1. Pengertian
Kata literasi berasal dari bahasa Inggris Literacy yang diartikan sebagai
kemampuan baca tulis, selanjutnya menurut Kuder dan Hasit (2002) pengertian literasi
membayangkan, melihat. Dalam proses membaca terjadi proses yang rumit yaitu
proses kognitif, linguistik, dan aktivitas sosial. Pembaca harus secara aktif melibatkan
pengalaman sebelumnya, proses berpikir, sikap, emosi dan minat untuk memahami
bacaan. Menurut Snow (dalam Mc Cartney & Philips, 2008) konsep literasi dan
perkembangan literasi bervariasi dalam sejumlah Aspek dan variasi ini bersifat implisit
Literasi dapat dipandang sebagai hasil dari berbagai komponen keterampilan yang
urutan huruf. Holistik memfokuskan literasi sebagai aktivitas sosial yang bermakna
Literasi dapat dipandang sebagai kemampuan kognitif individual, tetapi juga dapat
dilihat sebagai aktivitas penting yang bersifat interaktif, kolaboratif yang dilakukan
dalam tujuan sosial meski tindakan membaca itu sendiri bersifat solitari.
7
sosial menganggap keterampilan membaca memberi akses pada berbagi kekuatan
dan pengetahuan.
menjadi sangat penting. Sebaliknya dapat dilihat juga sebagai hasil dari proses
natural dari tumbuh dalam masyarakat literasi, mudah untuk menguasai literasi
baru. Literasi juga dipandang sebagai sebuah faktor dalam identitas diri dan sosial,
sumber pembentukan jati diri, serta sebuah kekuatan untuk transfer aktivitas,
buku atau koran, tetapi terdapat pandangan kontras yang memandang literasi
sebagai proses membaca buku agama untuk lebih difahami, sebagai aktivitas
membaca kontrak dengan kritis, atau sebagai upaya mencari informasi dari jadual
Bagi sebagian orang kegiatan terkait literasi dilakukan di sekolah, sebagian lain
menganggap kebanyakan aktivitas literasi dan belajar literasi terjadi di luar sekolah
perbedaan di atas muncul karena literasi dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Sudut pandang itu dapat diletakkan dalam suatu rentang kontinum yang masing-
masing berada di posisi ekstrim. Hal ini berarti bahwa kedua pandangan di atas dapat
8
diintegrasikan dan dapat diterima sebagai pandangan yang saling melengkapi. Oleh
karena itu penulis tidak membatasi literasi hanya pada definisi yang diberikan salah
satu sudut pandang, tetapi memahami kedua sudut pandang agar mampu menemukan
pengembangan literasi.
sejak Marie Clay memperkenalkan konsep emergent literacy, yang merupakan perilaku
pura-pura meniru membaca dan menulis pada anak prasekolah. Literasi dasar juga
banyak disebut dengan istilah early literacy, yang menggambarkan bahwa kemampuan
ini merupakan kemampuan awal yang mendasari kemampuan membaca dan menulis
yang sesungguhnya.
Kata emergent literacy merupakan istilah yang memiliki dua konotasi arti yaitu
terkait suatu pandangan tentang perkembangan literasi anak dan suatu bentuk
kemampuan baca tulis, perkembangan ini tidak dimulai sejak masuk sekolah tetapi
dimulai sejak usia dini (Rosenberg dkk., 2010). Sebagai kemampuan, emergent
dasar.
literacy merupakan kemampuan literasi dasar yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan
lebih baik. Menurut mereka emergent literacy (literasi dasar) terdiri dari sembilan
keterampilan kognitif.
9
Menurut Purcell-Gates (2001), komponen literasi dasar termasuk kesadaran
fonemik, konsep tulisan dan cerita, gaya membaca, dan literasi sebagai aktivitas sosial
budaya. Menurut Snow, (dalam Mc Cartney & Philips, 2008) pada anak prasekolah,
kemampuan literasi dasar merupakan kapasitas untuk menyebutkan nama huruf dan
mengidentifikasi buku dari judul serta melakukan aktivitas yang berkaitan dengan buku.
membaca tulisan, kosa kata, kesadaran fonologis (bunyi huruf), pengetahuan tentang
huruf, dan kesadaran terhadap tulisan. Weigel dkk (2010) memilah kemampuan literasi
baik membantu anak untuk lebih mudah belajar menbaca dan meningkatkan tingkat
kesuksesan anak di sekolah (Senechal & LeFreve, 2002). Hasil meta analisis yang
dilakukan oleh National Early Literacy Panel (NELP) pada tahun 2008 diperoleh bahwa
sedang sampai tinggi. Terdapat 11 variabel yang dapat memprediksi secara konsisten
adalah: pengetahuan huruf, kesadaran fonolofis, mengenali dengan cepat huruf dan
objek (rapid automatic naming), menulis huruf dan nama sendiri, daya ingat fonologis,
selain itu juga konsep tulisan, pengetahuan tulisan, kesiapan membaca, bahasa lisan,
yang dimiliki anak prasekolah untuk melandasi dan menyiapkan diri belajar membaca
dan menulis di sekolah dasar. Selanjutnya dari beberapa peneliti yang mengidentifikasi
10
mencakup kosa kata dan pemahaman bahasa lisan, b) kesadaran fonologis, yaiut
fonem, suku kata, kata), c) keterampilan membaca yang mencakup pengenalan aturan
membaca, pengetahuan huruf dan bunyi huruf, mengeja kata, d) keterampilan menulis,
yang mencakup kemampuan menuliskan bentuk huruf, nama sendiri dan kata, e)
Terdapat dua perspektif yang berbeda dalam memandang proses dan kapan
kemampuan baca tulis (literasi) pada anak diperoleh. Pertama adalah pandangan
tradisional yang lebih dikenal dengan konsep kesiapan membaca (reading readiness).
Perspektif ini menyatakan bahwa untuk belajar membaca dan menulis anak
harus mencapai level kematangan tertentu secara fisik dan neurologis sehingga anak
hanya membuang-buang waktu dan berpotensi merusak anak. Terdapat periode waktu
tertentu ketika anak siap belajar baca tulis. Kemampuan membaca dan menulis
Teale, 1995 (dalam Kuder dan Hasit, 2002) merangkum prinsip utama
keterampilan prasyarat membaca sudah siap dikuasai anak, b) anak lancar dalam
bahasa lisan dulu baru kemudian belajar membaca kemudian belajar menulis setelah
lancar membaca, c) membaca dan menulis dipelajari oleh anak secara abstrak,
11
dengan keterampilan yang terpisah dengan konteks, d) selama periode pramembaca
keterampilan membedakan stimulus secara visual dan auditori dan pengetahuan huruf
dan bunyi huruf sangat penting sebagai dasar kemampuan membaca, e) anak
usia sangat dini, jauh sebelum anak diajarkan membaca secara formal di sekolah. Hal
ini terbukti dari perilaku anak dini usia yang dikenal dengan emergent literacy yaitu
berkelanjutan (continuum) dengan berbagai cara dan pada umur yang berbeda. Hal ini
dipupuk oleh interaksi sosial antara anak dengan orangtua atau pengasuh dan
dirangsang oleh materi literasi seperti buku cerita. Dengan demikian penting sekali
mampu membaca sesungguhnya. Dibutuhkan peran dan dukungan dari prangtua dan
Teale, pada tahun 1995 (dalam Kuder dan Hasit, 2002) merangkum prinsip
utama perspektif emergent literacy yaitu a) belajar membaca dan menulis mulai sejak
sangat dini pada hampir semua anak di masyarakat literasi. Anak menunjukkan
perilaku mirip baca tulis dalam situasi informal di rumah dan masyarakat serta dalam
situasi sekolah, b) perkembangan literasi adalah istilah yang lebih sesuai daripada
kesiapan membaca, karena proses belajar tidak berurutan membaca dulu baru menulis
tetapi kemampuan bahasa, membaca dan menulis berkembang secara saling tumpang
tindih dan berhubungan sejak dari awal, c) literasi berkembang dalam situasi nyata
dalam aktivitas sehari-hari untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Makna dan fungsi
serta tujuan literasi sangat penting agar anak mempelajari strategi dalam kaitannya
12
dengan konteks bukan terpisah dari konteks, d) anak belajar bahasa tertulis melalui
keterlibatan aktif dengan dunia sekitarnya. Anak berinteraksi dengan orang dewasa
dalam situasi baca tulis, meniru orang signifikan terutama orangtua, e) untuk meguasai
baca tulis terlibat banyak pengetahuan, potensi, dan strategi seperti fungsi bahasa dan
literasi, pengetahuan tentang cerita, konsep tulisan serta kesadaran fonemik dan
tetapi anak menguasai literasi dalam kecepatan dan bentuk yang berbeda-beda, hal ini
Perspektif emergent literacy saat ini lebih banyak diacu oleh penelitian-
penelitian terakhir. Hal ini tampak dari berkembangnya literasi dalam keluarga (family
literacy) sebagai bidang kajian baru (Anderson dkk., 2010). Berdasarkan temuan
aktivitas anak tampak seperti tidak berhubungan dengan menulis dan membaca tetapi
tingkah laku menirukan menulis dengan coretan, pura-pura membaca dari gambar
penting. Dengan dukungan dari orangtua, pengasuh, guru dan lingkungan yang
formal, hal ini dipupuk oleh proses interaksi dengan orangtua serta bahan literasi yang
digunakan. Pemahaman anak tentang membaca dan menulis dibangun dengan cara
terlibat aktif dalam aktivitas literasi. Terlibat aktif mengalami, mengambil peran dalam
aktivitas dan tugas yang bermakna sehingga anak memiliki pemahaman dan rasa
ketertarikan baru dan termotivasi dari dalam diri (www.ncrel.org, diunduh 9 Mei 2010).
hal yaitu: perkembangan literasi yang berkelanjutan dari anak, konsep literasi anak,
dan usaha yang dilakukan orangtua dan pendidik. Sebelum belajar tentang menulis
13
dan membaca, anak harus mengerti konsep penting seperti: tulisan adalah
berbeda, cara membaca dari kiri ke kanan, buku terdiri dari gambar dan tulisan dengan
seperti perhatian, daya ingat, berpikir simbolik, dan pengaturan diri. Menurut teori
membutuhkan interaksi sosial untuk dapat mengembangkan konsep yang dimililiki dan
Sulzby,1999).
