Kerja (K3)
Pengertian
K3 adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapan guna mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja.
Menurut America Society of safety and Engineering (ASSE) K3 diartikan sebagai bidang
kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan
lingkungan dan situasi kerja.
Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang
berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin
keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian
lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan
jam kerja yang manusiawi.
Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu : suatu ilmu yang penerapannya untuk
meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan
Penyakit Akibat Kerja meliputi pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemberian makan
dan minum bergizi.
Istilah lainnya adalah Ergonomy yang merupakan keilmuan dan aplikasinya dalam hal sistem
dan desain kerja, keserasian manusia dan pekerjaannya, pencegahan kelelahan guna
tercapainya pelakasanaan pekerjaan secara baik.
Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan dan PAK yang pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan
produktifitas kerja.
Secara teoritis istilah-istilah bahaya yang sering ditemui dalam lingkungan kerja meliputi
beberapa hal sebagai berikut :
DANGER (Tingkat Bahaya), Peluang bahaya sudah tampak (kondisi bahaya sudah ada tetapi
dapat dicegah dengan berbagai tindakan prventif.
RISK, prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu
INCIDENT, Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak diinginkan, yang
dapat/telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas
badan/struktur
ACCIDENT, Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau kerugian (manusia/benda)
Tapi dalam pelaksaannya banyak ditemui habatan dalam penerapan K3 dalam dunia pekerja,
hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu :
1. Bentuk lambang K3: palang dilingkari roda bergigi sebelas berwarna hijau di atas
warna dasar putih.
2. Arti dan Makna simbol/lambang/logo K3 :
o Palang : bebas dari kecelakaan dan .Penyakit Akibat Kerja (PAK)
o Roda Gigi : bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani.
o Warna Putih : bersih dan suci.
o Warna Hijau : selamat, sehat dan sejahtera.
o Sebelas gerigi roda : sebelas bab dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.
Lambang/Logo K3
Program zero accident (kecelakaan nihil) ialah tanda penghargaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang telah
berhasil dalam melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sehingga mencapai
nihil kecelakaan (zero accident).
Penghargaan Zero Accident
Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan kepada perusahaan yang telah
berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu
kerja.
Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan dalam bentuk piagam dan plakat
yang ditetapkan melaui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia.
1. Perusahaan Besar : jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih dari 100 (seratus) orang.
2. Perusahaan Menengah : jumlah tenaga kerja keseluruhan antara 50 (lima puluh) orang
sampai dengan 100 (seratus) orang.
3. Perusahaan Kecil : jumlah tenaga kerja keseluruhan sampai dengan 49 (empat puluh
sembilan) orang.
1. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat kembali bekerja dalam waktu
2 x 24 jam.
2. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa (manusia/tenaga kerja) yang
menyebabkan terhentinya proses/aktivitas kerja maupun kerusakan peralatan/mesin/bahan
melebihi shift kerja normal berikutnya.
Tidak termasuk dalam kriteria/kategori/kelompok kecelakaan kerja yang
menghilangkan waktu kerja menurut program zero accident (kecelakaan
nihil) di tempat kerja
1. Kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja karena perang, bencana alam ataupun hal-
hal lain di luar kendali perusahaan.
2. Kehilangan waktu kerja karena proses medis tenaga kerja.
Amputasi seluruh atau sebagian dari tulang Ibu Jari Telunjuk Tengah Manis Kelingking
2.
Amputasi seluruh atau sebagian dari tulang Ibu Jari Jari-Jari Lainnya
Ruas tengah - 75
3.
Lengan (hari)
4.
5.
6.
Kematian 6000
7. *catatan : untuk setiap luka ringan dimana tidak terdapat amputasi tulang, maka
kerugian hari kerja ialah jumlah sesungguhnya selama tenaga kerja tidak mampu
bekerja.
