mobi
KATA PENGANTAR
Bab 1
SKY VILLAGE
"WOW!" Pete Crenshaw berseru kagum. Baru sekali itu ia melihat "Sky
Village"-atau "Desa Langit". "Tempat ini, lingkungannya seperti yang
biasa nampak dalam film. Mestinya di tempat ini dibuat film!"
Bob Andrews berlutut di samping Pete, di bak belakang mobil pick-up.
"Tapi yang jelas, bukan film Mr. Hitchcock," katanya, sambil memandang
berkeliling. "Kota ini terlalu berkesan sehat-tidak cocok untuk dijadikan
lokasi pembuatan film misteri."
Kini Jupiter Jones pun ikut berlutut di samping Bob. Ia bertopang
dengan kedua lengan bawahnya pada pinggiran bak.
"Mr. Hitchcock tahu, misteri bisa terjadi di mana saja," katanya
mengingatkan kedua temannya. "Tapi kau memang benar, Bob. Kota ini
kesannya terlalu baru. Tidak kelihatan wajar."
Mobil yang mereka tumpangi mendaki jalan yang curam, dan melewati
sebuah toko yang menjual peralatan olahraga ski. Toko itu dibuat
dengan meniru bentuk pondok kayu daerah pegunungan Alpen, di Eropa
Tengah. Di samping toko itu ada sebuah hotel kecil, dengan atap rumput
tiruan. Baik toko maupun hotel itu tutup, karena saat itu sedang musim
panas. Daun-daun jendela kayu yang dicat biru terang menutupi jendela-
jendela sebuah restoran bergaya Swiss. Nampak beberapa orang
berjalan dengan santai di trotoar yang diterangi sinar matahari. Di
sebuah tempat penjual bensin, seorang pegawainya yang mengenakan
seragam kerja dari kain jeans yang sudah luntur nampak sedang tidur-
tiduran sambil duduk di sebuah kursi.
Mobil dibelokkan memasuki tempat penjualan bensin itu, lalu dihentikan
di dekat salah satu pompanya. Hans dan Konrad ke luar dari kabin.
Kedua pemuda bangsa Jerman itu sudah bertahun-tahun bekerja pada
Bibi Mathilda dan Paman Titus, suami-istri keluarga Jupiter yang
memelihara anak itu. Hans dan Konrad bertugas memilih-milih,
membersihkan, dan kemudian menjual barang-barang yang dibeli Paman
Titus, untuk dijual kembali di "Jones Salvage Yard". Mereka selalu
datang ke tempat kerja dengan pakaian rapi. Tapi belum pernah serapi
hari itu. Hans mengenakan baju santai yang sedikit pun belum
menampakkan kerut. Padahal perjalanan dari Rocky Beach, lewat
Lembah Owens, dan kemudian naik ke desa Sky Village di lereng
pegunungan Sierra Nevada yang selama musim dingin merupakan tempat
berolahraga salju dan es, tidak bisa dibilang dekat. Celana Konrad masih
licin setrikaannya, dan sepatunya mengkilat.
"Mereka ingin tampil rapi, kalau nanti berjumpa dengan Anna, sepupu
mereka," bisik Bob pada Jupe. Jupiter mengangguk sambil tersenyum.
Sementara ia bersama kedua temannya memandang dari bak belakang
mobil, kedua pemuda Jerman bertubuh kekar itu menghampiri pegawai
pompa bensin yang sedang tidur-tiduran. "Maaf, Pak," sapa Hans.
Pegawai itu mendengus, lalu mengangkat kelopak matanya.
"Maaf, saya ingin bertanya-di manakah tempat tinggal Anna Schmid?"
tanya Hans lagi.
"The Slalom Inn?" Orang itu berdiri, lalu menunjuk ke arah deretan
pohon tusam yang memagari jalan. "Terus saja sampai melewati pohon-
pohon itu. Nanti Anda akan melihat sebuah rumah putih, di sebelah kiri.
Anda tidak mungkin keliru, karena itu rumah paling ujung, sebelum jalan
membelok ke arah tempat perkemahan."
kecil yang menjual segala macam keperluan sehari-hari. Toko itu tutup,
dan nampak gelap, begitu pula kedai yang menjual cendera mata.
"Aku ingin tahu, Anna sibuk dengan urusan apa," kata Pete. "Desa ini
benar-benar mati saat ini."
"Menurut Hans dan Konrad, sepupu mereka itu selalu bisa menemukan
kesibukan yang memberi keuntungan padanya. Ia datang ke Amerika
Serikat sepuluh tahun yang lalu. Mula-mula bekerja sebagai pelayan di
sebuah hotel, di
New York. Kata Hans, enam bulan kemudian ia sudah menjadi kepala
pelayan di situ. Dan dalam waktu hanya enam tahun, simpanannya sudah
cukup banyak, sehingga mampu membeli losmen kecil di Sky Village sini.
Setahun kemudian dibelinya sebuah lift untuk mengangkut pemain ski ke
atas lereng. Pemasukan dari situ mestinya sedap, apabila salju sudah
turun."
"Semuanya itu dibelinya dengan uang yang berasal dari gaji selaku
kepala pelayan?" tanya Pete.
"Tidak semuanya! Kecuali itu ia juga masih punya pekerjaan lain-
pekerjaan sambilan. Ia juga menanamkan uangnya dalam saham-saham
berharga. Anna itu lincah dalam urusan bisnis. Hans dan Konrad sangat
membanggakan kehebatan sepupu mereka. Surat-surat Anna selalu
mereka bacakan pada siapa saja yang mau mendengarkan. Kamar-kamar
mereka penuh dengan foto-foto yang dikirimkan oleh Anna. Ketika Bibi
Mathilda dan Paman Titus secara tiba-tiba memutuskan untuk berlibur
selama dua minggu dan karenanya perusahaan ditutup selama waktu itu,
Hans dan Konrad cepat-cepat saja memanfaatkan peluang itu untuk
pergi kemari."
"Untung saja," kata Pete. "Kalau tidak, mana mungkin kita bisa
melancong untuk berkemah kemari? Aku sudah lama ingin mencoba
olahraga memanjat tebing! Kudengar, tempat perkemahan Sky Village
hebat-dan tidak pernah penuh."
"Terlalu jauh dari jalan raya yang ramai," kata Bob.
"Mudah-mudahan saja Anna tidak keberatan mendapat kunjungan yang
begini tiba-tiba," kata Jupe. "Hans dan Konrad sebelumnya sudah
berusaha menelepon dia sebelum kita berangkat, tapi sepupu mereka itu
tidak ada di rumah waktu itu. Mereka tentu saja sudah bersiap-siap
untuk ikut berkemah dengan kita, agar tidak terlalu membebani sepupu
mereka."
Sementara itu mobil mendaki terus, melewati deretan pohon tusam yang
tadi ditunjukkan oleh pegawai pompa bensin. Begitu pepohonan itu sudah
dilewati, ketiga remaja yang duduk di bak belakang bisa melihat lereng
tempat bermain ski.
Saat itu kelihatannya berupa jalur berwarna coklat gersang, di sisi
timur gunung. Dari atas sampai ke bawah, jalur itu nampak licin. Seolah-
olah ada raksasa yang mencukur habis pepohonan dan semak belukar
yang mungkin dulu tumbuh di situ, sehingga pemain ski dapat
meluncurinya ke bawah tanpa hambatan sama sekali. Sejumlah menara
dari baja berderet-deret di atas jalur itu, saling dihubungkan dengan
kabel-kabel. Pada kabel-kabel itu tergantung kursi-kursi, yang
terpasang dengan jarak sekitar tujuh meter.
Mobil pick-up bergerak meminggir, lalu berhenti di depan sebuah rumah
besar bercat putih, yang letaknya nyaris menempel ke lereng tempat
bermain ski. Menurut tulisan pada papan yang terpasang di depan, di
situlah "The Slalom Inn".
"Kelihatannya Anna masih tetap hebat dalam urusan mengurus
kerapian," kata Bob.
Losmen itu berwujud bangunan kayu yang apik bercat putih, nampak
kemilau diterangi matahari sore. Kaca-kaca jendelanya begitu bersih,
sehingga nyaris tak nampak. Berlainan dengan sekian banyak bangunan di
Sky Village, losmen milik Anna Schmid tidak meniru-niru gaya Swiss
atau Austria. Tempat penginapan itu merupakan rumah pegunungan yang
biasa-biasa saja, dengan serambi lebar di bagian depannya. Pintu losmen
itu dicat merah terang, sementara tanaman hias di dalam pot-pot
berwarna merah dan biru diatur berjejer di atas sandaran pagar
serambi.
Jalan masuk yang terdapat di sebelah kiri losmen dihampari lapisan
kerikil yang rapi. Di tempat parkir yang kecil nampak sebuah mobil
Bab 2
KEJUTAN ANNA
"Nanti dulu!" Suara Jupiter Jones memotong kalimat orang yang marah-
marah itu. Jupiter menegakkan tubuhnya selurus mungkin. "Ada baiknya
jika Anda memberi penjelasan," katanya dengan nada seangkuh mungkin.
"Apa?"
"Tempat ini nampaknya habis digeledah," kata Jupe. "Ada kemungkinan
polisi akan ingin tahu apa yang Anda lakukan di sini, dan apa sebabnya
Anda begitu cepat main senapan."
Padahal Jupiter sebenarnya sadar, keadaannya saat itu tidak
memungkinkan dia memanggil polisi. Namun sikapnya yang begitu mantap
nampak membingungkan laki-laki yang memegang senapan itu. Kening
orang itu berkerut. Diturunkannya laras senapan, sehingga mengarah ke
lantai.
"Kau hendak memanggil polisi?" katanya.
"Rasanya itulah yang sebaiknya," kata Jupe dengan gayanya yang
berwibawa. "Tapi di pihak lain, mungkin lebih bijaksana jika kita tunggu
dulu sampai Miss Schmid sudah kembali dari Bishop. Biar dia sendiri
yang mengajukan pengaduan."
"Miss Schmid?" kata orang itu. Kemudian ia tertawa. "Ada beberapa hal
yang perlu kalian ketahui rupanya," katanya.
Saat itu terdengar bunyi pintu mobil ditutup di luar, disusul langkah
bergegas-gegas di serambi. Pintu depan terbuka, dan seorang wanita
bertubuh jangkung masuk. Ia membawa kantung kertas berisi belanjaan.
"Kusine* Anna!" seru Hans. Ia memakai bahasa Jerman. (fn=sepupu)
Wanita yang baru masuk itu tertegun. Mula-mula ia memandang laki-laki
yang memegang senapan, lalu berpindah menatap Hans dan Konrad, lalu
akhirnya Jupe serta kedua temannya. Setelah itu kembali lagi pada laki-
laki yang memegang senapan.