Bila kedua perspektif di atas dikaji maka dipeoleh kesimpulan bahwa perspektif
anak belajar membaca dan menulis. Hal ini berarti bahwa berkembangnya literasi lebih
ditentukan oleh peran faktor biologis anak (nature) dan tidak menganggap penting
yang berpengaruh tidak hanya biologis anak tetapi juga lingkungan yang berlangsung
dengan adanya stimulasi dari lingkungan. Stimulasi lingkungan yang kurang beresiko
sebenarnya karena dipupuk oleh interaksi sosial. Oleh karena itu stimulasi penting
dilakukan sejak dini dengan berbagai cara pada umur yang berbeda.
14
3. Pengembangan Literasi Dasar
perspektif yang berbeda tentang bagaimana cara mengajarkan anak baca tulis oleh
orangtua maupun guru. Pandangan pertama adalah holistik atau disebut juga top-down
atau disebut juga bottom-up approach atau code base approach atau fonik atau
tradisional.
a. Holistik
dalam konteks aktivitas sosial dan budaya yang bermakna. Dalam aplikasinya,
dalam konteks aktivitas sehari-hari yang bertujuan dan bermakna. Dengan demikian
anak lebih diarahkan untuk diajak berbicara, berdiskusi, dibacakan buku cerita.
b. Komponen
keterampilan tertentu yang dengan keterampilan ini anak terbantu dalam baca-
fokus pada pengajaran mengenalkan kata itu sendiri melalui pengajaran alfabet, kata,
kalimat dan cerita secara berurut. Dalam hal ini anak membutuhkan buku latihan dan
Menghadapi dua pandangan yang berbeda di atas, Snow (2008) menilai bahwa
tidak ada pandangan yang seluruhnya benar atau seluruhnya salah. Ia menganggap
bahwa dari dua pandangan itu dapat diperoleh insight yang dapat dijadikan panduan
15
untuk menciptakan lingkungan yang menstimulasi secara optimal perkembangan
literasi anak.
masing memiliki kontribusi untuk meningkatkan literasi anak. Oleh karena itu dalam
peneltian ini kedua pandangan dikombinasikan, agar tercapai integrasi yang saling
melengkapi untuk membuat peningkatan literasi anak lebih efektif, yaitu dengan
konteks sosial sekaligus juga mengajarkan skill dasar literasi, b) aktivitas literasi dilihat
sebagai proses yang dilakukan individu tetapi mendapat motivasi/dorongan dari orang
lain (lingkungan), c) stimulasi secara natural penting dilakukan untuk mendukung anak
yang mampu membaca tulis secara sendirinya, namun bagi anak yang tidak mampu
dalam aktivitas literasi sejak dini kemudian di sekolah secara formal diajarkan skill
mendukung proses literasi di sekolah, e) Stimulasi di lakukan sejak dini dengan tujuan
untuk merangsang dan mengoptimalkan perkembangan sel-sel otak, agar 100 juta
nuran yang dimiliki sejak lahir dapat berfungsi dan tidak mati. Hal ini akan melejitkan
hal cara dan materinya. Cara yang dilakukan harus menyenangkan dan membuat anak
literasi tetapi juga membentuk minat dan kebiasaan menyukai, memaknai aktivitas
literasi sbg sesuatu yang positif dan menyemangati. Mulai dengan materi literasi yang
bersifat natural di rumah baru kemudian literasi yang bersifat formal di sekolah.
16
4. Tahapan Perkembangan Literasi Dasar
perkembangan literasi terjadi secara bertahap dan tahapan ini sejalan dengan
pertambahan usia kronologisnya. Debra Jhonson dan Sulzby (1999) memberi ilustrasi
a. Pada tahap satu, anak usia 1-24 bulan mengalami perkembangan bahasa lisan
b. Tahap kedua, anak usia 2-3 tahun mulai mampu berbicara untuk berespon
terhadap buku atau tanda/gambar yang dibuatnya, mulai mengenal dan memberi
c. Tahap ketiga, pada usia 3-4 tahun anak menunjukkan perkembangan pesat dalam
kemampuan literasi dasar. Pada tahap ini anak mampu mengenali huruf, tertarik
kesesuaian kata demi kata, dan konsep tulisan. Perkembangan menulis juga
berjalan paralel dengan membaca, pada usia ini anak mampu menuliskan kata
tetapi baru menggunakan huruf-huruf yang dominan bunyinya seperti huruf awal
dan akhir.
Anak sudah mampu mengenal buku khusus dari cover, pura-pura membaca,
menikmati permainan kata dan lagu, mendengarkan cerita, mulai untuk menulis
b. 3 tahun – 4 tahun
17
Anak mengetahui bahwa huruf alfabet memiliki nama dan berbeda dengan gambar,
coretan.
c. usia TK ( 5 tahun)
Pada usia ini anak mampu mengenal huruf besar dan kecil, mengerti bahwa urutan
huruf dalam tulisan menggambarkan urutan bunyi dalam ucapan. Mereka juga
dapat menyebutkan judul dan pengarang buku, membuat prediksi yang didasarkan
sendiri, menulis namanya sendiri, dapat menulis huruf atau kata dengan dikte.
d. usia SD ( 6 tahun)
Pada usia ini anak dapat membaca suku kata, dapat mengenali kata-kata iregular
dengan melihatnya, memprediksi apa yang akan terjadi dalam cerita, memantau
pemahamannya ketika membaca, mengenali saat ada kata yang tidak masuk akal.
kondisi internal anak dan kondisi eksternal anak. Kondisi internal anak berkaitan
dengan potensi Individu secara kognitif, fisik, dan emosi. Kondisi eksternal berkaitan
dengan lingkungan mikrosistem yang ada di sekitar anak, yaitu kondisi rumah, sekolah,
bagi anak dalam pengembangan literasi dasar mengingat keluarga adalah orang yang
paling dekat bagi anak. Di rumah keluarga juga beraktivitas yang menciptakan
18
dinamika keluarga yaitu dengan siapa dan bagaimana keluarga melakukan
aktivitasnya. Dalam aktivitas bersama ini terjadi Interaksi timbal balik secara
berkelanjutan. Pola asuh orangtua berpengaruh pada anak, anak juga berpengaruh
pada pola asuh. Selain itu interaksi anak-orangtua mempengaruhi anak dalam hal
Dalam interaksinya dengan anak, orangtua dapat melakukan pola asuh yang
sesuai dengan tuntutan perkembangan anak tetapi tidak jarang juga orangtua
melakukan pola asuh yang tidak sesuai dengan perkembangan anak. Aktivitas
pengasuhan anak yang sesuai dengan kebutuhan anak adalah orangtua memiliki
mengoreksi, dan melatih untuk mengembangkan kontrol diri. Pengasuhan anak yang
kurang sesuai perkembangan anak ditandai dengan keterlibatan orangtua yang kurang
dan perlakuan salah (maltreatment), seperti tidak sensitive, tidak tanggap, dan ada
perkembangan literasi dasar anak, telah banyak diteliti. Beberapa hasil penelitian
tersebut adalah:
a. keterlibatan anak di rumah dalam aktivitas aktif terkait membaca dan menulis
menjadi prediktor bagi perkembangan keterampilan literasi dasar (Levy dkk., 2006).