8. Kehilangan waktu kerja dimana tenaga kerja tidak mampu bekerja kembali pada shift normal
berikutnya sesuai jadwal kerja.
Perhitungan keseluruhan jam kerja dimulai sejak terjadinya kecelakaan kerja (insiden) yang
dapat mengakibatkan angka perhitungan jam kerja menjadi 0 (nol) yaitu kriteria kecelakaan
kerja yang menghilangkan waktu kerja, dan bertambah secara kumulatif sesuai jam kerja
yang dicapai.
Perhitungan jam kerja keseluruhan meliputi semua jam kerja nyata tenaga kerja yang
melaksanakan kegiatan perusahaan termasuk kontraktor dan sub-kontraktornya pada masing-
masing bidang pekerjaan.
1. Bagi perusahaan besar : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu
kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 6.000.000 (enam juta) jam
kerja tanpa kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja.
2. Bagi perusahaan menengah : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan
waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 1.000.000 (satu juta)
jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu kerja.
3. Bagi perusahaan kecil : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu
kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 300.000 (tiga ratus ribu) jam
kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu kerja.
4. Bagi perusahaan sektor konstruksi : perusahaan kontraktor utama yang telah selesai
melaksanakan pekerjaan tanpa terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu
kerja dengan waktu pelaksanaan kegiatan minimal 1 (satu) tahun. Perusahaan sub-
kontraktor merupakan pendukung data bagi perusahaan kontraktor utama. Apabila terjadi
kecelakaan kerja (insiden) yang menyebabkan hilangnya waktu kerja baik pada perusahaan
kontraktor utama maupun pada perusahaan-perusahaan sub-kontraktor, maka seluruh jam
kerja yang telah dicapai menjadi 0 (nol) secara bersama.
1. Perusahaan telah melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta
Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja selama 3 (tiga) tahun.
2. Mengajukan permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia c.q. Direktur Jenderal Binawas melalui Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
3. Melengkapi data pendukung sebagai berikut :
o Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja tahunan.
o Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja lembur tahunan.
o Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor maupun sub-kontraktor
(yang dianggap bagian dari perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan
diperinci dalam jumlah jam kerja kontraktor dan atau sub-kontraktor tahunan.
o Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor maupun sub-
kontraktor (yang dianggap bagian dari perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja lembur kontraktor dan atau sub-
kontraktor tahunan.
4. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan terhadap data-data yang diajukan
perusahaan.
5. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan ke lokasi perusahaan meliputi :
o Dukungan dan kebijakan manajemen secara umum terhadap program K3 di dalam
maupun di luar perusahaan.
o Organisasi dan administrasi K3.
o Pengendalian bahaya industri.
o Pengendalian kebakaran dan hygiene industri.
o Partisipasi, motivasi, pengawasan dan pelatihan.
o Pendataan, pemeriksaan kecelakaan, statistik dan prosedur pelaporan.
6. Hasil penilaian dilaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
untuk selanjutnya ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
7. Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diserahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia ataupun pejabat lain yang ditunjuk.
8. Biaya yang timbul sebagai akibat pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan nihil)
menjadi beban perusahaan bersangkutan.
9. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan
nihil) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan saran-saran dari perusahaan
bersangkutan.
Pengertian (Definisi) Api ialah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3
(tiga) unsur yaitu panas, oksigen dan bahan mudah terbakar yang menghasilkan panas dan
cahaya.
Ilustrasi 3 (tiga) unsur api dapat dilihat sebagaimana pada gambar segitiga api berikut.
Segitiga Api
Sedangkan pengertian (definisi) Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada
tempat, situasi dan waktu yang tidak dikehendaki yang bersifat merugikan dan pada
umumnya sulit untuk dikendalikan.
Kebakaran juga termasuk dalam salah satu kategori kondisi/situasi darurat di lingkungan
Perusahaan baik dari luar maupun dalam lokasi tempat kerja.
