Oleh
NENSI LIMEHUWEY
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
2
Nensi Limehuwey
NIM: 2012 - 80 – 023
SKRIPSI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
3
PENGESAHAN
Pembimbing I Pembimbing II
Mengesahkan Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Jurusan Kehutanan
ABSTRAK
Kondisi habitat yang berubah akibat gangguan masa lampau dapat mempengaruhi
komunitas burung disekitar Resort Masihulan Kawasan Taman Nasional
Manusela. Sepsis kunci Taman Nasional Manusela yang menjadi prioritas
konservasi biodiversitas adalah jenis – jenis burung – burung endemic pulau
seram. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
metode IPA (Index Ponctuall de’ Abodance)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunitas satwa burung pada Zona
Khusus Resort Masihulan. Serta untuk mengetahui faktor – faktor yang
mempengaruhi kehadiran satwa burung pada Zona Khusus Resort Masihulan.
Hasil yang di peroleh kemudian di olah dengan melakukan deskripsi secara
sistematis, aktual dan akurat sesuai dengan fakta yang di temui di lapangan
dengan komunitas jenis burung, jumlah, dan aktifitas yang di lakukan.
ABSTRACT
LIMEHUWEY NENSI The Bird Community in the Special Zone of the Stillulan
Resort of the Manusela National Park. Supervised by Ir. J.Ch.Hitipeuw and
M.M.S. Puttileihalat.
The condition of the habitat that has changed due to past disturbances can
affect the bird communities around the Stillulan Resort of the Manusela National
Park Region. The key sepsis of Manusela National Park which is a priority for
biodiversity conservation is the species of spooky endemic islands. This research
is a descriptive study using the IPA method (Ponctuall de 'Abodance Index)
This study aims to find out the community of bird species in the Resort
Zone of the Intermediate Resort. As well as to find out the factors that influence
the presence of birds in the Resort Zone of the Intermediate Resort.
The results obtained are then processed by doing a systematic, actual and accurate
description in accordance with the facts encountered in the field with the
community of bird species, number, and activities carried out.
Nensi Limehuwey
Nim : 2012 – 80 - 023
7
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
penulisan skripsi ini yang merupakan hasil dari penelitian yang berjudul,
Komunitas Satwa Burung di Zona Khusus Resort Masihulan Kawasan Taman
Nasional Manusela. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dilapangan
yang dilaksanakan selama satu bulan dan penulisan hasil juga membutuhkan
waktu tujuh bulan. Penelitian dan penulisan skripsi ini dibawah bimbingan Ir. J.
Ch. Hitipeuw,MScf dan M. M. S. Puttileihalat,S.Hut,MP Dalam pelaksanaan
penelitian hingga penulisan Skripsi terselesai, saya mendapat banyak dukungan
dan bantuan dari beberapa orang dan pihak. Atas dukungan dan bantuan tersebut,
saya memyampaikan ucapan terimah kasih yang setinggi – tingginya berturut –
turut kepada :
Nensi Limehuwey
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………. i
PENGESAHAN…………………………………………………………ii
ABSTRAK………………………………………………………………iii
PERNYATAAN KEASLIAN…………………………………………. v
PRAKATA…………………………………………………………….. vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. ix
I. PENDAHULUAN
2.1. Burung……………………………………………………... 5
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan………………………………………………… 33
6.2. Saran………………………………………………………...33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
11
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
Manusela……………………………………………………………….27
12
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
5. Buah Beringin…………………………………………………29
I. PENDAHULUAN
pulau Seram masih tergolong baik, meskipun pada beberapa wilayah terutama
pada dataran rendah menjadi konstentrasi permukiman serta lahan olahan lainya
pada penduduk yang mendiami sepanjang pesisir pantai. Ancaman terhadap
daerah EBA adalah penebangan liar, ekstraksi kayu, pengeboran minyak, dan
perburuan burung-burung terutama jenis burung paruh bengkok seperti Kakatua
Maluku (Cacatua mollucenis), Nuri Raja Ambon (Alisterus amboinensis), dan
Nuri Kepala Hitam (Lorius domicella) yang merupakan jenis-jenis yang
dilindungi dan langka.