"Sepupu Anna?" kata Hans sekali lagi, kini dengan nada bertanya.
"Sepupu Anna?" kata laki-laki bersenapan dengan heran, lalu
menyambung, "Astaga! Kalian berdua rupanya Hans dan Konrad, dari
Rocky Beach! Aku tadi tidak mengenali, karena tampang kalian berbeda
dari foto-foto yang ditunjukkan Anna padaku. Kenapa tidak bilang apa-
apa? Untung saja kalian tadi tidak kutembak!"
TRIO DETEKTIF
"Kami Menyelidiki Apa saja"
???
Penyelidik Satu - Jupiter Jones
Penyelidik Dua - Pete Crenshaw
Catatan dan Riset - Bob Andrews
dalam pesta keluarga mereka. Tapi takkan dibiarkannya Mr. Jensen dan
Mr. Smathers merusak suasana nanti.
Anak-anak untuk pertama kalinya melihat kedua orang itu, sesaat
sebelum makan malam. Mr. Smathers bertubuh kecil dan kurus.
Umurnya mungkin lima puluh tahun-tapi bisa juga sudah lebih tua. Ia
memakai celana pendek, serta sepatu khusus untuk mengembara, yang
tingginya hampir sampai ke lutut. Sedang Mr. Jensen lebih muda, lebih
tinggi, dan juga lebih kekar. Rambutnya yang coklat dipangkas pendek.
Wajahnya tidak tampan, tapi juga tidak jelek.
Sewaktu Anna datang dari dapur dengan membawa hidangan daging
panggang, Mr. Smathers mendecakkan lidahnya dengan sikap kurang
senang.
"Ih, daging," tukasnya.
"Sudah-jangan pidato lagi," kata Mr. Jensen. "Aku kebetulan suka sekali
daging panggang! Aku akan sangat berterima kasih, jika Anda tidak
menyebabkan aku merasa berdosa, setiap kali memasukkan sepotong
daging ke mulut."
"Semua satwa merupakan makhluk sahabat kita," kata Mr. Smathers.
Bola matanya yang biru pucat ditatapkan ke arah Mr. Jensen. "Dan
sesama sahabat, tidak saling memangsa."
Anna tersenyum ke arah Mr. Smathers. Nampaknya wataknya yang
periang sudah pulih kembali.
"Aku tidak kenal sapi yang telah berbaik hati, memberikan dagingnya
untuk kita makan sekarang. Jadi tidak usahlah kita pusing-pusing
memikirkannya. Tapi untuk Anda, sudah khusus kubuatkan hidangan
sayur bayam kental, wortel mentah, serta kecambah alfalfa."
"Sedap." Mr. Smathers menutupi kemejanya dengan serbet, siap untuk
menikmati hidangan sayur-mayur. Sedang Mr. Jensen memperhatikan
Joe Havemeyer mengiris daging panggang.
"Apakah ada niat Anda kapan-kapan menghidangkan daging rusa, jika
musim berburu sudah tiba?" tanya Jensen ingin tahu. "Tadi siang,
dijalan ke Bishop aku beberapa kali berhasil membidik rusa."
"Anda menembaknya?" tanya Bob.
"Mr. Jensen ini penggemar daging," kata Smathers. "Ia pasti akan
dengan senang hati menembak rusa dengan senapan, jika itu tidak
melanggar undang-undang. Tapi untungnya ada undang-undang yang
melarang. Jadi Mr. Jensen hanya bisa membidik dengan kamera foto
saja."
"Aku ini juru foto profesional," kata Jensen menjelaskan.
"Spesialisasiku margasatwa. Banyak majalah yang mau membeli foto-
foto satwa liar yang asli dengan harga tinggi."
"Seperti binatang buas saja," tukas Mr. Smathers, "hidup dari makhluk
lain."
"Tapi aku kan cuma memotret mereka saja, bukan membunuh," bantah
Jensen.
Smathers mendengus.
Sementara itu Joe Havemeyer telah selesai mengiris-iris daging
panggang.
"Mr. Smathers datang kemari, karena ingin mengembara jalan kaki ke
gunung," katanya pada Hans, Konrad, serta anak-anak. "Aku lantas
mendapat ilham karenanya. Di atas lereng tempat bermain ski ada
padang rumput. Dan di sebelah atasnya lagi terbentang hutan belantara
yang sangat luas. Kami akan berusaha menarik para penggemar olahraga
jalan kaki untuk datang kemari dalam musim panas. Kami akan
mengiklankan hidangan masakan yang enak, serta tempat beristirahat
yang nyaman, di tengah-tengah alam lingkungan yang masih asli."
Mr. Smathers berhenti sebentar makan kecambah.
"Jika itu Anda lakukan, maka dengan cepat lingkungan yang Anda
iklankan itu takkan asli lagi," katanya. "Beberapa gelintir pelancong saja
takkan mengusik ketenangan burung dan beruang," kata Havemeyer.
"Beruang-beruang daerah sini sama sekali tidak takut manusia."
"Alaa-hanya karena kemarin malam ada yang mengacak-acak tong
sampah..." kata Mr. Smathers. "Sampah sampai berserakan ke mana-
mana," tukas Havemeyer.
"Bukan salah mereka," balas Smathers. "Tahun ini terlalu kering. Tidak
banyak makanan yang bisa mereka temukan di atas gunung. Jadi mereka
terpaksa turun ke desa. Tapi siapa sebenarnya yang lebih besar haknya?
Beruang-beruang itu sudah hidup di kawasan ini, jauh sebelum di sini ada
desa."
"Kalau beruang pada umumnya, itu memang benar. Tapi beruang yang
kemarin malam, tidak!" tukas Havemeyer. "Awas-kalau ia berani datang
lagi!"
"Barbar!" seru Smathers.
Anna memukulkan tangannya yang terkepal ke meja.
"Sudah, cukup!" teriaknya. "Malam ini kita berpesta merayakan
pernikahanku! Aku tidak suka pesta ini dirusak pertengkaran!"
Semua menjadi tidak enak. Semua membisu. Jupe mencari-cari bahan
pembicaraan yang rasanya takkan memancing pertengkaran baru. Ia
teringat, tadi sore melihat ada lubang galian di belakang losmen.
"Anda berniat membangun tambahan pada losmen?" tanyanya pada Anna.
"Tadi kulihat di belakang ada lubang galian. Apakah itu untuk pondasi
bangunan baru?"
"Untuk kolam renang," kata Havemeyer.
"Kolam renang?" Hans mengulangi kalimat itu dengan nada heran. "Kalian
hendak membuat kolam renang di sini? Mana mungkin ada yang mau
berenang! Hawa di sini terlalu dingin."
"Tapi saat tengah hari, kadang-kadang bisa sangat panas," kata
Havemeyer. "Kecuali itu, airnya akan kami hangatkan. Jadi nanti dalam
iklan, kami tidak hanya akan membanggakan alam lingkungan yang masih
asli, tapi juga kemungkinan untuk berenang menghilangkan lelah sehabis
mengembara. Mungkin juga kolam renang itu akan kami beri atap,
sehingga bisa dipakai sewaktu musim dingin. Bayangkan-main ski dan
berenang, pada hari yang sama!"
"Rencana Anda tidak setengah-setengah rupanya," kata Mr. Jensen.
Jupe agak kaget, karena orang itu mengucapkannya dengan nada agak
tajam.
"Anda kurang senang?" tukas Havemeyer.
Tapi sebelum Jensen sempat menjawab, terdengar bunyi berisik di
belakang rumah. Bunyi tong sampah terguling. Havemeyer mendorong
Bab 3
TAMU TAK DIUNDANG
tempat main ski. Dari arah pepohonan yang terdapat di selatan losmen
terdengar bunyi ranting-ranting berpatahan, seakan-akan ada
seseorang-atau sesuatu- di situ yang lari pontang-panting di tengah
semak.
Saat itu lampu di atas pintu belakang losmen dinyalakan. Pintu terbuka
dengan cepat. Joe Havemeyer muncul bergegas-gegas di beranda
belakang, dengan senapan pembius siap untuk ditembakkan. Ia
memandang dengan kening berkerut ke arah anak-anak, lalu ke tong
sampah yang isinya terserak di kaki tangga.
Kemudian napasnya tersentak. Ia melihat Mr. Jensen. Juru foto
spesialis kehidupan alam itu tergeletak dalam posisi menelungkup, di
tengah sampah yang berserakan. Orang itu memakai piama yang ditutupi
dengan mantel mandi. Kamera fotonya terletak di sampingnya, hancur
berantakan.
"Ada apa...?" seru Havemeyer.
"Ada tamu tidak diundang," kata Jupe. Ia membungkuk, memperhatikan
juru foto yang terkapar di tanah. "Seekor beruang. Dan Mr. Jensen
kelihatannya mengalami cedera!"
Bab 4
SEEKOR BERUANG-ATAU DUA?
Lima belas menit kemudian, Jupe dan kedua temannya sudah berbaring
kembali ke dalam kantung tidur masing-masing, yang dipindahkan ke
ruang duduk yang lapang. Mereka menunggu di dalam ruangan yang gelap,
sampai di tingkat atas tidak terdengar apa-apa lagi. Setelah itu barulah
Pete membuka mulut.
"Jensen tadi masih mujur," katanya. "Tidak banyak orang yang cuma
begitu saja keadaannya, setelah diserang beruang. Tentu saja jika yang
menyerangnya itu memang beruang."
"Pikiran kita serupa," kata Jupe sambil mengerutkan kening.
"Mungkinkah beruang memukul orang sampai pingsan, tapi tanpa
meninggalkan bekas apa-apa? Sedang kulit pada tengkuk Jensen, lecet
saja pun tidak!"
"Tapi penyerangnya tidak mungkin orang dari losmen ini," kata Bob.
"Hans dan Konrad, bukan kebiasaan mereka memukul orang. Joe
Havemeyer ada di dalam kantor ketika peristiwa itu terjadi, sedang
Anna dan Mr. Smathers saling memberi kesaksian bahwa kedua-duanya
saat itu masih di dalam rumah. Biar ia mampu memanjat dinding sekali
pun, mustahil Mr. Smathers bisa begitu cepat kembali ke kamarnya,
sehingga Anna melihatnya ke luar dari situ lagi ketika ia hendak
menuruni tangga."
"Jadi yang menyerang, kalau bukan seekor beruang lain, haruslah
seseorang yang bukan dari losmen ini," kata Jupe. "Besok pagi begitu
hari sudah terang, kita ke kerumunan pepohonan di sebelah selatan, ke
mana penyerang tak dikenal tadi lari setelah memukul Mr. Jensen. Iklim
selama ini memang kering, tapi lingkungan pepohonan itu mestinya cukup
lembab, sehingga jejak orang yang lari di situ akan nampak di tanah.