diberikan ibu berhubungan kuat dengan minat anak membaca (Deckner dkk.,
2006)
c. aktivitas anak dibacakan buku oleh orang tua di rumah berhubungan signifikan
19
d. lingkungan rumah yang membiasakan aktivitas literasi (membaca, menonton)
e. lingkungan rumah yang responsif dan mendukung adalah prediktor terkuat dari
dengan lingkungan rumah dan kemampuan literasi anak prasekolah. Ibu yang lebih
menciptakan lingkungan rumah yang kaya literasi dan membuat minat anak dan
pengetahuan tulisan anak mereka lebih tinggi. Ibu yang lebih konvensional
mengalamai banyak tantangan untuk menstimulasi literasi, dan anak mereka lebih
terlibat dalam aktivitas merangsang literasi anak dan semakin tinggi minat
membaca dan pengetahuan tulisan yang dimiliki anak (Weigel dkk., 2010)
j. Aktivitas anak bersama orangtua dalam bentuk bermain dan belajar nama, bunyi,
dan menuliskan huruf memprediksi pengetahuan nama huruf, bunyi huruf dan
bunyi huruf. Aktivitas membacakan anak buku, ternyata kurang aktif memfokuskan
20
anak pada pengenalan nama dan bunyi huruf sedangkan aktivitas terkait nama dan
bunyi huruf lebih membuat anak fokus pada komponen huruf (Evans dkk., 2000)
dan matematika, pengaruh ini lebih besar dari pada faktor pendidikan orangtua dan
status ekonomi. Selain itu pengaruh lingkungan literasi di rumah lebih kuat
kemampuan literasi Cina anak prasekolah di negara Hong Kong, Singapura dan
tetapi kualitas interaksi afektif saat membaca buku menjadi prediktor paling kuat
p. Kedekatan anak dengan buku berhubungan dengan perkembangan kosa kata dan
q. Aktivitas literasi dasar di rumah, sikap orangtua terhadap membaca, dan jumlah
kemampuan anak membaca dimediatori oleh kondisi literasi di rumah. Hal ini
berlaku di 25 negara., dengan ciri khas bahwa aktivitas literasi dasar di rumah dan
21
sikap orangtua terhadap membaca bervariasi tergantung pada perkembangan
r. Anak yang ibunya lebih sering membacakan buku cerita, terutama dengan
s. Pengajaran orangtua tentang bunyi, nama huruf dan kata berkorelasi dengan
signigikan dengan pengetahuan huruf dan membaca kata. Sedangkan jumlah buku
2008).
t. Pengaruh nilai-nilai atau keyakinan orangtua (parent beliefs) menjadi area yang
diteliti oleh Susan Sonneschein dan Linda Baker (2005) yang membuktikan dalam
mereka berinteraski sepanjang aktivitas literasi dengan anak dan aktivitas seperti
apa yang orangtua sediakan untuk anak. Menurut Lynch, Anderson, dan Shapiro
untuk belajar literasi dasar. Orangtua yang memiliki keyakinan belajar menyeluruh
22
mereka terlibat dalam aktivitas literasi yang bervariasi dengan anak mereka.
Kondisi ini membuat orangtua dengan keyakinan holistik memiliki anak yang lebih
menyeluruh dan orangtua yang pendidikannya kurang dari sekolah menengah lebih
berkeyakinan tradisional.
u. Rutinitas keluarga yang merupakan pola kegiatan yang bersifat berulang-ulang dan
perkembangan literasi dasar anak (Churchill and Stoneman, 2004). Rutinitas ini
dapat berupa kegiatan makan, tidur, jadual kegiatan harian, komunikasi dan waktu
untuk mengurus diri sendiri. Rutinitas yang ada dalam keluarga dapat membuat
anak merasakan situasi stabil, berkelanjutan dan dapat diperkirakan yang akan
mengembangkan perilaku positif dari anak. Lebih lanjut Serpell dkk. (2002)
prediksi dari faktor rutinitas ini lebih tinggi dari pada kekuatan prediksi pendapatan
keluarga dan etnis. Oleh karena terciptanya rutinitas dalam keluarga merupakan
dasar dapat dikembangkan di rumah melalui aktivitas literasi yang berbentuk anak aktif
orangtua bermain sambil mengajarkan nama dan bunyi huruf. Selanjutnya lingkungan
rumah menjadi kondusif untuk perkembangan literasi dasar anak bila kondisi keluarga
23
anak, pengetahuan/keyakinan orangtua tentang literasi dasar berpengaruh pada
besarnya keterlibatan mereka dalam aktivitas literasi bersama anak. Aktivitas literasi
kemampuan literasi dasar, serta memiliki pengaruh lebih besar daripada pendidikan
orangtua dan status ekonomi keluarga. Dalam aktivitas literasi bersama anak, orangtua
dapat berperan sebagai pendidik dan melakukan stimulasi dengan cara bersikap
(metalingual utterance).
anak oleh orang selain orang tuanya sepanjang hari atau setengah hari, yang dapat
dilakukan di rumah orang lain atau di pusat pengasuhan. Di Indonesia child care
Program yang berkualitas dilihat dari apakah guru memberikan cinta, kehangatan dan
dan material yang tersedia. Interaksi anak dan guru dengan aman dan teratur serta
anak.
24
a) penelitian Green & Peterson,(2006), menunjukkan bahwa program prasekolah
berupaya agar anak terlibat dalam aktivitas yang penting untuk mengembangkan
bahasa dan literasi. Karakteristik guru dan program berkorelasi positif dengan
dasar bila anak terlibat dalam aktivitas literasi dan program berjalan efektif serta guru
bervariasi, berbeda-beda dalam hal aktivitas apa yang dipilih dan dan bagaimana cara
2004). Aktivitas yang berasal dari budaya yang dominan seringkali dianggap sebagai
norma yang berlaku dan penyimpangan dari hal ini sering dianggap kekurangan.
Menurut pandangan sosiokultural hal seperti ini bukan kekurangan karena aktivitas
literasi diartikan bergantung budaya dan berkaitan dengan keyakinan dan nilai
Masa anak dipandang sebagai masa latihan, anak belajar dan berlaltih
keterampilan yang akan dapat mengembangkan mereka menjadi orang dewasa yang
kompeten dalam komunitas mereka sendiri. Dalam hal ini selama interaksi anak dan
orangtua, orangtua berperan sebagai pemberi arahan dan bimbingan. Dalam beberapa
budaya bimbingan ini difokuskan pada keterampilan praktis yang memberi kontribusi
secara ekonomi seperti beternak atau mengasuh anak. Namun demikian pada
beberapa negara barat seperti Amerika Serikat, bimbingan orangtua difokuskan pada
25
mempersiapkan anak untuk mengikuti sekolah formal dengan mencapai
Vandermaas-Peeler, 2009). Interaksi orangtua dan anak yang terjadi selama bermain
juga berbeda-beda tergantung pada budaya dan keyakinan orang tua tentang
memandang bermain sebagai hal penting untuk pengembangan sosial dan kognitif
anak dan seringkali terlbat bermain dengan anak mereka. Interaksi selama bermain
juga merupakan konteks yang dipergunakan oleh orangtua dengan tingkat pendapatan
bahwa membaca buku dan bermain adalah dua konteks sosial yang banyak
menengah untuk memberikan bimbingan. Disamping itu baik orangtua maupun anak
dari kedua kelompok itu sama-sama terlibat mendalam dalam aktivitas membaca dan
membaca buku lebih jarang dengan frekuensi hanya tiap minggu, kurang terlibat dalam
proses mengajar anak (bertanya, meminta anak membuat perkiraan, mengaitkan buku
cerita dengan bermain) selama membacakan buku. Mereka menilai dirinya menikmati
saat membacakan buku, serta membuat banyak koneksi sosial saat membaca buku
(melalui humor dan menjadikan pengalamannya sebagai referensi anak) agar anak
memberikan perintah untuk mengarahkan perilaku anak, dan sedikit memberi anak
buku cerita lebih sering yaitu tiap hari, dan lebih terlibat dalam mengajar anak,
memberi anak pilihan dan anak didorong untuk berpartisipasi dalam diskusi dan
menceritakan pengalamannya.
Uraian di atas memberi informasi bahwa aktivitas literasi di rumah yang dipilih
oleh orangtua dipengaruhi oleh budaya. Pada budaya barat membaca buku dan
26
bermain adalah dua konteks sosial yang banyak dipergunakan orangtua untuk
kemampuan literasi bagi anak-anak yang belajar membaca dan menulis permulaan,
juga intervensi bagi anak-anak yang tergolong lamban atau mengalami hambatan
Penelitian terhadap anak usia 3-4 tahun yang dilakukan oleh Yaden dkk. (1999)
menunjukan bahwa anak yang mendapat rangsangan membaca buku, aktif dalam
Anak tidak mudah membedakan apakah dua kata mulai dengan fonem yang
sama atau fonem yang berbeda (misalnya pig dan peak), sehingga anak perlu
Hoff (2005) kesadaran fonemik ini merupakan prediktor kuat bagi kemampuan
membaca. Kesadaran fonemik diajarkan dengan melatih anak mengenali fonem (awal,
tengah, akhir) dari kata yang disebutkan dalam tulisan, nyanyian, puisi. Pelatihan
kemampuan membaca lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mendapat pelatihan.
Pelatihan ini juga membuat anak mampu membaca dengan baik pseudowords yaitu
kata-kata tak bermakna (Byrne dkk., 2000). Dengan demikian proses pengajaran
spelling, yaitu suatu cara merangsang anak menemukan sendiri cara pengucapan
pengucapan anak lain yang lebih mampu. Dalam invented spelling, tugas anak adalah
27
membaca 2 kata kemudian anak diminta untuk menuliskan kembali dua kata tersebut.