Kejadian kebakaran pada umumnya menimbulkan banyak kerugian baik itu korban jiwa
maupun kerugian harta benda. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya kebakaran sulit untuk
dikendalikan (dipadamkan). Untuk menghindari kerugian yang dimaksud, maka perlu kita
kenali sifat-sifat terjadinya (tahap-tahap) kebakaran tersebut.
Tahap-tahap kebakaran tersebut antara lain :
1. Pendinginan
o Menghilangkan unsur panas.
o Menggunakan media bahan dasar air.
2. Isolasi
o Menutup permukaan benda yang terbakar untuk menghalangi unsur O2
menyalakan api.
o Menggunakan media serbuk ataupun busa.
3. Dilusi
o Meniupkan gas inert untuk menghalangi unsur O2 menyalakan api.
o Menggunakan media gas CO2.
4. Pemisahan Bahan Mudah Terbakar
o Memisahkan bahan mudah terbakar dari unsur api.
o Memindahkan bahan-bahan mudah terbakar jauh dari jangkauan api.
5. Pemutusan Rantai Reaksi
o Memutus rantai reaksi api dengan menggunakan bahan tertentu untuk
mengikat radikal bebas pemicu rantai reaksi api.
o Menggunakan bahan dasar Halon (Penggunaan Halon sekarang dilarang
karena menimbulkan efek rumah kaca).
Sumber terakhir sampai dengan artikel ini disusun, NFPA membagi klasifikasi (kelas)
kebakaran menjadi 6 (enam) kelas yaitu : Kebakaran Kelas A, Kebakaran Kelas B,
Kebakaran Kelas C, Kebakaran Kelas D, Kebakaran Kelas E dan Kebakaran Kelas K.
Klasifikasi (kelas) kebakaran berguna untuk menentukan media pemadam efektif untuk
memadamkan api/kebakaran menurut sumber api/kebakaran tersebut, serta berguna untuk
menentukan tingkat keamanan jenis suatu media pemadam sebagai media pemadam suatu
kelas kebakaran berdasarkan sumber api/kebakarannya.
Gas/Uap/Cairan
CO2, Serbuk Kimia Kering, Busa
Arus Pendek
CO2, Serbuk Kimia Kering, Uap Air
Listrik
Aluminium, Tembaga,
Besi, Baja
Radioaktif
Ilustrasi
Setiap tempat kerja harus tersedia jalan selain pintu masuk-keluar utama untuk
menyelamatkan diri apabila terjadi kebakaran. Pintu tersebut harus membuka keluar dan tidak
diperkenankan untuk dikunci. Petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas dalam keadaan
gelap.
Ketentuan Teknis
Contoh Perhitungan
Berapakah jumlah unit pintu darurat untuk mengevakuasi orang sebanyak 350 orang dalam
waktu 2.5 menit?
Jawaban : Jumlah orang dibagi 40 orang/menit dikalikan 2.5 menit = 350/40 x 2.5 = 3.5 == 4
unit pintu darurat.
Klasifikasi resiko bahaya kebakaran jenis hunian terdapat pada Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran Kebakaran di Tempat
Kerja.
Untuk menjamin keamanan minimal 1 (satu) jam saat terjadi kebakaran, maka konstruksi
dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian asap dengan tekanan udara positif
(pressurized fan).
Tata Cara Penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) / Tabung Pemadam Kebakaran
Pengertian (Definisi) APAR (Alat Pemadam Api Ringan) ialah alat yang ringan serta
mudah dilayani untuk satu orang gunamemadamkan api/kebakaran pada mula terjadi
kebakaran (definisi berdasarkan Permenakertrans RI No 4/MEN/1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan).
Bagian-bagian APAR
1. Perhatikan arah angin (usahakan badan/muka menghadap searah dengan arah angin)
supaya media pemadam benar-benar efektif menuju ke pusat api dan jilatan api tidak
mengenai tubuh petugas pemadam.