Siapa pun yang memukul Jensen, jejaknya mestinya nampak di situ.
Setelah melihatnya, kita akan bisa tahu apakah yang memukul itu
beruang - atau manusia."
Bab 5
ANAK KUNCI YANG HILANG
"Hm," gumamnya, lalu berkata, "Sepucuk surat dari Hans-dan yang ini
dari Konrad. Surat ini dikirim lebih dari dua tahun yang lalu. Anna
rupanya menyimpan semua surat dari kedua sepupunya."
"Tapi itu kan bukan alasan bagi Havemeyer untuk membaca sampai larut
malam," kata Bob. Ia mengambil sebuah buku kas dari tumpukan di rak,
lalu membalik-balik halamannya.
"Hans dan Konrad kan ada di sini sekarang," katanya lagi, "jadi jika ada
sesuatu yang ingin diketahuinya tentang mereka, ia bisa menanyakannya
secara langsung."
"Itu betul," kata Jupe. Ia duduk bertelekan siku sambil menarik-narik
bibirnya yang sebelah bawah. Itu merupakan tanda pasti bahwa ia
sedang sibuk berpikir.
"He-ini ada sesuatu," kata Bob. Didorongnya buku kas yang sedang
disimaknya ke seberang meja, ke arah Jupiter. "Catatan simpanan
Anna."
"Tebal sekali buku catatan banknya," kata Pete.
"Ini bukan buku bank, tapi catatan biasa tentang simpanannya di bank.
Pada satu jalur tertulis jumlah uang yang dimasukkan, lalu ada jalur lain
untuk catatan uang yang diambil. Sedang jalur terakhir pada setiap
halaman merupakan catatan jumlah uang yang ada."
Jupiter membalik-balik halaman buku catatan keuangan itu sampai kira-
kira setengahnya, lalu berhenti.
"Catatan terakhir, dua minggu yang lalu," katanya pada Bob dan Pete.
"Dua minggu yang lalu, Anna memasukkan 175 dolar ke tempat ia biasa
menabung. Pengeluaran sama sekali tidak ada. Pada kolom terakhir
tertera bahwa simpanannya berjumlah 10.823 dolar."
"Wow!" kata Pete dengan nada kagum. "Jika itu semua dalam bentuk
uang tunai, maka keadaan Anna lebih baik daripada sembilan puluh
persen penduduk Amerika Serikat. Data itu kudengar dalam pelajaran
ilmu kemasyarakatan yang kuperoleh semester yang lalu. Sebagian
terbesar dari penduduk Amerika Serikat tidak memiliki uang tunai.
Bukan itu saja, tapi utang mereka pun begitu besar, sampai kalau ban
mobil mereka bocor saja pun, mereka sudah akan kebingungan."
Bab 6
GUNUNG MONSTER
"Kenapa soal ini begitu diributkannya?" kata Bob. "Padahal ia kan bisa
minta anak kunci lain, atau menukar kunci peti besinya dengan yang
baru."
Jupiter hanya bisa mengangkat bahu. Mereka makan tanpa berbicara.
Setelah itu mereka buru-buru mencuci piring, lalu pergi ke pekarangan
belakang. Di situ Jupiter berdiri sambil memperhatikan tanah yang
sudah disapu bersih. Kini jejak kaki yang nampak di situ berasal dari
semua yang sejak pagi mondar-mandir dari losmen ke kolam renang.
"He, Jupe!"
Ternyata Hans yang memanggil. Pemuda Jerman itu berdiri di tepi
lubang galian yang akan dijadikan kolam renang. Anak-anak mendengar
bunyi berdebum-debum. Ada orang sedang memukul-mukul sesuatu di
dasar lubang itu.
Jupe, Pete, dan Bob bergegas menghampiri, lalu memandang ke bawah.
Mereka melihat Konrad di dalam lubang itu, sedang sibuk memaku papan,
untuk dijadikan cetakan beton yang kemudian akan dituang.
"Ada yang berhasil kalian temukan?" tanya Hans pada anak-anak. Konrad
langsung berhenti memaku. Ia menunggu jawaban.
"Kami tadi mencari anak kunci Anna yang hilang," kata Jupiter. "Tapi
kami tidak berhasil menemukannya. Dan kini kami bisa memusatkan
perhatian pada Havemeyer. Aku yakin, kami akan bisa memperoleh
informasi mengenai dirinya. Bob masih harus menelepon dulu. Tapi mana
Havemeyer?"
Hans menuding ke arah puncak lereng tempat bermain ski.
"Ia tadi naik ke atas sana, dengan membawa senapan, serta beberapa
barang yang diangkut dengan ransel. Katanya, ada pekerjaan yang harus
dilakukannya di padang rumput. Tapi nanti ia akan kembali lagi."
Jupiter mengajak kedua temannya pergi ke desa. Dengan segera mereka
sudah sampai di pompa bensin, tempat Hans dan Konrad sehari
sebelumnya menanyakan alamat Anna Schmid. Pegawai yang kemarin
tidak nampak saat itu. Tempat penjualan bensin itu kelihatannya sedang
tidak dibuka. Di satu sudut pekarangan pompa bensin itu ada bilik
"Tadi malam kami tidur di dalam rumah," kata Jupe. "Mr. Havemeyer
mengatakan itu lebih aman, setelah beruang datang mengacak-acak isi
tong sampah."
Gabby Richardson tertawa.
"Jelas sekali suami Anna Schmid belum begitu lama di Gunung Monster,"
kata Gabby Richardson. "Masa, baru ada satu dua beruang saja sudah
ngeri."
"Gunung Monster?" kata Pete mengulangi.
"Yep," kata Gabby membenarkan. "Yah-demi para wisatawan, mungkin
lebih baik kusebut Gunung Lofty, seperti yang tertera secara resmi di
dalam peta. Tapi sewaktu aku masih anak-anak, dan baru ada lima
keluarga bertempat tinggal di sini, kami menamakannya Gunung
Monster." Ia menuding ke sebuah menara pengawas yang hanya nampak
samar, jauh di atas lereng sebelah utara. "Kalian lihat menara pengamat
kebakaran yang di atas sana itu? Sekarang sudah tidak dipakai lagi. Tapi
dulu ketika masih ada penjaga di situ, nama resminya Menara Gunung
Monster."
Pete duduk di bangku dekat salah satu meja piknik.
"Apa sebabnya dinamakan begitu?" tanyanya ingin tahu.
Gabby datang menghampiri, lalu duduk di sebelahnya. Ia duduk sambil
bersandar ke meja.
"Waktu aku masih anak-anak," katanya, "kaum dewasa suka bercerita
bahwa di atas gunung ada monster-monster. Makhluk-makhluk raksasa
yang hidupnya di dalam gua, dan suka makan anak-anak kecil yang masih
suka berkeliaran di luar apabila hari sudah gelap."
Bob tertawa mendengarnya.
"Kedengarannya seperti cerita seorang ibu yang menakut-nakuti
anaknya, agar mau menurut," katanya.
"Mungkin juga," kata Richardson membenarkan, "tapi waktu itu kami
percaya seratus persen. Dan apa yang tidak diceritakan kaum dewasa,
kami sendiri yang menambah-nambahkan. Kami saling membuat teman
ketakutan setengah mati dengan cerita-cerita tentang makhluk-makhluk
menyeramkan yang suka ke luar malam-malam saat bulan
Bab 7
MAKHLUK MISTERIUS?
"Apa maksudnya?" tanya Bob. "Jika kita percaya, itu akan merupakan
bencana. Kenapa begitu?"
"Havemeyer rupanya hendak menangkap sesuatu hidup-hidup," kata
Jupiter lambat-lambat. "Satu-satunya alasan menggunakan senapan
pembius ialah menembak binatang tanpa membunuhnya. Apakah ia ingin
menangkap beruang? Kurasa tidak. Itu bukan hal yang sulit dipercaya.
Tidak! Smathers berbicara tentang sejenis binatang, yang mungkin kita
anggap tidak mungkin ada. Nah-makhluk macam apakah itu?"
Jupiter berhenti berbicara, seolah-olah enggan mengatakan apa yang
ada dalam pikirannya. Ia memandang kedua temannya dengan mata
terbuka lebar.
Bab 8
RAHASIA JOE HAVEMEYER
Bab 9
MAKHLUK BUAS DI DALAM HUTAN
KEESOKAN paginya Jupe dan kedua temannya sudah bangun saat fajar
menyingsing. Mereka menggulung kantung tidur masing-masing, yang
kemudian disimpan dalam lemari di bawah tangga. Mereka meninggalkan
surat di dapur, untuk memberi tahu Hans dan Konrad bahwa mereka
pergi mengembara ke atas gunung. Setelah cepat-cepat sarapan roti
dengan segelas susu, mereka langsung meninggalkan losmen, menuju
dataran tinggi yang letaknya di atas lereng tempat main ski. Jupiter
memanggul ransel, sedang Pete menggantungkan sebuah tempat air
minum pada sabuknya.
Mula-mula ketiga remaja itu mendaki lewat lereng tempat main ski. Tapi
berulang kali mereka terpeleset, karena menginjak batu lepas yang
banyak terdapat di lereng gundul itu. Bob sampai dua kali terguling
karenanya. Akhirnya mereka memilih berjalan di bawah pepohonan yang
tumbuh di sisi tempat itu. Tanah di situ lebih padat. Dengan begitu
mereka bisa lebih cepat maju.
Setelah dua puluh menit mendaki, Pete yang gemar berolahraga pun
sudah tersengal-sengal.
Udara di tempat yang tinggi itu tipis. Pete menyandarkan diri pada
sebuah pohon.
"Dilihat dari losmen, gunung ini tidak begitu tinggi," katanya dengan
napas putus-putus.
Bob tertawa.
"Wah-atlet kita yang hebat sedang payah kondisinya, ya?" "Paru-paruku
sudah terbiasa bekerja di dataran rendah saja," jawab Pete. Jupiter
berdiri dengan tenang. Ia mengatur napas selama beberapa saat.
"Mestinya sekarang sudah tidak jauh lagi," katanya. "Katakan begitu
terus pada diri kita sendiri," kata Pete.
Setelah itu mereka meneruskan mendaki. Kadang-kadang mereka
terpaksa menarik diri ke atas dengan jalan berpegang pada dahan-dahan
pohon. Sepuluh menit kemudian barulah tanah yang dilewati menjadi
agak datar. Pepohonan sudah bertambah jarang. Akhirnya mereka ke
luar dari hutan tusam. Mereka berdiri di tepi suatu padang rumput
dataran tinggi.
"Indah sekali," kata Jupiter, ketika napasnya sudah teratur kembali.
Rumput yang panjang dan hijau berombak-ombak dipermainkan angin. Di
sana-sini nampak batu-batu besar bertonjolan, putih gersang terbakar
sinar matahari. Ketiga sisi padang rumput itu diapit pohon-pohon besar.