Dalam hal ini mereka harus memperkirakan jumlah dan tipe huruf dari kata yang
mengevaluasi mana spelling yang paling tepat, dan menjelaskan cara pengucapan.
Tugas ini menciptakan konflik kognitif yang meminta anak memilih cara pengucapan
Menurut Hoff (2005) pengalaman anak menyanyi, permainan suku kata dan
kata meningkatkan kesadaran fonologis dalam hal mengidentifikasi bunyi awal dan
akhir dan membuat anak membaca lebih baik di usia 6 tahun. Program pengajaran
membaca dan menulis yang melatih phonemic awareness dan letter sound knowledge,
Melihat masih banyak anak yang mengalami kesulitan untuk menulis dengan
tangan, maka dibuat program pengajaran tambahan yang melatihkan cara menulis
huruf-huruf dengan tepat. Pengajaran menulis disusun secara sistimatis dan hirarkhis,
pemakaian huruf. Latihan dimulai dengan 3 huruf yang paling mudah dan paling sering
digunakan, selanjutnya meningkat pada 3 huruf yang lebih sulit. Efektivitas program ini
Program ini merupakan prediktor paling kuat bagi kemampuan menulis tangan
maka Burgess dkk. (2002) menyatakan bahwa dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk
berkembang. Hal ini tentu dipicu oleh fakta bahwa tidak semua orangtua mengerti
28
Begitu banyak program intervensi yang sudah diteliti efektifitasnya beberapa
diantaranya adalah; a) program intervensi dari Cronan dkk. (1996) yang memberikan
(Saint-Laurant, Giasson, 2005), c) program words to go, melatih orangtua dalam hal
kemampuan membuat kata, mengeja, dan membaca, d) fast start reading, melatih
pembelajaran literasi dasar, orangtua juga perlu belajar untuk dapat membantu anak
1. Keluarga
Menurut Berns (2007) keluraga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang
memiliki ikatan dan menyatu dalam suatu rumah tangga. Secara struktur keluarga bisa
dibedakan menjadi keluarga inti dan keluarga besar, keluarga inti hanya terdiri dari
orangtua dan anak sengkan keluarga besar adalah keluarga inti yang tinggal bersama
Dalam keluarga terdapat pola kebiasaan yang merupakan hasil dari interaksi antar
Kebiasaan atau aktivitas literasi akan berbeda-beda tergantung pada latar belakang
budaya.
29
2. Faktor-Faktor Keluarga
Penelitian tentang literasi dasar yang sudah dilakukan secara umum mengkaji
Dari penelitian-penelitian itu dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
dkk, 2006). Anak yang mendapat rangsangan membaca buku, aktif dalam
(Yaden dkk.,1999; Levy dkk., 2006; Burgess, 2002; Raikes dkk., 2006,
Stephenson dkk., 2008, Aram dkk., 2006; Sonnenshein & Munsterman, 2002).
dkk., 2006)
iii. bermain terkait huruf, kata (Evans dkk., 2000; Stephenson dkk., 2008)
Beberapa pola interaksi yang berpengaruh positif adalah sikap responsif (Roberts
dkk., 2005), interaksi afektif, metalingual utterence (Deckner dkk., 2006; Kang dkk.,
2009), verbal scafolding (Diertrich dkk., 2006), strategi membaca buku dan
30
c. Keteraturan rutinitas keluarga; rutinitas yang teratur mengembangkan perilaku positif
(Churchill & Stoneman, 2004) dan berkaitan dengan kegiatan literasi di rumah
(Serpell, 2002; Johnson dkk., 2008). Semakin teratur kondisi keluarga di rumah
semakin besar kemungkinan orangtua terlibat dalam aktivitas literasi bersama anak
dan semakin tinggi kemampuan literasi dasar anak (Weigel dkk., 2010)
kemampuan literasi dasar anak (Sonneschein & Baker, 2005; Lynch dkk., 2006;
terhadap literasi sehingga era sekarang lebih dikenal dengan era literasi baru
atau multi literasi. Review yang dilakukan Moses (2008) terhadap 14 penelitian
31
dan Kim (dalam Langkshear & Knobel, 2003) dalam reviewnya terhadap 350
3. Keterlibatan Orangtua
orangtua dalam bentuk aktivitas terbukti lebih penting untuk menolong anak mencapai
orangtua, ukuran keluarga, umur anak, suku. Hal ini mengingat berbagai keluarga
sikap dan energi untuk memberikan dukungan dan pemantauan terhadap pendidikan
Orangtua adalah orang signifikan pertama bagi anak dan merupakan pendidik
yang memberi kontribusi sejak sangat dini terhadap perkembangan anak. Paratore
(2003, dalam Reutzel dkk., 2006) menyatakan bahwa orangtua memberi kontribusi
yang sangat kuat terhadap kesuksesan anak dalam belajar literasi. Melhuish dkk.
(2008) menambahkan bahwa pola asuh orangtua dan lingkungan rumah berpengaruh
terciptanya proses belajar dan mengajar suatu skill tertentu. Anak diajarkan misalnya
hubungan bunyi dan bentuk huruf, anak juga dimotivasi orangtua misalnya belajar cara
belajar serta anak menginternalisasikan nilai dan harapan orang tua melalui aktivitas
ekspresif) dan kemampuan literasi (Roberts, J. dkk., 2005). Sejalan dengan pendapat
ini adalah pendapatnya Li, H. dan Rao, N (2000) yang penelitiannya menyimpulkan
bahwa di Negara yang berbahasa ibu China (Beijing, Hongkong dan Singapura) peran
32
dan pengaruh orang tua terhadap pengembangan literasi bahasa China sangat
macam aktivitas dapat dilakukan oleh orangtua. Contohnya berupa membacakan buku
cerita dan mengeksplorasi materi bacaan dengan anak, memberi anak kesempatan
untuk menceritakan kembali cerita yang dibaca, meniru cara membaca orangtua serta
mengeksplorasi cara menggambar dan menulis. Selain itu mengajak bernyanyi dan
berpuisi, bermain peran serta menciptakan lingkungan yang kondusif dengan material
dan instruksi yang memadai. Reese dkk. (2010) dalam penelitiannya membagi
keterampilan orang tua yang dapat diberi intervensi menjadi tiga, yaitu intervensi untuk
mengajak anak bercakap-cakap, dan mengajari anak menulis. Sementara itu Green
dkk. (2006), beberapa strategi untuk meningkatkan kemampuan literasi dasar anak
anak yang berasal dari keluarga yang menstimulasi literasi dasar memiliki kemampuan
literasi yang lebih tinggi. Lingkungan rumah yang kondusif memiliki karakteristik
dalam aktivitas literasi di rumah sejak dini. Selain itu kemampuan literasi dasar anak
menunjukkan bahwa kemampuan dasar literasi anak dan jumlah buku yang dimiliki di
33
rumah merupakan prediktor paling penting bagi pencapaian kemampuan membaca di
usia 9-10 tahun (sekolah dasar).Sementara itu Barbara Bush (2009) menyatakan
pendapatnya bahwa bagi anak rumah adalah sekolah pertama, orangtua adalah guru
Dengan demikian bila kemampuan literasi dasar distimulasi sejak dini maka dapat
dipastikan anak mampu menguasai literasi selanjutnya dengan lebih mudah. Stimulasi
dini literasi dasar adalah solusi bagi masalah rendahnya kemampuan literasi anak di
sekolah dasar.
hal ini:
1. Anak belajar dengan lebih baik bila dalam konteks relasi orangtua-anak. Orang
yang berbagi emosi positif dalam keseharian seperti halnya orang tua, akan
terhadap aktivitas leterasi anak akan aktif memberi arahan pada anak, sehingga
terhadap peningkatan kosa kata pana anak usia 5-7 tahun (Penno dkk., 2002).
yang pasif seperti dibacakan cerita tidak menjadi prediktor langsung kemampuan
sesuai dengan perkembangan usia, pada usia 4 tahun anak membaca huruf-huruf,
usia 5 tahun membaca satu atau dua kata, dan pada usia 6 tahun membaca
34
3. Pengalaman dibacakan cerita dapat menjadi prediktor bagi perkembangan bahasa
dan minat anak terhadap membaca menjadi lebih tinggi, untuk kemudian
konsep objek, orang, aktivitas dan fungsi) terbukti mempengaruhi secara signifikan
demikian verbal scaffolding yang diberikan seorang ibu terhadap anaknya terbukti
5. Keterlibatan orang tua dalam program pengembangan literasi dasar yang dilakukan
terhadap anak usia kelas satu, menunjukkan bahwa kelompok anak yang
orangtuanya terlibat dalam program mendapat skor kemampuan dasar literasi lebih
tinggi daripada kelompok anak yang orangtuanya tidak terlibat (Reutzel dkk, 2006).
dkk., 1996).
