Anda di halaman 1dari 53

1

KOMUNITAS SATWA BURUNG


DI ZONA KHUSUS RESORT MASIHULAN
KAWASAN TAMAN NASIONAL MANUSELA

Oleh

NENSI LIMEHUWEY

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
2

KOMUNITAS SATWA BURUNG DI ZONA KHUSUS

RESORT MASIHULAN KAWASAN TAMAN NASIONAL MANUSELA

Nensi Limehuwey
NIM: 2012 - 80 – 023

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Pertanian

Universitas Pattimura Ambon

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
3

PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DI PERTAHANKAN DIHADAPAN TIM PENGUJI


UJIAN SARJANA

Yang dilaksanakan pada :

Hari dan Tanggal : Selasa, 13 November 2018


Tempat Ujian : Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura
Judul Skripsi : Komunitas Satwa Burung di Zona Khusus Resort
Masihulan Kawasan Taman Nasional Manusela
Nama Mahasiswa : Nensi Limehuwey
NIM : 2012 – 80 – 023

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. J. Ch. Hitipeuw,MScF M. M. S. Puttileihalat,S.Hut, MP


NIP. 196004191986011001 NIP. 197701172002122002
Penguji I Penguji II

L.Latupapua,S.Hut.,MP B. B. Seipala, S.Hut, M.Sc


NIP. 198504152015041003 NIP. 197808162008011011

Mengesahkan Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Jurusan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. M. Matinahoru Ir. S. Limba, MS


NIP : 196006061986031004 NIP. 195704091985031012
4

ABSTRAK

NENSI LIMEHUWEY. Komunitas Satwa Burung di Zona Khusus Resort


Masihulan Kawasan Taman Nasional Manusela. Dibimbing oleh Ir.J.Ch.Hitipeuw
dan M.M.S.Puttileihalat.

Kondisi habitat yang berubah akibat gangguan masa lampau dapat mempengaruhi
komunitas burung disekitar Resort Masihulan Kawasan Taman Nasional
Manusela. Sepsis kunci Taman Nasional Manusela yang menjadi prioritas
konservasi biodiversitas adalah jenis – jenis burung – burung endemic pulau
seram. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
metode IPA (Index Ponctuall de’ Abodance)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunitas satwa burung pada Zona
Khusus Resort Masihulan. Serta untuk mengetahui faktor – faktor yang
mempengaruhi kehadiran satwa burung pada Zona Khusus Resort Masihulan.
Hasil yang di peroleh kemudian di olah dengan melakukan deskripsi secara
sistematis, aktual dan akurat sesuai dengan fakta yang di temui di lapangan
dengan komunitas jenis burung, jumlah, dan aktifitas yang di lakukan.

Kata Kunci : Komunitas satwa burung di Zona Khusus


5

ABSTRACT

LIMEHUWEY NENSI The Bird Community in the Special Zone of the Stillulan
Resort of the Manusela National Park. Supervised by Ir. J.Ch.Hitipeuw and
M.M.S. Puttileihalat.

The condition of the habitat that has changed due to past disturbances can
affect the bird communities around the Stillulan Resort of the Manusela National
Park Region. The key sepsis of Manusela National Park which is a priority for
biodiversity conservation is the species of spooky endemic islands. This research
is a descriptive study using the IPA method (Ponctuall de 'Abodance Index)

This study aims to find out the community of bird species in the Resort
Zone of the Intermediate Resort. As well as to find out the factors that influence
the presence of birds in the Resort Zone of the Intermediate Resort.
The results obtained are then processed by doing a systematic, actual and accurate
description in accordance with the facts encountered in the field with the
community of bird species, number, and activities carried out.

Keywords: Community of bird species in the Special Zone


6

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Komunitas Satwa


Burung di Zona Khusus Resort Masihulan” adalah benar karya saya dengan
arahan dari tim pembimbing dan sebelum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun.Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan mana puntidak diterbitkan dari penulisan laintelah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Jika
di kemudian hari terbukti mengandung plagiarism maka saya bersedia menerima
sanski apapun dari Universitas Pattimura.

Ambon, November 2018

Nensi Limehuwey
Nim : 2012 – 80 - 023
7

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
penulisan skripsi ini yang merupakan hasil dari penelitian yang berjudul,
Komunitas Satwa Burung di Zona Khusus Resort Masihulan Kawasan Taman
Nasional Manusela. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dilapangan
yang dilaksanakan selama satu bulan dan penulisan hasil juga membutuhkan
waktu tujuh bulan. Penelitian dan penulisan skripsi ini dibawah bimbingan Ir. J.
Ch. Hitipeuw,MScf dan M. M. S. Puttileihalat,S.Hut,MP Dalam pelaksanaan
penelitian hingga penulisan Skripsi terselesai, saya mendapat banyak dukungan
dan bantuan dari beberapa orang dan pihak. Atas dukungan dan bantuan tersebut,
saya memyampaikan ucapan terimah kasih yang setinggi – tingginya berturut –
turut kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian, Prof. Dr. Ir. J. M. Matinahoru.


2. Dr. Ir. G. S. J. Tomatala, M.Si selaku wakil Dekan I Fakultas Pertanian
3. Ir. S. Limba, MS dan Dr. Rhony S. Maail, S,Hut, M.Si selaku Ketua
dan Sekretaris Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura yang telah memberikan persetujuan dalam penulisan skripsi.
4. F. F. Tetelay, S.Hut, MP selaku Ketua Program Studi Kehutanan,
Fakultas Pertanian Universitas Pattimura yang telah membantu penulis
dalam pengurusan pelaksanaan penulisan skripsi.
5. Ir. J. Ch. Hitipeuw,MScF selaku pembimbing I dan M. M. S.
Puttileihalat, S.Hut,MP selaku pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan untuk memberikan
pengarahan serta bimbingan kepada penulis sehingga selesainya
penulisan skripsi ini.
8

6. L. Latupapua, S.Hut,MP selaku penguji I dan Billy Seipala, S.Hut,


MSc selaku penguji II yang telah menguji dan memberikan masukan
kepada penulis dalam penyempurnaan penulisan skripsi.
7. Staf dosen yang mana selalu memberikan support dan dukungan bagi
penulis mulai dari awal kulia sampai sekarang ini.
8. Staf pegawai Fakultas Pertanian yang telah membantu penulis dalam
mengurus administrasi perkuliahan samapai sekarang ini.
9. Kedua orang tuaku tercinta bapak Yeremias Limehuwey dan ibu Ruth
Limehuwey, dan lain-lain yang selalu memberikan motivasi dan
semangat kepada penulis dalam menyelasaikan penulisan Skripsi.
10. Teman-teman angkatan 2012 yang telah membantu penulis penulisan
Skripsi.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moral maupun
material mulai dari awal penulisan Skripsi hingga terselesainya dalam
penulisan Skripsi ini.

Dalam penulisan Skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, saran maupun kritik yang sifatnya membangun
sangat diharapkan demi penyempurnaan penulisan Skripsi.
Akhir kata semoga penulisan Skripsi dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan. Doaku Tuhan Yesus Kristus menyertai kita semua dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab kita masing-masing.

Ambon, November 2018

Nensi Limehuwey
9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………. i

PENGESAHAN…………………………………………………………ii

ABSTRAK………………………………………………………………iii

PERNYATAAN KEASLIAN…………………………………………. v

PRAKATA…………………………………………………………….. vi

DAFTAR ISI………………………………………………………….. vii

DAFTAR TABEL…………………………………………………….. viii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. ix

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang……………………………………………. .1

1.2. Rumusan Masalah…………………………………………..4

1.3. Tujuan Penelitian………………………………………… ..4

1.4. Luaran Penelitian………………………………………….. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Burung……………………………………………………... 5

2.2. Komunitas Burung………………………………………. ...6

2.3. Zonase Kawasan Taman Nasional………………………… 6

2.1.1. Zona Khusus………………………………………………8

2.2. Habitat dan Penyebaran…………………………………….9

2.3. Keanekaragaman Jenis Burung…………………………. ..11

3.4. Pergerakan Satwa Burung…………………………………12

III. METODE PENELITIAN


10

3.1. Tempat dan Waktu Penelian……………………………… ….15

3.2. Alat dan Objek Penelitian…………………………………….15

3.3. Metode Penelitian………………………………………….. ..15

3.3.1. Teknik Pengumpulan Data………………………………. ..18

3.3.2. Analisa Data………………………………………………. 18

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Keadaan Geografis………………………………………… ..20

4.2. Kondisi Iklim dan Topografi………………………………. .22

4.3. Keadaan Sosial Ekonomi…………………………………… 23

4.4. Kelembagaan……………………………………………… ..23

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Keanekaragaman Jenis Satwa Burung……………………… 25

5.2. Kelimpahan Satwa Burung…………………………………. 27

5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Burung…. 29

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan………………………………………………… 33

6.2. Saran………………………………………………………...33

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
11

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Jenis Satwa Burung Yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian………..25

2. Kelimpahan Jenis Satwa Burung Di Zona Khusus Taman Nasional

Manusela……………………………………………………………….27
12

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Metode IPA (Index Ponetuall de’ Abodance)………………...16