2. Perhatikan sumber kebakaran dan gunakan jenis APAR yang sesuai dengan klasifikasi sumber
kebakaran.
Kumpulan rambu-rambu K3 : rambu penunjuk arah sarana darurat, evakuasi dan P3K yang
bermanfaat sebagai manajemen visual di tempat kerja.
Dasar-Dasar Perancangan Sistem Instalasi Hidran
Hidran ialah istalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara permanen berupa jaringan
perpipaan berisi air bertekanan terus menerus yang siap untuk memadamkan kebakaran.
Ukuran Selang 1.5 inch 2.5 inch 1.5 inch dan 2.5 inch
Resiko Ringan Luas 1000-2000 m2 = 2 titik, dan tambahan 1 titik setiap penambahan luas 1000 m2.
Resiko Sedang Luas 800-1600 m2 = 2 titik, dan tambahan 1 titik tiap penambahan luas 800m2.
Resiko Berat Luas 600-1200 m2 = 2 titik, dan tambahan 1 titik setiap penambahan luas 600 m2.
Klasifikasi resiko bahaya kebakaran jenis hunian terdapat pada Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran Kebakaran di Tempat
Kerja.
Untuk menjamin kesesuaian terhadap ketentuan dan persyaratan teknis sistem instalasi
hidran, maka setiap perencanaan/perancangan dan pemasangan sistem instalasi hidran
dikendalikan secara administratif melalui ijin, pemeriksaan, pengujian dan pengesahan
melalui Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pemadam Kebakaran dan Instansi Terkait setempat.
Selamat merencanakan :-)
Keracunan
Setiap hari manusia berhubungan dengan bahan yang dapat menjadi racun karena semua zat
dalam jumlah tertentu dapat menjadi racun.
Pengertian racun sendiri ialah suatu zat yang apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
tertentu dapat menimbulkan reaksi tubuh yang tidak diingikan bahkan kematian. Reaksi
kimia yang terjadi dapat merusak jaringan tubuh ataupun mengganggu fungsi tubuh. Hal
tersebut berbeda dengan penggunaan obat dikarenakan reaksi penggunaan obat umumnya
sudah diketahui dan diinginkan, namun adakalanya juga reaksi obat menimbulkan hal yang
tidak diinginkan seperti gatal, sesak nafas, lemas, mual, dsj.
Ilustrasi Racun
Beberapa contoh zat racun antara lain : insektisida (pembasmi serangga), sianida (sering
ditemui pada singkong beracun), logam berat (timah hitam pada asap kendaraan bermotor),
bisa binatang (bisa ular, kalajengking, dsj) ataupun bahan kimia yang bersifat korosif (dapat
menyebabkan luka bakar pada bagian tubuh dalam jika masuk ke dalam tubuh).
Penderita sengaja menelan, menghirup ataupun menyuntikkan suatu ibat dalam junlah
melebihi dosis pengobatan atau benda lain yang sebenarnya tidak ditujukan untuk
dikonsumsi dengan cara-cara tersebut di atas. Sering menyebabkan kematian jika
tidak segera mendapat pertolongan. Contoh : minum racun serangga, obat tidur
berlebihan, dsj.
o Menghirup gas/udara beracun, misal : gas mobil dalam keadaan mobil tertutup, uap
minyak tanah, dsj.
o Kebocoran gas industri, misal : amonia, klorin, dsj.
3. Keracunan melalui kulit/kontak (absorbsi).
Racun yang terserap ada kalanya dapat merusak kulit. Racun yang masuk dari kulit
secara perlahan terserap aliran darah.
o Umumnya zat kimia pertanian seperti insektisida, pestisida maupun zat kimia yang
bersifat korosif.
o Tanaman.
o Tersentuh binatang yang mengandung racun pada kulitnya ataupun bagian
tubuhnya yang lain (umumnya pada binatang yang hidup di air).