35
6. Peran ibu lebih banyak diteliti daripada peran ayah terhadap pengembangan
literasi anak mengingat pada mayoritas komunitas hubungan ibu dengan anak
aktivitas literasi seperti membacakan buku, menulis dan juga menjadi contoh
bahasa itu sendiri terbukti meningkatkan perkembangan bahasa anak dan minat
membaca (Deckner dkk, 2006). Pengaruh ungkapan ibu saat membaca buku
kembali isi buku, dalam hal ini ibu menjadi model bagi anak (Kang, J.Y dkk., 2009).
Selain itu ibu juga pemberi arahan lewat pertanyaan atau demonstrasi untuk
menembangkan konsep tentang objek, orang, aktivitas dan fungsi yang biasanya
scaffolding sebagai strategi membaca (Kang, J.Y dkk., 2009). Peran ibu yang lain
adalah dalam hal sensitivitas terhadap kebutuhan anak (maternal sensitivity) dan
fokus anak pada membaca buku. Kedua peran ini berhubungan sedang dengan
36
Dengan besarnya pengaruh lingkungan rumah dan orangtua, tidak berarti
kondisi anak sendiri tidak punya peran dalam pengembangan literasi dasar mereka.
Minat dari dalam diri menentukan kualitas interaksi dengan orangtua saat membaca,
2006). Inisiatif anak usia 5-6 tahun untuk terlibat dalam aktivitas literasi lebih meningkat
dibandingkan saat usia 4 tahun, namun dibandingkan inisiatif anak, dukungan dan
anak. Aktivitas literasi di rumah yang memberikan pengaruh signifikan adalah yang
bersifat aktif melakukan, seperti membaca dan menulis sendiri, sedangkan aktivitas
yang pasif seperti dibacakan cerita tidak memiliki pengaruh signifikan (Levy, 2006).
Senada dengan hal ini Burgess (2002) menyatakan bahwa efek signifikan dapat
orang signifikan bagi anak, yang memberi kontribusi besar bagi kesuksesan anak
belajar literasi dasar. Keterlibatan orangtua dalam bentuk aktivitas bersama anak
sangat penting untuk mendukung pendidikan anak. Pengaruh dukungan orangtua lebih
besar daripada minat dan inisiatif anak sendiri. Perilaku orangtua yang memberi
kesempatan pada anak untuk aktif berpartisipasi saat melakukan aktivitas literasi
pengembangan literasi dasar anak prasekolah, digunakan teori ekologi dan sosio-
kultural sebagai kerangka teori. Sedangkan untuk menjelaskan proses yang terjadi
dalam internal anak secara kognitif digunakan teori perkembangan kognitif dari Piaget.
37
1. Teori Perkembangan dan Pemerolehan Bahasa
Anak dini usia memperolah kemampuan bahasa dengan sangat cepat dan
hampir tanpa usaha keras selama tiga atau empat tahun pertama (Gleason, 1998).
Pada bayi baru lahir sampai usia 2 bulan anak baru dapat menangis. Kemudian usia
2–4 bulan mulai mengoceh, dan pada usia menjelang 1 tahun dapat mengatakan kata
pertama. Pada usia 18–24 bulan anak mulai mengetahui beberapa lusin kata dan
merangkainya dalam kalimat yang pendek atau frase. Dalam usia 2–5 tahun bahasa
anak berkembang dari bahasa ucapan bayi menuju bahasa komunikasi orang dewasa.
semakin kaya bahasanya membuat anak semakin percaya diri untuk banyak berbicara.
kebutuhan untuk bersosialisasi dan rasa ingin tahunya. Bahkan mereka juga lebih
mudah untuk belajar bahasa selain bahasa ibu, daripada orang dewasa. Dengan
demikian mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang penting, lebih tepat
bila dilakukan sedini mungkin. Periode kritis/sensitif untuk belajar bahasa adalah saat
dini usia, dimana fleksibilitas otak masih sangat baik. Perkembangan bahasa akan
mendasari kemampuan membaca, semakin kaya kosakata yang dimiliki maka semakin
mudah anak memaknai tulisan, dan mengerti artinya, pada akhirnya semakin cepat
Masing-masing memiliki kelebihan namun tidak ada yang merupakan teori yang sudah
lengkap. Perkembangan bahasa tergantung pada faktor kognitif individu dan juga pada
a. Cognitive Theory
38
Menurut teori ini bahasa adalah bagian dari perkembangan kognitif, bergantung
pada perolehan berbagai konsep. Anak belajar dunia sekitar kemudian memberikan
peta bahasa pada pengalaman sebelumnya tentang sekitar tersebut. Misalnya anak
mengenal kucing sebagai binatang yang mengeong, berbulu lembut, dan makan di
dapun; anak membuat konsep kucing lalu memetakan anak kucing pada konsep
kucing. Ahli teori ini meyakini bahwa bahasa hanya salah satu aspek dari kognisi
individu, dan prinsip bahasa tidak berbeda dengan prinsip kognitif. Tahapan
lingkungan belajar. Bahasa yang didengar anak bayi seringkali berbeda dengan
bahasa untuk orang dewasa. Misalnya untuk bayi, bahasa yang digunakan lebih
sederhana, lebih perlahan, dengan intonasi lebih hidup. Teori ini tidak mengabaikan
adanya faktor neuropsikologis khusus. Faktor biologis, meski diperlukan tetapi belum
cukup untuk meyakinkan bahwa bahasa berkembang. Bahasa adalah alat komunikasi
yang berkembang melalui interaksi dengan manusia lain, sehingga dikenal language
acquisition socialization system (LASS). Teori ini menyatakan bahwa tidak ada periode
kritis untuk pemerolehan bahasa. Beberapa hal dalam bahasa memang lebih mudah
diperlajari pada usia anak daripada dewasa, tetapi ini membuktikan bahwa orang
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa pada anak
usia dini berjalan sangat pesat. Bagaimana perkembangan ini terjadi dapat dijelaskan
dengan tinjauan secara kognitif pada tataran individu dan secara interaksi sosial pada
tataran sosial.
39
2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
menjelaskan bagaimana kognitif berkembang dari mulai bayi sampai dewasa serta
a. Scheme/Structure
yang terorganisir sebagai representasi dari pengalaman atau realitas. Skema ini
terbentuk melalui proses manipulasi objek sekitar yang disebut dengan behavioral
ini membuat kognitif memiliki symbolic scheme, yaitu hasil abstraksi dari pengalaman
menjadi suatu image dan verbal code. Setelah anak memasuki usia sekolah, skema
anak menjadi operasional yaitu melakukan aktivitas mental yang bersifat internal
untuk memanipulasi informasi (berbentuk image dan verbal code) dan berpikir logis
b. Intrinsic Activity
Anak bukanlah organisme yang pasif dan menunggu stimulasi lingkungan untuk
berperilaku. Anak adalah organisme aktif yang mencari stimulant dan memiliki rasa
ingin tahu dan melakukan eksplorasi. Anak memiliki Intrinsic Activity, yaitu rasa ingin
tahu yang membuatnya selalu mencari tahu untuk memahami sesuatu lebih baik.
d. Functional Invariant
Anak dapat mengkonstruk skema baru karena mereka memiliki dua fungsi
40
untuk membentuk skema baru yang lebih kompleks. Adaptasi adalah proses
Asimilasi terjadi bila skema yang dimiliki dijadikan sebagai dasar untuk memahami
suatu pengalaman atau masalah. Namun bila skema yang ada tidak berhasil
memahami pengalaman atau masalah dengan tepat maka terjadilah akomodasi yaitu
e. Equilibration
equilibrium. Bila informasi baru tidak sesuai dengan skema yang dimiliki maka terjadi
disequilibrium, yang membuat organisme tidak puas dan melakukan tindakan untuk
mengubah skema yang ada. Dengan demikian kognitif menjadi berubah dan kembali
Selain asumsi di atas Piaget juga menyatakan usia prasekolah berada pada
tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap ini terdiri dari dua fase usia 2-4 tahun dan 4-7.
Pada usia 2-4 tahun dicirikan dengan adanya fungsi semiotik (simbol), yang dapat
a. Membuat imitasi yang secara tidak langsung dari bendanya sendiri, contoh: anak
e. Bahasa ucapan. Anak mulai menggunakan suara sebagai representasi benda atau
41
Pada usia 4-7 tahun dicirikan dengan berkembangnya pemikiran intuitif.