Sedang sisinya yang keempat, yang berbatasan dengan tepi atas lereng
tempat main ski, terbentang pemandangan lapang, sampai bermil-mil
jauhnya. Menara-menara /Zftberjejer-jejer menuruni lereng ke arah
jalan serta losmen yang nampak jauh di bawah. Di belakang losmen
nampak kerumunan pohon tusam. Dan lebih jauh ke belakang lagi,
dataran pasir Lembah Owens yang kering kerontang. Sedang di belakang
anak-anak yang sedang memandang ke bawah terdapat puncak batu
Gunung Lofty yang menjulang tinggi, diapit puncak-puncak lainnya dari
pegunungan Sierra Nevada, yang masih lebih tinggi lagi. Di lereng
sebelah atas beberapa puncak itu terdapat sungai-sungai es yang tidak
pernah mencair, bahkan saat musim panas sedang panas-panasnya.
sudah menyiapkan alat pemberi isyarat kalau ada bahaya. Aku sengaja
membawanya dari rumah, karena kurasa pasti ada gunanya jika kita
mengembara ke gunung."
"Yah, mendinganlah-daripada tidak membawa apa-apa," kata Pete sambil
mendesah. Diambilnya salah satu alat itu, lalu diamat-amati. "Kau yakin
alat ini beres?" tanyanya. "Aku tidak ingin menghadapi bahaya di atas
sini, tapi tidak bisa minta tolong pada siapa-siapa."
"Aku sudah menguji ketiga-tiganya sebelum kita berangkat dari Rocky
Beach," kata Jupiter.
"Semuanya bekerja dengan sempurna. Kau masih ingat cara
memakainya?"
"Alat-alat itu pasti bisa bekerja dengan baik, seperti kebanyakan
barang buatanmu," kata Bob.
Ucapannya itu memang beralasan. Jupiter memang memiliki ketrampilan
dalam mengutik-utik mesin-mesin atau peralatan elektronik bekas yang
sudah rusak, dan membuat berbagai peralatan yang berguna bagi Trio
Detektif dalam kegiatan mereka menangani berbagai kasus. Ketiga alat
yang dibawa saat itu, yang merupakan gabungan alat pemberi tanda
bahaya dan penunjuk arah, ukurannya lebih kecil daripada alat
komunikasi radio yang kadang-kadang mereka pergunakan. Tapi
kegunaannya tetap bisa diandalkan. Setiap alat bisa memancarkan suatu
isyarat bunyi yang akan diterima alat lainnya. Isyarat itu akan
terdengar semakin nyaring, apabila semakin didekati. Bukan hanya
bertambah nyaring, tapi juga meningkat kekerapannya. Masing-masing
alat juga dilengkapi dengan sebuah jarum, untuk menunjukkan arah dari
mana bunyi isyarat itu datang.
Kecuali itu masih ada pula tanda isyarat khusus berupa lampu merah.
Lampu merah itu akan menyala lewat aba-aba suara saja. Jika salah
seorang anggota Trio Detektif mengalami kesulitan atau hendak
memanggil teman-teman agar datang, ia hanya perlu mengucapkan kata
"tolong" dekat alat yang dibawa. Lampu merah pada kedua alat lainnya
akan langsung menyala.
Bob menghampiri bagian tanah yang retak itu dengan berhati-hati, lalu
memandang ke bawah. Retakan itu panjangnya hampir lima puluh meter,
sedang lebarnya ada yang hampir tiga meter. Sisi-sisinya sangat curam,
nyaris tegak lurus ke bawah. Di dasar celah aneh di tanah itu ada salju
yang belum mencair.
Bob tahu, apa yang ada di depannya saat itu. Ketika sedang melakukan
tugasnya di perpustakaan Rocky Beach tempat ia bekerja sebagai
tenaga bantu, ia menjumpai sebuah buku peta lintasan pengembaraan
bagi penggemar olahraga jalan kaki, untuk kawasan pegunungan San
Gabriel dan Sierra Nevada. Pada satu peta lintasan di sekitar Danau
Mammoth digambarkan retakan seperti itu, yang ditimbulkan oleh
gempa bumi. Suhu di dasar retakan Mammoth yang letaknya jauh sekali
di dalam tanah, menurut keterangan yang tertera di dalam buku itu
dikatakan sama dengan suhu di dalam gua. Selalu sejuk, juga saat siang
sedang panas-panasnya. Jadi salju yang jatuh selama musim dingin, tidak
pernah mencair.
Alat pemberi isyarat yang dipegang oleh Bob berbunyi. Dari arah jarum
penunjuk, ia langsung tahu bahwa Jupe melaporkan posisinya, di sisi
utara padang rumput. Kemudian tanda isyarat terdengar lagi, dan kali ini
jarum penunjuk berpindah ke arah barat. Bob menghidupkan alatnya
untuk menjawab isyarat mereka. Ia agak menyesal, kenapa tidak
berbekal alat komunikasi radio. Ia ingin memberi tahu kedua temannya
bahwa ia menemukan retakan bekas gempa bumi, hanya satu mil saja
dari losmen.
Bob memperhatikan tepi atas tebing retakan. Tanah di situ gundul dan
agak lembab, walau saat itu musim kering. Kemudian ia mundur sedikit.
Jelas sekali nampak bekas tapak sepatunya di tanah.
Ia mulai menelusuri tepi atas retakan, sambil meneliti tanah dengan
saksama.
Ia mendengar bunyi ranting patah. Datangnya dari sebelah kiri, di
belakangnya.
Bob berdiri tanpa bergerak sedikit pun. Ia mendengarkan baik-baik.
Satu detik. Dua. Tiga. Setelah bunyi yang tadi, keadaan di situ sunyi
Bab 10
JEJAK KAKI TAK BERSEPATU
binatang yang secara sadar mau meloncat ke dalam lubang. Jadi ia bisa
berteriak dengan aman, lalu melihat apakah makhluk tadi akan
memandang ke bawah.
"He!" serunya. "He-yang di atas! Kau masih ada di situ?"
Tidak ada yang bergerak di dekat tepi atas retakan. Setelah menunggu
beberapa menit, akhirnya Bob memutuskan bahwa makhluk itu pasti
sudah pergi. Ia menghidupkan alatnya.
"Tolong!" serunya. Setelah itu ia berseru dua kali lagi, untuk memastikan
bahwa isyaratnya tertangkap oleh kedua temannya. Jika Jupe dan Pete
saat itu ada dalam jarak dua mil dari tempatnya, Bob tahu bahwa
mereka pasti bisa mendengarnya.
Alat pemberi isyarat juga sudah bekerja, sehingga kedua temannya itu
akan bisa melihat posisinya dari arah jarum penunjuk pada alat mereka.
Bob menunggu sambil duduk di atas salju. Rasanya berjam-jam lamanya
ia menunggu di situ. Padahal lima belas menit kemudian Pete sudah
muncul, lalu memandang ke dalam dari tepi atas retakan. Sesaat
kemudian muka Jupiter yang bulat muncul di samping Pete.
"Kau tidak apa-apa, Bob?" seru Jupiter.
"Bagaimana kau sampai ada di bawah situ?" tanya Pete.
"Aku terjatuh," kata Bob.
"Ah-yang benar!"
"Kau pasti juga jatuh, jika melihat apa yang kulihat tadi," tukas Bob.
"Kau melihat apa?" tanya Jupe.
"Sejenis binatang-sesuatu yang besar. Aku tidak tahu apa jelasnya. Ia
tahu-tahu saja ada di belakangku, lalu... ah, nanti saja kuceritakan.
Sekarang aku harus ke luar dulu dari sini." Jupiter menaksir kedalaman
retakan itu. "Tali," katanya kemudian. "Kita memerlukan tali."
"Biar aku yang mengambilnya," kata Pete. "Ketika kita sedang mencari-
cari anak kunci kemarin, kulihat ada gulungan tali jemuran dalam salah
satu lemari di dapur."
"Kau bisa lebih cepat dari aku, karena kau kan atlet di antara kita
bertiga. Kembalilah selekas-lekasnya ke losmen, dan ambil tali itu. Aku
menunggu di sini, menemani Bob."
Pete mengangguk.
"Hati-hati saja," katanya memperingatkan. "Beres," kata Jupe.
Pete lari merintis hutan, sementara Jupe berlutut di tepi atas retakan.
"Apa yang kaulihat tadi?" tanyanya sekali lagi pada Bob.
"Sungguh, Jupe, aku tidak tahu pasti. Habis, kejadiannya berlangsung
begitu cepat! Tahu-tahu aku mendengar ada sesuatu di belakangku. Aku
merasa disentuh sesuatu, lalu berpaling, lalu... yah, aku melihat sepasang
mata-yang aneh sekali. Muka makhluk aneh itu begitu dekat, sehingga
terasa napasnya mengenai mukaku. Aku menjerit, dan kurasa makhluk
itu juga menjerit. Setelah itu aku terjatuh kemari."
"Mungkin beruang?" tanya Jupe.
"Kurasa bukan, Jupe."
Jupe berdiri, lalu berjalan lambat-lambat menyusur tepi retakan, sambil
mengamat-amati tanah. "He, Jupe!" seru Bob dari bawah. "Kau masih
ada di situ?"
"Aku di sini," balas Jupiter. "Jejak kakimu nampak di tanah bagian sini.
Dan yang tadi muncul di belakangmu itu mestinya juga meninggalkan
bekas kakinya. Jika itu tadi beruang, mestinya di sini akan ada jejak
yang serupa seperti yang kita temukan di padang rumput."
"Tapi jika bukan beruang," kata Bob, "itu berarti kita sudah menemukan
apa yang kita cari."
Bob menunggu. Ketika Jupe tidak langsung menjawab, ia memanggil lagi.
"Jupe?"
"Ini tidak mungkin!" seru Jupe dari atas. "Ada apa?" tanya Bob.
"Bob, kau yakin yang muncul di belakangmu tadi itu bukan manusia?"
Suara Jupe terdengar aneh. "Orang bertubuh sangat besar, dan tidak
memakai alas kaki?"
"Aku tidak sempat melihat kakinya-tapi jika tadi itu manusia, aku akan
mengundurkan diri dari kelompok ras manusia," kata Bob.
"Aneh," kata Jupe lagi. "Seseorang-seseorang berbadan sangat besar
ada di sini tadi. Dan ia tidak memakai alas kaki."
Bob kembali teringat pada Gabby Richardson, serta ceritanya tentang
monster-monster yang hidup di pegunungan. Tidakkah salah satu
Bab 11
"ADA satu hal yang kita ketahui dengan pasti," kata Bob, ketika Pete
sudah kembali dengan membawa tali, dan ia sudah ditarik ke luar dari
dalam lubang di tanah. "Yang memukulmu tadi itu bukan beruang, Jupe."
