Anda di halaman 1dari 38

Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan

Kerja (K3)
Pengertian

K3 adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapan guna mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja.

Menurut America Society of safety and Engineering (ASSE) K3 diartikan sebagai bidang
kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan
lingkungan dan situasi kerja.

Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang
berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin
keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian
lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan
jam kerja yang manusiawi.

Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu : suatu ilmu yang penerapannya untuk
meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan
Penyakit Akibat Kerja meliputi pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemberian makan
dan minum bergizi.

Istilah lainnya adalah Ergonomy yang merupakan keilmuan dan aplikasinya dalam hal sistem
dan desain kerja, keserasian manusia dan pekerjaannya, pencegahan kelelahan guna
tercapainya pelakasanaan pekerjaan secara baik.

Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan dan PAK yang pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan
produktifitas kerja.

Secara teoritis istilah-istilah bahaya yang sering ditemui dalam lingkungan kerja meliputi
beberapa hal sebagai berikut :

 HAZARD (Sumber Bahaya), Suatu keadaan yang memungkinkan / dapat menimbulkan


kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan pekerja yang ada

 DANGER (Tingkat Bahaya), Peluang bahaya sudah tampak (kondisi bahaya sudah ada tetapi
dapat dicegah dengan berbagai tindakan prventif.
 RISK, prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu
 INCIDENT, Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak diinginkan, yang
dapat/telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas
badan/struktur
 ACCIDENT, Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau kerugian (manusia/benda)

Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu :


1. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehtan kerja
2. Di terapkan untuk melindungi tenaga kerja
3. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja

Sasaran dari K3 adalah :

1. Menjamin keselamatan operator dan orang lain


2. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan
3. menjamin proses produksi aman dan lancar

Tapi dalam pelaksaannya banyak ditemui habatan dalam penerapan K3 dalam dunia pekerja,
hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu :

Dari sisi masyarakat pekerja

 Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan tunjangan


kesehatan/kesejahtraan)
 K3 belum menjadi tuntutan pekerja

Dari sisi pengusaha

 Pengusaha lebih menekankan penghematan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi


untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. dan K3 dipandang sebagai beban dalam
hal biaya operasional tambahan

Lambang (Logo/Simbol) K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Beserta


Arti dan Maknanya
Lambang (Logo/Simbol) K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) beserta arti dan maknanya
tertuang dalam Kepmenaker RI 1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan Kesehatan
Kerja.

Berikut penjelasan mengenai arti dan makna lambang/logo/simbol K3 (Keselamatan dan


Kesehatan Kerja) :

1. Bentuk lambang K3: palang dilingkari roda bergigi sebelas berwarna hijau di atas
warna dasar putih.
2. Arti dan Makna simbol/lambang/logo K3 :
o Palang : bebas dari kecelakaan dan .Penyakit Akibat Kerja (PAK)
o Roda Gigi : bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani.
o Warna Putih : bersih dan suci.
o Warna Hijau : selamat, sehat dan sejahtera.
o Sebelas gerigi roda : sebelas bab dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.
Lambang/Logo K3

18 Syarat Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Tempat


Kerja
Syarat-syarat Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja tertuang dalam
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga). Pada pasal tersebut
disebutkan 18 (delapan belas) syarat penerapan keselamatan kerja di tempat kerja di antaranya
sebagai berikut :

1. Mencegah & mengurangi kecelakaan kerja.


2. Mencegah, mengurangi & meadamkan kebakaran.
3. Mencegah & mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi jalur evakuasi keadaan darurat.
5. Memberi P3K Kecelakaan Kerja.
6. Memberi APD pada tenaga kerja.
7. Mencegah & mengendalikan timbulnya penyebaran suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap,
uap, gas, radiasi, kebisingan & getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan Penyakit Akibat Kerja dan keracunan.
9. Penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Suhu dan kelembaban udara yang baik.
11. Menyediakan ventilasi yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan & ketertiban.
13. Keserasian tenaga kerja, peralatan, lingkungan, cara & proses kerja.
14. Mengamankan & memperlancar pengangkutan manusia, binatang, tanaman & barang.
15. Mengamankan & memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan & memperlancar bongkar muat, perlakuan & penyimpanan barang
17. Mencegah tekena aliran listrik berbahaya.
18. Menyesuaikan & menyempurnakan keselamatan pekerjaan yang resikonya bertambah tinggi.

Program Zero Accident (Kecelakaan Nihil) di Tempat Kerja

Program zero accident (kecelakaan nihil) ialah tanda penghargaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang telah
berhasil dalam melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sehingga mencapai
nihil kecelakaan (zero accident).
Penghargaan Zero Accident

Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan kepada perusahaan yang telah
berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu
kerja.

Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diberikan dalam bentuk piagam dan plakat
yang ditetapkan melaui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia.

Dasar Hukum pelaksanaan program zero accident (kecelakaan nihil) di


tempat kerja

1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.


2. Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
3. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
4. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
5. Kepmenaker RI no 463 Tahun 1993 tentang Pola Gerakan Nasional Membudayakan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Kriteria/kategori/kelompok Perusahaan peserta program zero accident


(kecelakaan nihil) di tempat kerja

1. Perusahaan Besar : jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih dari 100 (seratus) orang.
2. Perusahaan Menengah : jumlah tenaga kerja keseluruhan antara 50 (lima puluh) orang
sampai dengan 100 (seratus) orang.
3. Perusahaan Kecil : jumlah tenaga kerja keseluruhan sampai dengan 49 (empat puluh
sembilan) orang.

Kriteria/kategori/kelompok kecelakan kerja yang menghilangkan waktu


kerja menurut program zero accident (kecelakaan nihil) antara lain :

1. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat kembali bekerja dalam waktu
2 x 24 jam.
2. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa (manusia/tenaga kerja) yang
menyebabkan terhentinya proses/aktivitas kerja maupun kerusakan peralatan/mesin/bahan
melebihi shift kerja normal berikutnya.
Tidak termasuk dalam kriteria/kategori/kelompok kecelakaan kerja yang
menghilangkan waktu kerja menurut program zero accident (kecelakaan
nihil) di tempat kerja

1. Kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja karena perang, bencana alam ataupun hal-
hal lain di luar kendali perusahaan.
2. Kehilangan waktu kerja karena proses medis tenaga kerja.

Perhitungan kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja menurut


program zero accident (kecelakaan nihil) di tempat kerja

1. Kehilangan waktu kerja karena bagian tubuh cacat tetap (permanen) :

Tangan dan Jari Tangan (hari)

Amputasi seluruh atau sebagian dari tulang Ibu Jari Telunjuk Tengah Manis Kelingking

Ruas ujung 300 100 75 60 50

Ruas tengah - 200 150 120 100

Ruas pangkal 600 400 300 240 200

Telapak (antara jari-jari dan pergelangan) 900 600 500 450 -

Tangan sampai pergelangan 3000

2.

Kaki dan Jari Kaki (hari)

Amputasi seluruh atau sebagian dari tulang Ibu Jari Jari-Jari Lainnya

Ruas ujung 150 35

Ruas tengah - 75

Ruas pangkal 300 150

Telapak (antara jari-jari dan pergelangan) 600 350

Kaki sampai pergelangan 2400

3.
Lengan (hari)

Tiap bagian dari pergelangan sampai siku 3600

Tiap bagian dari atas siku sampai sambungan bahu 4500

4.

Tungkai Kaki (hari)

Tiap bagian dari atas mata kaki sampai lutut 3000

Tiap bagian dari atas lutu sampai pangkal paha 4500

5.