4. Keracunan melalui suntikan ataupun gigitan.
Zat racun menembus kulit langsung ke dalam tubuh melalui sistem peredaran darah.
o Demam.
o Mual dan muntah.
o Pingsan.
o Lemah.
o Nadi cepat dan lemah.
o Kejang.
o Gangguan pernafasan.
Medis Dasar:Tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran yang dimiliki oleh orang
awam atau orang awam yang terlatih secara khusus.
Dasar hukum mengenai pertolongan pertama belum diatur secara khusus, namun umumnya merujuk
pasal 531 KUHP yang menyebutkan bahwa :“ Barangsiapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam
keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan
itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang
lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 4.500,-. Jika orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304s, 478,
535, 566 “
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang
berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) -
definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007.
Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya
biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya biomekanik serta
faktor bahaya sosial-psikologis. Tabel di bawah merupakan daftar singkat bahaya dari faktor-
faktor bahaya di atas :
1. Jamur.
2. Virus.
Faktor Bahaya Biologi 3. Bakteri.
4. Tanaman.
5. Binatang.
1. Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya
2. Beracun.
3. Reaktif.
4. Radioaktif.
Faktor Bahaya Kimia 5. Mudah Meledak.
6. Mudah Terbakar/Menyala.
7. Iritan.
8. Korosif.
1. Ketinggian.
2. Konstruksi (Infrastruktur).
3. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat.
4. Ruangan Terbatas (Terkurung).
5. Tekanan.
Faktor Bahaya Fisik/Mekanik 6. Kebisingan.
7. Suhu.
8. Cahaya.
9. Listrik.
10. Getaran.
11. Radiasi.
1. Gerakan Berulang.
2. Postur/Posisi Kerja.
Faktor Bahaya Biomekanik 3. Pengangkutan Manual.
4. Desain tempat kerja/alat/mesin.
1. Stress.
2. Kekerasan.
3. Pelecehan.
Faktor Bahaya Sosial-Psikologis 4. Pengucilan.
5. Intimidasi.
6. Emosi Negatif.
Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan suatu
resiko. Untuk menentukan kagori suatu resiko apakah itu rendah, sedang, tinggi ataupun
ekstrim dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah
:
Keparahan
Tabel Matriks Resiko
Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Terjadi 1X dalam masa lebih dari 1 Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja
Sangat Jarang
tahun orang lebih
Sedang Bisa terjadi 1X dalam sebulan Probabilitas 1 dari 100.000 jam kerja orang
Sering Bisa terjadi 1X dalam seminggu Probabilitas 1 dari 1000 jam kerja orang
Sangat Sering Terjadi hampir setiap hari Probabilitas 1 dari 100 jam kerja orang
Cacat Permanen, Kematian, terdapat jam kerja Total kerugian kecelakaan kerja
Sangat Parah
hilang lebih dari 1X24 jam lebih dari Rp. 10.000.000
Dari representasi di atas, maka dapat kita tentukan langkah pengendalian resiko yang paling
tepat berdasarkan 5 (lima) hirarki pengendalian resiko/bahaya K3.
5 Hierarki Pengendalian Resiko/Bahaya K3
Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat
resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki pengendalian tersebut antara lain
ialah eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD) yang
terdapat pada tabel di bawah :
Pengertian (Definisi) Insiden ialah kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan dimana
cedera, penyakit akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian) dapat terjadi. Termasuk
insiden ialah keadaan darurat.
Pengertian (Definisi) Kecelakaan Kerja ialah insiden yang menimbulkan cedera, penyakit
akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian).
Pengertian (Definisi) Nearmiss ialah insiden yang tidak menimbulkan cedera, penyakit
akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian).
Pengertian (Definisi) Keadaan Darurat ialah keadaan sulit yang tidak diduga (terduga)
yang memerlukan penanganan segera supaya tidak terjadi kecelakaan/kefatalan.