"Sudah pasti bukan," kata Jupiter Jones sependapat. "Beruang mana
mungkin menyapu tanah dengan ranting yang dipatahkan dari pohon
tusam! Kau dikejutkan oleh sesuatu-mungkin seseorang bertubuh sangat
besar dan berkaki telanjang-dan boleh jadi makhluk tanpa alas kaki itu
juga yang menonjok tengkukku, lalu kemudian menghapus jejak kakinya."
Pete menatap kedua temannya, seolah-olah beranggapan bahwa mereka
pasti sudah sinting.
"Manusia tanpa alas kaki?" katanya. "Mana ada orang berkeliaran di
tempat setinggi ini dengan kaki telanjang?"
"Jupe menjumpai jejak kaki tanpa alas di tepi retakan," kata Bob
menjelaskan.
"Jejak kaki yang sangat besar," kata Jupe. "Menurut taksiranku,
panjangnya paling sedikit empat puluh lima senti." "Empat puluh lima?
Jejak kaki manusia yang panjangnya empat puluh lima senti?"
"Kelihatannya seperti jejak kaki orang," kata Jupe. "Yang jelas, bukan
jejak beruang." Pete menggulung kembali tali jemuran. Tangannya agak
gemetar.
"Gunung Monster," katanya. "Orang dulu menyebut tempat ini Gunung
Monster. Dan kelihatannya di sini memang ada monster...."
"Monster?" Suara bernada tajam itu terdengar dekat sekali di belakang
Pete, sehingga menyebabkan ia nyaris terloncat karena kaget.
"Maaf-kaget, ya?" Ternyata yang datang itu Mr. Smathers. Ia datang
tanpa ketahuan, dan kini memandang ketiga remaja itu sambil
tersenyum. "Ada apa, kalian bicara tentang monster?" katanya ingin
tahu. "Dan seperti apa wujud jejak kaki monster? Mana dia? Aku ingin
melihatnya."
"Sudah hilang! Tadi ada yang menghapus," kata Jupiter menjelaskan.
"Kurasa kau benar, Jupe," kata Bob. "Tapi Mr. Smathers juga benar.
Memang sebaiknya kita lekas-lekas saja pergi meninggalkan tempat ini.
Aku tadi nyaris saja celaka!"
Jupe mengangguk, tanda setuju. Ketiga remaja itu kemudian bergegas
kembali ke padang rumput. Ketika mereka muncul dari dalam hutan,
mereka masih sempat melihat Mr. Smathers yang saat itu mulai
menuruni lereng tempat main ski. Dan ketika mereka sampai di sisi atas
lereng itu, Mr. Smathers sudah tiba di dasarnya.
"Cepat sekali jalannya," kata Bob.
"Kan menurun terus," kata Pete, lalu mulai menuruni lereng pula dengan
langkah antara berlari dan terpeleset. Bob dan Jupiter menyusul dengan
lebih berhati-hati.
Ketika sudah hampir sampai di bawah, mereka melihat Joe Havemeyer
mulai mendaki lereng. Suami Anna itu menyandang ransel, serta
memanggul senapan pembius. Ia berhenti melangkah, ketika melihat
anak-anak datang menghampiri dari arah atas. Tampangnya masam.
"Kalian berbuat apa di atas tadi?" tanyanya.
"Jalan-jalan," jawab Pete dengan polos.
Havemeyer menuding Bob.
"Smathers baru saja bercerita bahwa kau terjatuh ke dalam retakan
bekas gempa bumi. Kau kan yang jatuh itu?" "Anda tahu tentang retakan
itu?" tanya Jupiter Jones.
"Semua juga tahu. Retakan itu akan merupakan daya tarik yang besar,
jika para penggemar olahraga mengembara bisa dibangkitkan minatnya
agar mau datang kemari saat musim panas. Tapi sementara itu kuminta
kalian agar jangan pergi ke dataran tinggi di atas. Aku dan Anna akan
ikut merasa bersalah jika kalian sampai mengalami cedera. Bukan saja
kemungkinan kalian jatuh, tapi juga beruang...."
"Beruang?" kata Jupiter, sambil menatap lurus-lurus ke arah
Havemeyer, lalu ke senapan pembius yang dipanggul orang itu. "Itukah
sebabnya Anda membawa senapan itu, Mr. Havemeyer? Itu kan senapan
pembius, ya? Anda bermaksud menangkap beruang dengannya?"
Havemeyer tertawa.
"Kurasa kalian toh akan melakukan semau kalian," kata Konrad sambil
nyengir. "Asal hati-hati saja, ya?" "Kami akan berhati-hati," kata
Jupiter berjanji. "Mana Mr. Smathers sekarang?"
"Tadi kulihat pergi ke desa, berjalan kaki," kata Hans. "Anna pergi
berbelanja dengan mobil ke Bishop. Sedang Mr. Jensen juga pergi,
dengan mobilnya."
"Kata Anna tadi, kalian urus saja sendiri makan siang kalian," kata
Konrad. "Di dalam lemari es ada roti
sandwich. "
"Kebetulan, karena aku memang sudah lapar," kata Pete.
Ketiga remaja itu makan dengan lahap. Setelah itu Jupiter pergi
mencuci piring. Ia melihat cincin kawin Anna tergeletak di ambang
jendela di dekat tempat cuci piring.
"Cincin itu terlalu besar bagi Anna," katanya sambil mengerutkan
keningnya. "Bisa hilang nanti, jika ia tidak berhati-hati."
Pete yang sedang mengelap gelas, mengangguk. Tapi perhatiannya saat
itu tertarik pada sesuatu yang tergeletak di lantai ruang duduk, tidak
jauh dari ambang pintu ke dapur. Setelah meletakkan lap pengering ke
papan peniris, ia masuk ke ruang duduk untuk mengambil benda yang
dilihatnya itu.
"Ada dompet tercecer," katanya.
Dompet itu sudah usang. Kulitnya sudah empuk, dan jahitan pada salah
satu sisinya robek. Ketika Pete memungutnya, setumpuk kartu dan
kertas jatuh berserakan ke lantai.
"Sialan!" umpat Pete, lalu berjongkok untuk memungut kertas-kertas
yang terjatuh. "Dompet siapa itu?" seru Bob.
Di antara kartu-kartu nama dan bon-bon restoran, Pete menemukan
sepotong surat izin mengemudi.
"Kepunyaan Mr. Jensen," katanya sambil membaca nama yang tertera
pada SIM itu. "Wah-padahal ia sedang pergi dengan mobilnya. Mudah-
mudahan saja ia tidak dicegat polisi karena tidak berhenti saat lampu
lalu lintas sedang merah-atau begitu. Kalau itu terjadi, ia pasti akan
kena tilang karena mengendarai mobil tanpa SIM."
"Mungkin saja Mr. Jensen cuma tamu biasa di losmen ini," katanya, "tapi
kenyataannya ia menyimpan foto suami-istri Havemeyer, yang diambil
ketika mereka sedang di Danau Tahoe. Kalau ini kebetulan, menyolok
sekali kebetulannya!"
Jupiter mengambil dompet dari tangan Pete.
"Kurasa dompet ini sebaiknya kita letakkan saja di atas meja kamar Mr.
Jensen, dan kita tidak mengatakan apa-apa padanya nanti," katanya
bersungguh-sungguh. "Dan sementara kita ada di dalam kamarnya, tidak
ada salahnya jika kita membuka mata-kalau-kalau ada sesuatu yang
menarik di situ. Karena kita diminta oleh Hans dan Konrad untuk
membantu menjaga Anna, kita berkewajiban untuk berjaga-jaga, kalau-
kalau ada bahaya datang dari arah mana pun juga...."
"Aku mengerti maksudmu," kata Pete. "Sekarang cepatlah sedikit,
sebelum ada yang kembali!" Kamar yang ditempati Jensen terletak di
sisi utara losmen, di samping kamar untuk dua orang yang ditempati oleh
Hans dan Konrad.
"Moga-moga saja tidak dikunci," kata Bob.
"Di losmen ini tidak ada kamar yang pernah dikunci," kata Pete sambil
memutar tombol. Pintu kamar Mr. Jensen ternyata memang tidak
dikunci.
Ruangan itu bersih dan rapi, seperti segala-galanya di losmen itu.
Selembar jaket penahan angin dari kain poplin tersampir ke punggung
sebuah kursi. Sebuah sisir tergeletak di atas meja. Selain kedua benda
itu, tidak nampak tanda-tanda bahwa kamar itu didiami.
Jupiter membuka pintu lemari pakaian. Dilihatnya kemeja-kemeja santai
yang lumayan banyaknya di situ. Ada yang kelihatan bekas dipakai, dan
ada pula yang masih bersih dan licin setrikaannya. Sepasang sepatu
hitam bertali terletak di lantai, bersebelahan dengan kopor milik
Jensen.
Jupiter mencoba menjunjung kopor itu.
"Belum semua isinya dikeluarkan," katanya. Dibawanya kopor itu ke
tempat tidur, lalu dibukanya. Di dalamnya ada sejumlah kaus kaki serta
pakaian dalam yang bersih, lalu beberapa gulung film, serta beberapa
kotak lampu blitz. Kecuali itu ada pula sebuah buku di situ. Pete bersiul
senang ketika Jupiter mengambil buku itu. "Seni Foto Untuk Pemula."
Itulah judulnya. Jupiter membukanya dengan asal-asalan.
"Ini bukan sesuatu yang diperkirakan ada di antara barang-barang juru
foto profesional yang berpengalaman," katanya. "Jika Jensen biasa
menjual foto-foto buatannya pada majalah-majalah, mestinya buku
seperti ini tidak diperlukannya lagi. Ini terlalu mendasar sifatnya." Buku
itu ditutupnya kembali. "Apa pun ia sebenarnya, tapi yang jelas Mr.
Jensen bukan juru foto."
Bob mengeluarkan semua kaus kaki dan pakaian dalam yang ada di kopor.
"Coba kita lihat, apa saja isinya selain ini," katanya. Tapi ia tidak
menemukan apa-apa lagi kecuali sebuah buku catatan berukuran kecil.
Buku catatan itu sudah lusuh, dan penuh berisi nama, alamat, serta
nomor telepon. Bob memperhatikan isi buku itu secara sambil lalu.
Alamat-alamat yang tertera di dalamnya kebanyakan dari berbagai
perusahaan dan juga orang-orang di Danau Tahoe. Catatan tentang Anna
baru ada di bagian akhir. Catatan itu menyebabkan mata Bob terbelalak
karena heran.
"Kau menjumpai sesuatu yang menarik?" tanya Jupe.