Kehilangan Fungsi (hari)

Satu mata 1800

Kedua mata dalam satu kasus kecelakaan kerja 6000

Satu telinga 600

Kedua telinga dalam satu kasus kecelakaan kerja 3000

6.

Lumpuh Total & Kematian (hari)

Lumpuh total permanen 6000

Kematian 6000

7. *catatan : untuk setiap luka ringan dimana tidak terdapat amputasi tulang, maka
kerugian hari kerja ialah jumlah sesungguhnya selama tenaga kerja tidak mampu
bekerja.
8. Kehilangan waktu kerja dimana tenaga kerja tidak mampu bekerja kembali pada shift normal
berikutnya sesuai jadwal kerja.

Perhitungan keseluruhan jam kerja dimulai sejak terjadinya kecelakaan kerja (insiden) yang
dapat mengakibatkan angka perhitungan jam kerja menjadi 0 (nol) yaitu kriteria kecelakaan
kerja yang menghilangkan waktu kerja, dan bertambah secara kumulatif sesuai jam kerja
yang dicapai.
Perhitungan jam kerja keseluruhan meliputi semua jam kerja nyata tenaga kerja yang
melaksanakan kegiatan perusahaan termasuk kontraktor dan sub-kontraktornya pada masing-
masing bidang pekerjaan.

Ketentuan pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan nihil)

1. Bagi perusahaan besar : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu
kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 6.000.000 (enam juta) jam
kerja tanpa kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja.
2. Bagi perusahaan menengah : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan
waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 1.000.000 (satu juta)
jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu kerja.
3. Bagi perusahaan kecil : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu
kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 300.000 (tiga ratus ribu) jam
kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu kerja.
4. Bagi perusahaan sektor konstruksi : perusahaan kontraktor utama yang telah selesai
melaksanakan pekerjaan tanpa terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu
kerja dengan waktu pelaksanaan kegiatan minimal 1 (satu) tahun. Perusahaan sub-
kontraktor merupakan pendukung data bagi perusahaan kontraktor utama. Apabila terjadi
kecelakaan kerja (insiden) yang menyebabkan hilangnya waktu kerja baik pada perusahaan
kontraktor utama maupun pada perusahaan-perusahaan sub-kontraktor, maka seluruh jam
kerja yang telah dicapai menjadi 0 (nol) secara bersama.

Tata cara pengajuan serta penilaian untuk memperoleh penghargaan zero


accident (kecelakaan nihil)

1. Perusahaan telah melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta
Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja selama 3 (tiga) tahun.
2. Mengajukan permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia c.q. Direktur Jenderal Binawas melalui Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
3. Melengkapi data pendukung sebagai berikut :
o Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja tahunan.
o Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja lembur tahunan.
o Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor maupun sub-kontraktor
(yang dianggap bagian dari perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan
diperinci dalam jumlah jam kerja kontraktor dan atau sub-kontraktor tahunan.
o Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor maupun sub-
kontraktor (yang dianggap bagian dari perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja lembur kontraktor dan atau sub-
kontraktor tahunan.
4. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan terhadap data-data yang diajukan
perusahaan.
5. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan ke lokasi perusahaan meliputi :
o Dukungan dan kebijakan manajemen secara umum terhadap program K3 di dalam
maupun di luar perusahaan.
o Organisasi dan administrasi K3.
o Pengendalian bahaya industri.
o Pengendalian kebakaran dan hygiene industri.
o Partisipasi, motivasi, pengawasan dan pelatihan.
o Pendataan, pemeriksaan kecelakaan, statistik dan prosedur pelaporan.
6. Hasil penilaian dilaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
untuk selanjutnya ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
7. Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diserahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia ataupun pejabat lain yang ditunjuk.
8. Biaya yang timbul sebagai akibat pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan nihil)
menjadi beban perusahaan bersangkutan.
9. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan
nihil) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan saran-saran dari perusahaan
bersangkutan.

Pengertian (Definisi) Api dan Kebakaran

Pengertian (Definisi) Api ialah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3
(tiga) unsur yaitu panas, oksigen dan bahan mudah terbakar yang menghasilkan panas dan
cahaya.

Ilustrasi 3 (tiga) unsur api dapat dilihat sebagaimana pada gambar segitiga api berikut.

Segitiga Api

Sedangkan pengertian (definisi) Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada
tempat, situasi dan waktu yang tidak dikehendaki yang bersifat merugikan dan pada
umumnya sulit untuk dikendalikan.

Kebakaran juga termasuk dalam salah satu kategori kondisi/situasi darurat di lingkungan
Perusahaan baik dari luar maupun dalam lokasi tempat kerja.

4 Tahap Terjadinya Kebakaran

Kejadian kebakaran pada umumnya menimbulkan banyak kerugian baik itu korban jiwa
maupun kerugian harta benda. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya kebakaran sulit untuk
dikendalikan (dipadamkan). Untuk menghindari kerugian yang dimaksud, maka perlu kita
kenali sifat-sifat terjadinya (tahap-tahap) kebakaran tersebut.
Tahap-tahap kebakaran tersebut antara lain :

1. Tahap Kebakaran Muncul


o Reaksi 3 (tiga) unsur api (panas, oksigen dan bahan mudah terbakar).
o Dapat padam dengan sendirinya apabila api tidak dapat mencapai tahap kebakaran
selanjutnya.
o Menentukan tindakan pemadaman atau untuk menyelamatkan diri.
2. Tahap Kebakaran Tumbuh
o Api membakar bahan mudah terbakar sehingga panas meningkat.
o Dapat terjadi flashover (ikut menyalanya bahan mudah terbakar lain di sekitar api
karena panas tinggi).
o Berpotensi menimbulkan korban terjebak, terluka ataupun kematian bagi petugas
pemadam.
3. Tahap Kebakaran Puncak
o Semua bahan mudah terbakar menyala secara keseluruhan.
o Nyala api paling panas dan yang paling berbahaya bagi siapa saja yang terperangkap
di dalamnya.
4. Tahap Kebakaran Reda (Padam)
o Tahap kebakaran yang memakan waktu paling lama di antara tahap-tahap
kebakaran lainnya.
o Penurunan kadar O2 (oksigen) atau bahan mudah terbakar secara signifikan yang
menyebabkan padamnya api (kebakaran).
o Terdapatnya bahan mudah terbakar yang belum menyala berpotensi menimbulkan
nyala api baru secara.
o Berpotensi menimbulkan backdraft (ledakan yang terjadi akibat masuknya pasokan
oksigen secara tiba-tiba dari kebakaran ruang tertutup yang dibuka mendadak saat
kebakaran berlangsung).

Gambar di bawah mengilustrasikan tahap-tahap kebakaran dari muncul


api sampai kebakaran reda (padam):
Tahap - Tahap Kebakaran

5 Cara (Metode) Memadamkan Api / Kebakaran

1. Pendinginan
o Menghilangkan unsur panas.
o Menggunakan media bahan dasar air.
2. Isolasi
o Menutup permukaan benda yang terbakar untuk menghalangi unsur O2
menyalakan api.
o Menggunakan media serbuk ataupun busa.
3. Dilusi
o Meniupkan gas inert untuk menghalangi unsur O2 menyalakan api.
o Menggunakan media gas CO2.
4. Pemisahan Bahan Mudah Terbakar
o Memisahkan bahan mudah terbakar dari unsur api.
o Memindahkan bahan-bahan mudah terbakar jauh dari jangkauan api.
5. Pemutusan Rantai Reaksi
o Memutus rantai reaksi api dengan menggunakan bahan tertentu untuk
mengikat radikal bebas pemicu rantai reaksi api.
o Menggunakan bahan dasar Halon (Penggunaan Halon sekarang dilarang
karena menimbulkan efek rumah kaca).

