bahan makanan basah dan kering yang akan digunakan sesuai
dengan standar harga yang ada dengan penambahan 10% dari kebutuhan

4. Pengadaan, Penerimaan, dan Penyimpanan Bahan Makanan


Pengertian :
Adalah kegiatan pengadaan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan
kering dan basah sesuai dengan rencana anggaran kebutuhan makanan yang
telah disetujui.
Tujuan :
Tersedianya bahan makanan sesuai kebutuhan tepat waktu dan disimpan
ditempat yang telah ditentukan.
Proses :
a. Siapkan dan bersihkan bahan makanan yang akan diolah sesuai dengan
ketentuan.
b. Gunakan alat masak yang bersih, aman dan sesuai dengan standar peralatan.
c. Dahulukan memasak makanan yang tahan lama.
d. Masak makanan sesuai dengan tata cara pemasakan yang tepat.
e. Sajikan makanan matang kepada pelanggan setelah dilakukan uji citarasa.
f. Pendistribusian makanan pelanggan dilakukan dengan cara sentralisasi.

30
5. Pengolahan Bahan Makanan dan Distribusi Makanan
Pengertian
Adalah kegiatan mengubah/memasak bahan makanan mentah menjadi makanan
yang siap dimakan, berkualitas, aman untuk dikonsumsi dan siap untuk
didistribusikan.
Tujuan
 Mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan
 Meningkatkan nilai cerna
 Mempertahankan rasa, warna, tekstur dan penampilan makanan
 Aman dari mikroorganisme dan benda asing
 Penyajian makanan dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran
Proses
a . Siapkan dan bersihkan bahan makanan yang akan diolah sesuai dengan
ketentuan
b . Gunakan alat masak yang bersih, aman dan sesuai dengan standar peralatan
c . Dahulukan memasak makanan yang tahan lama
d . Masak makanan sesuai dengan tata cara pemasakan yang tepat
e . Sajikan makanan matang kepada pelanggan setelah dilakukan uji citarasa.
f . Pendistribusian makanan pelanggan dilakukan dengan cara sentralisasi.

B. Pelayanan dan Konsultasi Gizi Pasien Rawat Inap


a Pengertian
Adalah serangkaian kegiatan pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien rawat
inap dari mulai penentuan diet, perencanaan diet hingga evaluasi diet
b . Tujuan
Memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap agar memperoleh gizi yang sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi penyakit
Membantu mempercepat proses penyembuhan
c . Proses
 Tentukan diet pasien oleh dokter yang merawat / dokter ruangan pada saat pasien
pertama kali masuk di ruang perawatan

31
 Informasikan diet yang diberikan dokter kepada Ahli gizi atau Penanggung jawab
pelayanan pelayanan gizi ( diluar jam kerja ahli gizi )
 Lakukan pengkajian riwayat gizi dari pola makan, variasi, frekuensi serta
pantangan makan
 Ahli gizi akan menerjemahkan diet yang diberikan dokter kedalam bentuk menu
makanan
 Juru masak akan mengolah makanan sesuai dengan petunjuk diet yang telah
diberikan oleh Ahli gizi
 Sajikan makanan yang sudah matang dan distribusikan
 Lakukan konsultasi gizi ( pendidikan kesehatan ) dengan memberikan penjelasan
kepada pasien tentang diet yang harus dijalankan dalam upaya mempercepat
proses penyembuhan
 Lakukan pemantauan / evaluasi terhadap perubahan diet dan sisa makanan
 Tindak lanjuti apa yang didapat dari hasil evaluasi
 Lakukan konsultasi oleh Ahli Gizi atau Dokter Gizi untuk menjelaskan tujuan diet
yang harus diljalankan oleh pasien

f. Penyuluhan dan Konsultasi Gizi Pasien Rawat Jalan


a . Pengertian
Adalah kegiatan pemberian informasi tentang pelayanan gizi di rawat jalan yang
dilakukan oleh perawat/bidan, dokter gizi dan ahli gizi.
b . Tujuan
Membuat perubahan prilaku yang sesuai dengan keutuhan gizi pada pasien rawat
jalan
c . Proses
Penyuluhan dapat dilakukan dengan konsultasi perorangan atau dengan pemberian
leaflet/brosur tentang diit yang dibutuhkan oleh pasien.

32
BAB V
DOKUMENTASI

Setiap proses asuhan pasien didokumentasikan dalam asuhan gizi pasien rawat inap dan
catatan perkembangan terintegrasi. Setiap kegiatan edukasi dan konseling yang
dilakukan baik terhadap pasien maupun keluarga didokumentasikan dalam form edukasi
pasien, disertai tanda tangan dari pemberi dan penerima edukasi.

33

Anda mungkin juga menyukai