"Ini-ada satu halaman, khusus tentang Anna. Lihatlah-paling atas
tertulis suatu nomor-PWU 615, California. Lalu nama Anna-Miss Anna
Schmid-serta alamatnya, Slalom Inn, Sky Village, California." "PWU
615?" kata Pete. "Kedengarannya seperti nomor mobil." "Apa lagi kecuali
itu?" tanya Jupiter.
Tanpa mengatakan apa-apa, Bob menyodorkan buku catatan itu padanya.
"Wah, ini hebat," kata Jupe sambil membaca. "Ini ada catatan bahwa
Anna memiliki Slalom Inn serta lift untuk mengangkut pemain-pemain
ski ke atas, serta bahwa di Sky Village ia terkenal selalu membayar apa
saja dengan uang tunai. Dan paling bawah ada tulisan, 'Mangsa empuk!"'
"Mangsa?" kata Pete. "Seperti gaya penjahat saja!"
"Memang," kata Jupiter dengan singkat.
"Kalau begitu Jensen itu penjahat, sedang calon korbannya Anna."
"Yang jelas, Jensen bukan juru foto," kata Jupiter. "Tapi jika ia benar
penjahat, lalu apa niatnya? Selama ini ia tidak melakukan apa-apa di sini,
kecuali..."
"Kecuali ditonjok dari belakang oleh seekor beruang, atau monster, atau
entah apa," kata Pete menyambung. "Sikapnya terhadap Anna bahkan
tidak bisa dibilang ramah."
Saat itu terdengar bunyi mobil memasuki pekarangan. Jupiter bergegas
melintasi serambi dalam, lalu masuk ke kamar yang ditempati Mr.
Smathers. Dari jendela di situ ia memandang ke luar.
"Anna-rupanya baru kembali dari Bishop," katanya memberi tahu. "Dan
nomor mobilnya, PWU 615."
Bob cepat-cepat menutup kopor, lalu mengembalikannya ke dalam lemari
pakaian. Pete melicinkan tempat tidur tempat kopor tadi diletakkan.
"Bagaimana-kita beri tahu Anna bahwa ada penjahat menginap di sini?"
tanya Pete, sementara ia meninggalkan kamar itu bersama kedua
temannya. Jupiter menggeleng.
"Lebih baik jangan, karena kita tidak punya bukti-bukti nyata. Kita
hanya tahu bahwa Jensen memiliki foto Anna dan Havemeyer yang
dibuat di Danau Tahoe pada minggu mereka menikah di sana. Dan bahwa
ia sangat menaruh minat pada kebiasaan Anna dalam urusan uang. Bob,
kau nanti malam kan akan menghubungi ayahmu, untuk menanyakan
laporan tentang Havemeyer. Sekaligus berikan alamat Jensen yang kita
lihat tertera pada SIM-nya tadi- ia tinggal di Lembah Tahoe. Tanyakan
pada ayahmu, apakah kenalannya yang di Reno bisa mencari keterangan
tentang Jensen. Sampai kita sudah tahu lebih banyak, sebaiknya kita
amati saja orang yang mengaku juru foto itu, setiap kali ia ada di dekat
Anna. Kita harus bersiap-siap, jika ia mencoba membujuk-bujuk Anna
agar mau melibatkan diri dalam salah satu bisnis yang menarik!"
Bab 12
APA YANG DICARI ORANG ITU?
JUPE, Bob, dan Pete menuruni tangga. Mereka menjumpai Anna di ruang
duduk, sedang meletakkan beberapa majalah ke tumpukan yang sudah
ada di sebuah meja samping. Wanita itu kelihatan agak kaget ketika
mendengar anak-anak masuk.
"Ah-kusangka tidak ada siapa-siapa di sini," katanya.
"Kami tadi mencari-cari lagi," kata Jupiter menjelaskan dengan tampang
polos. "Mungkin saja kemarin ada tempat yang terlewat, ketika kami
mencari-cari anak kunci peti besi Anda."
"Ah, ya-betul juga, anak kunci itu." Kening Anna berkerut. "Dan kalian
masih juga belum menemukannya?"
"Belum," jawab Bob. "Mrs. Havemeyer, pernahkah terlintas dugaan
dalam hati Anda bahwa anak kunci itu mungkin diambil orang? Pintu-
pintu di losmen ini tidak ada yang pernah dikunci. Siapa pun juga bisa
masuk kemari, lalu mengambilnya."
"Itu tidak mungkin, karena aku pasti menyembunyikannya dengan sangat
cermat," kata Anna. "Dan takkan ada yang mau mengambil, apabila tahu
itu untuk membuka apa. Hanya Anna Schmid yang bisa
mempergunakannya. Orang-orang di bank hanya mengenal Anna Schmid
saja sebagai pemilik anak kunci itu. Jadi jika ada yang mengambil, anak
kunci itu takkan berguna sama sekali baginya. Tapi di pihak lain, aku
direpotkan olehnya. Itulah sebabnya kenapa anak kunci itu
kusembunyikan, sebelum aku berangkat ke Danau Tahoe."
"Dengan begitu teori tentang tamu tak diundang buyar," kata Pete.
"Anak kunci itu pasti ada di salah satu tempat di sini," kata Anna. "Coba
aku bisa ingat lagi, di mana aku waktu itu menaruhnya."
Di luar terdengar bunyi ban mobil yang bergerak di jalan masuk yang
berkerikil. Tidak lama kemudian Jensen muncul dengan menenteng
kamera fotonya. Ia lewat sambil menganggukkan kepala pada Anna dan
ketiga remaja itu, lalu langsung naik ke tingkat atas.
"Pekerjaan Mr. Jensen menarik," kata Jupiter sambil lalu. "Diperlukan
kesabaran besar, untuk memotret binatang liar. Seringkah ia kemari?"
"Ini yang pertama kalinya," kata Anna. "Ia baru tiba lima hari yang lalu.
Ia datang tanpa memesan lebih dulu. Untung saja ada kamar kosong,
jadi aku bisa menerimanya."
"Mr. Smathers juga menarik," kata Jupe lagi. "Ia mestinya sering
mengembara di pegunungan, berkomunikasi dengan alam."
"Maksudmu bicara dengan binatang liar? Aku ingin tahu, apakah segala
binatang itu benar-benar mendengarkannya? Tapi ia juga baru sekali ini
kemari. Katanya ia ingin kemari karena musim panas sekali ini begitu
kering. Ia merasa bisa menolong binatang liar sahabat-sahabatnya, agar
jangan sampai terjerumus dalam kesukaran." Anna tertawa. "Macam-
macam saja! Orang itu aneh sekali. Aku cuma ingin ia mau makan seperti
yang lain-lainnya, supaya aku tidak usah repot-repot memasak khusus
untuk dia sendiri."
Setelah itu Anna pergi ke dapur. Anak-anak mendengar wanita itu
membuka lemari-lemari di situ, lalu sibuk dengan panci-panci. Jupiter
mengajak kedua temannya ke luar. Mereka berjalan dengan santai
menuju pompa bensin, tempat Gabby Richardson nampak duduk
terkantuk-kantuk disinari matahari sore. Orang itu membuka matanya
ketika anak-anak mendekat.
"Bagaimana-asyik berjalan-jalan tadi?" tanyanya.
"Anda tadi berbicara dengan Mr. Smathers," kata Pete.
"Tidak bisa dibilang begitu," balas Richardson. "Dia yang bicara terus.
Nampaknya ia beranggapan aku ini merusak remaja Amerika, karena
bercerita tentang monster." Mata Richardson yang semula mengantuk
disipitkan. Tiba-tiba sikapnya menjadi waspada. Sangat ingin tahu. "Apa
yang sebenarnya kalian lihat di atas tadi pagi?"
"Kami tidak tahu pasti, Mr. Richardson," kata Bob. "Sesuatu yang besar.
Kurasa seekor binatang."
Gabby Richardson kelihatannya merasa kecewa.
"Paling-paling juga beruang," katanya. Ia menoleh ke arah Bob. "Kau
yang terjatuh ke dalam retakan?" Bob mengiyakan pertanyaan itu.
"Itu sudah kusangka," kata Richardson. "Kelihatan dari pakaianmu. Tapi
kau tidak apa-apa rupanya." "Tidak," jawab Bob, "cuma agak kaget saja."
"Ya, ya, tentu saja," kata Richardson. "Aku juga tidak bermaksud
melarangmu. Silakan menelepon! Aku ingin makan sebentar, di kedai
pizza. Aku tahu kapan aku tidak boleh mencampuri urusan orang lain."
Richardson berdiri, lalu berjalan dengan langkah gontai meninggalkan
pompa bensin, menuju ke jalan.
"Saat dia tidak mencampuri urusan orang lain, aku akan memakan sepatu
tenisku-tanpa imbuhan garam," kata Pete dengan suara lirih.
Bob tertawa, lalu masuk ke bilik telepon. Ia berbicara selama lima menit
dengan ayahnya.
"Joe Havemeyer ternyata tidak terdaftar di dalam buku telepon Reno,"
katanya melaporkan kemudian. "Biro kredit di kota itu belum
menyampaikan laporan mengenai dia. Tapi kenalan ayahku
memperkirakan besok pasti akan sudah ada berita. Malam ini juga Ayah
akan menelepon kenalannya itu untuk memintanya mengadakan
pengecekan pula tentang Jensen. Tapi ayahku tadi mengatakan kita
jangan gila-gilaan, menyulitkan orang lain. Katanya kalau kita sampai
menyebabkan Hans dan Konrad, atau sepupunya sampai merasa malu,
kita akan dikulitinya hidup-hidup. Kita dilarangnya berbuat apa-apa
sebelum ada kabar dari dia- kecuali ke luar dari losmen."
"Eh?" kata Jupe dengan heran.
"Ya-soalnya ayahku khawatir bahwa kita membebani Anna. Dan kurasa
itu memang benar. Kan tidak ada alasan khusus baginya untuk memberi
kita makan! Ya, kan? Kita bukan kerabatnya." "Aduh-padahal urusannya
mulai asyik sekarang," keluh Pete.
"Kita tidak perlu pindah terlalu jauh," kata Jupe mengingatkan. "Tenda
kita kan sudah terpasang di luar, di dekat rumah."
Ketiga remaja itu kembali ke losmen. Mereka mengatakan pada Anna
dan suaminya bahwa mereka memutuskan untuk meneruskan rencana
semula, berkemah di luar. Joe Havemeyer memprotes dengan
mengetengahkan bahaya beruang-beruang yang berkeliaran, tapi anak-
anak berjanji akan berteriak minta tolong, begitu mereka melihat atau
mendengar sesuatu yang kemungkinannya berbahaya. Jauh sebelum saat
"Dengan begitu kita sampai pada pertanyaan besar kita," kata Pete.
"Adakah monster di Gunung Monster? Atau tidak?"