6 Kelas (Klasifikasi) Kebakaran Menurut NFPA (National Fire Protection Association)


Amerika

Kebakaran diklasifikan (dikelompokkan) berdasarkan sumber penyebab api yang muncul


dalam kejadian kebakaran. Klasifikasi (kelas) kebakaran secara umum merujuk pada
klasifikasiInternasional yaitu klasifikasi (kelas) kebakaran menurut NFPA (National Fire
Protection Association) Amerika.

Sumber terakhir sampai dengan artikel ini disusun, NFPA membagi klasifikasi (kelas)
kebakaran menjadi 6 (enam) kelas yaitu : Kebakaran Kelas A, Kebakaran Kelas B,
Kebakaran Kelas C, Kebakaran Kelas D, Kebakaran Kelas E dan Kebakaran Kelas K.

Klasifikasi (kelas) kebakaran berguna untuk menentukan media pemadam efektif untuk
memadamkan api/kebakaran menurut sumber api/kebakaran tersebut, serta berguna untuk
menentukan tingkat keamanan jenis suatu media pemadam sebagai media pemadam suatu
kelas kebakaran berdasarkan sumber api/kebakarannya.

Klasifikasi (kelas) kebakaran berdasarkan NFPA berikut dengan media


pemadam efektifnya antara lain :
Kelas Kebakaran Pemadam
Kelas Kebakaran Pemadam

Kertas, Kain, Plastik,


Kayu
Padat Non Air, Uap Air, Pasir, Busa, CO2, Serbuk
Logam Kimia Kering, Cairan Kimia

Metana, Amoniak, Solar

Gas/Uap/Cairan
CO2, Serbuk Kimia Kering, Busa

Arus Pendek
CO2, Serbuk Kimia Kering, Uap Air
Listrik

Aluminium, Tembaga,
Besi, Baja

Logam Serbuk Kimia sodium Klorida, Grafit

Bahan-Bahan Radioaktif <Belum Diketahui Secara Spesifik>

Radioaktif

Cairan Kimia, CO2


Lemak dan Minyak
Masakan
Bahan Masakan

Dasar-Dasar Perancangan Sarana Evakuasi Darurat


Sarana Evakuasi adalah sarana dalam bentuk konstruksi dari bagian bangunan yang
dirancang aman sementara (minimal 1 jam) untuk jalan menyelamatkan diri bila terjadi
kebakaran bagi seluruh penghuni di dalamnya tanpa dibantu orang lain.

Ilustrasi

Ketentuan Umum Perancangan Sarana Evakuasi Darurat

Setiap tempat kerja harus tersedia jalan selain pintu masuk-keluar utama untuk
menyelamatkan diri apabila terjadi kebakaran. Pintu tersebut harus membuka keluar dan tidak
diperkenankan untuk dikunci. Petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas dalam keadaan
gelap.

Ketentuan Teknis

1. Laju Alir : 40 orang/menit.


2. Durasi Evakuasi :
o Hunian Resiko Bahaya Kebakaran Ringan : 2 menit.
o Hunian Resiko Bahaya Kebakaran Sedang : 2.5 menit.
o Hunian Resiko Bahaya Kebakaran Berat : 3 menit.
3. Lebar Pintu Minimal : 21 inch

Contoh Perhitungan

Berapakah jumlah unit pintu darurat untuk mengevakuasi orang sebanyak 350 orang dalam
waktu 2.5 menit?

Jawaban : Jumlah orang dibagi 40 orang/menit dikalikan 2.5 menit = 350/40 x 2.5 = 3.5 == 4
unit pintu darurat.

Klasifikasi resiko bahaya kebakaran jenis hunian terdapat pada Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran Kebakaran di Tempat
Kerja.

Untuk menjamin keamanan minimal 1 (satu) jam saat terjadi kebakaran, maka konstruksi
dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian asap dengan tekanan udara positif
(pressurized fan).

Tata Cara Penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) / Tabung Pemadam Kebakaran
Pengertian (Definisi) APAR (Alat Pemadam Api Ringan) ialah alat yang ringan serta
mudah dilayani untuk satu orang gunamemadamkan api/kebakaran pada mula terjadi
kebakaran (definisi berdasarkan Permenakertrans RI No 4/MEN/1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan).

Tata cara (Prosedur) penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) /


Tabung Pemadam Kebakaran :

1. Tarik/Lepas Pin pengunci tuas APAR / Tabung Pemadam.


2. Arahkan selang ke titik pusat api.
3. Tekan tuas untuk mengeluarkan isi APAR / Tabung Pemadam.
4. Sapukan secara merata sampai api padam.

Bagian-bagian APAR

Hal yang perlu diketahui dalam penggunaan APAR :

1. Perhatikan arah angin (usahakan badan/muka menghadap searah dengan arah angin)
supaya media pemadam benar-benar efektif menuju ke pusat api dan jilatan api tidak
mengenai tubuh petugas pemadam.
2. Perhatikan sumber kebakaran dan gunakan jenis APAR yang sesuai dengan klasifikasi sumber
kebakaran.

Rambu K3 : Kumpulan Rambu Penunjuk Arah Sarana Darurat, Evakuasi,


Keselamatan dan P3K (Safety Sign)

Kumpulan rambu-rambu K3 : rambu penunjuk arah sarana darurat, evakuasi dan P3K yang
bermanfaat sebagai manajemen visual di tempat kerja.
Dasar-Dasar Perancangan Sistem Instalasi Hidran

Hidran ialah istalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara permanen berupa jaringan
perpipaan berisi air bertekanan terus menerus yang siap untuk memadamkan kebakaran.

Komponen Utama Sistem Instalasi Hidran

1. Persediaan Air Yang Cukup (Tangki Air).


2. Sistem Pompa Yang Handal. Umumnya terdiri dari :
o Pompa Utama (Pompa yang bertugas mengisi/menjaga persediaan air pada jaringan
pipa hidran saat terjadi kebakaran secara otomatis).
o Pompa Jokey (Pompa yang menjaga tekanan pada jaringan pipa hidran secara terus
menerus secara otomatis).
o Pompa Cadangan/Diesel (Pompa yang bertugas mengisi persediaan air dan menjaga
tekanan pada jaringan pipa hidran yang menyala secara otomatis pada saat jaringan
listrik dimatikan/mati sehingga pompa utama dan pompa jockey tidak dapat
berkerja).
3. Siamese Connection (Sambungan untuk mengisi air pada jaringan pipa hidran dari mobil
pemadam kebakaran).
4. Jaringan Pipa Yang Memadai.
5. Pilar Hidran Yang Mencukupi.
6. Kotak (Box) Hidran, Selang Hidran, Nozzle Hidran dan Tuas Pembuka Keran Hidran Yang
Mencukupi.

Sistem Instalasi Hidran

Klasifikasi Sistem Instalasi Hidran


Klasifikasi Sistem Instalasi Hidran
Kriteria Kelas I (Satu) Kelas II (Dua) Kelas III (Tiga)

Debit Air Minimum 500 galon/menit 500 galon/menit 500 galon/menit

Tekanan Nozzle Terjauh 4.5-7.0 kg/cm2 4.5-7.0 kg/cm2 4.5-7.0 kg/cm2

Ukuran Selang 1.5 inch 2.5 inch 1.5 inch dan 2.5 inch

Persediaan Air 45 menit 60 menit 90 menit

Pilih Sistem Instalasi Hidran Kelas III untuk menjamin keamanan.