2. Peta Lokasi Penelitian………………………………………..17

3. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Manusela………..24

4. Buah Katok Hutan…………………………………………….29

5. Buah Beringin…………………………………………………29

6. Buah kes- kes…………………………………………………..29

7. Buah Pala Hutan……………………………………………….29


13

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Indonesia memiliki kekayaan dan keragaman jenis burung yang tinggi dan
menduduki peringkat keempat dari negara-negara yang kaya akan jenis burung
seperti Kolombia, Zaire dan Brazil. Terdapat 1.539 spesies burung yang dijumpai
di Indonesia (17% dari jumlah seluruh spesies burung di dunia), 381 spesies
diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia (Sijatnika dkk, 1995).
Burung merupakan jenis satwa yang mempunyai mobilitas yang tinggi dan
kemampuan beradaptasi yang luas pada suatu wilayah (Welty 1982; Dewi, 2005),
baik itu di kawasan-kawasan konservasi yang ditetapkan pemerintah seperti
Kawasan Suaka Alam (KSA), seperti Cagar Alam, Suaka Margasatwa, juga pada
Kawasan Pelestarian Alam (KPA) seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam,
Taman Hutan Rakyat, serta diluar kawasan-kawasan konservasi seperti lahan
perkebunan, lahan pertanian, areal permukiman, areal hutan tanaman, dan
kawasan budidaya lainnya.
Sujatnika dkk (1995) mengemukakan bahwa burung juga dapat dipakai
sebagai indikator keanekaragaman hayati pada satu tempat karena :
a. Burung hidup dan tersebar diseluruh bagian bumi, hampir diseluruh
habitat, dan diberbagai ketinggian tempat.
b. Burung sangat peka terhadap perubahan lingkungan.
c. Taksonomi burung telah mantap sehingga dapat dikatakan tidak ada lagi
perubahan.
d. Informasi mengenai penyebaran burung secara geografis dari setiap
spesies burung dibumi telah diketahui dan terdokumentasi dengan baik.
Pulau Seram yang berada di Propinsi Maluku adalah salah satu pulau yang
memiliki burung endemik terbanyak di Indonesia (Birdlife Internasional). Birdlife
internasional bahkan menyebutkan pulau Seram dan pulau – pulau kecil
disekitarnya sebagai salah satu Endemic Bird Area (EBA) seta memasukan pulau
Seram sebagai Important Bird Areas (IBA). Sampai saat ini, kondisi hutan di
14

pulau Seram masih tergolong baik, meskipun pada beberapa wilayah terutama
pada dataran rendah menjadi konstentrasi permukiman serta lahan olahan lainya
pada penduduk yang mendiami sepanjang pesisir pantai. Ancaman terhadap
daerah EBA adalah penebangan liar, ekstraksi kayu, pengeboran minyak, dan
perburuan burung-burung terutama jenis burung paruh bengkok seperti Kakatua
Maluku (Cacatua mollucenis), Nuri Raja Ambon (Alisterus amboinensis), dan
Nuri Kepala Hitam (Lorius domicella) yang merupakan jenis-jenis yang
dilindungi dan langka.
Pulau Seram terdapat salah satu kawasan konservasi alam yaitu kawasan
Taman Nasional Manusela dengan potensi keanekaragaman hayati (biodiversitas)
tertinggi yang tidak kalah menarik dengan kawasan konservasi lain yang ada di
Indonesia. Taman Nasional Manusela (TNM) merupakan gabungan antara dua
cagar alam yaitu Cagar Alam Wai Nua seluas 20.000 ha (Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor : 557/Kpts/Um/12/1972 tanggal 7 Desember 1972) dan
Cagar Alam Wai Mual seluas ±18.300 ha (Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor : 840/Kpts/Um/11/1980 tanggal 25 November 1980) serta perluasannya
yang berupa hutan produksi dan hutan lindung. Kedua areal tersebut diusulkan
untuk menjadi calon taman nasional dengan surat pernyataan Menteri Pertanian
Nomor : 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 dengan nama Taman
Nasional Manusela Wai Nua/Wai Mual.
Pada tanggal 23 Mei 1997, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor : 281/Kpts-VI/1997 tentang Penunjukan Taman Nasional
Manusela seluas 189.000 hektar, yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II
Maluku Tengah, Provinsi Daerah Tingkat I Maluku. Selanjutnya pada tanggal 8
April 2014, di tetapkan menjadi Taman Nasional Manusela melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 2583/Menhut-VII/KUH/2014 tentang
Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Manusela Seluas 174.545,59 hektar
(Seratus Tujuh Puluh Empat Ribu Lima Ratus EmpatPuluh Lima dan Lima Puluh
Sembilan) hektar yang terletak di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
15

Spesies kunci Taman Nasional Manusela yang menjadi prioritas


konservasi biodiversitas adalah jenis-jenis burung-burung endemik Pulau Seram.
Pada kawasan Taman Nasional Manusela terdapat tujuh belas (17) spesies burung
endemik Pulau Seram yaitu : Kakatua Seram (Cacatua moluccensis), Nuri kepala
hitam/Kasturi tengkuk ungu (Lorius domicella), Kasuari (Casuarius casuarius),
Cikukua Seram (Philemon subcorniculatus), Cekakak lazuli (Halycon lazuli),
Anis Maluku (Zoothera dumasi), Merpati Gunung Mada (Gymnophaps mada),
Nuri Maluku (Eos borneo), Nuri Telinga Biru (Eos semilarvata), Kepudang
Seram (Oriolus forsteni), Opior Dwiwarna (Tephrososterops stalkeri), Opior
Kepala-Kelabu (Lophozosterops pinaiae), Sikatan Buru (Ficedula buruensis),
Kipasan Seram (Rhipidura dedemi), Raja-Perling Seram (Basilornis corythaix),
Isep Madu Seram (Lichmera monticola), Cabai Kelabu (Dicraeum vulneratum).
Zona / Blok Khusus adalah bagian dari KSA/KPA yang ditetapkan sebagai
areal untuk pemukiman kelompok masyarakat dan aktivitas kehidupannya
dan/atau bagi kepentingan pembangunan sarana telekomunikasi dan listrik,
fasilitas transportasi dan lain-lain yang bersifat strategis. Dengan adanya Zona
Khusus dalam kawasan Taman Nasional Manusela luasnya 220,45 Ha, yang
menjadikan areal kawasan hutan yang digunakan untuk pembuatan jalan
transportasi yang sekarang dikenal sebagai jalan Trans Seram Saleman Masihulan
atau “SS” agar dapat mempermudah akses masyarakat yang melakukan perjalanan
dari arah Desa Waipirit bahkan Kota Masohi menuju ke Kota/Kecamatan ataupun
Desa seperti ; Desa Masihulan, Sawai, Roho, Kanike, Huaulu, Air Besar, Wahai,
Pasahari, Kobisonta, serta Bula. Maka dengan sendirinya setelah dibuka areal
kawasan hutan tersebut, habitat atau tempat hidup dari satwa liar terkhususnya
satwa burung yang berada pada sepanjang lokasi pembukaan areal hutan akan
mengalami perubahan bahkan vegetasi pun juga berubah, yang mulanya
vegetasinya rapat setelah dibuka kawasan hutan vegetasinya bahkan sudah tidak
rapat lagi, dan juga dapat menyebabkan menurunnya populasi dari satwa burung
tersebut.
16

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis ingin melakukan


penelitian dengan judul “Komunitas Satwa Burung di Zona Khusus Resort
Masihulan Kawasan Taman Nasional Manusela.

1.2 Rumusan Masalah


Sesusai dengan latar belakang ada beberapa masalah yang akan dilihat
dalam penelitian ini yaitu :
1. Jenis-jenis burung apa saja pada komunitas burung yang menggunakan
areal Zona Khusus Resort Masihulan sebagai tempat melakukan aktivitas
harian ?
2. Faktor -faktor apa saja yang mempengaruhi kehadiran satwa burung pada
Zona Khusus Resort Masihulan ?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui komunitas satwa burung pada Zona Khusus Resort
Masihulan.
2. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kehadiran satwa burung
pada Zona
Khusus Resort Masihulan.