Pulau Seram terdapat salah satu kawasan konservasi alam yaitu kawasan
Taman Nasional Manusela dengan potensi keanekaragaman hayati (biodiversitas)
tertinggi yang tidak kalah menarik dengan kawasan konservasi lain yang ada di
Indonesia. Taman Nasional Manusela (TNM) merupakan gabungan antara dua
cagar alam yaitu Cagar Alam Wai Nua seluas 20.000 ha (Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor : 557/Kpts/Um/12/1972 tanggal 7 Desember 1972) dan
Cagar Alam Wai Mual seluas ±18.300 ha (Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor : 840/Kpts/Um/11/1980 tanggal 25 November 1980) serta perluasannya
yang berupa hutan produksi dan hutan lindung. Kedua areal tersebut diusulkan
untuk menjadi calon taman nasional dengan surat pernyataan Menteri Pertanian
Nomor : 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 dengan nama Taman
Nasional Manusela Wai Nua/Wai Mual.
Pada tanggal 23 Mei 1997, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor : 281/Kpts-VI/1997 tentang Penunjukan Taman Nasional
Manusela seluas 189.000 hektar, yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II
Maluku Tengah, Provinsi Daerah Tingkat I Maluku. Selanjutnya pada tanggal 8
April 2014, di tetapkan menjadi Taman Nasional Manusela melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 2583/Menhut-VII/KUH/2014 tentang
Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Manusela Seluas 174.545,59 hektar
(Seratus Tujuh Puluh Empat Ribu Lima Ratus EmpatPuluh Lima dan Lima Puluh
Sembilan) hektar yang terletak di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
15
1.4 Luaran Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber
informasi tentang keberadaan komunitas satwa burung yang berada pada areal
Zona Khusus Resort Masihulan Kecamatan Seram Utara Barat Kabupaten
Maluku Tengah, bagi instansi terkait lainnya pada Pemerintah Kabupaten Maluku
Tengah guna tindakan pelestarian dan pemanfaatannya, dan sebagai sumber
informasi bagi calon peneliti baru yang ingin melakukan penelitian lanjutan
terkait dengan judul tersebut.
17
2.1. Burung
Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu margasatwa yang mudah
dijumpai hampir disetiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai
salah satu kekayaan satwa di Indonesia. Jenisnya sangat beranekaragam dan
masing-masing jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Untuk hidupnya burung
memerlukan syarat-syarat tertentu, antara lain ialah kondisi habitat yang cocok
dan aman dari segala macam gangguan (Wisnubudi, 2009).
Burung merupakan salah satu diantara lima kelas hewan bertulang
belakang, Burung berdarah panas dan berkembang biak dengan bertelur, sisik
berubah menjadi bulu. Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki bermacam-macam
adaptasi untuk terbang (Rohadi dan Harianto, 2011). Klasifikasi ilmiah burung
pada buku yang ditulis oleh Rohadi dan Harianto (2011) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Aves
Interaksi dalam komunitas burung dapat mempengaruhi ekosistem pada
satu daerah. Lebih lanjut, Bibby dkk (2000) dan Desmawati (2010) menerangkan
bahwa penelitian tentang burung merupakan hal yang sangat penting karena
burung bersifat dinamis dan mampu menjadi indikator perubahan lingkungan
yang terjadi pada tempat burung tersebut berada. Menurut Sujatnika dkk (1995)
informasi hasil penelitian dan inventarisasi dibutuhkan sebagai panduan dasar
penyusunan skala prioritas yang layak dijadikan acuan dalam rencana pelestarian
keanekaragaman hayati. Hal ini dikarenakan burung merupakan vertebrata yang
mudah terlihat secara umum, mudah diidentifikasi, dengan persebaran yang luas,
namun dalam pengelolaan dan konservasinya cenderung tidak banyak dilakukan
diwilayah yang kelimpahan burungnya tinggi termasuk Indonesia.
18
tercapai. Dalam bagian ini dijelaskan secara ringkas batasan dan hakikat zonasi,
tujuan dan manfaat dari sistem zonasi, serta kriteria yang berlaku dalam penetapan
zonasi.