Penempatan Titik Pilar dan Kotak (Box) Hidran


Tingkat Resiko Penempatan

Resiko Ringan Luas 1000-2000 m2 = 2 titik, dan tambahan 1 titik setiap penambahan luas 1000 m2.

Resiko Sedang Luas 800-1600 m2 = 2 titik, dan tambahan 1 titik tiap penambahan luas 800m2.

Resiko Berat Luas 600-1200 m2 = 2 titik, dan tambahan 1 titik setiap penambahan luas 600 m2.

Klasifikasi resiko bahaya kebakaran jenis hunian terdapat pada Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran Kebakaran di Tempat
Kerja.

Untuk menjamin kesesuaian terhadap ketentuan dan persyaratan teknis sistem instalasi
hidran, maka setiap perencanaan/perancangan dan pemasangan sistem instalasi hidran
dikendalikan secara administratif melalui ijin, pemeriksaan, pengujian dan pengesahan
melalui Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pemadam Kebakaran dan Instansi Terkait setempat.
Selamat merencanakan :-)

Keracunan

Setiap hari manusia berhubungan dengan bahan yang dapat menjadi racun karena semua zat
dalam jumlah tertentu dapat menjadi racun.

Pengertian racun sendiri ialah suatu zat yang apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
tertentu dapat menimbulkan reaksi tubuh yang tidak diingikan bahkan kematian. Reaksi
kimia yang terjadi dapat merusak jaringan tubuh ataupun mengganggu fungsi tubuh. Hal
tersebut berbeda dengan penggunaan obat dikarenakan reaksi penggunaan obat umumnya
sudah diketahui dan diinginkan, namun adakalanya juga reaksi obat menimbulkan hal yang
tidak diinginkan seperti gatal, sesak nafas, lemas, mual, dsj.
Ilustrasi Racun

Beberapa contoh zat racun antara lain : insektisida (pembasmi serangga), sianida (sering
ditemui pada singkong beracun), logam berat (timah hitam pada asap kendaraan bermotor),
bisa binatang (bisa ular, kalajengking, dsj) ataupun bahan kimia yang bersifat korosif (dapat
menyebabkan luka bakar pada bagian tubuh dalam jika masuk ke dalam tubuh).

Macam-macam Terjadinya Keracunan

1. Sengaja Bunuh Diri.

Penderita sengaja menelan, menghirup ataupun menyuntikkan suatu ibat dalam junlah
melebihi dosis pengobatan atau benda lain yang sebenarnya tidak ditujukan untuk
dikonsumsi dengan cara-cara tersebut di atas. Sering menyebabkan kematian jika
tidak segera mendapat pertolongan. Contoh : minum racun serangga, obat tidur
berlebihan, dsj.

2. Keracunan Tidak Disengaja.

Terjadi akibat terpapar bahan beracun secara tidak sengaja, contoh :

o Mengkonsunsi bahan makanan/minuman yang tercemar oleh kuman ataupun zat


kimia tertentu.
o Salah minum yang biasanya dialami oleh anak-anak atau orang lanjut usia yang
sudah pikun (misal obat kutu anjing disangka susu, dsj).
o Makan singkong yang memiliki kadar sianida tinggi.
o Udara yang tercemar gas beracun, dsj.
3. Penyalahgunaan Obat.

Yaitu obat yang dikonsumsi selain untuk pengobatan.

Jalur Masuk Racun

1. Keracunan melalui mulut/alat pencernaan.

Umumnya terkait dengan bahan-bahan yang terdapat di rumah tangga.

o Obat-obatan misalnya obat tidur/penenang yang dikonsumsi dalam jumlah banyak


atau diminum dengan bahan lain sehingga menimbulkan keracunan.
o Makanan yang mengandung racun (misal : singkong beracun), makanan kadaluarsa
serta makanan yang tidak dipersiapkan dengan baik/tercemar.
o Obat nyamuk, minyak tanah, dsj.
o Makanan/minuman yang mengandung alkohol (minuman keras).
2. Keracunan melalui pernafasan.

Umumnya berupa gas, uap dan bahan semprotan.

o Menghirup gas/udara beracun, misal : gas mobil dalam keadaan mobil tertutup, uap
minyak tanah, dsj.
o Kebocoran gas industri, misal : amonia, klorin, dsj.
3. Keracunan melalui kulit/kontak (absorbsi).

Racun yang terserap ada kalanya dapat merusak kulit. Racun yang masuk dari kulit
secara perlahan terserap aliran darah.

o Umumnya zat kimia pertanian seperti insektisida, pestisida maupun zat kimia yang
bersifat korosif.
o Tanaman.
o Tersentuh binatang yang mengandung racun pada kulitnya ataupun bagian
tubuhnya yang lain (umumnya pada binatang yang hidup di air).
4. Keracunan melalui suntikan ataupun gigitan.

Zat racun menembus kulit langsung ke dalam tubuh melalui sistem peredaran darah.

o Obat suntik, misal : penyalahgunaan obat dan narkotika.


o Gigitan/sengatan binatang yang mengandung bisa racun, misal : kalajengking, ubur-
ubur, dsj.

Gejala Umum Keracunan

1. Penurunan respon, gangguan status mental (gelisah, takut, dsj)


2. Gangguan pernafasan
3. Nyeri kepala, pusing ataupun gangguan pengelihatan.
4. Mual ataupun muntah.
5. Lemas, lumpuh ataupun kesemutan.
6. Pucat ataupun kulit kebiruan.
7. Kejang.
8. Syok.
9. Gangguan irama detak jantung ataupun pernafasan.

Gejala Khusus Keracunan

1. Keracunan melalui mulut/alat pencernaan.


o Mual ataupun muntah.
o Nyeri perut.
o Diare.
o Nafas ataupun mulut yang berbau.
o Suara parau, nyeri di saluran cerna (mulut dan kerongkongan).
o Luka bakar atau sisa racun di daerah mulut.
o Produksi air liur yang berlebih ataupun mulut menjadi berbusa.
2. Keracunan melalui pernafasan.
o Gangguan pernafasan ataupun pernafasan.
oKulit kebiruan.
oNafas berbau.
oBatuk ataupun suara parau.
3. Keracunan melalui kulit.
o Daerah kontak berwarna kemerahan, nyeri, melepuh dan meluas.
o Syok anafilaktik (gejala alergi yang mengancam nyawa yang dapat menyebabkan
penderita tidak sadarkan diri, melebarnya pembuluh darah, naiknya denyut nadi,
menurunnya tekanan darah, menyempitnya saluran nafas, ruam pada kulit, mual
dan anggota gerak yang hangat.
4. Keracunan melalui suntikan ataupun gigitan.
o Luka di daerah suntikan ataupun gigitan berupa luka tusuk atau bekas gigitan.
o Nyeri pada daerah sekitar suntikan ataupun gigitan dan kemerahan.

Pada kasus gigitan ular :

o Demam.
o Mual dan muntah.
o Pingsan.
o Lemah.
o Nadi cepat dan lemah.
o Kejang.
o Gangguan pernafasan.

Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Pada Kasus Keracunan Umum

1. Amankan tempat kejadian.


2. Pengamanan penolong dan penderita apabila diketahui zat racun berupa gas.
3. Keluarkan penderita dari daerah yang berbahaya.
4. Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi) dan lakukan resusitasi jantung paru (RJP) bila
perlu.
5. Periksa jalan nafas apabila respon penderita menurun ataupun jika penderita muntah.
6. Berikan oksigen bila ada.
7. Amankan pembungkus, sisa muntahan dan sejenisnya untuk identifikasi jenis racun.
8. Periksa tanda vital secara berkala (nafas dan nadi) dan rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Penanganan/Pertolongan Pertama (P3K) Pada Kasus Keracunan Khusus

1. Keracunan melalui mulut/alat pencernaan.


o Turunkan kadar kekuatan racun dengan pengenceran dengan cara memberi minum
susu ataupun air sebanyak-banyaknya maupun memberi anti racun umum yaitu
norit ataupun putih telur (JANGAN BERIKAN SUSU PADA KERACUNAN YANG
DIKETAHUI KARENA ZAT YANG MENGANDUNG FOSFAT !!!).
o Lakukan rangsangan-rangsangan muntah untuk mengeluarkan racun dari dalam
lambung dimana cara ini hanya efektif 2 (dua) jam pertama saat kejadian. Namun
jangan lakukan rangsangan muntah pada keracunan yang menelan asam/basa kuat,
menelan minyak, penderita kejang ataupun ada riwayat kejang dan penderita yang
tidak sadar atau mengalami gangguan kesadaran.
2. Keracunan melalui kulit.
o Buka baju penderita yang terkena.
o Siram bagian yang terkena racun dengan air sekurang-kurangnya selama 20 menit
(bila racun berupa serbuk maka sikat dahulu sebelum menyiram dengan air dan
jangan lakukan penyiraman jika diketahui racun bereaksi kuat dengan air). Posisikan
penolong agak jauh dari bagian tubuh penderita yang terkena racun untuk
menghindari kontaminasi.
3. Gigitan ular.
o Amankan diri penolong dan tempat kejadian.
o Tenangkan penderita.
o Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
o Rawat luka serta pasang bidai bila diperlukan.
o Pasang (ikat) pembalut elastis pada daerah gigitan.
o Jika tidak berbahaya bawa ular yag menggigit untuk identifikasi jenis racun.
o Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Materi Slide Pelatihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Pertolongan Pertama:Pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit ataupun cedera


(kecelakaan) yang memerlukan penanganan medis dasar.

Medis Dasar:Tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran yang dimiliki oleh orang
awam atau orang awam yang terlatih secara khusus.

Dasar hukum mengenai pertolongan pertama belum diatur secara khusus, namun umumnya merujuk
pasal 531 KUHP yang menyebutkan bahwa :“ Barangsiapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam
keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan
itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang
lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 4.500,-. Jika orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304s, 478,
535, 566 “

3 Tujuan Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Tempat Kerja

Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki beberapa tujuan dalam


pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Di dalamnya terdapat 3 (tiga) tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan Undang-
Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu antara lain :

1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.

Dari penjabaran tujuan penerapan K3 di tempat kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 1


Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja di atas terdapat harmoni mengenai penerapan K3 di
tempat kerja antara Pengusaha, Tenaga Kerja dan Pemerintah/Negara.

Pengertian (Definisi) Bahaya dan 5 Faktor Bahaya K3 di Tempat Kerja

Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang
berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) -
definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007.
Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya
biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya biomekanik serta
faktor bahaya sosial-psikologis. Tabel di bawah merupakan daftar singkat bahaya dari faktor-
faktor bahaya di atas :

1. Jamur.
2. Virus.
Faktor Bahaya Biologi 3. Bakteri.
4. Tanaman.
5. Binatang.

1. Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya
2. Beracun.
3. Reaktif.
4. Radioaktif.
Faktor Bahaya Kimia 5. Mudah Meledak.
6. Mudah Terbakar/Menyala.
7. Iritan.
8. Korosif.

1. Ketinggian.
2. Konstruksi (Infrastruktur).
3. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat.
4. Ruangan Terbatas (Terkurung).
5. Tekanan.
Faktor Bahaya Fisik/Mekanik 6. Kebisingan.
7. Suhu.
8. Cahaya.
9. Listrik.
10. Getaran.
11. Radiasi.

1. Gerakan Berulang.
2. Postur/Posisi Kerja.
Faktor Bahaya Biomekanik 3. Pengangkutan Manual.
4. Desain tempat kerja/alat/mesin.

1. Stress.
2. Kekerasan.
3. Pelecehan.
Faktor Bahaya Sosial-Psikologis 4. Pengucilan.
5. Intimidasi.
6. Emosi Negatif.

Pengertian (Definisi) Resiko dan Penilaian (Matriks) Resiko K3


Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila
berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan suatu fungsi.

Matriks Penilaian Resiko K3

Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan suatu
resiko. Untuk menentukan kagori suatu resiko apakah itu rendah, sedang, tinggi ataupun
ekstrim dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah
:

Keparahan
Tabel Matriks Resiko
Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat

Sangat Sering Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim Ekstrim

Sering Sedang Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim

Frekuensi Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Ekstrim

Jarang Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi

Sangat Jarang Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi

Tabel di bawah merupakan contoh parameter keseringan dari tabel


matriks resiko di atas :
Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keseringan

Terjadi 1X dalam masa lebih dari 1 Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja
Sangat Jarang
tahun orang lebih

Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja


Jarang Bisa terjadi 1X dalam setahun
orang
Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keseringan

Sedang Bisa terjadi 1X dalam sebulan Probabilitas 1 dari 100.000 jam kerja orang

Sering Bisa terjadi 1X dalam seminggu Probabilitas 1 dari 1000 jam kerja orang

Sangat Sering Terjadi hampir setiap hari Probabilitas 1 dari 100 jam kerja orang

Tabel di bawah merupakan contoh parameter keparahan dari tabel


matriks resiko :
Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keparahan

Tidak terdapat cedera/penyakit, tenaga kerja Total kerugian kecelakaan kerja


Sangat Ringan
dapat langsung bekerja kembali kurang dari Rp. 1.000.000

Total kerugian kecelakaan kerja


Cedera ringan, tenaga kerja dapat langsung
Ringan antara Rp. 1.000.000 – Rp.
bekerja kembali
1.500.000

Total kerugian kecelakaan kerja


Mendapat P3K atau tindakan medis, tidak ada
Sedang antara Rp. 1.500.000 – Rp.
hilang jam kerja lebih dari 1X24 jam
5.000.000

Memerlukan tindakan medis lanjut/rujukan, Total kerugian kecelakaan kerja


Parah cacat sementara, terdapat jam kerja hilang 1X24 antara Rp. 5.000.000 – Rp.
jam 10.000.000

Cacat Permanen, Kematian, terdapat jam kerja Total kerugian kecelakaan kerja
Sangat Parah
hilang lebih dari 1X24 jam lebih dari Rp. 10.000.000

Tabel di bawah merupakan representasi kategori resiko yang dihasilkan


dari penilaian matriks resiko :
Rendah Perlu Aturan/Prosedur/Rambu

Sedang Perlu Tindakan Langsung

Tinggi Perlu Perencanaan Pengendalian

Ekstrim Perlu Perhatian Manajemen Atas

Dari representasi di atas, maka dapat kita tentukan langkah pengendalian resiko yang paling
tepat berdasarkan 5 (lima) hirarki pengendalian resiko/bahaya K3.
5 Hierarki Pengendalian Resiko/Bahaya K3

Resiko/bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan langkah


pengendalian untuk menurunkan tingkat resiko/bahaya-nya menuju ke titik yang aman.

Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan


dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki setelahnya,
tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun seperti diilustrasikan pada gambar di
bawah :

Hierarki Pengendalian Resiko

Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat
resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki pengendalian tersebut antara lain
ialah eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD) yang
terdapat pada tabel di bawah :

Hierarki Pengendalian Resiko K3

Eliminasi Eliminasi Sumber Bahaya

Substitusi Substitusi Alat/Mesin/Bahan Tempat Kerja/Pekerjaan Aman


Mengurangi Bahaya
Modifikasi/Perancangan Alat/Mesin/Tempat Kerja
Perancangan
yang Lebih Aman

Prosedur, Aturan, Pelatihan, Durasi Kerja, Tanda


Administrasi
Bahaya, Rambu, Poster, Label Tenaga Kerja Aman Mengurangi
Paparan
APD Alat Perlindungan Diri Tenaga Kerja

Pengertian (Definisi) Insiden, Kecelakaan Kerja dan Nearmiss


Dalam standar OHSAS 18001:2007 dijabarkan beberapa definisi (pengertian) mengenai
Insiden, Kecelakaan Kerja dan juga Nearmiss (hampir celaka). Ketiga istilah di atas memiliki
pengertian, arti dan definisi berbeda sebagaimana hal berikut di bawah :

Pengertian (Definisi) Insiden ialah kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan dimana
cedera, penyakit akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian) dapat terjadi. Termasuk
insiden ialah keadaan darurat.

Pengertian (Definisi) Kecelakaan Kerja ialah insiden yang menimbulkan cedera, penyakit
akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian).

Pengertian (Definisi) Nearmiss ialah insiden yang tidak menimbulkan cedera, penyakit
akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian).

Pengertian (Definisi) Keadaan Darurat ialah keadaan sulit yang tidak diduga (terduga)
yang memerlukan penanganan segera supaya tidak terjadi kecelakaan/kefatalan.

Investigasi (Penyebab) Kecelakaan Kerja | Efek Domino Kecelakaan Kerja (H.W. Heinrich)

Menurut teori domino effect kecelakaan kerja H.W Heinrich, kecelakaan terjadi melalui
hubungan mata-rantai sebab-akibat dari beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja yang
saling berhubungan sehingga menimbulkan kecelakaan kerja (cedera ataupun penyakit akibat
kerja / PAK) serta beberapa kerugian lainnya.

Terdapat faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja antara lain : penyebab langsung kecelakaan
kerja, penyebab tidak langsung kecelakaan kerja dan penyebab dasar kecelakaan kerja.

Termasuk dalam faktor penyebab langsung kecelakaan kerja ialah kondisi tidak
aman/berbahaya (unsafe condition) dan tindakan tidak aman/berbahaya (unsafe action).
Kondisi tidak aman, beberapa contohnya antara lain : tidak dipasang (terpasangnya)
pengaman (safeguard) pada bagian mesin yang berputar, tajam ataupun panas, terdapat
instalasi kabel listrik yang kurang standar (isolasi terkelupas, tidak rapi), alat
kerja/mesin/kendaraan yang kurang layak pakai, tidak terdapat label pada kemasan bahan
(material) berbahaya, dsj. Termasuk dalam tindakan tidak aman antara lain : kecerobohan,
meninggalkan prosedur kerja, tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), bekerja tanpa
perintah, mengabaikan instruksi kerja, tidak mematuhi rambu-rambu di tempat kerja, tidak
melaporkan adanya kerusakan alat/mesin ataupun APD, tidak mengurus izin kerja berbahaya
sebelum memulai pekerjaan dengan resiko/bahaya tinggi.

Termasuk dalam faktor penyebab tidak langsung kecelakaan kerja ialah faktor pekerjaan dan
faktor pribadi. Termasuk dalam faktor pekerjaan antara lain : pekerjaan tidak sesuai dengan
tenaga kerja, pekerjaan tidak sesuai sesuai dengan kondisi sebenarnya, pekerjaan beresiko
tinggi namun belum ada upaya pengendalian di dalamnya, beban kerja yang tidak sesuai, dsj.
Termasuk dalam faktor pribadi antara lain : mental/kepribadian tenaga kerja tidak sesuai
dengan pekerjaan, konflik, stress, keahlian yang tidak sesuai, dsj.

Termasuk dalam faktor penyebab dasar kecelakaan kerja ialah lemahnya manajemen dan
pengendaliannya, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya, kurangnya
komitmen, dsb.
Menurut teori efek domino H.W Heinrich juga bahwa kontribusi terbesar penyebab kasus
kecelakaan kerja adalah berasal dari faktor kelalaian manusia yaitu sebesar 88%. Sedangkan
10% lainnya adalah dari faktor ketidaklayakan properti/aset/barang dan 2% faktor lain-lain.
Gambar di bawah ialah ilustrasi dari teori domino effect kecelakaan kerja H.W. Heinrich.

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja)

Kerugian kecelakaan kerja diilustrasikan sebagaimana gunung es di permukaan laut dimana


es yang terlihat di permukaan laut lebih kecil dari pada ukuran es sesungguhnya secara
keseluruhan. Begitu pula kerugian pada kecelakaan kerja kerugian yang "tampak/terlihat"
lebih kecil daripada kerugian keseluruhan.

Dalam hal ini kerugian yang "tampak" ialah terkait dengan biaya langsung untuk
penanganan/perawatan/pengobatan korban kecelakaan kerja tanpa memperhatikan kerugian-
kerugian lainnya yang bisa jadi berlipat-lipat jumlahnya daripada biaya langsung untuk
korban kecelakaan kerja. Kerugian kecelakaan kerja yang sesungguhnya ialah jumlah
kerugian untuk korban kecelakaan kerja ditambahkan dengan kerugian-kerugian lainnya
(material/non-material) yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja tersebut. Kerugian-kerugian
(biaya-biaya) tersebut antara lain :

Biaya Langsung Kerugian Kecelakaan Kerja :

1. Biaya Pengobatan & Perawatan Korban Kecelakaan Kerja.


2. Biaya Kompensasi (yang tidak diasuransikan).

Biaya Tidak Langsung :

1. Kerusakan Bangunan
2. Kerusakan Alat dan Mesin
3. Kerusakan Produk dan Bahan/Material
4. Gangguan dan Terhentinya Produksi
5. Biaya Administratif
6. Pengeluaran Sarana/Prasarana Darurat
7. Sewa Mesin Sementara
8. Waktu untuk Investigasi
9. Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang
10. Biaya Perekrutan dan Pelatihan
11. Biaya Lembur (Investigasi)
12. Biaya Ekstra Pengawas(an)
13. Waktu untuk Administrasi
14. Penurunan Kemampuan Tenaga Kerja yang Kembali karena Cedera
15. Kerugian Bisnis dan Nama Baik

Perbandingan jumlah biaya di atas diilustrasikan pada gambar di bawah


berikut :

Gunung Es Kecelakaan Kerja

Piramida Kecelakaan Kerja

Piramida Kecelakaan Kerja menggambarkan statistik urutan (rangkaian) kejadian yang


terjadi menuju 1 (satu) kecelakaan fatal (kematian/cacat permanen). Lebih jelasnya dapat
dijabarkan dalam teori piramida kecelakaan kerja sebagai berikut :

Setiap terdapat 1 (satu) kejadian kecelakaan fatal (kematian/cacat permanen) maka di dalam 1
(satu) kejadian fatal tersebut terdapat 10 (sepuluh) kejadian kecelakaan ringan dan 30 (tiga
puluh) kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerusakan aset/properti/alat/bahan serta 600
(enam ratus) kejadian nearmiss (hampir celaka) sebelum terjadinya 1 (satu) kejadian
kecelakaan fatal tersebut.
Dari teori piramida kecelakaan kerja tersebut menggambarkan bahwa, guna mencegah
kecelakaan fatal di tempat kerja, maka harus terdapat upaya untuk menghilangkan
(mengurangi) kejadian-kejadian nearmiss di tempat kerja sehingga probabilitas menuju
kejadian kecelakaan fatal dan kejadian-kejadian lain sebelum menuju adanya 1 (satu)
kejadian fatal dapat dikurangi atau hilang. Ilustrasi piramida kecelakaan kerja sebagaimana
ada pada gambar di bawah :

Piramida Kecelakaan Kerja

3 Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja

Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu bentuk kerugian baik bagi korban kecelakaan
kerja maupun Perusahaan/Organisasi. Upaya pencegahan kecelakaan kerja diperlukan untuk
menghindari kerugian-kerugian yang timbul serta untuk meningkatkan kinerja keselamatan
kerja di tempat kerja.