1.4 Luaran Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber
informasi tentang keberadaan komunitas satwa burung yang berada pada areal
Zona Khusus Resort Masihulan Kecamatan Seram Utara Barat Kabupaten
Maluku Tengah, bagi instansi terkait lainnya pada Pemerintah Kabupaten Maluku
Tengah guna tindakan pelestarian dan pemanfaatannya, dan sebagai sumber
informasi bagi calon peneliti baru yang ingin melakukan penelitian lanjutan
terkait dengan judul tersebut.
17

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Burung
Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu margasatwa yang mudah
dijumpai hampir disetiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai
salah satu kekayaan satwa di Indonesia. Jenisnya sangat beranekaragam dan
masing-masing jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Untuk hidupnya burung
memerlukan syarat-syarat tertentu, antara lain ialah kondisi habitat yang cocok
dan aman dari segala macam gangguan (Wisnubudi, 2009).
Burung merupakan salah satu diantara lima kelas hewan bertulang
belakang, Burung berdarah panas dan berkembang biak dengan bertelur, sisik
berubah menjadi bulu. Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki bermacam-macam
adaptasi untuk terbang (Rohadi dan Harianto, 2011). Klasifikasi ilmiah burung
pada buku yang ditulis oleh Rohadi dan Harianto (2011) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Aves
Interaksi dalam komunitas burung dapat mempengaruhi ekosistem pada
satu daerah. Lebih lanjut, Bibby dkk (2000) dan Desmawati (2010) menerangkan
bahwa penelitian tentang burung merupakan hal yang sangat penting karena
burung bersifat dinamis dan mampu menjadi indikator perubahan lingkungan
yang terjadi pada tempat burung tersebut berada. Menurut Sujatnika dkk (1995)
informasi hasil penelitian dan inventarisasi dibutuhkan sebagai panduan dasar
penyusunan skala prioritas yang layak dijadikan acuan dalam rencana pelestarian
keanekaragaman hayati. Hal ini dikarenakan burung merupakan vertebrata yang
mudah terlihat secara umum, mudah diidentifikasi, dengan persebaran yang luas,
namun dalam pengelolaan dan konservasinya cenderung tidak banyak dilakukan
diwilayah yang kelimpahan burungnya tinggi termasuk Indonesia.
18

2.2. Komunitas Burung


Komunitas adalah seluruh populasi jenis yang hidup dalam ruang dan
waktu yang sama (Begon et al., 2006; Mangguran, 1994 ).Menurut Odum (1993
),Komunita adalah kumpulan populasi yang pada lingkungan tertentu, saling
berinteraksi dan bersama-sama membentuk tingkat tropic dan meteboliknya.
Sebagai suatu kesatuan, Komunitas mempunyai seperangkat karakteristik yang
hanya mencerminkan keadaan dalam komunitas saja,bukan pada masing-
masingorganismependukungnya saja.
Komunitas burung adalah dari beberapa induvidu jenis burung yang hidup
bersama dalam waktu dan ruang yang sama (Wiens, 1989). Komunitas burung di
pengaruhi factor topografi, sejarah dan pengaruh dari pulau biogeografi,
perubahan musim sumber daya alam dan iklim, keanekaragaman habitat,
perubahan habitat dan pengaruh pesingnya seperti burung dan kelompok hewan
lain (Rahayuningsih et al., 2007). Menurut Kerbs (2013) struktur komunitas
memilki lima tipologi atau karakteristik, yaitu keanekaragaman, domonasi, bentuk
dan struktur pertumbuhan , kelimpahan relative serta struktur trofik.
Kaban (2013) menemukan komunitas burung di tegakan puspa yang
tersusun dari 11 kategori kelompok guild. Ketegori kelompok guild tersebut
adalah pemakan danging, pemakan buah di bagian rajuk, pemakan buah-buahan
yang berserakan di lantai hutan, pemakan biji-bijian, pemakan serangga di serasah
atau lantai hutan, pemakan serangga sambal melanyang, pemakan serngga dan
penghisap nectar, pemakan serangga dan buah-buahan, pemakan invertebrate dan
vertebrata.

2.3. Zonasi Kawasan Taman Nasional

Satu keunggulan TN dibandingkan dengan KK lain adalah bahwa


pengelolaannya didasarkan zonasi. Adanya zonasi atau tata ruang yang didasarkan
pada kondisi riil dilapangan memungkinkan dibangunnya sistem pengelolaan
yang tepat sasaran sehingga tujuan pengelolaan TN secara menyeluruh dapat
19

tercapai. Dalam bagian ini dijelaskan secara ringkas batasan dan hakikat zonasi,
tujuan dan manfaat dari sistem zonasi, serta kriteria yang berlaku dalam penetapan
zonasi.
Tujuan dan manfaat Pasal 1 dalam Permenhut no. P.56/Menhut-II/2006
tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan zona TN adalah wilayah di dalam kawasan TN yang dibedakan menurut
fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Tujuan
zonasi adalah untuk menciptakan pola pengelolaan yang efektif dan optimal
sesuai dengan kondisi dan fungsinya. Manfaat sistem zonasi didasarkan pada
kondisi dilapangan, tujuan pengelolaan masing-masing zona dan proses penetapan
yang harus melibatkan para pemangku kepentingan yang lain.
Kriteria zonasi Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006
tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional merinci sistem dan kriteria zonasi
dalam TN meliputi zona sebagai berikut : Inti, Rimba, Pemanfaatan, Tradisional,
Rehabilitasi, Religi, Budaya dan Sejarah, Khusus.
Peraturan Menteri Kehutanan tersebut dikeluarkan dengan
mempertimbangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 1998 tentang
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Pasal 30, Ayat (2) yang
menetapkan pengelolaan TN didasarkan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti,
zona pemanfaatan, zona rimba dan atau zona lainnya. Pada Tabel 1 dapat dilihat
kriteria yang dipertimbangkan dalam penetapan zona, yaitu aspek konservasi,
luasan, kondisi lingkungan dan letaknya.
Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam rangka zonasi
TN diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bentuknya antara lain sebagai berikut :
a. Memberi saran, informasi dan pertimbangan;
b. Memberikan dukungan dalam pelaksanaan kegiatan zonasi;
c. Melakukan pengawasan kegiatan zonasi; dan
d. Ikut menjaga dan memelihara zonasi.
20

Penetapan zonasi TN ditentukan berdasarkan: 1) potensi sumber daya alam


hayati dan ekosistemnya; 2) tingkat interaksi dengan masyarakat setempat; dan 3)
kepentingan efektivitas pengelolaan kawasan yang harus dilakukan. Selain tiga
dasar penetapan zonasi tersebut, ada tiga hal penting lainnya yang harus
diperhatikan dalam menentukan/membagi zonasi, yaitu: 1) jenis zona yang
dibutuhkan; 2) luas masing-masing zona; dan 3) lokasi zona. Untuk merumuskan
hal tersebut, pengkajian dan pemahaman terhadap sumber daya alam hayati dan
ekosistem kawasan TN dengan seluruh unsur yang ada di dalamnya mutlak
diperlukan. Penetapan zonasi TN tidak bersifat permanen serta dapat dilakukan
penyesuaian dan perubahan sesuai dengan perkembangan dan kepentingan
pengelolaan TN, kondisi potensi sumber daya alam dan ekosistemnya, serta
kepentingan interaksi dengan masyarakat. Dimungkinkan setiap tiga tahun sekali
dilakukan evaluasi terhadap perkembangan dan efektivitas zonasi.

2.1.1. Zona Khusus


Ada beberapa hal yang membedakan zona khusus dari zona lain di TN
maupun kawasan di luar Taman Nasional :
1. Zona khusus adalah bagian dari TN untuk mengakomodasi masyarakat
dan pemanfaatan oleh masyarakat. Masyarakat menjadibagian integral
dari TN. Zona khusus tidak dilepaskanpisahkan dari TN dan tidak
dialihfungsikan, tetapi masyarakat tetap diintegrasikan dalam TN dan
pengelolaannya.
2. Zona khusus merupakan bagian dari kawasan masyarakat berbasis
konservasi. Masyarakat mempunyai hak akses dan hak kelola, tetapi
disertai kewajiban memenuhi fungsi kawasan sebagai KK. Semua
aktivitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya diwajibkan
mengikuti tata ruang yang telah disepakati dengan pihak TN dan
dilakukan secara ramah lingkungan tanpa mengurangi fungsi
konservasi kawasan.
21

3. Masyarakat, zona khusus, dan TN merupakan kesatuan. Pengelolaan


TN harus terkait dengan pengelolaan zona khusus dan pengelolaan
zona khusus merupakan bagian dari pengelolaan TN.
4. Zona khusus perlu diatur dan dikelola oleh lembaga-lembaga khusus
secara multipihak dan kolaboratif.
5. Zona khusus mengharuskan adanya aturan main khusus dan cara kerja
yang berbeda dibandingkan dengan di luar zona khusus. Misalnya,
aturan pembatasan jumlah atap seperti diberlakukan di TN Ujung
Kulon.
6. Dalam zona khusus ada tata ruang. Kegiatan masyarakat ditentukan
oleh penataan ruang, berarti ada wilayah pertanian (organik) dan
pemukiman, tetapi juga wilayah pemanfaatan hutan, wilayah
konservasi dan rehabilitasi.
7. Dalam zona khusus ada sarana-prasarana yang sesuai dengan
kebutuhan dan ramah lingkungan. Masyarakat berhak memperoleh
sarana dan prasarana umum yang dibutuhkan, seperti jalan, sekolah,
penyediaan air minum, dan sarana kesehatan. Akan tetapi, semua
sarana dibangun sebanyak mungkin dari bahan yang dapat
diperbaharui dan dapat didaur ulang. Sarana itu dibangun dengan
memperhatikan kaidah lingkungan.
8. Zona khusus didukung oleh Permenhut No. 19 Tahun 2004 tentang
pengelolaan kolaboratif dan Permenhut No. 56 Tahun 2006 tentang
zonasi.
9. Penetapan zona khusus didasarkan atas kesepakatan secara multi pihak