Tujuan dan manfaat Pasal 1 dalam Permenhut no. P.56/Menhut-II/2006
tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan zona TN adalah wilayah di dalam kawasan TN yang dibedakan menurut
fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Tujuan
zonasi adalah untuk menciptakan pola pengelolaan yang efektif dan optimal
sesuai dengan kondisi dan fungsinya. Manfaat sistem zonasi didasarkan pada
kondisi dilapangan, tujuan pengelolaan masing-masing zona dan proses penetapan
yang harus melibatkan para pemangku kepentingan yang lain.
Kriteria zonasi Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006
tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional merinci sistem dan kriteria zonasi
dalam TN meliputi zona sebagai berikut : Inti, Rimba, Pemanfaatan, Tradisional,
Rehabilitasi, Religi, Budaya dan Sejarah, Khusus.
Peraturan Menteri Kehutanan tersebut dikeluarkan dengan
mempertimbangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 1998 tentang
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Pasal 30, Ayat (2) yang
menetapkan pengelolaan TN didasarkan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti,
zona pemanfaatan, zona rimba dan atau zona lainnya. Pada Tabel 1 dapat dilihat
kriteria yang dipertimbangkan dalam penetapan zona, yaitu aspek konservasi,
luasan, kondisi lingkungan dan letaknya.
Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam rangka zonasi
TN diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bentuknya antara lain sebagai berikut :
a. Memberi saran, informasi dan pertimbangan;
b. Memberikan dukungan dalam pelaksanaan kegiatan zonasi;
c. Melakukan pengawasan kegiatan zonasi; dan
d. Ikut menjaga dan memelihara zonasi.
20
3.3. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode IPA (Index
Ponctuall de’Abodance) dengan tahapan kerja sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan langkah awal penilitian, meliputi :
1. Studi pustaka : mencari, mengumpulkan, membaca dan mempelajari
referensi yang berkaitan dengan objek penelitian.
2. Orientasi lapangan : mendapatkan gambaran tentang kondisi yang terjadi
dilapangan.
28
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dilapangan meliputi :
1. Penentuan titik start awal penelitian menggunakan GPS dengan pusat
koordinat di depan Kantor Resort Masihulan.
2. Penentuan 10 stasiun pengamatan, dengan panjang stasiun pengamatan
1000 meter, lebar pengamatan stasiun 50 meter serta jarak antar stasiun
125 meter.
3. Pengamatan satwa burung meliputi jenis dan aktivitas yang dilakukan
berdasarkan waktu aktif burung, yaitu :
Pukul 06.00 WIT – 08.00 WIT pengamatan satwa burung yang keluar
untuk mencari makan, bermain dan aktivitas lainnya yang ditemukan
selama penelitian berlangsung
11.00 WIT – 13.00 WIT pengamatan jenis burung yang beristirahat di
sekitar lokasi penelitian.
16.00 WIT – 18.00 WIT pengamatan satwa burung yang kembali dari
sekitar lokasi penelitian.
4. Pengamatan kondisi habitat yang digunakan satwa burung untuk makan,
bermain, beristirahat maupun aktivitas lainnya di sekitar lokasi penelitian.
125 m
50 m 1000 m
1. Data Primer
Data primer umumnya adalah data yang diperoleh langsung dilapangan
yaitu jenis satwa burung, aktivitas satwa burung dan kondisi habitat dari satwa
burung di lokasi penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data pelengkap data primer, berupa keadaan umum
lokasi penelitian.Data ini diperoleh dari studi literatur dari buku, jurnal maupun
skripsi penelitian sebelumnya, instansi terkait yaitu Balai Taman Nasional
Manusela, BMKG.
Sebaran jenis satwa burung mempunyai hubungan yang erat dengan vegetasi
maka:
Jika nilai indeks keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman
jenisnya rendah, jika diantara 1 – 3 berarti keanekaragaman jenis sedang. Jika
lebih dari 3 berarti keanekaragaman jenisnya tinggi.
Hasil yang diperoleh kemudian diolah secara metode deskripsi yaitu
dengan melakukan deskripsi secara sistematis, aktual dan akurat sesuai dengan
fakta yang ditemukan dilapangan serta mengkaji secara mendalam mengenai
31
komuntas jenis burung, jumlah, aktivitas yang dilakukan serta kondisi habitatnya
(sumber pakan, air, tempat bermain, tempat beristirahat).
32
sekitar Wahai dan Sasarata serta bagian selatan di daerah Hatumete, Hatu dan
Woke.