Selain pemikiran semiotic dan pemikiran intuitif, terdapat pula ciri-ciri pemikiran
lain berupa:
c. Klasifikasi figuratif.
prasekolah berada pada tahap praoperation artinya belum mampu melakukan operasi
dan belum dapat menerima pandangan orang lain. Mampu mengklasifikasikan objek
menurut bentuk, warna, ukuran dan tanda. Konsep mereka berkembang dari konkrit ke
Pengertian baru muncul dari arti-arti baru yang diasosiasikan dengan arti-arti yang
sudah dipelajari
mengembangkan daya nalar dan logika. Oleh karena itu agar kemampuan logika anak
berkembang, maka anak perlu lebih dulu menguasai konsep-konsep yang hanya akan
dapat mereka bangun melalui eksplorasi sensoris. Melalui eksplorasi dan interaksi
42
dengan dunianya ini akan membuat anak belajar dengan cara yang terbaik. Anak akan
belajar tentang volume ketika menuangkan pasir ke dalam ember atau gelas. Mereka
akan menarik kesimpulan dan membangun suatu konsep dari pengalamannya dan
eksperimennya.
anak belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses anak belajar harus
Teori ini dirumuskan pertama kali oleh Lev Vygotsky (1978) yang menekankan
sosial mempengaruhi kognisi melalui alat berupa objek budaya, bahasa, symbol dan
institusi sosial. interaksi sosial, kultural-historikal dan faktor individu adalah faktor kunci
Kulturan historis penting karena ini merupakan konteks dimana proses belajar dan
mempengaruhi perkembangan. anak yang mengalami disability mental dan fisik akan
menghasilkan cara belajar yang berbeda dengan anak normal. Menurut Vygotsky,
pada dasarnya fungsi mental luhur semuanya terjadi dalam konteks lingkungan sosial,
termasuk yang paling berpengaruh adalah bahasa. Sangat penting untuk menguasai
bahasa, angka dan tulisan. Penguasaan terhadap siimbol ini kemudian mempengaruhi
43
Menurut Vygotsky (1978) perkembangan harus dievaluasi dari perspektif
interaksi anak dan lingkungan dalam empat level yang saling berkaitan, yaitu level
pada level individu sepanjang hidupnya. Microgeny melihat perubahan pada periode
waktu tertentu. Phylogeny melihat perubahan pada level species secara evolusi dalam
mengacu pada perubahan pada nilai-nilai, norma, dan teknologi suatu budaya.
berubah dalam lingkungan yang berubah. Bila hanya menekankan salah satu dari
dasar seperti atensi, sensasi, persepsi dan memori yang dengan pengaruh budaya
secara perlahan meningkat menjadi fungsi mental yang lebih tinggi, lebih baru, dan
lebih memadai. Sebagai contoh, kemampuan memori anak yang awalnya terbatas
strategi menyelesaikan masalah seperti membuat catatan. Cara-cara ini akan berbeda-
area yang besar. Menurutnya, anak yang dibesarkan dalam era informasi akan
memiliki pemikiran yang berbeda dengan anak yang dibesarkan pada jaman berburu,
44
tipikal spesiesnya. Mekanisme kognitif ini juga berkembang sesuai dengan skedul
khususnya bagaimana belajar berpikir, sebagai fungsi dari sosial budaya dimana anak
dibesarkan.
orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Vygotsky, 1978, h 86).
Perubahan kognitif terjadi dalam ZPD ketika guru dan murid berinteraksi yang
Menurut Siegler (2005) dalam tulisan Vygotsky terdapat dua tema besar yang
interaksi sosial tidak hanya sebagai kekuatan luar yang menimbulkan perubahan
pada individu tetapi sebagai mekanisme integral dari perubahan perkembangan itu
perkembangan dalam diri anak, seperti teori Piaget, tetapi lingkungan sebagai
bagian integral dari perilaku dan pemikiran anak sehingga kognisi anak dan
Dengan demikian yang menjadi unit analisis dalam teori Vygotsky adalah anak
dalam konteks, sedangkan dalam teori Piaget adalah individu anak. Perubahan
Terjadi perubahan dan perkembangan fungsi psikologis dua kali dalam tataran
kerangka ini menekankan transfer tanggung jawab kognisi dari orang yang lebih
45
terampil kepada yang kurang terampil. Anak dapat melakukan perilaku yang lebih
rumit jika mendapat bimbingan dari orang dewasa daripada hanya melakukannya
sendiri. Dengan demikian akan terjadi ZPD, yaitu perbedaan hasil yang dicapai bila
anak melakukannya sendiri dan bila terjadi interaksi dengan orang dewasa atau
2. Perilaku manusia dimediasi oleh alat budaya (cultural tools), terutama bahasa. Alat
budaya ini terdiri dari peralatan teknik yaitu alat untuk melakukan tindakan di
lingkungan: palu, cangkul, perkakas dll. serta peralatan psikologis yaitu alat untuk
menghitung. Bahasa tidak hanya alat untuk komunikasi tetapi juga alat untuk
ini terbukti dalam fenomena berbicara pada diri sendiri (private speech); berbicara
keras pada diri sendiri ketika eksplorasi dan memecahkan masalah. Dengan
1. Norma kultural dan orang lain mempengaruhi kesempatan yang dimiliki anak untuk
termasuk cara membesarkan, harapan tentang kerja, belajar dan bermain. Selain
itu budaya menentukan bagaimana orangtua, guru memilih dan mengatur aktivitas
2. Kemampuan kognitif yang diperlukan untuk belajar secara sosial dan kultural,
kemampuan untuk memahami orang lain seperti diri sendiri dalam hal memiliki
46
tujuan, intensi dan mental states. Intersubjectivity memungkinkan untuk berbagi
langsung dan sengaja agar anak mengerti apa yang diajarkan, bisa formal (di
sendiri.
melalui proses yang secara progresif lebih kompleks dalam interaksi timbal balik
antara organism biopsikologis yang bersifat aktif dan berkembang dengan orang-
orang, objek dan symbol-simbol yang ada di lingkungan sekitarnya. Agar menjadi
efektif interaksi harus berlangsung secara teratur pada periode yang lama. Suatu
upaya interaksi secara langsung yang terjadi dalam lingkungan sekitar merupakan
47
sendiri, membaca, belajar keterampilan baru, kegiatan atletik, dan melakukan
tugas kompleks.
b. Proses proksimal tidak bisa terstruktur, terarah dan terpelihara dengan sendirinya.
Bentuk, kekuatan dan arah dari proses proksimal bervariasi secara sistimatis
berbeda, sehingga dapat dijelaskan secara sistimatis keterkaitan lingkungan ini satu
dengan lainnya. Terdapat lima lingkungan berbeda yang berpengaruh pada manusia
yaitu:
a. mikrosistem; merupakan lingkungan dimana terjadi pola aktivitas, peran sosial dan
mikrosistem dimana individu berada seperti misalnya rumah dan sekolah, sekolah
dan komunitas. Dengan kata lain mesosistem adalah sebuah system dari
e. kronosistem; adalah perubahan sementara dalam system ekologi atau dalam diri
48
Perkembangan individu berada dalam konteks perubahan waktu, bagaimana
lingkungan berpengaruh pada anak juga ditentukan oleh peran waktu atau jaman.
dalam memandang kemampuan literasi anak dewasa ini. Dengan demikian maka
kemampuan literasi dasar sejak dini usia. Perkembangan kemampuan ini terjadi
kemampuan literasi, semakin kaya kosa kata bahasa semakin mudah anak memaknai
tulisan, mengerti artinya, dan semakin cepat belajar membaca. Kosa kata pada anak
berkembang sebagai hasil interaksi potensi biologis dan proses belajar. Proses belajar
kesempatan melakukan koneksi syaraf. Pada sistem otak terjadi asosiasi antara kata
Setiap anak memiliki potensi bawaan untuk menguasai kemampuan ini namun
pemahaman baru untuk membangun skema kognitifnya. Dalam kognitif anak terjadi
49
diperoleh dengan pengajaran oleh orangtua atau guru. Oleh karena itu sangat penting
proses pengajaran bagi anak. Pemahaman dengan dasar kognitif ini memberi implikasi
pada cara pandang atau keyakinan orangtua tentang bagaimana cara yang benar
anak diarahkan untuk melatih keterampilan ini dengan aktivitas terkait baca-tulis sambil
literasi dasar terjadi dalam konteks kehidupan sehari-hari yang bermakna melalui
keterlibatan aktif dalam aktivitas yang nyata dalam lingkungan mikrosistem yaitu
keluarga. Aktivitas ini diarahkan oleh orang dewasa di rumah terutama orangtua
sehingga tercipta interaksi sosial yang merangsang potensi kognitif, bahasa, dan
memaknai tulisan dan semakin cepat belajar membaca. Melalui kegiatan bermain
terkait buku dan tulisan seperti bermain huruf, kata dan membaca buku anak
dikenalkan pada pengetahuan tulisan serta tata cara membaca. Bentuk aktivitas dan
interaksi yang bervariasi merupakan strategi yang dapat disesuaikan dengan kondisi
Rangsangan kemampuan literasi dasar yang diberikan kepada anak akan lebih
efektif bila terjadi interelasi antara lingkungan primer anak atau lingkungan
dengan masyarakat sekitar, keluarga dengan teman sebaya anak serta keluarga
dengan media. Hal ini dapat terjadi dalam bentuk aktivitas literasi yang melibatkan
50
kerja sama orangtua dan guru di sekolah taman bermain atau taman kanak-kanak.