2.2. Habitat dan Penyebaran


Habitat adalah suatu kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik
fisik maupun abiotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai
tempat hidup serta berkembang biak satwa liar (Alikodra 2002). Habitat secara
sederhana dapat dikatakan sebagai tempat hidup burung itu berada. Pada
22

prinsipnya burung memerlukan tempat untuk mencari makan, berlindung,


berkembang biak, dan bermain. Habitat merupakan bagian penting bagi distribusi
dan jumlah burung (Bibby et al. 2000).Alikodra (2002) menyatakan bahwa
penyebaran suatu jenis burung disesuaikan dengan kemampuan pergerakannya
atau kondisi lingkungan seperti pengaruh luas kawasan, ketinggian tempat dan
letak geografis.Burung merupakan kelompok satwaliar yang paling merata
penyebarannya, yang disebabkan karena kemampuan terbang yang dimilikinya.
Burung sebagai salah satu komponen ekosistem hutan, dimana
kehadirannya dalam ekosistem hutan memiliki arti penting bagi kelangsungan
siklus kehidupan dalam hutan tersebut. Burung memerlukan tempat atau ruang
yang digunakan untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain dan tempat
berkembang biak (Alikodra ,1980). Tipe habitat utama pada jenis burung sangat
berhubungan dengan kebutuhan hidup dan aktivitas hariannya. Tipe burung terdiri
dari tipe burung hutan (forest birds), burung hutan kayu terbuka (open woodland
birds), burung lahan budidaya (cultivated birds), burung pekarangan rumah (rural
birds area), burung pemangsa (raptor birds) dan burung air atau perairan (water
birds) (Kurnia, 2003).
Penyebaran vertikal pada jenis-jenis burung dapat dilihat dari stratifikasi
ruang pada profil hutan. Berdasarkan stratifikasi profil hutan maka dapat
diperoleh gambaran mengenai burung dalam memanfaatkan ruang secara vertikal
yang terbagi dalam kelompok burung penghuni bagian paling atas tajuk hutan,
burung penghuni tajuk utama, burung penghuni tajuk pertengahan, penghuni tajuk
bawah, burung penghuni semak dan lantai hutan. Selain itu juga terdapat
kelompok burung yang sering menghuni batang pohon. Penyebaran jenis-jenis
burung sangat dipengaruhi oleh kesesuaian tempat hidup burung, meliputi
adaptasi burung terhadap lingkungan, kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan
pakan, dan seleksi alam (Peterson, 1980). Banyak spesies burung yang hanya
menempati habitat tertentu atau tahapan tertentu dari suatu habitat (Primack,
Supriatna, Indrawa, dan Kramadibrata, 1998).
23

Beberapa spesies burung tinggal di daerah-daerah tertentu tetapi banyak


spesies yang bermigrasi secara teratur dari suatu daerah ke daerah yang lain sesuai
dengan perubahan musim. Jalur migrasi yang umum dilewati oleh burung yaitu
bagian Utara dan Selatan bumi yang disebut latitudinal. Pada musim panas,
burung-burung bergerak atau tinggal di daerah sedang dan daerah-daerah sub
Arktik dimana terdapat tempat-tempat untuk makan dan bersarang serta kembali
ke daerah tropik untuk beristirahat selama musim salju. Beberapa spesies burung
melakukan migrasi altitudinal yaitu ke daerah-daerah pegunungan selama musim
panas dan ini terdapat di Amerika Utara bagian Barat (Pratiwi, 2005).

2.3. Keanekaragaman Jenis Burung


Keanekaragaman jenis burung dapat digambarkan sebagai kekayaan atau
jumlah jenis burung yang ditemukan pada suatu kawasan, dimana secara
morfologi dan biologi berbeda antara jenis yang satu dengan jenis yang lain.
Dalam ekologi umumnya keanekaragaman hayati mengarah pada komposisi dari
suatu profil habitat yang mendukung derajat kelimpahan satwa liar dengan tipe
habitatnya. Keanekaragaman jenis burung mengandung beragam manfaat dan
memerankan berbagai fungsi, sehingga pelestariannya menjadi sangat penting
baik ditinjau dari sudut ekonomi, sosial maupun budaya (Alikodra,1990).
Keanekaragaman burung didefinisikan sebagai jumlah jenis burung
beserta kelimpahannya masing-masing di suatu area. Menurut Sukmantoro dan
Irham, (2007) dan Zulfan (2009) mencatat 1.598 jenis burung untuk wilayah
Indonesia, dan dari jumlah tersebut, diketahui 372 jenis (23,28 %) diantaranya
adalah jenis burung endemik dan 149 jenis (9,32 %) adalah burung migran.
Keanekaragaman jenis burung berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, hal
ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhinya.menyebutkan bahwa ada 6 faktor yang
saling berkaitan yang menentukan naik turunnya keanekaragaman jenis suatu
komunitas yaitu: waktu, heterogenitas, ruang, persaingan, pemangsaan, dan
kestabilan lingkungan dan produktivitas (Syafrudin, 2011).
24

Distribusi vertikal dari dedaunan atau stratifikasi tajuk merupakan faktor


yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung.Keanekaragaman merupakan
khas bagi suatu komunitas yang berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah
individu tiap jenis sebagai komponen penyusun komunitas (Helvoort, 1981).
Menurut Orians (1969) diacu dalam Wisnubudi (2009) faktor lain yang
menentukan keanekaragaman jenis burung pada suatu habitat adalah kerapatan
kanopi. Habitat yang mempunyai kanopi yang relatif terbuka akan digunakan oleh
banyak jenis burung untuk melakukan aktivitasnya, dibandingkan dengan habitat
yang rapat dan tertutup.

2.4. Pergerakan Satwa Burung.


Pergerakan adalah suatu strategi dari individu ataupun populasi untuk
menyesuaikan dan memanfaatkan keadaan lingkungannya agar dapat hidup dan
berkembang biak secara normal. Pergerakan individu yang menyebar dari tempat
tinggalnya, biasanya secara perlahan-lahan dan mencakup wilayah yang tidak
begitu luas disebut dispersi.Dispersi individu ataupun anggota populasi dapat
terjadi melalui tiga bentuk yaitu emigrasi, imigrasi, dan migrasi (Irwan,
1992).Salah satu bentuk pergerakan satwa liar terutama burung adalah migrasi
(Alikodra, 1990). Menurut (Mac Kinnon dkk., 1998), migrasi adalah gerakan
pindah secara musiman di antara dua wilayah geografis
Migrasi dapat dibedakan menjadi tiga (Alikodra, 1990) yaitu:
a. Migrasi musiman adalah migrasi yang terjadi karena perubahan iklim
dengan cara menurut garis lintang dan ketinggian tempat maupun secara
lokal.
b. Migrasi harian biasanya disebut juga dengan pergerakan harian yang
disebabkan oleh berbagai jenis satwa liar termasuk burung dalam jangka
waktu 24 jam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Mereka mempunyai tempat-tempat yang jelas untuk tempat
tidur, berlindung, mencari makan dan air, dan tempat berkembang biak.
25

c. Migrasi perubahan bentuk adalah migrasi yang biasa terdapat pada


serangga yang mempunyai beberapa tingkat kehidupan (telur – larva -
stadium dewasa).
Pola pergerakan lainnya adalah nomad, yaitu pergerakan individu ataupun
populasi yang tidak tetap dan sulit dikenali secara pasti. Hal ini berbeda dengan
kegiatan migrasi, dimana migrasi merupakan pergerakan yang dilakukan dengan
arah dan rute yang tetap mengikuti kondisi lingkungan dan akan kembali ke
wilayah asalnya (Alikodra, 1990).

2.5. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Burung


Anonimous (1985) dalam Ngamel (1998), menyatakan bahwa ada faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi habitat yang mana hal tersebut dibedakan
kedalam dua faktor utama, sebagai berikut :
1) Faktor pendukung
a. Pakan satwa
Ketersediaan jumlah dan mutu pakan sepanjang tahun merupakan jaminan
bagi kondisi habitat yang baik.
b. Air
Tersedianya air yang cukup bagi satwa sepanjang musim membuat kondisi
habitat menjadi baik, sehingga satwa menjadi betah tinggal di dalamnya dan
kemungkinan bermigrasi keluar suaka untuk mencari air menjadi lebih kecil
c. Tempat berlindung (Cover)
Tempat berlindung amat diperlukan bagi satwa agar mereka merasa aman
tentram tinggal di dalamnya. Biasanya ini merupakan hutan alam asli
yangmasih utuh dan merupakan zonasi inti atau zonsai rimba.
2) Faktor perusak
a. Over populasi
Tingkat populasi yang melampaui daya dukung habitat dapat
mengakibatkan kerusakan habitat satwa itu sendiri. Gejala yang nampak atas
terjadinya over populasi adalah perpindahan satwa yang keluar habitat
26

aslinya untuk mencari habitat lain lebih baik.