Investigasi (Penyebab) Kecelakaan Kerja | Efek Domino Kecelakaan Kerja (H.W. Heinrich)
Menurut teori domino effect kecelakaan kerja H.W Heinrich, kecelakaan terjadi melalui
hubungan mata-rantai sebab-akibat dari beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja yang
saling berhubungan sehingga menimbulkan kecelakaan kerja (cedera ataupun penyakit akibat
kerja / PAK) serta beberapa kerugian lainnya.
Terdapat faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja antara lain : penyebab langsung kecelakaan
kerja, penyebab tidak langsung kecelakaan kerja dan penyebab dasar kecelakaan kerja.
Termasuk dalam faktor penyebab langsung kecelakaan kerja ialah kondisi tidak
aman/berbahaya (unsafe condition) dan tindakan tidak aman/berbahaya (unsafe action).
Kondisi tidak aman, beberapa contohnya antara lain : tidak dipasang (terpasangnya)
pengaman (safeguard) pada bagian mesin yang berputar, tajam ataupun panas, terdapat
instalasi kabel listrik yang kurang standar (isolasi terkelupas, tidak rapi), alat
kerja/mesin/kendaraan yang kurang layak pakai, tidak terdapat label pada kemasan bahan
(material) berbahaya, dsj. Termasuk dalam tindakan tidak aman antara lain : kecerobohan,
meninggalkan prosedur kerja, tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), bekerja tanpa
perintah, mengabaikan instruksi kerja, tidak mematuhi rambu-rambu di tempat kerja, tidak
melaporkan adanya kerusakan alat/mesin ataupun APD, tidak mengurus izin kerja berbahaya
sebelum memulai pekerjaan dengan resiko/bahaya tinggi.
Termasuk dalam faktor penyebab tidak langsung kecelakaan kerja ialah faktor pekerjaan dan
faktor pribadi. Termasuk dalam faktor pekerjaan antara lain : pekerjaan tidak sesuai dengan
tenaga kerja, pekerjaan tidak sesuai sesuai dengan kondisi sebenarnya, pekerjaan beresiko
tinggi namun belum ada upaya pengendalian di dalamnya, beban kerja yang tidak sesuai, dsj.
Termasuk dalam faktor pribadi antara lain : mental/kepribadian tenaga kerja tidak sesuai
dengan pekerjaan, konflik, stress, keahlian yang tidak sesuai, dsj.
Termasuk dalam faktor penyebab dasar kecelakaan kerja ialah lemahnya manajemen dan
pengendaliannya, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya, kurangnya
komitmen, dsb.
Menurut teori efek domino H.W Heinrich juga bahwa kontribusi terbesar penyebab kasus
kecelakaan kerja adalah berasal dari faktor kelalaian manusia yaitu sebesar 88%. Sedangkan
10% lainnya adalah dari faktor ketidaklayakan properti/aset/barang dan 2% faktor lain-lain.
Gambar di bawah ialah ilustrasi dari teori domino effect kecelakaan kerja H.W. Heinrich.