Upaya orangtua dapat didukung oleh adanya fasilitas umum di masyarakat yang
memungkinkan orangtua mengajak anak ke perpustakaan atau ke toko buku. Selain itu
dalam keluarga aktivitas literasi dasar juga dapat melibatkan teman sebaya selain
teknologi multimedia juga merupakan cara yang dapat dilakukan orangtua untuk
diperoleh sebagai hasil interaksi dan komunikasi dengan lingkungan sosial. Dalam hal
ini proses belajar terjadi dalam aktivitas interaksi sehari-hari yang bermakna dan
sesuai dengan konteks sosial yang dialami anak. Selanjutnya orangtua adalah orang
yang memberikan arahan dan panduan agar aktivitas menjadi lebih terstruktur dan
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Dengan demikian anak lebih banyak
diajak dan difasilitasi untuk melakukan aktivitas literasi yang bermakna dan berfungsi
literasi anak.
bahwa pengembangan literasi dasar anak akan lebih optimal dengan cara yang
untuk mengenali huruf, kata, dan kalimat serta diasah keterampilan dalam hal
kesadaran fonologis, mengeja dan pemahaman. Hal ini dilakukan dalam konteks
membaca tulisan nama jalan, toko, menu makanan, daftar belanja dll. Anak juga
dibiasakan untuk pergi ke perpustakaan atau ke toko buku untuk memilih sendiri buku
51
untuk menuliskan nama sendiri pada benda miliknya, menulis pesan atau mengetik
menggunakan komputer atau telepon genggam. Dengan cara seperti ini anak dapat
komprehensif yang memandang proses kognitif dalam tataran individu sebagai proses
pentingnya dengan proses interaksi dan komunikasi dalam tataran sosial. Oleh karena
itu digunakan penjelasan dari teori kognitif Piaget dan teori interaksi sosial dari
Vygotsky untuk saling melengkapi dengan dipayungi oleh teori ekologi Braunfenbrener.
konteks lingkungan. Menurut teori ini perkembangan kemampuan literasi dasar yang
dimiliki anak sangat dipengaruhi oleh konteks dimana anak berada. Konteks yang
terdekat sampai yang terjauh, yaitu mulai dari keluarga sekolah, teman sebaya dan
komunitas sampai pada budaya. Pengaruh lebih besar diberikan oleh lingkungan
mikrosistem anak yaitu keluarga dan sekolah. Meski demikian pengaruh keluarga
sebagai lingkungan pertama lebih besar dari pada pengaruh sekolah seperti hasil
penelitian Melhuish dkk. (2008). Konteks keluarga potensial untuk menjadi solusi bagi
berlangsung secara progresif melalui proses interaksi timbal balik antara anak dengan
orang, objek, dan symbol di lingkungan sekitar anak. Oleh karena itu interaksi timbal
52
balik ini merupakan kunci bagi terjadinya proses belajar anak. Interaksi anak dengan
orangtua dalam rutinitas sehari-hari melalui aktivitas bermain dan membaca yang
berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu lama, mendukung terjadinya
menjadi lebih terstruktur dengan adanya peran dan keterlibatan orangtua yang
Karakteristik anak dan kondisi lingkungan mikro, meso, ekso dan makro serta
kronosistem akan menentukan bentuk, arah dan besarnya kemampuan literasi dasar
keluarga yang dapat menciptakan keteraturan dan situasi yang terstruktur yang
rutinitas keluarga, fasilitas dan teknologi multimedia serta keyakinan orangtua tentang
oleh peran waktu dan jaman. Pada era modern literasi merupakan kemampuan yang
sangat penting, menuntut anak untuk mampu menguasai literasi dengan baik.
Pada tataran kognitif individu proses belajar literasi dasar terjadi karena potensi
langsung seperti diajarkan cara baca-tulis maupun tidak langsung seperti melalui
potensi anak lebih berkembang yang menumbuhkan rasa ingin tahu yang lebih besar
terhadap objek-objek di sekitarnya. Kondisi ini mendorong anak untuk memiliki minat
terhadap hal baru.yang ada di lingkungannya. Anak menjadi tahu nama objek yang
53
memperkaya kosa kata bahasanya, anak memiliki skema tentang objek dan
pengalamannya. Selanjutnya setiap anak mendapatkan hal baru maka terjadi proses
Dengan demikian skema yang dimiliki anak selalu berkembang terus menerus
kognitif anak yang berada pada masa praoperasional, maka proses belajar dimulai dari
tahapan semiotik yaitu berupa permainan simbolis, meniru kemudian menuju tahapan
intuitif yang berupa berpikir hal-hal konsep seperti bahasa. Selain itu juga cara
memandang pengembangan literasi dasar sebagai suatu proses yang bersifat interaktif
antara individu anak dengan lingkungan sosial dan dalam konteks kulturnya.
adalah fungsi dari lingkungan sosial dan kultural dimana anak berada. Cara pandang
ini menekankan pada apa yang membuat anak berpikir dengan caranya yang berbeda
dengan orang lain. Perkembangan kognitif anak tak terpisahkan dari konteks kultural.
Nilai-nilai budaya diturunkan pada anak melalui orang tua dan anggota masyarakat
lainnya. Melalui interaksi anak dan orang lain dalam kesehariannya, intelektual anak
masalah sesuai dengan kekhususan lingkungan sekitar mereka. Orang tua seringkali
tidak menyadari teknik memberi instruksi, tetapi praktek membesarkan anak yang
dipengaruhi nilai-nilai budaya biasanya sesuai dengan bagaimana anak akan hidup di
perkembangan dipandu oleh interaksi orang dewasa dengan anak dalam konteks
kultural yang menentukan bagaimana, dimana dan kapan interaksi ini berlangsung.
54
memecahkan masalah dengan panduan orang dewasa. Dalam hal ini perkembangan
kognitif berlangsung melalui kolaborasi antara anggota suatu generasi dengan anggota
lainnya.
yang penting dalam mengembangkan literasi dasar anak. Bagaimana hal ini terjadi
proses belajar lebih merupakan aktivitas sosial, dalam hal ini hadir seseorang yang
memiliki kemampuan, pengetahuan lebih dari anak seperti orangtua atau pengasuh
anak menjadi lebih baik (zona of proximal). Orang dewasa menstrukturkan aktivitas
untuk memungkinkan anak terlibat dalam perilaku yang lebih kompleks dari yang bisa
mereka lakukan sendiri. Dalam aktivitas ini tercipta kesempatan anak untuk belajar
Proses belajar dimediasi oleh bahasa, oleh karena itu kemampuan literasi
kemampuan anak kemudian meningkat. Dengan demikian dalam belajar literasi terjadi
proses dalam dua tataran yaitu tataran sosial dan individual. Tataran sosial merupakan
proses dimana terjadi interaksi dan komunikasi dari orangtua kepada anak. Tataran
individual terjadi saat anak memproses informasi yang disampaikan kepadanya dalam
makna terhadap apa yang dipelajarinya. Proses belajar yang penting umumnya terjadi
melalui interaksi sosial dengan tutor yang lebih terampil yang menjadi model atau
memberi instruksi verbal bagi anak. Anak berusaha memahami instruksi tutor
55
menggunakannya untuk mengarahkan perilakunya sendiri. Meskipun anak terlahir
dengan potensi dasar (atensi, sensasi, persepsi dan memori), secara berangsur
potensi ini berkembang melalui interaksi dalam konteks sosial-kultural sehingga fungsi
mental lebih berkembang menjadi proses mental yang lebih efektif. Oleh karena itu
meski dalam tataran individual terjadi proses kognitif namun tetap dipengaruhi oleh
nilai-nilai dan budaya dimana anak tumbuh seperti halnya cara mengembangkan
memori dapat dilakukan dengan menulis catatan, membuat singkatan menemonic dll.