b. Aktivitas manusia
Penebanganliar, pembakaran hutan dan perladangan berpindah serta
kebutuhan manusia akan garapan, pemukiman dan sebagainya merupakan
faktor perusak yang dominan terhadap habitat satwa di alam bebas.
c. Aktivitas alam
Bencana alama yang tidak dapat dikuasai oleh manusia juga
merupakan faktor perusak habitat seperti kebakaran hutan secara alami dan
sebagainya. Ancaman yang paling utama pada keanekaragaman hayati
adalah rusakdan hilangnya habitat, dan cara yang paling baik untuk
melindungi keanekaragaman hayati adalah memelihara habitat. Telah
diketahui bahwa kerusakan habitat merupakan hal yang paling besar
dampaknya dan menyebabkan kelompok vertebrata terancam punah, dan hal
ini juga berlaku bagi kelompok-kelompok lain seperti invertebrata,
tumbuhan, dan jamur (Primack dkk, 1998).Secara umum, spesies yang
terancam punah memiliki jumlah dan ukuran populasi yang kecil serta
habitat-habitat yang terisolasi dan terfragmentasi. Saat ini hampir seluruh
hutan dataran rendah mengalami kerusakan yang luas, puluhanjenis burung
yang dulunya hanya berstatus ”resiko - rendah”, kini tidak ada lagi yang
memiliki tempat untuk menyelamatkan diri, dan langsung masuk
kedalamstatus terancam kepunahan (Sukmantoro dkk, 2007).
27

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Zona Khusus Resort Masihulan Taman Nasional
Mansuela (Jalan Trans Seram Saleman Masihulang), yang berlangsung pada bulan
Januari – Maret 2018

3.2. Alat dan Objek Penelitian


Alat yang digunakan meliputi:
a. Alat tulis – menulis untuk mencatat jenis satwa burung yang ditemukan.
b. Pita meter untuk mengukur jalur lintasan penelitian.
c. Tally sheet untuk mengisi jenis satwa, jumlah serta aktivitas yang
dilakukan.
d. Jam tangan untuk melihat waktu aktivitas satwa burung.
e. Teropong Binokuler untuk mengamati satwa burung dari kejauhan.
f. Global Position Sistem (GPS) untuk menentukan titik start penelitian.
g. Kamera Digital untuk dokumentasi penelitian.
h. Laptop untuk mengolah data hasil penelitian.
Objek penelitian yaitu jenis satwa burung yang ditemukan di Zona Khusus
Resort Masihulan, Kecamatan Seram Utara Barat, Kabupaten Maluku Tengah.

3.3. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode IPA (Index
Ponctuall de’Abodance) dengan tahapan kerja sebagai berikut :

a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan langkah awal penilitian, meliputi :
1. Studi pustaka : mencari, mengumpulkan, membaca dan mempelajari
referensi yang berkaitan dengan objek penelitian.
2. Orientasi lapangan : mendapatkan gambaran tentang kondisi yang terjadi
dilapangan.
28

b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dilapangan meliputi :
1. Penentuan titik start awal penelitian menggunakan GPS dengan pusat
koordinat di depan Kantor Resort Masihulan.
2. Penentuan 10 stasiun pengamatan, dengan panjang stasiun pengamatan
1000 meter, lebar pengamatan stasiun 50 meter serta jarak antar stasiun
125 meter.
3. Pengamatan satwa burung meliputi jenis dan aktivitas yang dilakukan
berdasarkan waktu aktif burung, yaitu :
 Pukul 06.00 WIT – 08.00 WIT pengamatan satwa burung yang keluar
untuk mencari makan, bermain dan aktivitas lainnya yang ditemukan
selama penelitian berlangsung
 11.00 WIT – 13.00 WIT pengamatan jenis burung yang beristirahat di
sekitar lokasi penelitian.
 16.00 WIT – 18.00 WIT pengamatan satwa burung yang kembali dari
sekitar lokasi penelitian.
4. Pengamatan kondisi habitat yang digunakan satwa burung untuk makan,
bermain, beristirahat maupun aktivitas lainnya di sekitar lokasi penelitian.

125 m

50 m 1000 m

Gambar 3.1 Metode IPA ( Index Ponctuall de’Abodance )


29

Gambar 3.2 Peta Lokasi Penelitian


30

3.3.1. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer
Data primer umumnya adalah data yang diperoleh langsung dilapangan
yaitu jenis satwa burung, aktivitas satwa burung dan kondisi habitat dari satwa
burung di lokasi penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data pelengkap data primer, berupa keadaan umum
lokasi penelitian.Data ini diperoleh dari studi literatur dari buku, jurnal maupun
skripsi penelitian sebelumnya, instansi terkait yaitu Balai Taman Nasional
Manusela, BMKG.

3.3.2. Analisa Data


Untuk menganalisis datauntuk Kelimpahan Relatif Jenis Burung (IKR)
digunakan rumus :
∑ Individu Suatu Jenis Spesies (ni)
IKR = X 100 %
∑ Total Individu Yang Ditemukan (N)

Sedangkan untuk menghitung nilai Indeks Keanekaragaman (H’) digunakan


rumus :

Sebaran jenis satwa burung mempunyai hubungan yang erat dengan vegetasi
maka:
Jika nilai indeks keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman
jenisnya rendah, jika diantara 1 – 3 berarti keanekaragaman jenis sedang. Jika
lebih dari 3 berarti keanekaragaman jenisnya tinggi.
Hasil yang diperoleh kemudian diolah secara metode deskripsi yaitu
dengan melakukan deskripsi secara sistematis, aktual dan akurat sesuai dengan
fakta yang ditemukan dilapangan serta mengkaji secara mendalam mengenai
31

komuntas jenis burung, jumlah, aktivitas yang dilakukan serta kondisi habitatnya
(sumber pakan, air, tempat bermain, tempat beristirahat).
32

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Keadaan Geografis


4.1.1. Letak dan Luas
Taman Nasional Manusela (TNM) secara geografis terletak antara 129o9'3"-
129o46'14"BT dan 2o48'24"- 3o18'24"LS. Secara administratif kawasan Taman
Nasional Manusela termasuk di wilayah Kecamatan Seram Utara yang
berkedudukan di Wahai dan Kecamatan Seram Selatan di Tehoru, Kabupaten
Maluku Tengah, Propinsi Maluku. Berdasarkan SK penetapan Menteri Kehutanan
Nomor 2583/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 8 April 2014, kawasan Taman
Nasional Manusela memiliki luas 174.545,59 Ha.
Kawasan Taman Nasional Manusela berbatasan dengan : sebelah Utara,
berbatasan dengan garis pantai sebelah barat Desa Pasahari, Tanjung Mual sampai
Labuan Aisele menuju ke selatan Desa Solea menyusuri anak sungai Wai
Teluaran menuju Desa Roho, Sawai dan mengikuti garis pantai ke arah barat
menuju Desa Saleman. Sebelah Timur, membentang mulai dari Desa Laimu di
Kawasan Seram Selatan ke utara menuju Desa Manusela, Maraina, Kanikeh
kembali ke arah timur menuju Dusun Hatuolo menyusuri sungai Wae Isal sampai
ke Desa Pasahari. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Desa Laimu, Maneoratu,
Tehua, Wolu, Teluti Baru, Mosso, Hatumete, Hatu, Piliana, Yaputih sampai ke
Desa Saunulu. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan TNS terus ke arah
utara sampai Desa Saleman.
Taman Nasional Manusela secara ekologis memiliki tujuh tipe vegetasi,
yaitu berturut-turut dari pantai ke puncak gunung Binaya adalah sebagai berikut :
a. Hutan mangrove (mangrove formation)
Vegetasi mangrove merupakan jalur sempit, letaknya tepat di belakang
pantai berpasir yang agak tinggi di sepanjang pantai utara. Perkembangan
terbaik terdapat di sepanjang Tanjung Mual dan Muara Wai Isal. Jenis
tumbuhan dominan antara lain Tancang (Sonneratia alba), Bakau-bakauan
33

(Rhyzopora acuminata, Rhyzopora mucronata), Bruguiera sexangula,


Api-api ( Avicenia sp) dan Nipah (Nypa fructicans).
b. Vegetasi pantai (beach formation)
Vegetasi di TNM berkembang dengan baik di sepanjang pantai utara yang
berpasir dari ketinggian 0 – 5 m dpl . Di daerah pesisir bagian selatan
(walaupun di luar kawasan) sudah jarang ditemukan vegetasi pantai alami.
Jenis-jenis tumbuhan yang dominan adalah Ipomea pescaprea, Svinivax
litoralis, Terminalia cattapa, Pandanus sp, Casuarina equisetifolia.
c. Hutan rawa dataran rendah (lowland swamp forest)
Formasi ini merupakan kelompok-kelompok kecil yang perkembangannya
kurang baik, letaknya di belakang hutan mangrove diUtara dengan
ketinggian 5 – 100 m dpl. Jenis-jenis tumbuhan yang dominan adalah
Nauclea sp, Ficus nodosa, Baringtonia racemosa, Eugenia sp,
Callophyllum soulatri, Callophyllum inophyllum, Alstonia scholaris,
Anthocephaluscadamba. Daerah ini, khususnya di sekitar Wai Isal dan
Wai Mual. Pada musim kemarau yang berkepanjangan daerah ini sangat
rawan kebakaran.
d. Vegetasi tebing sungai (riverbank vegetation)
Tipe vegetasi ini perkembangannya sangat baik di sepanjang sungai-sungai
utama: Wai Mual dan lembah Wai Kawa. Jenis-jenis yang ditemukan di
daerah ini antara lain: benuang ( Octomeles sumatrana), Ficus sp, Litsea
sp, Eugenia spp, Diospyros sp, Vitex gofasus dan Alstonia spectabilis.
e. Hutan hujan dataran rendah (lowland rain forest)
Tipe vegetasi ini menutupi sebagian besar dataran rendah Wai Mual dan
lembah wai Kawa dibagian utara sampai dengan ketinggian 500 meter dpl.
Jenis-jenis penyusunnya antara lain meranti (Shorea seilanica, Shorea
montigena), kayu kapur ( Hopea spp), kayu raja (Koompassia
malaccensis), kenari (Canarium spp), bintanggur (Callophyllum
inophyllum), merbau (Intsia bijuga), pala hutan (Myristica succdaea,
Myristica aromatea), dan Kayu cina (Podocarpus sp )
34

f. Hutan hujan pegunungan (mountaine rain forest)