Dalam hal ini kerugian yang "tampak" ialah terkait dengan biaya langsung untuk
penanganan/perawatan/pengobatan korban kecelakaan kerja tanpa memperhatikan kerugian-
kerugian lainnya yang bisa jadi berlipat-lipat jumlahnya daripada biaya langsung untuk
korban kecelakaan kerja. Kerugian kecelakaan kerja yang sesungguhnya ialah jumlah
kerugian untuk korban kecelakaan kerja ditambahkan dengan kerugian-kerugian lainnya
(material/non-material) yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja tersebut. Kerugian-kerugian
(biaya-biaya) tersebut antara lain :
1. Kerusakan Bangunan
2. Kerusakan Alat dan Mesin
3. Kerusakan Produk dan Bahan/Material
4. Gangguan dan Terhentinya Produksi
5. Biaya Administratif
6. Pengeluaran Sarana/Prasarana Darurat
7. Sewa Mesin Sementara
8. Waktu untuk Investigasi
9. Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang
10. Biaya Perekrutan dan Pelatihan
11. Biaya Lembur (Investigasi)
12. Biaya Ekstra Pengawas(an)
13. Waktu untuk Administrasi
14. Penurunan Kemampuan Tenaga Kerja yang Kembali karena Cedera
15. Kerugian Bisnis dan Nama Baik
Setiap terdapat 1 (satu) kejadian kecelakaan fatal (kematian/cacat permanen) maka di dalam 1
(satu) kejadian fatal tersebut terdapat 10 (sepuluh) kejadian kecelakaan ringan dan 30 (tiga
puluh) kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerusakan aset/properti/alat/bahan serta 600
(enam ratus) kejadian nearmiss (hampir celaka) sebelum terjadinya 1 (satu) kejadian
kecelakaan fatal tersebut.
Dari teori piramida kecelakaan kerja tersebut menggambarkan bahwa, guna mencegah
kecelakaan fatal di tempat kerja, maka harus terdapat upaya untuk menghilangkan
(mengurangi) kejadian-kejadian nearmiss di tempat kerja sehingga probabilitas menuju
kejadian kecelakaan fatal dan kejadian-kejadian lain sebelum menuju adanya 1 (satu)
kejadian fatal dapat dikurangi atau hilang. Ilustrasi piramida kecelakaan kerja sebagaimana
ada pada gambar di bawah :
Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu bentuk kerugian baik bagi korban kecelakaan
kerja maupun Perusahaan/Organisasi. Upaya pencegahan kecelakaan kerja diperlukan untuk
menghindari kerugian-kerugian yang timbul serta untuk meningkatkan kinerja keselamatan
kerja di tempat kerja.
Berdasarkan teori domino effect penyebab kecelakaan kerja (H.W. Heinrich), maka dapat
dirancang berbagai upaya untuk mencegah kecelakaan kerja di tempat kerja, antara lain :
Pengertian (Definisi), Contoh, Penyebab dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Pengertian (definisi) Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik jasmani
maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah oleh aktivitas kerja ataupun kondisi lain
yang berhubungan dengan pekerjaan.
Beberapa contoh penyakit akibat kerja (PAK) antara lain : silicosis (karena paparan debu
silica), asbestosis (karena paparan debu asbes), low back pain (karena pengangkutan manual),
white finger syndrom (karena getaran mekanis pada alat kerja), dsb.
Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja (PAK) antara lain : Biologi (Bakteri, Virus Jamur,
Binatang, Tanaman) ; Kimia (Bahan Beracun dan Berbahaya/Radioaktif), Fisik (Tekanan, Suhu,
Kebisingan, Cahaya), Biomekanik (Postur, Gerakan Berulang, Pengangkutan Manual), Psikologi
(Stress, dsb).
Keadaan Darurat didefinisikan sebagai keadaan sulit yang tidak diduga (terduga) yang
memerlukan penanganan segera supaya tidak terjadi kecelakaan/kefatalan.
Definisi Unit Tanggap Darurat ialah unit kerja yang dibentuk secara khusus untuk
menanggulangi keadaaan darurat di tempat kerja.
Unit kerja tersebut dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan OHSAS 18001:2007
klausul 4.4.7 Emergency Preparedness and Response (Persiapan Tanggap Darurat). Bagian
dari perencanaan untuk memenuhi klausul OHSAS 18001:2007 4.4.7 tersebut antara lain :
1. Kebakaran yang tidak mampu dipadamkan Regu Pemadam Kebakaran Perusahaan dalam
waktu singkat.
2. Peledakan spontan pada tangki, bin, silo, dsb.
3. Kebocoran gas/cairan/bahan material berbahaya lainnya dalam sekala besar dan tidak bisa
diatasi dalam waktu singkat.