Sebagai anak mereka adalah individu yang memiliki rasa ingin tahu dan terlibat aktif
dkk., 2006; Burgess, 2002; Raikes dkk., 2006, Stephenson dkk., 2008, Aram dkk.,
2006; Sonnenshein & Munsterman, 2002). Kegiatan literasi yang dapat menjadi
prediktor adalah yang bersifat aktif melakukan eksplorasi dan berpartisipasi (Burgess,
2002; Levy, 2006). Aktivitas ini dapat berupa membaca buku bersama, mengajak
terhadap pengembangan literasi dasar anak. Hal ini karena dukungan dan arahan
orangtua lebih berpengaruh daripada inisiatif anak (Levy dkk., 2006), anak belajar lebih
baik dalam konteks relasi afektif orangtua-anak (Mullis dkk., 2004) atau dalam inteaksi
afektif yang berkualitas (Sonnenshine & Munsterman, 2002). Selain itu keterampilan
juga menentukan kemampuan literasi anak (Deckner 2006; Dietrich dkk., 2006; Kang
yang penting dalam mengembangkan literasi dasar anak. Bagaimana hal ini terjadi
56
dapat dijelaskan melalui teori sosio-kultural. Vigotsky (1978) menyatakan bahwa
proses belajar lebih merupakan aktivitas sosial, dalam hal ini hadir seseorang yang
memiliki kemampuan, pengetahuan lebih dari anak seperti orangtua atau pengasuh
anak menjadi lebih baik (zona of proximal). Orang dewasa menstrukturkan aktivitas
untuk memungkinkan anak terlibat dalam perilaku yang lebih kompleks dari yang bisa
kemampuan anak kemudian meningkat. Dengan demikian dalam belajar literasi terjadi
proses dalam dua tataran yaitu tataran sosial dan individual. Peran interaksi sosial
peran penting dalam proses anak membuat/memberi makna terhadap apa yang
dipelajarinya. Proses belajar yang penting umumnya terjadi melalui interaksi sosial
dengan tutor yang lebih terampil yang menjadi model atau memberi instruksi verbal
bagi anak. Anak berusaha memahami instruksi tutor (seringkali adalah orangtua atau
(atensi, sensasi, persepsi dan memori), secara berangsur potensi ini berkembang
berkembang menjadi proses mental yang lebih efektif. Oleh karena itu meski dalam
tataran individual terjadi proses kognitif namun tetap dipengaruhi oleh nilai-nilai dan
budaya dimana anak tumbuh seperti halnya cara mengembangkan memori dapat
dilakukan dengan menulis catatan, membuat singkatan menemonic dll. Sebagai anak
mereka adalah individu yang memiliki rasa ingin tahu dan terlibat aktif dalam proses
berinteraski sepanjang aktivitas literasi dengan anak dan aktivitas seperti apa yang
57
orangtua sediakan untuk anak. Nilai seperti apa yang dipegang oleh orangtua
dengan anak. Menurut Lynch, Anderson, dan Shapiro (2006) orangtua cenderung
membantu anak menguasai literasi dasar. Keyakinan orangtua yang lebih tradisional
menolong anak mereka untuk belajar literasi dasar. Orangtua yang memiliki keyakinan
belajar menyeluruh (holistic, emergent literacy) lebih banyak melakukan dukungan dan
mendorong orangtua untuk menganggap penting proses belajar dan membuat mereka
terlibat dalam aktivitas literasi yang bervariasi dengan anak mereka. Kondisi ini
membuat orangtua dengan keyakinan holistik memiliki anak yang lebih sukses dalam
tradisional.
keyakinan orangtua tentang bagaimana cara mengajarkan literasi pada anak dengan
aktivitas literasi yang diciptakan orangtua dan kemampuan literasi anak. Dalam
penelitian ini keyakinan orangtua tentang literasi dibedakan menjadi berorientasi pada
approach). Orangtua yang berorientasi pada kesenangan lebih sering terlibat dalam
58
aktivitas literasi yang menyenangkan bersama anak seperti bermain kata, membaca
buku. Orangtua yang berorientasi pada keteramilan lebih jarang melakukan aktivitas
fonologis dan pengetahuan tulisan. Anak yang sering terlibat dalam aktivitas literasi
rumah serta kemampuan literasi anak. Pada kelompok orangtua yang lebih fasilitatif,
orangtua memperkaya kesempatan anak terlibat dalam kegiatan literasi dan orangtua
lebih sering terlibat. Pada kelompok orangtua yang lebih konvensional, mereka kurang
literasi dasar.
bermain dan membaca yang berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu
anak. Semakin dini interaksi dan rutinitas terkait literasi dasar dilakukan maka semakin
literasi dasar anak. Hal ini seperti yang ditekankan oleh perspektif emergent literacy.
2004). Rutinitas ini dapat berupa kegiatan makan, tidur, jadual kegiatan harian,
komunikasi dan waktu untuk mengurus diri sendiri. Rutinitas yang ada dalam keluarga
dapat membuat anak merasakan situasi stabil, berkelanjutan dan dapat diperkirakan
yang akan mengembangkan perilaku positif dari anak. Lebih lanjut Serpell dkk. (2002)
59
dan pemahaman pada anak taman kanak-kanak sampai anak kelas 3. Kekuatan
prediksi dari faktor rutinitas ini lebih tinggi dari pada kekuatan prediksi pendapatan
keluarga dan etnis. Oleh karena terciptanya rutinitas dalam keluarga merupakan faktor
pengaruh proses proximal melalui terciptanya kebiasaan di rumah. Dalam kondisi ini
penggunaan bahasa sebagai alat budaya lebih sering dan selanjutnya dapat
meningkatkan efektivitas interaksi anak dan keluarga. Efektivitas interaksi anak dan
mental dasar (atensi, sensasi, persepsi, dan memori) berkembang menjadi fungsi
animasi, dan suara. Hal ini sangat menarik bagi anak karena mereka mendapat
stimulasi melalui banyak indra sensorisnya, tidak hanya melihat atau mendengar saja.
sehingga input yang masuk ke otak menjadi lebih kuat dan memudahkan otak untuk
memproses informasi yang masuk. Selain itu muldimedia sangat memungkinkan anak
memahami lebih cepat hal-hal yang bersifat abstrak karena dapat disajikan dengan
lebih konkrit.
Saat anak belajar tentang huruf melalui multimedia seperti CD interaktif, anak
dapat lebih menikmati proses belajar karena dengan alat ini anak memungkinkan
mengenali nama dan bentuk huruf serta contoh-contoh objek yang mengandung huruf
tersebut. Selanjutnya anak diberikan latihan atau aktivitas interaktif dengan cara
memijit tombol atau mengklik untuk menyelesaikan soal-soal tentang huruf tersebut.
Latihan ini merupakan proses belajar yang dikemas dalam bentuk permainan yang
menarik dan menyenangkan sehingga anak tidak merasa terbebani untuk belajar.
Dengan penjelasan ini maka tidak heran jika beberapa penelitian menunjukkan hasil
60
bahwa anak belajar lebih baik bila menggunakan teknologi multimedia dibandingkan
tidak.
seperti di atas, penulis merumuskan model baru. Model ini memberikan penjelasan
kemampuan literasi dasar secara terintegrasi mulai dari kognitif individu sampai sosial
kultural dengan komprehensif. Model ini terdiri dari beberapa variabel yang secara
yang benar merangsang kemampuan literasi dasar anak, maka peneliti tertarik untuk
mengkajinya. Selain itu faktor penggunaan fasilitas dan teknologi multimedia yang ada
di rumah juga merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan sebagai bagian lingkungan
keluarga yang berperan dalam proses merangsang literasi dasar anak. Oleh karena itu
peneliti menetapkan bahwa model Weigel yang terbukti secara empirik perlu
dimodifikasi dengan menambahkan dua faktor baru yaitu keyakinan orangtua tentang
cara membantu anak belajar baca tulis juga penggunaan fasilitas dan teknologi
multimedia di rumah.
Pemilihan variabel aktivitas literasi orangtua dan anak, rutinitas di rumah serta
keyakinan orangtua dalam model terintegrasi ini didasarkan pada besarnya pengaruh
variabel tersebut sudah terbukti secara empiris dalam penelitian yang terpisah.
Kemudian penulis sendiri menilai bahwa aktivitas literasi saat ini ternyata juga sudah
banyak melibatkan teknologi seperti televisi, komputer, internet, telepon genggam dll.
Review penelitian yang dilakukan oleh Moses (2008) dan Lankshear & Knobel (2003)
Penelitian pendahuluan dimulai tahun 2006 dengan studi kasus terhadap dua
anak Indonesia yang mulai belajar baca tulis bahasa Inggris di sekolah Bradley Stock
61
bahwa pendekatan ini sangat efektif membantu anak belajar baca tulis bahasa Inggris
disesuaikan dengan aplikasi pada pengajaran baca tulis bahasa Indonesia. Aplikasi
dilakukan pada subjek anak taman kanak-kanak sebanyak 60 orang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendekatan ini secara empirik terbukti efektif untuk meningkatkan
kemampuan baca tulis bahasa Indonesia. Temuan lain adalah bahwa anak lebih
Pada tahun 2009 diuji kembali apakah pengaruh pembelajaran metode Jolly
multisensoris memberi keuntungan pada anak untuk menguasai dasar-dasar baca tulis
dasar baca-tulis di rumah oleh orangtua, bukan di sekolah. Melalui review jurnal dibuat
meta analisis yang menghasilkan kesimpulan bahwa peran orangtua sangat signifikan
anak dalam meningkatkan kemampuan literasi dasar dan merumuskan model stimulasi
dini kemampuan literasi dasar yang dapat dilakukan oleh orangtua di rumah.
tentang bagaimana cara yang efektif dan efisien dalam mengembangkan kemampuan
literasi dasar anak. Anak juga perlu arahan dari orangtua agar minatnya terhadap
62
Dengan dasar hasil penelitian sebelumnya yang sudah diperoleh, penulis
dan analisa fenomena proses pencapaian kemampuan literasi dasar anak di rumah.
dasar baca tulis anak prasekolah membantu anak belajar membaca dan menulis
2, Meta analisis tentang hubungan Peran dan pengaruh orang tua sebagai guru
mungkin
metode pembelajaran Jolly Phonics kemampuan baca tulis anak satu tahun
Kemampuan awal baca tulis anak untuk menikmati dan mengikuti aktivitas belajar
63
prasekolah (Penelitian Dosen Muda baca tulis
2007)
5. Studi kasus tentang Proses belajar Metode pembelajaran baca tulis Jolly Phonics
Baca Tulis Bahasa Inggris pada bersifat multisensoris dengan tahapan yang
F. Pertanyaan Penelitian
sebagai berikut:
64