Tipe vegetasi ini dijumpai di seluruh pegunungan Murkele, dan gunung
Kobipoto, pada ketinggian antara 500 - 1.500 mdpl. Jenis-jenis yang
ditemukan adalah Agathis alba, Agathis phillipinensis, Casuarina
montana, Duabanga moluccana, Diospyros polocentera, Pterocarpus
blumeii. Hutan hujan pegunungan juga kaya akan jenis-jenis rotan dan
liana, tetapi secara umum dapat dikatakan hutannya dengan tumbuhan
bawahnya yang jarang. Pada tempat yang lebih tinggi tumbuhan bawahnya
bertambah dengan perdu dari jenis Impatens sp, Dianella sp, Brumania sp,
Dacrydium sp, Phyllocladus sp, dan Podocarpus sp
g. Hutan lumut (alpine/moist forest)
Hutan lumut terletak di atas ketinggian 1.500 meter dpl, dan ditandai
dengan pohon-pohonnya yang berukuran kecil dengan berbagai bentuk
yang tertutup dengan lumut dan paku-pakuan yang biasanya tumbuh di
atas tanah atau sebagai epifit. Tumbuhan utama antara lain Rhododendron
sp dan Angiostris sp.

4.2. Kondisi Iklim Dan Topografi

Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schamid dan Perguson kawasan


Taman Nasional Manusela termasuk dalam daerah dengan tipe iklim A dengan
nilai Q 27,9. Rata – rata curah hujan tahunan berkisar 1500 – 2500 mm dengan
temperatur udara 25 - dengan kelembaban uadara rata – rata 82, 90 – 93,
50%.
Kawasan Taman Nasional Manusela mencakup 20% dari keseluruhan luas
pulau Seram. Keadaan topografinya sebagian besar bergelombang dan lahannya
merupakan pegunungan kapur. Kemiringan berkisar antara 30 – 60% mulai dari
gunung Murkele sampai gunung binaya yang merupakan puncak tertinggi.
Sebagian besar kawasan ini memiliki kelerengan yang sangat terjal dengan
lembah – lembah yang dalam. Bagian yang relatif landai berada dibagian utara
35

sekitar Wahai dan Sasarata serta bagian selatan di daerah Hatumete, Hatu dan
Woke.
Berdasarkan ketinggian tempat diatas permukaan laut kawasan Taman
Nasional Manusela dapat dibedakan menjadi empat kategori yaitu :
1. Dataran rendah dibawah ketinggian 500 m dpl.
2. Dataran tinggi antara 500 -1500 m dpl.
3. Dataran pegunungan dengan ketinggian antara 1500-2500 m dpl.
4. Zona sub-alphin dengan ketinggian antara 2500-3.027 m dpl.

4.3. Keadaan Sosial Ekonomi


Terdapat 31 negeri/dusun yang berbatasan secara langsung dengan Taman
Nasional Manusela. Ada beberapa yang berupa daerah pesisir dan pegunungan
sebagaimana pada lokasi di Resort Sawai - Masihulan yang berbatasan langsung
dengan Negeri Masihulan dan Negeri Sawai serta Resort Sasarata yang berbatasan
langsung dengan Negeri Air Besar dan Negeri Pasahari. Masyarakat di daerah
penyangga Taman Nasional Manusela mempunyai profesi yang bivalen (petani
dan nelayan), ada yang berburu, berdagang, berkebun dan sebagainya.

4.4. Kelembagaan
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-
II/2002 tanggal 22 Juni 2002, maka Balai Taman Nasional Manusela adalah Balai
Taman Nasional Tipe C yang terdiri dari 2 (dua) seksi wilayah. Kemudian
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.07/MenLHK-II/2007 tanggal 1 Februari
2007, Balai Taman Nasional Manusela termasuk Balai Taman Nasional Tipe B.
36

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Manusela


SK. KEPALA BALAI NO. 22 / IV-T.48 / 10 / 2016
37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Keanekaragaman Jenis Satwa Burung


Berdasarkan hasil pengamatan di Resort Masihulan Zona Khusus Taman
Nasional Manusela, teridentifikasi jenis - jenis burung sebagai berikut dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 5.1 Jenis Satwa Burung Yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian
Jenis Burung ni/N log
No. Famili Jumlah
Nama Indonesia Nama Latin ni/N
1 Berinji Emas Ixos affinis Pycnonotidae 3 0.0112
2 Betet Kelapa Paruh Besar Tanygnathus megalorynchos Psittacidae 20 0.0481
3 Cabai Kelabu Dicaeum vulneratum Dicaeidae 6 0.0195
4 Ceret Coklat Bradipterus cataneus Locustellidae 7 0.0220
5 Cikukua Seram Philemon subcorniculatus Meliphagidae 14 0.0372
6 Cui Nectarinia spp Nectarinidae 12 0.0332
7 Elang Bondol Haliastur indus Accipitridae 11 0.0311
8 Gagak Hutan Corvus enca Corvidae 7 0.0220
9 Julang Irian / Rangkong Rhycticeros plicatus Bucerotidea 22 0.0515
10 Kacamata Gunung Zosterops montanus Nectarinidae 15 0.0391
11 Kakatua Seram Cacatua molucenssis Psittacidae 12 0.0332
12 Kipasan Seram Rhipidura dedemi Muscicapidae 10 0.0289
13 Mata Merah/ Perling Ungu Aplonis metalica Anhingidae 24 0.0547
14 Merpati Gunung Mada Gymnophaps mada Columbidae 7 0.0220
15 Nuri Bayan Exlectus roratus Psittacidae 10 0.0289
16 Nuri Maluku/Perkici Merah Eos bornea Psittacidae 22 0.0515
17 Nuri Pipi Merah Geoffroyus geoffroyi Psittacidae 8 0.0244
18 Nuri Raja Ambon Alisterus amboinesis Psittacidae 6 0.0195
19 Pergam Mata Putih Ducula perspicillata Columbidae 9 0.0267
20 Perkici Pelangi Trichoglossus haematodus Psittacidae 16 0.0410
21 Raja Perling Seram Basilornis corythaix Sturnidae 8 0.0244
22 Raja Udang Halcyon lazuli Alcedinidae 4 0.0141
23 Rajawali Kus-kus Aquila gurneyi Accipitridae 8 0.0244
24 Walet Sapi (Sariting) Collocalia esculenta Hemiprocnidae 334 0.1447
25 Srigunting Lencana Dirurus bracteatus Hemiprocnidae 4 0.0141
26 Tepekong Kumis Hemiprocne mystacea Hemiprocnidae 6 0.0195
27 Uncal Besar Reinwardtoe ina reinwardtii Columbidae 5 0.0169
28 Walik dada lembayung Ptilinopus viridis Columbidae 9 0.0267
29 Elang Alap Kelabu Accipiter novaehollandiae Accipitridae 1 0.0045
∑= 620 H’= 1,0018
Sumber : Data Primer, 2018
38

Hasil analisis indeks keanekaragaman (H’) pada lokasi penelitian adalah


1,0018. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman jenis satwa burung pada Zona
Khusus Resort Masihulan Taman Nasional Manusela termasuk dalam kategori
keragaman jenis burung yang sedang (medium), disemua stasiun pengamatan
ditemukan sebanyak 29 jenis burung dengan jumlah individunya 620 ekor. Indeks
keragaman (H’) yang diperoleh dari penelitian ini , sama-sama memiliki indeks
keragaman yang sedang (medium), jika dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan pada kawasan Taman Nasional Manusela hanya saja berbeda lokasi
yang vegetasinya lebih rapat dan keragaman vegetasi adalah 1,0018 lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian Rumasoreng (2016) pada lokasi Hutan Wai Illi
menemukan 30 jenis dengan Indeks keragaman Jenis (H’) 1,2057.
Menurut Widodo (2009) menyatakan bahwa, habitat yang kondisinya baik
dan jauh dari gangguan manusia serta didalamnya mengandung bermacam-macam
sumber pakan, memungkinkan memiliki jenis burung yang banyak. Penjelasan
tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini, karena penelitian ini dilakukan
pada areal Zona Khusus Taman Nasional Manusela yang dulunya areal hutan
dengan vegetasi yang masih sangat rapat kemudian dibuka dan dikhususkan untuk
pembuatan jalan nasional “Trans Seram” ruas jalan Saleman – Masihulan.
sehingga diperolehlah hasil jenis yang ditemukan seperti pada hasil perhitungan
diatas (tabel 1), dimana nilai keragaman yang diperoleh sedang (medium).
Kebalikan dari pernyataannya Widodo (2009), bahwa, pada lokasi
pengamatan telah ditemukan bahwa, kondisi habitatnya yang kurang baik dengan
adanya gangguan dari aktivitas manusia, aktivitas kendaraan yang melintas
disepanjang jalan trans seram zona khusus.
39