4. Bencana alam di lingkungan Perusahaan (Banjir, Gempa Bumi, Angin Ribut, Gunung Meletus,
dsb).
5. Terorisme (Ancaman Bom, Perampokan, dsb).
6. Demonstrasi/Unjuk Rasa/Huru-hara di dalam/di luar lingkungan Perusahaan.
7. Kecelakaan / Keracunan Massal.
Transportasi
1. Mengakomodasi sarana transportasi darurat dari dalam/luar lingkungan
Peran Wewenang dan Tanggung Jawab
Perusahaan.
Pengertian / Definisi LOTO (Lockout Tagout) ialah suatu prosedur untuk menjamin
mesin/alat berbahaya secara tepat telah dimatikan dan tidak akan menyala kembali selama
pekerjaan berbahaya atapun pekerjaan perbaikan / perawatan sedang berlangsung sampai
dengan pekerjaan tersebut telah selesai.
Izin Kerja diperlukan khusus untuk pekerjaan non-rutin yang mengandung bahaya/resiko K3
tinggi. Tujuan dari izin kerja ialah untuk memantau seluruh potensi bahaya dari
area/situasi/aktivitas operasional di tempat kerja serta untuk memastikan segala
area/situasi/aktivitas pekerjaan berbahaya/beresiko tinggi sudah terdapat pengendalian
sehingga aman untuk dilangsungkan perkerjaan bersangkutan.
Pengurusan izin kerja dilaksanakan oleh tenaga kerja bersangkutan (ataupun kontraktor,
pemasok, tamu, dsj) dengan petugas/pengawas K3 serta Kepala/Manajer Area bersangkutan.
Pengertian (definisi) 5R (5S) ialah suatu cara (metode) untuk mengatur/mengelola tempat
kerja menjadi tempat kerja yang lebih baik secara berkelanjutan.
Ilustrasi 5S (5R)
Budaya 5R (5S) saat ini sudah banyak diterapkan pada banyak perusahaan (organisasi),
terbukti melalui penerapkan budaya 5R (5S) tersebut banyak perusahaan-perusahaan yang
tumbuh berkembang menjadi perusahaan maju dan berdaya saing tinggi. Budaya 5R (5S)
merupakan investasi awal bagi sebuah perusahaan untuk menuju kesuksesan berkelanjutan.
Terdapat 5 (lima) langkah dalam penerapan 5R (5S) di tempat kerja yaitu : Ringkas, Rapi
Resik, Rawat dan Rajin.
Ilustasi 5S (5R))
1. Ringkas
o Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan.
o Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat digunakan.
o Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.
o Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.
2. Rapi
o Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.
o Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaannya,
keseragaman, fungsi dan batas waktu penggunaannya.
o Pengaturan (pengendalian) visual supaya peralatan/barang mudah ditemukan,
teratur dan selalu pada tempatnya.
3. Resik
o Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan sampah.
o Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja.
o Meminimalisir sumber-sumber kotoran dan sampah.
o Memperbarui/memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak.
4. Rawat
o Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke waktu.
5. Rajin
o Mendisiplinkan diri untuk melakukan 4 hal di atas.
Label (tanda) dan Kode Warna Perpipaan secara umum merujuk pada standar ANSI A13.1-
2007 (American National Standards Institute) dimana terdapat 6 (enam) kode warna dan
label (tanda) perpipaan yang diatur sebagaimana tabel di bawah berikut :
Label Keterangan
1. Gas Bertekanan.
Label Keterangan
1. Bahan Beracun.
2. Bahan Korosif.
Untuk pipa dengan ukuran kurang dari 3/4 inch direkomendasikan untuk membuat tanda
yang mudah dilihat secara permanen.
Label (tanda) wajib mudah dilihat dan terdapat di setiap belokan pipa, sambungan pipa, juga
pipa yang melewati dinding. Penempatan label (tanda) dipasang setiap interval 7 meter - 15
meter.