Berdasarkan teori domino effect penyebab kecelakaan kerja (H.W. Heinrich), maka dapat
dirancang berbagai upaya untuk mencegah kecelakaan kerja di tempat kerja, antara lain :

1. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja :


o Pemantauan dan Pengendalian Kondisi Tidak Aman di tempat kerja.
o Pemantauan dan Pengendalian Tindakan Tidak Aman di tempat kerja.
2. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan Pengawasan :
o Pelatihan dan Pendidikan K3 terhadap tenaga kerja.
o Konseling dan Konsultasi mengenai penerapan K3 bersama tenaga kerja.
o Pengembangan Sumber Daya ataupun Teknologi yang berkaitan dengan
peningkatan penerapan K3 di tempat kerja.
3. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Sistem Manajemen :
o Prosedur dan Aturan K3 di tempat kerja.
o Penyediaan Sarana dan Prasarana K3 dan pendukungnya di tempat kerja.
o Penghargaan dan Sanksi terhadap penerapan K3 di tempat kerja kepada tenaga
kerja.

Pengertian (Definisi), Contoh, Penyebab dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Pengertian (definisi) Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik jasmani
maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah oleh aktivitas kerja ataupun kondisi lain
yang berhubungan dengan pekerjaan.

Beberapa contoh penyakit akibat kerja (PAK) antara lain : silicosis (karena paparan debu
silica), asbestosis (karena paparan debu asbes), low back pain (karena pengangkutan manual),
white finger syndrom (karena getaran mekanis pada alat kerja), dsb.

Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja (PAK) antara lain : Biologi (Bakteri, Virus Jamur,
Binatang, Tanaman) ; Kimia (Bahan Beracun dan Berbahaya/Radioaktif), Fisik (Tekanan, Suhu,
Kebisingan, Cahaya), Biomekanik (Postur, Gerakan Berulang, Pengangkutan Manual), Psikologi
(Stress, dsb).

Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

1. Pemeriksaan Kesehatan Berkala.


2. Pemeriksaan Kesehatan Khusus.
3. Pelayanan Kesehatan.
4. Penyedian Sarana dan Prasarana serta perbaikan tempat kerja yang lebih aman, sehat dan
ergonomis.

Struktur Susunan Organisasi Unit Tim Tanggap Darurat K3

Keadaan Darurat didefinisikan sebagai keadaan sulit yang tidak diduga (terduga) yang
memerlukan penanganan segera supaya tidak terjadi kecelakaan/kefatalan.

Definisi Unit Tanggap Darurat ialah unit kerja yang dibentuk secara khusus untuk
menanggulangi keadaaan darurat di tempat kerja.

Unit kerja tersebut dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan OHSAS 18001:2007
klausul 4.4.7 Emergency Preparedness and Response (Persiapan Tanggap Darurat). Bagian
dari perencanaan untuk memenuhi klausul OHSAS 18001:2007 4.4.7 tersebut antara lain :

Mendefisinikan Potensi Keadaan Darurat

1. Kebakaran yang tidak mampu dipadamkan Regu Pemadam Kebakaran Perusahaan dalam
waktu singkat.
2. Peledakan spontan pada tangki, bin, silo, dsb.
3. Kebocoran gas/cairan/bahan material berbahaya lainnya dalam sekala besar dan tidak bisa
diatasi dalam waktu singkat.
4. Bencana alam di lingkungan Perusahaan (Banjir, Gempa Bumi, Angin Ribut, Gunung Meletus,
dsb).
5. Terorisme (Ancaman Bom, Perampokan, dsb).
6. Demonstrasi/Unjuk Rasa/Huru-hara di dalam/di luar lingkungan Perusahaan.
7. Kecelakaan / Keracunan Massal.

Mendefinisikan Tugas dan Fungsi Unit Tanggap Darurat

1. Menentukan dan menanggulangi keadaan darurat Perusahaan.


2. Melaksanakan latihan tanggap darurat bersama serta melibatkan seluruh karyawan secara
berkala.
3. Melaksanakan pertemuan rutin/nonrutin kinerja Unit Tanggap Darurat.

Mendefinisikan Peran, Wewenang dan Tanggung Jawab Unit Tanggap


Darurat
Peran Wewenang dan Tanggung Jawab

1. Menentukan dan memutuskan Kebijakan Tanggap Darurat Perusahaan


2. Mengajukan anggaran dana yang berkaitan dengan sarana dan prasarana
tanggap darurat Perusahaan.
Ketua 3. Mengundang partisipasi seluruh karyawan untuk melangsungkan latihan
tanggap darurat di lingkungan Perusahaan.
4. Menjadwalkan pertemuan rutin maupun nonrutin Unit Tanggap Darurat.
5. Menyusun rencana pemulihan keadaan darurat Perusahaan.

1. Membuat laporan kinerja Unit Tanggap Darurat.


2. Melakukan pemantauan kebutuhan dan perawatan sarana dan prasarana
tanggap darurat Perusahaan.
Wakil 3. Melaksanakan kerja sama dengan pihak terkait yang berkaitan dengan
tanggap darurat Perusahaan.
4. Membantu tugas-tugas Ketua apabila Ketua berhalangan.

1. Melangsungkan pemadaman kebakaran menggunakan semua sarana


pemadam api di lingkungan Perusahaan secara aman, selamat dan efektif.
Regu Pemadam
2. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana
Kebakaran pemadam api di lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Wakil
maupun Ketua Unit Tanggap Darurat.

1. Memimpin prosedur evakuasi secara aman, selamat dan cepat.


2. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana evakuasi
di lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Wakil maupun Ketua Unit
Regu Evakuasi Tanggap Darurat.
3. Melaporkan adanya korban tertinggal, terjebak ataupun teruka kepada
Regu P3K, Koordinator maupun wakil Unit Tanggap Darurat.

1. Melaksanakan tindakan P3K.


2. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana P3K di
lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Wakil maupun Ketua Unit
Regu P3K Tanggap Darurat.
3. Melaporkan kepada Koordinator ataupun wakil Unit Tanggap Darurat
bilamana terdapat korban yang memerlukan tindakan medis lanjut pihak
ke tiga di luar Perusahaan.

1. Mengakomodasi kebutuhan umum tanggap darurat (makanan, minuman,


Logistik
pakaian, selimut, pakaian, dsb).

Transportasi
1. Mengakomodasi sarana transportasi darurat dari dalam/luar lingkungan
Peran Wewenang dan Tanggung Jawab

Perusahaan.