5.2. Kelimpahan Satwa Burung

Tabel 5.2 Kelimpahan Jenis Satwa Burung Pada Zona Khusus Taman
Nasional Manusela
Nama Jenis Satwa Burung Kelimpahan
No. Famili Relatif
Indonesia Latin
1 Berinji Emas Ixos affinis Pycnonotidae 0.48%
2 Betet Kelapa Paruh Besar Tanygnathus megalorynchos Psittacidae 3.23%
3 Cabai Kelabu Dicaeum vulneratum Dicaeidae 0.97%
4 Ceret Coklat Bradipterus cataneus Locustellidae 1.13%
5 Cikukua Seram Philemon subcorniculatus Meliphagidae 2.26%
6 Cui Nectarinia spp Nectarinidae 1.94%
7 Elang Bondol Haliastur indus Accipitridae 1.77%
8 Gagak Hutan Corvus enca Corvidae 1.13%
9 Julang Irian Rhycticeros plicatus Bucerotidea 3.55%
10 Kacamata Gunung Zosterops montanus Nectarinidae 2.42%
11 Kakatua Seram Cacatua molucenssis Psittacidae 1.94%
12 Kipasan Seram Rhipidura dedemi Muscicapidae 1.61%
13 Mata Merah / Perling Ungu Aplonis metalica Anhingidae 3.87%
14 Merpati Gunung Mada Gymnophaps mada Columbidae 1.13%
15 Nuri Bayan Exlectus roratus Psittacidae 1.61%
16 Nuri Maluku/Perkici Merah Eos bornea Psittacidae 3.55%
17 Nuri Pipi Merah Geoffroyus geoffroyi Psittacidae 1.29%
18 Nuri Raja Ambon Alisterus amboinesis Psittacidae 0.97%
19 Pergam Mata Putih Ducula perspicillata Columbidae 1.45%
20 Perkici Pelangi Trichoglossus haematodus Psittacidae 2.58%
21 Raja Perling Seram Basilornis corythaix Sturnidae 1.29%
22 Raja Udang Halcyon lazuli Alcedinidae 0.65%
23 Rajawali Kus-kus Aquila gurneyi Accipitridae 1.29%
24 Walet Sapi (Sariting) Collocalia esculenta Hemiprocnidae 53.87%
25 Srigunting Lencana Dirurus bracteatus Hemiprocnidae 0.65%
26 Tepekong Kumis Hemiprocne mystacea Hemiprocnidae 0.97%
27 Uncal Besar Reinwardtoeina reinwardtii Columbidae 0.81%
28 Walik dada lembayung Ptilinopus viridis Columbidae 1.45%
29 Elang Alap Kelabu Accipiter novaehollandiae Accipitridae 0.16%
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan nilai frekuensi relatif kehadiran spesies burung disemua titik


pada (Tabel 2) menunjukkan bahwa burung Walet sapi (Collocalia esculenta)
hampir ditemukan di semua titik, karena kebiasan beraktifitas saat terbang yang
mengelompok sehingga memiliki nilai frekuensi relatif tertinggi yaitu 53,87%.
Sebanyak 4 spesies satwa burung memiliki nilai frekuensi sebesar 3,23 – 3,55 %.
40

Sedangkan sebanyak 3 spesies satwa burung memiliki nilai frekuensi sebesar 2,26
– 2,58 %, berikut sebanyak 11 spesies satwa burung yang ditemukan memiliki
nilai frekuensi relatif sebesar 1,13 – 1,45 dan yang paling sedikit dijumpai pada
lokasi penelitian sebanyak 8 spesies satwa burung dengan presentase sebesar 0,16
– 0,97 %.
Wiens (1992) menyatakan bahwa ketersediaan pakan dalam suatu tipe
habitat merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Hal ini
juga berkaitan dengan adanya kemampuan burung untuk memilih habitat yang
sesuai dengan ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan hidupnya. Kelimpahan
relatif sangat dipengaruhi oleh jumlah individu dari masing- masing spesies
burung yang dijumpai selama pengamatan.
Spesies burung Walet Sapi /Sariting (Collocalia esculenta) merupakan
spesies burung yang memiliki total indeks kelimpahan relatif tertinggi yaitu
53,87% karena, jenis ini merupakan burung yang suka berkelompok dan alasan
berkelompok tersebut adalah musim berkembangbiak dari burung tersebut.
Menurut Marzuki dkk (2002) dalam Umagap (2007) menjelaskan bahwa Musim
berbiak Walet Sapi banyak ditandai dengan adanya sekawanan burung yang saling
berkejar kejaran pada saat terbang. Secara alami Walet sapi akan memilih musim
kawin dan berbiak menjelang musim hujan, hal ini berkaitan dengan
melimpahnya makanan berupa serangga-serangga kecil.
Berbeda dengan jenis burung lainnya yang memiliki nilai indeks
kelimpahan relatif dan frekuensi perjumpaan yang rendah. Hal tersebut
disebabkan oleh kondisi habitat yang sedikit terbuka sehingga beberapa jenis
burung yang aktivitasnya (makan, bersarang, dll) biasa ditemui pada lokasi yang
vegtasinya lebih rapat tidak banyak dijumpai serta adanya beberapa perilaku
ekologis burung yang lebih suka beraktivitas secara individu atau tidak dalam
kelompok. Keanekaragaman burung didefinisikan sebagai jumlah jenis burung
beserta kelimpahannya masing-masing disuatu area.
41

5.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Burung

A. Pakan
Pada lokasi penelitian ditemukannya jenis yang sedang melakukan aktivitas
makan yaitu burung Cikukua Seram (Philemon subcorniculatus) dan Sesap Madu
(Nectarinia jugularis). Jenis pakan yang dikonsumsi oleh burung Cikuka Seram
(Philemon subcorniculatus) adalah buah Katok Hutan juga buah Kes – Kes
sedangkan burung Sesap madu (Nectarinia jugularis) justru mengambil nektar
yang terdapat pada bunga Katok Hutan Sekalipun yang ditemukan pada saat
aktivitas makan hanya dua jenis burung tersebut, namun bukan berarti pada lokasi
penelitian hanya terdapat vegetasi Katok Hutan saja yang menjadi pakan burung,
ada juga vegetasi yang berbunga maupun berbuah seperti ; Beringin (Ficus
benjamina), Bintanggur Hutan (Calophyllum soulatri), Pala Hutan (Myristica sp) ,
Gondal (Ficus septica) . Selain dari vegetasi yang berbuah dan berbunga, terdapat
beberapa jenis vegetasi lain yang merupakan pakan satwa burung yang ditemukan
pada lokasi belum mengalami musim berbunga atau berbuah antara lain ; Alale,

Gersen Hutan, Ulisane, Wako, Nama latin jenis jenis Ini siki (Palaqium
sp) yang menjadi pakan dari jenis satwa burung pemakan buah seperti dari famili
Bucerotidae ; Rangkong (Rhyticeros plicatus), famili Columbidae ; Merpati
Gunung Mada (Gymnophaps mada), Pergam Mata Putih (Ducula perspicillata),
Walik Dada Lembayung (Ptilinopus viridis), famili Corvidae ; Gagak Hutan
(Corvus enca), famili Psittacidae ; Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus),
Nuri Bayan (Exlectus roratus), Nuri Raja Ambon (Alisterus ambinensis), Betet
Kelapa Paruh Besar (Tanygnathus megalorynchos), famili Pycnonotidae ; Berinji
Emas (Ixos affinis), serta famili Sturnidae ; Raja Perling Seram (Basilornis
corythaix).
42

Dapatdilihat pada gambar berikut :

a. b.

c. d.
Gambar 5.1 (a) Buah Katok Hutan (b) Buah Beringin
(c) Buah Kes – Kes (d) Buah Pala Hutan
43

B. Air
Air bagi satwa liar merupakan salah satu faktor utama dalam habitat. Air
bagi sata liar diperlukan unuk memenuhi kebutuhan minum, berkembang, dll.
Alikodra (1990) mengatakan bahwa sawa liar memerlukan air untuk berbagai
proses yaitu pencernaan makanan, metabolism, mengangkut bahan - bahan sisa
dan untuk pendinginan untuk proses evaporasi. Penjelasan tersebut sama halnya
dengan satwa burung yang memerlukan air pula bahwa, teridentifikasi pada lokasi
penelitian bahwa jumlah air yang tersedia bagi satwa burung cukup baik,
sekalipun beberapa sungai yang terdapat pada tepi jalan kering, satwa burung
mendapatkan air dari embun yang terdapat pada dedaunan, pucuk daun, maupun
cabang pohon akibat dari hujan yang turun terus menerus pada lokasi penelitian.