"Aku melihat sesuatu," kata Bob. "Aku tahu bahwa aku melihat sesuatu,
dan aku yakin sekali yang kulihat itu bukan beruang. Dan Jupe melihat
jejak kakinya."
Jupiter membuka kantung tidurnya, lalu melepaskan sepatu.
"Jika monster itu ternyata memang ada dan Joe Havemeyer berhasil
menangkapnya, di sini pasti akan menjadi ramai sekali," katanya
meramalkan. "Kita harus ingat, klien kita Hans dan Konrad, dan kita
bertugas melindungi sepupu mereka. Besok, jika kita sudah menerima
laporan tentang kredit Havemeyer serta keterangan tambahan tentang
Jensen, kita akan berembuk dengan Hans dan Konrad. Biar mereka saja
yang menentukan apa yang mereka inginkan. Itu juga jika ada yang
mereka inginkan."
Bob dan Pete cepat sekali pulas. Tapi Jupiter Jones terlalu gelisah. Ia
berbaring dengan mata nyalang, sambil mendengar suara angin serta
gerak-gerik satwa liar yang berkeliaran dalam gelap. Ia teringat pada
retakan di tanah, serta jejak kaki telanjang yang luar biasa. Ia teringat
pada Gabby Richardson, serta ceritanya tentang makhluk-makhluk aneh
yang ada di pegunungan. Terbayang lagi dalam ingatannya salah satu
kisah Gabby-tentang Anna yang
melabrak beruang sambil mengayun-ayunkan alat penggoreng. Jupe
berniat menanyakan pada Anna keesokan paginya, apakah ia benar-benar
berbuat senekat itu.
Ketika sudah hampir tengah malam, Jupiter menelungkup lalu
menyibakkan kain penutup celah untuk memasuki tenda. Losmen saat itu
sudah gelap dan sunyi. Suatu bayangan kecil melintas di atas kepala, lalu
hinggap selama beberapa menit di ujung atas cerobong asap losmen.
Jupiter mendengarnya bersuara samar-samar. Ternyata yang dilihatnya
itu seekor burung hantu.
Jupe mengejapkan mata. Salah lihatkah dia? Atau betulkah ada cahaya
samar di salah satu tempat, di tingkat bawah losmen? Ia mengamati
boleh gentar karena mereka. Mereka kan tidak akan selama-lamanya ada
di sini."
"Tapi lebih dari seminggu," kata Anna. "Mereka hendak lebih dari
seminggu di sini."
"Tapi aku terus menyibukkan mereka, kan? Sekarang tenang sajalah.
Kau merasa gelisah- padahal tidak ada yang bisa meleset."
"Begitulah seharusnya," kata Anna. Nada suaranya membuat Jupiter
yakin, wanita itu benar-benar pernah mengusir beruang dengan alat
penggoreng.
Lampu kantor dipadamkan lagi. Anak-anak mendengar pintu ditutup. Tapi
mereka tetap menunggu di bawah ambang jendela, tanpa bergerak.
Beberapa menit kemudian nampak sinar senter dinyalakan lagi. Jensen
ke luar dari kolong meja. Ia menuju ke pintu, memadamkan senternya,
lalu ke luar dengan hati-hati sekali.
"Astaga," desis Pete.
Jupiter merapatkan telunjuknya ke bibir. Diajaknya kedua temannya
meninggalkan tempat itu dengan diam-diam, kembali ke tenda mereka.
"Betulkah aku tadi mendengar apa yang kurasa seperti kudengar?" kata
Pete, ketika mereka sudah kembali berada dalam tenda.
"Aneh! Sangat aneh," kata Jupiter Jones. "Tapi aku tidak terlalu heran
melihat Jensen muncul malam-malam, untuk memeriksa catatan
keuangan Anna. Kita sudah tahu, ia tertarik pada uang wanita itu."
"Itu betul," kata Bob. "Cuma apa sebabnya Anna merasa gelisah tentang
Hans dan Konrad? Mereka kan sepupu-sepupunya yang paling
disayanginya!"
"Itu memang tidak bisa dimengerti." Jupe mengusap-usap keningnya.
"Tidak ada yang bisa dimengerti dalam kasus ini. Belum pernah aku
sebingung sekarang ini."
Bab 13
TUGAS ANNA
Setelah itu anak-anak pergi dari situ. Mereka berjalan dengan langkah
cepat, tapi tidak sampai berlari-lari. Lima belas menit kemudian mereka
tiba di losmen. Mereka menjumpai Joe Havemeyer di ruang duduk.
Orang itu berdiri di dekat tempat perapian, sambil memegang selembar
kertas.
"Kelihatannya sudah lumayan," katanya pada Anna yang duduk di sofa.
Anna mengangguk. Joe melirik sebentar ke arah anak-anak yang saat itu
masuk, lalu meremas kertas yang dipegang dan mencampakkannya ke
dalam tempat perapian. Kemudian diambilnya kotak korek api yang ada
di atas rak tempat itu, lalu dibakarnya kertas tadi. Setelah itu ia naik
ke tingkat atas.
"Bagaimana pelancongan kalian tadi? Mengasyikkan?" tanya Anna pada
anak-anak.
"O, ya!" jawab Jupe.
"Itu sudah kusangka." Anna berdiri, lalu pergi ke dapur.
Pete melesat ke tempat perapian, lalu dengan sepatunya memadamkan
api yang membakar kertas. Setelah itu dipungutnya sisa yang belum
terbakar. Hanya sedikit saja yang masih utuh. Tapi itu saja pun sudah
mencukupi. "Apa yang tadi dikatakan Havemeyer sudah lumayan?" tanya
Bob.
Pete kelihatan ragu untuk menjawab. Kemudian ia keluar, menuju
beranda depan. Bob dan Jupe menyusul. Jupe menutup pintu rumah di
belakangnya.
"Tanda tangan Anna," kata Pete setelah berada di luar. Diserahkan
potongan kertas yang masih utuh pada Jupe. "Ia menulis namanya
berulang-ulang."
Ketiga remaja itu membisu selama sesaat. Kemudian Jupe nampak
seperti tersengat.
"Ia tidak mau berbahasa Jerman dengan kedua sepupunya!" katanya
dengan tiba-tiba. "Ia tidak mau berbahasa Jerman, dan cincin kawinnya
terlalu longgar." "Apa maksudmu?" tanya Bob.
Tapi Jupe tidak menjawab. Ia bergegas turun ke pekarangan.
"Sekarang ini juga aku harus berbicara dengan Hans dan Konrad,"
katanya dengan tegang. "Setelah itu kita harus cepat-cepat ke padang
rumput! Tiba-tiba semuanya sudah kumengerti. Jika kesimpulanku tepat,
di sini sedang berlangsung peristiwa yang gawat sekali!"
Bab 14
KEBAKARAN DI GUNUNG
tanah. "Kau ikut," kata Konrad sekali lagi. Anna mengangguk. "Jupe,"
kata Konrad. "Pete, Bob-ayo masuk ke mobil." "Tunggu sebentar!" seru
Jupiter.
"Tunggu apa lagi?!" Konrad membimbing Anna, mengajaknya ke tempat
parkir. "Cepat, masuk ke mobil!"
"Tapi kita harus menemukan Anna," kata Jupiter.
"Apaa?"
Konrad menatap Jupiter, lalu memandang wanita yang ada di sebelahnya.
Wanita itu berdiri seperti terpaku di tanah, dengan sikap berjaga-jaga.
Jupiter merasa seperti melihat air mukanya berubah menjadi pucat.
Tapi ia tidak yakin, karena asap tebal menggelapkan lingkungan.
"Mana Anna?" tanya Jupiter.
Selang yang dipegang Havemeyer terlepas dari tangannya.
"Jangan ngaco!" tukasnya.
Tapi Jupiter tidak mengacuhkannya.
"Anda Mrs. Havemeyer," katanya pada wanita yang selama itu mengaku
bahwa ia Anna. "Mana Anna Schmid? Cepat-katakan!"
"Mana Anna Schmid?" Jensen nampak seperti orang teler. "Anda bukan
Anna Schmid?" katanya pada wanita itu. Wanita itu meluruskan
sikapnya. Ia kelihatannya sudah berhasil menguasai dirinya kembali.
"Dulu aku bernama Anna Schmid," katanya. "Dan sekarang aku Anna
Havemeyer. Itu kan Anda ketahui." Ditatapnya Jensen lurus-lurus. "Aku
ini Anna Schmid, dan aku akan ikut dengan kedua sepupuku." "Tidak!"
Dengan cepat Jupiter menghampirinya. Tahu-tahu wanita itu lari,
menuju ke mobilnya. "He!" Jensen mengejar, berusaha memegang bahu
wanita itu. "Jangan lari!"
Anna berusaha menghindar. Ia tersandung ketika tangan Jensen
menggapainya. Wanita itu terjatuh. Rambut pirangnya yang dikepang
melingkar di atas kepala terlepas, lalu terguling-guling sebelum akhirnya
tergeletak di tanah. Seketika itu juga Anna berdiri, lalu berlari lagi
menuju mobilnya. Rambutnya yang asli ternyata pendek. Warna aslinya
coklat, tapi kelihatan dipucatkan.
"Kau bukan Anna!" seru Hans.
Bab 15
MONSTER!
"Kokoh juga pintu ini," kata Konrad, lalu berseru, "Jangan takut, Anna-
gemboknya akan kami dobrak dengan batu!"
"Ada kebakaran." Suara wanita yang ada di dalam terdengar parau
karena ketakutan. "Aku mencium bau kebakaran. Di mana tempatnya?"
"Di bawah, di dekat tempat perkemahan." Sementara itu Konrad sudah
menemukan sebuah batu. Ia menimang-nimangnya sejenak. "Kita masih
punya waktu. Kau tidak perlu cemas."
Wanita yang ada di dalam pondok diam sebentar.
"Siapa yang di luar?" tanyanya kemudian. "Kaukah itu, Hans? Konrad?"
Konrad meringis, mengucapkan beberapa patah kata dalam bahasa
Jerman, lalu mulai menghantam gembok dengan batu yang digenggamnya.
Angin berembus dengan tiba-tiba, menyebabkan asap menebal di
sekeliling mereka. "Cepat!" desak Hans.
Konrad mengangguk. Diangkatnya batu tinggi-tinggi, untuk dihantamkan
sekeras tenaga ke gembok. Tapi saat itu terdengar suara jeritan di
belakangnya.
Hans, Konrad, begitu pula ketiga remaja yang ada bersama mereka
berpaling dengan cepat. Mereka melihat sesuatu di tepi lekukan.
Sesosok tubuh mirip manusia, tapi jauh lebih besar! Makhluk itu
mengayun-ayunkan lengannya seperti hendak mengusir udara panas yang
menyesakkan napas, sambil memandang dengan mata melotot ke dalam
lekukan. Jupiter melihat sepasang mata yang merah, serta sekilas taring
yang panjang-panjang ketika makhluk berbulu tebal itu mendongak, lalu
melolong ketakutan.