1. Memantau perkembangan penanganan kondisi darurat dan


Komunikasi menjembatani komunikasi antar regu Unit Tanggap Darurat.
Internal 2. Memastikan alur komunikasi antar regu Unit Tanggap Darurat dapat
dilangsungkan secara baik dan lancar.

1. Memantau seluruh informasi internal dan mengakomodasi


Komunikasi informasi/pemberitaan untuk pihak luar.
Eksternal 2. Menghubungi pihak eksternal terkait untuk kepentingan tanggap darurat
(Kepolisian/Warga).

1. Melaksanakan tindakan keamanan internal maupun eksternal selama


Keamanan
berlangsungnya tanggap darurat Perusahaan.

Download Struktur Unit Organisasi Tim Tanggap Darurat K3 (Emergency


Response Team) - Ms. Office Visio

Struktur Organisasi Unit Tanggap Darurat.vsd (270 Kb)

Struktur Unit Organisasi Tim Tanggap Darurat K3 (Emergency Response Team)

Pengertian dan Prosedur LOTO (Lockout Tagout)

Pengertian / Definisi LOTO (Lockout Tagout) ialah suatu prosedur untuk menjamin
mesin/alat berbahaya secara tepat telah dimatikan dan tidak akan menyala kembali selama
pekerjaan berbahaya atapun pekerjaan perbaikan / perawatan sedang berlangsung sampai
dengan pekerjaan tersebut telah selesai.

Prosedur Umum LOTO (Lockout Tagout) antara lain

1. Mengidentifikasi Sumber Energi.


2. Mengisolasi dan mematikan Sumber Energi.
3. Mengunci dan Memberi Tanda Bahaya pada Sumber Energi.
4. Memastikan Efektivitas Isolasi Sumber Energi.

Gambar Peralatan LOTO (Lockout Tagout)

Peralatan Pengunci Berbagai Macam Sumber Energi LOTO

Gambar Tanda /Label LOTO (Lockout Tagout)

Label / Tanda (Tag) LOTO (Lockout Tagout)

Gambar Penerapan LOTO (Lockout Tagout) di Tempat Kerja

Penerapan LOTO (Lockout Tagout) pada Valve (Kran) Perpipaan


Penerapan LOTO (Lockout Tagout) Pada Panel Listrik

Contoh Penerapan Stasiun LOTO di Tempat Kerja

Form Izin Kerja K3

Izin Kerja diperlukan khusus untuk pekerjaan non-rutin yang mengandung bahaya/resiko K3
tinggi. Tujuan dari izin kerja ialah untuk memantau seluruh potensi bahaya dari
area/situasi/aktivitas operasional di tempat kerja serta untuk memastikan segala
area/situasi/aktivitas pekerjaan berbahaya/beresiko tinggi sudah terdapat pengendalian
sehingga aman untuk dilangsungkan perkerjaan bersangkutan.

Pengurusan izin kerja dilaksanakan oleh tenaga kerja bersangkutan (ataupun kontraktor,
pemasok, tamu, dsj) dengan petugas/pengawas K3 serta Kepala/Manajer Area bersangkutan.

Pekerjaan yang termasuk diatur dalam izin kerja antara lain :

1. Izin Kerja Pekerjaan Panas (Las, Gerinda, dsb).


2. Izin Kerja bekerja di ketinggian ekstrim (Pekerjaan Konstruksi/Perbaikan di atas 2m).
3. Izin Kerja Pekerjaan Listrik Tegangan Tinggi (Arus Besar).
4. Izin Kerja bekerja di ruang terbatas (terkurung).
5. Izin Kerja Pekerjaan Tangki dan Perpipaan.
6. Izin Kerja Pekerjaan dengan Alat Berat (Crane, Excavator, Backhoe, Shovel, dsj).
7. Izin Kerja Pekerjaan Galian.
Pengertian, Tujuan dan Manfaat Penerapan 5R (5S) di Tempat Kerja

Pengertian (definisi) 5R (5S) ialah suatu cara (metode) untuk mengatur/mengelola tempat
kerja menjadi tempat kerja yang lebih baik secara berkelanjutan.

Penerapan 5R bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas di tempat kerja.

Ilustrasi 5S (5R)

Adapun manfaat penerapan budaya 5R (5S) di tempat kerja antara lain :

1. Meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat kerja yang lebih efisien.


2. Meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu bersih dan menjadi luas/lapang.
3. Mengurangi bahaya di tempat kerja karena kualitas tempat kerja yang bagus/baik.
4. Menambah penghematan karena menghilangkan berbagai pemborosan di tempat kerja.

Budaya 5R (5S) saat ini sudah banyak diterapkan pada banyak perusahaan (organisasi),
terbukti melalui penerapkan budaya 5R (5S) tersebut banyak perusahaan-perusahaan yang
tumbuh berkembang menjadi perusahaan maju dan berdaya saing tinggi. Budaya 5R (5S)
merupakan investasi awal bagi sebuah perusahaan untuk menuju kesuksesan berkelanjutan.

Langkah-Langkah Penerapan 5R (5S) di Tempat Kerja

Terdapat 5 (lima) langkah dalam penerapan 5R (5S) di tempat kerja yaitu : Ringkas, Rapi
Resik, Rawat dan Rajin.

Penjelasan umum penerapan 5R (5S) tersebut antara lain :

Ilustasi 5S (5R))

1. Ringkas
o Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan.
o Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat digunakan.
o Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.
o Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.
2. Rapi
o Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.
o Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaannya,
keseragaman, fungsi dan batas waktu penggunaannya.
o Pengaturan (pengendalian) visual supaya peralatan/barang mudah ditemukan,
teratur dan selalu pada tempatnya.
3. Resik
o Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan sampah.
o Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja.
o Meminimalisir sumber-sumber kotoran dan sampah.
o Memperbarui/memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak.
4. Rawat
o Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke waktu.
5. Rajin
o Mendisiplinkan diri untuk melakukan 4 hal di atas.

Label (Tanda) Kode Warna Perpipaan

Label (tanda) dan Kode Warna Perpipaan secara umum merujuk pada standar ANSI A13.1-
2007 (American National Standards Institute) dimana terdapat 6 (enam) kode warna dan
label (tanda) perpipaan yang diatur sebagaimana tabel di bawah berikut :

Ilustrasi Label Perpipaan

Label Keterangan

1. Air yang dapat diminum.


2. Air Boiler.
3. Air Pendingin.
4. Air Lainnya.

1. Gas Bertekanan.
Label Keterangan

1. Pipa Pemadam Kebakaran.

1. Bahan Mudah Terbakar.

1. Bahan Mudah Menyala (Bahan


Bakar).

1. Bahan Beracun.
2. Bahan Korosif.

Ukuran Label (Tanda)


Ukuran Pipa Lebar Label Tinggi Huruf

¾ inch – 1 ¼ inch 8 inch ½ inch

1 ½ inch – 2 inch 8 inch ¾ inch

2 ½ inch – 6 inch 12 inch 1 ¼ inch

8 inch – 10 inch 24 inch 2 ½ inch

> 10 inch 32 inch 3 ½ inch

Untuk pipa dengan ukuran kurang dari 3/4 inch direkomendasikan untuk membuat tanda
yang mudah dilihat secara permanen.

Label (tanda) wajib mudah dilihat dan terdapat di setiap belokan pipa, sambungan pipa, juga
pipa yang melewati dinding. Penempatan label (tanda) dipasang setiap interval 7 meter - 15
meter.

Anda mungkin juga menyukai