C. Cover
Cover atau tempat berlindung, maupun bemain dalam hal ini yang
berperan adalah kerapatan vegetasinya. Apabila nilai kerapatan dari vegetasi
tinggi berarti dapat melindungi jenis satwa burung dari gangguan faktor luar. Hal
ini sesuai dengan pendapat Wiersum (1973) dalam Alikodra (1979) menyatakan
bahwa kerapatan yang tinggi dari vegetasi akan memberikan keragaman dan
kekayaan yang tinggi pula. Satwa burung yang ditemukan pada lokasi penelitian
menggunakan vegetasi berikut sebagai tempat berlindung ataupun bertengger
antara lain : jenis pohon Beringin oleh burung Pombo Hijau dan Perkici Merah,
dan Walik Dada Lembayung, pohon Bintanggur Hitam digunakan oleh jenis
burung Raja Perling Seram, jenis pohon Giawas Hutan oleh satwa burung jenis
Nuri Pipih Merah dan Julang Irian (Rangkong), jenis vegetasi Katok Hutan oleh
Cikukua Seram, jenis vegetasi lain adalah Matoa yang digunakan oleh beberapa
jenis burung untuk bertengger ataupun tempat berlindung seperti Cikukua Seram,
Perkici Merah, Kacamata Gunung, Betet Kelapa Paruh Besar, serta Julang Irian
(Rangkong), jenis vegetasi Papeda digunakan oleh jenis burung Cikuka Seram,
sedangkan jenis vegetasi Pulaka digunakan oleh Kacamata Gunung dan Walet
Maluku, jenis vegetasi lain yaitu Raja digunakan oleh satwa burung Cabai Kelabu
44

dan jenis vegetasi Siki oleh Kakatua Seram, untuk jenis vegetasi Tawang dan
Yaimamiane digunakan oleh Pombo Hijau dan Kipasan Seram, dapat dilihat pada
gambar dibawah :

a. b.

Gambar 5.2 (a) Burung Cikukua Seram yang sedang bertengger di pohon Samama
(b) Burung Rajawali Kus – Kus yang sedang bertengger di pohon
Gersen Hutan
45

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

1. Jenis Burung yang terdapat pada Zona Khusus Kawasan Taman Nasional
Manusela ditemukan sebanyak 29 jenis dengan keragaman jenis yang
sedang, serta kelimpahan jenis burung tertinggi adalah Walet Sapi/
Sariting (Collocalia esculenta) sedangkan 28 jenis burung lainnya
memiliki kelimpahan yang rendah.
2. Faktor yang mempengaruhi keberadaan satwa burung pada lokasi
penelitian adalah pakan burung, air, serta cover atau tempat berlindung.
Terdapat beberapa jenis vegetasi yang ditemukan menghasilkan bunga
maupun buah seperti ; buah Katuk Hutan, serta bunga dan buah Kes -
kes sedangkan, beberapa jenis vegetasi lainnya yang biasanya menjadi
pakan satwa burung penghisap nektar maupun pemakan buah seperti ;
alale, gersen hutan, siki, ulisane, wako belum mengalami musim berbunga
maupun berbuah. Burung yang ditemukan juga mendapatkan air dari
embun yang terdapat pada dedaunan, pucuk daun, maupun cabang pohon
akibat dari hujan yang turun. Burung yang ditemukan juga menggunakan
beberapa vegetasi untuk covernya antara lain ; Beringin, Bintanggur
Hitam, Giawas Hutan, Katok Hutan, Papeda, Pulaka, dan Siki.

6.2. Saran

Adapun saran yang penulis sampaikan adalah ;

1. Diperlukannya penelitian lanjutan secara berkala pada lokasi penelitian


tersebut dalam hal membandingkan keragaman jenis satwa burung pada
Zona Khusus dengan jenis satwa burung pada lokasi yang vegetasinya
lebih rapat di dalam hutan.
2. Perlu adanya peningkatan pengawasan terkait dengan keragaman jenis
dalam hal ini satwa burung agar tidak terjadi terjadi perburuan liar secara
diam – diam.
46

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra. H. S. 1990; Pengelolaan Satwaliar Jilid, Pusat Antar Universitas Ilmu


Hayati Institut Pertannian Bogor.
Beehler. Bruce. M, Thane. K. PRATT, Dale A. ZIMMERMAN. 2001, Burung
Burung Di Kawasan Papua. Bird Life International Indonesian Programme.
Jakarta.
Bibby, C., Jones, M. Dan Marsden, 2000.Survei burung I. SMKG Mardi Yuana.
Bogor. Diakses tanggal 12 septemer 2017
_______, 2010; Teknik Pengelolaan Satwaliar ( Dalam Rangka Mempertahankan
Kenanekaragaman Hayati Indonesia. IPB Press.
Coates Brian, J. dan K. David. BISHOP, 1997. Burung-Burung di Kawasan
Wallacea Panduan Lapangan Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara
Desmawati, I. 2010. Studi distriusi jenis-jenis burung dilindungi perundang
undangan indonesia di kawasan wonorejo, surabaya. Institusi teknologi
sepuluh november. Surabaya. Diakses 12 September 2017, pukul 14.00
WIT.
Dewi, T. S. 2005. Kajian keanekaragaman jenis burung di berbagai tipe lanskap
hutan tanaman pinus. (Skripsi).Jurusan Konservasi sumberdaya Hutan dan
Ekosistem Fakultas Kehutansan.Institusi Pertanian Bogor. Bogor
Fachrul Melati. F, 200S8; Metode Sampling Bioekologi, Bumi Aksara.
Howes,J. Bakewell, D. & Yus Rusila Noor. 2003. Panduan studi burung pantai.
Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor
Hohnholz, Juergen. 1988.Ekology, Seri Studi Pertanian, kerjasama GTZ Jerman
dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Kimbal, 1999.Buku panduan satwa gemira loka.Erlangga, Jakarta.
Kurnia, I. 2003. Studi keanekaragaman jenis burung untuk pengembangan wisata
birdwacthing di kampus IPB darmaga.(Skripsi).Institut pertanian Bogor.
Bogor
MacKINNON. John, Kathy.MacKINNON, Graham CHILD, and Jim THORSELL.
1993, Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika, UGM
Press. Jogja.
Pratiwi, A. 2005.Pengamatan Burung Di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah
II Bekol Dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis. Laporan kegiatan
Pengendali ekosistem hutan, taman nasional Baluran
47

Rohadi, D dan S. P. Harianto. 2011. Keanekaragaman jenis burung di rawa


Universitas Lampung. (Skripsi). Jurusan Kehutanan. Universitas Lampung,
Bandar Lampung
Sujatnika, Jepson, P.Soeharto. 1995. Melestarikan keanekaragaman hayati
indonesia: pendekatan burung endemik (conserving Indonesia
Biodiversity : the bird area approach). PHPA & Birdlife International
program – Indonesia Proggrame. Jakarta.
Sujanitka, Paul Jepson, Tony R. Soehartono, Mike. J. Crobsy dan Ani
Mardiastuty; 1995,Melestarikan Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Pendekatan Daerah Burung Endemik, BirdLife International, Indonesian
Programme. Jakarta.
Syarifudin, D. 2011. Keanekaragaman jenis urung padabeberapa tipe habitat di
tambling wildlife nature conservetion (INCW). (skripsi). Diakses tanggal
12 september 2017
O’CONNOR. Raymond. J, Michel SHRUB; 1986, Farming and Birds, Cambridge
University Press, CAMBRIDGE, United Kingdom.
Petocz.Ronald, 1994, Mamalia Darat Irian Jaya. WWF Indonesian Programme,
Gramedia, Jakarta.
WHITFIELD. Philip, 1992. Tier-Enzyklopadie, Delphins Grosse. Vemag VerlagKoln
-Deutschland.
Https://faskalis.blogspot.co.id/2016/02/sejarah-kawasan-taman-nasionalmanusela.
html?m=1. Diakses pada tanggal 30 Januari 2018, pukul 10.37 WIT.
48

LAMPIRAN

Lampiran 5. Dokumentasi Jenis Satwa Burung yang ditemukan di Zona Khusus


Kawasan TN. Manusela

Kakatua Seram (Cacatua moluccensis)

Pergam Mata Putih


(Duculaperspicillata ) Mata Merah (Aplonis metalica)
49

Raja Perling Seram ( Basilornis corythaix ) Ceret Coklat (Bradipterus cataneus)

Elang Bondol (Haliastur indus)


50

Kacamata Gunung (Zosterops montanus)

Perkici Pelangi Betet Kelapa Paruh Besar


(Trichoglossus haematodus) (Tanygnathus megalorynchos)
51

Merpati Gunung Mada (Gymnophaps mada) Rajawali Kus – Kus (Aquila gurneyi )

Nuri Pipi Merah (Geoffroyus geoffroyi) Cabai Kelabu ( Dicaeum vulneratum)


52

Cikukua Seram (Philemon subcorniculatus) Raja Udang (Halcyon lazuli)

Walet Sapi/Sariting ( Collocalia esculenta) Elang Alap Kelabu


(Accipiter novaehollandiae)
53

Pengamatan Burung Pada Lokasi Penelitian di Zona Khusus Kawasan


TN. Manusela

Anda mungkin juga menyukai