"Itu dia monster yang kulihat!" kata Bob tergagap. Mukanya pucat pasi.
"Suara apa itu?" seru wanita yang ada di dalam pondok kayu. "Apa itu
yang kudengar?"
"Ssst," desis Jupiter.
"Jangan ribut, Anna," bisik Hans.
Tapi makhluk yang sedang panik itu sudah mendengar suara Anna. Ia
menundukkan kepalanya yang besar. Tangannya menyibakkan rambut
kusut yang tergantung hampir menutupi mata. Ia memandang Konrad, di
sela-sela asap yang mengambang.
Bab 16
TINDAKAN MR. SMATHERS
"Nah, nah," kata Mr. Smathers. "Aku tahu keadaannya gawat, tapi kau
takkan apa-apa." Anak-anak mendengar suara geraman. "Ya, ya, aku
tahu," kata Mr. Smathers lagi. "Tapi kau pasti aman, jika ada di dekatku
terus." Geraman kini berubah menjadi bunyi yang lebih lembut-hampir-
hampir seperti dengkuran. "Ayo ikut," kata Mr. Smathers membujuk.
"Kau menyebabkan nyonya itu ketakutan. Masa tidak malu?!" Anak-anak
berpandang-pandangan. Mereka merasa seperti sedang mimpi.
Mr. Smathers muncul di ambang pintu pondok. Dan tidak jauh di
belakangnya, makhluk besar itu. Makhluk bersosok besar dan
menyeramkan. Setengah manusia, dan setengah binatang. Makhluk itu
mengikuti Smathers dengan sikap sejinak anjing yang terlatih baik.
"Kami akan ke tempat yang lebih tinggi, di atas batas pepohonan," kata
Smathers pada orang-orang yang masih memandang dengan heran. "Di
sana kami aman. Tolong, salah seorang dari kalian melihat wanita itu.
Keadaannya payah."
Setelah itu ia pergi, diikuti makhluk aneh itu. Mereka berjalan dengan
cepat di antara pepohonan, menuju tempat yang lebih tinggi. Dengan
segera mereka sudah lenyap dari pandangan, ditelan asap tebal.
"Anna?" Hans menyingkirkan serpihan kayu bekas pintu dengan kakinya,
lalu melangkah masuk ke dalam pondok. Konrad dan anak-anak menyusul
masuk, berebut-rebut.
Mereka melihat Anna Schmid meringkuk di dekat dinding belakang
pondok. Ruangan sempit itu gelap. Tapi anak-anak masih bisa melihat
bahwa wanita itu persis sekali wajahnya seperti wanita yang ada di
losmen. Tapi Anna Schmid yang asli berambut kusut, sedang pakaiannya
kumal.
"Hans?" kata wanita itu. "Konrad? Benar-benar kaliankah ini?"
"Kau harus dengan segera kami keluarkan dari sini, Anna." Hans berlutut
di samping wanita itu. "Bisakah kau berdiri?"
Anna berusaha berdiri, sambil berpegangan pada Hans. Hans
menolongnya. Dipegangnya pinggang wanita yang gemetar itu, sementara
Konrad membimbingnya. "Kita cepat-cepat pergi dari sini, ya?" kata
Konrad.
melapangkan tempat antara losmen dan api. Dijalan banyak sekali orang
berkerumun dan bergegas-gegas. Sebuah pesawat bertubuh gendut
melintas lagi di atas kepala, lalu menghamburkan muatannya di atas api.
Kemudian terasa angin sejuk mengembus. Dengan tiba-tiba hawa di
padang sudah segar kembali. Angin berubah arah.
"Sky Village tidak jadi terbakar," kata Anna, lalu mulai menuruni lereng.
Beberapa kali ia nyaris saja tersungkur, kalau tidak cepat-cepat ditahan
oleh Hans dan Konrad. Tapi Anna tidak mau tinggal di atas, menunggu
bantuan dari desa. Ketika sampai di kaki lereng, tubuhnya menggigil dan
langkahnya terseok-seok. Tapi kepalanya terangkat tinggi.
Beberapa petugas pemadam kebakaran memakai topi helm bergegas
lewat di depannya, sibuk dengan tugas mereka. Gabby Richardson juga
ada di situ, membasahi atap dengan air yang disemburkan dengan selang.
Gunanya agar percikan api jangan sampai bisa menimbulkan kebakaran.
Anna memandang Richardson sambil tersenyum.
"Anda memang sahabat sejati," kata Anna. Richardson menoleh
sebentar ke arahnya.
"Nanti kalau aku sudah punya waktu," katanya, "aku ingin mendengar apa
sebenarnya yang terjadi di sini. Orang yang di dalam, sedikit pun tidak
mau mengatakan apa-apa." Ia mengatakannya sambil menganggukkan
kepala ke arah losmen.
"Orang yang di dalam?" tanya Jupiter.
"Jensen," kata Richardson menjelaskan. "Ia ada di dalam, menunggu
kalian."
Hans, Konrad, Anna, dan anak-anak naik ke beranda depan, lalu masuk ke
Slalom Inn.
Mr. Jensen, orang yang mengaku juru foto kehidupan alam, ternyata
menunggu di dalam. Ia duduk di sandaran lengan salah satu kursi besar
yang berlapis kulit di ruang duduk. Wanita yang mengaku bahwa ia Anna
duduk di atas sofa, di depan Jensen. Rambutnya yang pendek dan
dipucatkan warnanya nampak acak-acakan. Matanya yang mendelik
nampak merah, seperti habis menangis. Laki-laki yang bernama Joe
Bab 17
SEPERTI BAYANGAN DALAM CERMIN
ingin bertapa di situ. Aku dikurung di dalam pondok itu, yang pintunya
digembok dari luar. Dua hari ia tidak muncul-muncul. Aku hanya diberi
makan roti sedikit, serta air dalam sebuah kaleng. Tapi kemudian setiap
hari ia datang untuk membawakan makanan. Dan setiap kali muncul,
selalu ditanyakannya di mana anak kunci kusembunyikan. Tapi aku tetap
membungkam. Kusadari bahwa ia sangat ingin mengetahuinya, dan jika
sudah tahu aku pasti akan ditembak olehnya."
"Begitu. Berapa hari Anda dikurung di atas, Miss Schmid?"
"Enam hari. Mungkin juga tujuh. Aku tidak bisa mengatakannya dengan
pasti. Kemudian, hari ini aku mencium bau kebakaran. Aku setengah mati
ketakutan, lalu berteriak-teriak. Kemudian sepupu-sepupuku datang.
Kedua sepupuku, anak-anak- serta makhluk menakutkan itu. Laki-laki
bertubuh kecil yang aneh itu berbicara pada makhluk itu, lalu kedua
sepupuku... sepupu-sepupuku..." Anna Schmid menutupi mukanya. Ia
menangis.
"Sebentar-akan kuambilkan air untukmu, Anna," kata Hans.
"Tidak." Anna mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan
punggung tangan. "Aku tidak apa-apa. Tapi dari mana kalian tahu, harus
ke mana?"
"Jupe yang tahu," kata Hans. "Kalau aku dan Konrad, kami menyangka
wanita itulah kau. Tampangnya persis dengan foto-foto yang
kaukirimkan pada kami."
"Memang-jika memakai rambut palsu," kata Jupiter Jones. "Seperti
bayangan di cermin. Semula aku juga percaya, memang dialah Anna.
Cincin kawin dan tanda tangan yang dibuat berulang-ulang itu yang
kemudian menyebabkan aku sadar. Tapi sayang, begitu lambat."
"Cincin kawin?" kata petugas kepolisian. "Tanda tangan?"
"Wanita itu berlatih membuat tanda tangan Anna Schmid, berulang-
ulang. Jika ia Anna Schmid, itu sama sekali tidak perlu dilakukan
olehnya. Kecuali itu, cincin kawinnya juga terlalu longgar baginya.
Padahal ia mengaku baru minggu lalu menikah dengan Havemeyer, di
Danau Tahoe. Pengantin baru, mestinya kan memilih cincin yang pas. Aku
jadi teringat pada Bibi Mathilda. Jika bibiku itu sedang diet sehingga
Bab 18
LAPORAN PADA MR. HITCHCOCK
kata Pete menjelaskan. "Katanya, jika kami mengatakan apa saja tentang
monster itu pada wartawan atau pada sheriff, ia akan memungkirinya. Ia
akan mengatakan, yang kami lihat di pondok pertapa itu seekor beruang.
Urusannya menjadikan cerita kami lawan keterangannya-dan sudah pasti
takkan ada yang mau mempercayai laporan aneh yang diceritakan oleh
anak-anak."
"Jadi itu tetap merupakan rahasia," kata Mr. Hitchcock. "Aku senang,
bahwa kalian mau menceritakannya padaku. Kurasa tentunya Smathers
yang memukulmu waktu itu dari belakang, Jupiter-serta yang kemudian
menghapus jejak kaki makhluk itu yang ada di tepi retakan bekas gempa
bumi?"
"Ya, itu diakui olehnya," kata Jupe. "Tapi ia kembali mengatakan akan
memungkirinya, jika urusan itu kami ceritakan pada pihak yang
berwenang. Apa pun juga makhluk itu, pokoknya Mr. Smathers hendak
melindunginya. Dan satu-satunya cara yang paling baik ialah
menyembunyikan kenyataan bahwa makhluk itu ada."
"Ya, memang," kata Mr. Hitchcock. "Jika orang sampai tahu bahwa di
pegunungan sana ada monster, aku yakin bahwa banyak orang seperti
Havemeyer akan datang ke sana dengan senapan pembius, dengan
maksud untuk menangkapnya."
"Ditinjau dari satu segi, saya senang bahwa urusan itu berakhir seperti
yang kami alami," kata Bob. "Tadi malam saya sempat menekuni sejumlah
buku di perpustakaan, untuk meneliti cerita-cerita rakyat kawasan
California. Selama bertahun-tahun pernah dilaporkan tentang
ditemukannya jejak-jejak kaki yang aneh di pegunungan Sierra Nevada,
serta di Cascade Range. Nampaknya di California sini juga ada makhluk
sejenis Manusia Salju-namun selama ini belum pernah ada yang bisa
membuktikan bahwa makhluk itu benar-benar ada. Ia selalu hidup
mengasingkan diri di daerah liar, menjauhi manusia."
"Bisa kita asumsikan bahwa yang kami lihat itulah makhluk yang turun
dan mendatangi losmen untuk mencari makanan, seperti yang dilakukan
kawanan beruang," kata Jupe. "Mr. Smathers melihat jejak kakinya di
pekarangan, dua hari sebelum kami tiba di Sky Village. Hari itu juga
-TAMAT-