Berdasarkan ketinggian tempat diatas permukaan laut kawasan Taman
Nasional Manusela dapat dibedakan menjadi empat kategori yaitu :
1. Dataran rendah dibawah ketinggian 500 m dpl.
2. Dataran tinggi antara 500 -1500 m dpl.
3. Dataran pegunungan dengan ketinggian antara 1500-2500 m dpl.
4. Zona sub-alphin dengan ketinggian antara 2500-3.027 m dpl.
4.4. Kelembagaan
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-
II/2002 tanggal 22 Juni 2002, maka Balai Taman Nasional Manusela adalah Balai
Taman Nasional Tipe C yang terdiri dari 2 (dua) seksi wilayah. Kemudian
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.07/MenLHK-II/2007 tanggal 1 Februari
2007, Balai Taman Nasional Manusela termasuk Balai Taman Nasional Tipe B.
36
Tabel 5.2 Kelimpahan Jenis Satwa Burung Pada Zona Khusus Taman
Nasional Manusela
Nama Jenis Satwa Burung Kelimpahan
No. Famili Relatif
Indonesia Latin
1 Berinji Emas Ixos affinis Pycnonotidae 0.48%
2 Betet Kelapa Paruh Besar Tanygnathus megalorynchos Psittacidae 3.23%
3 Cabai Kelabu Dicaeum vulneratum Dicaeidae 0.97%
4 Ceret Coklat Bradipterus cataneus Locustellidae 1.13%
5 Cikukua Seram Philemon subcorniculatus Meliphagidae 2.26%
6 Cui Nectarinia spp Nectarinidae 1.94%
7 Elang Bondol Haliastur indus Accipitridae 1.77%
8 Gagak Hutan Corvus enca Corvidae 1.13%
9 Julang Irian Rhycticeros plicatus Bucerotidea 3.55%
10 Kacamata Gunung Zosterops montanus Nectarinidae 2.42%
11 Kakatua Seram Cacatua molucenssis Psittacidae 1.94%
12 Kipasan Seram Rhipidura dedemi Muscicapidae 1.61%
13 Mata Merah / Perling Ungu Aplonis metalica Anhingidae 3.87%
14 Merpati Gunung Mada Gymnophaps mada Columbidae 1.13%
15 Nuri Bayan Exlectus roratus Psittacidae 1.61%
16 Nuri Maluku/Perkici Merah Eos bornea Psittacidae 3.55%
17 Nuri Pipi Merah Geoffroyus geoffroyi Psittacidae 1.29%
18 Nuri Raja Ambon Alisterus amboinesis Psittacidae 0.97%
19 Pergam Mata Putih Ducula perspicillata Columbidae 1.45%
20 Perkici Pelangi Trichoglossus haematodus Psittacidae 2.58%
21 Raja Perling Seram Basilornis corythaix Sturnidae 1.29%
22 Raja Udang Halcyon lazuli Alcedinidae 0.65%
23 Rajawali Kus-kus Aquila gurneyi Accipitridae 1.29%
24 Walet Sapi (Sariting) Collocalia esculenta Hemiprocnidae 53.87%
25 Srigunting Lencana Dirurus bracteatus Hemiprocnidae 0.65%
26 Tepekong Kumis Hemiprocne mystacea Hemiprocnidae 0.97%
27 Uncal Besar Reinwardtoeina reinwardtii Columbidae 0.81%
28 Walik dada lembayung Ptilinopus viridis Columbidae 1.45%
29 Elang Alap Kelabu Accipiter novaehollandiae Accipitridae 0.16%
Sumber : Data Primer, 2018
Sedangkan sebanyak 3 spesies satwa burung memiliki nilai frekuensi sebesar 2,26
– 2,58 %, berikut sebanyak 11 spesies satwa burung yang ditemukan memiliki
nilai frekuensi relatif sebesar 1,13 – 1,45 dan yang paling sedikit dijumpai pada
lokasi penelitian sebanyak 8 spesies satwa burung dengan presentase sebesar 0,16
– 0,97 %.
Wiens (1992) menyatakan bahwa ketersediaan pakan dalam suatu tipe
habitat merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Hal ini
juga berkaitan dengan adanya kemampuan burung untuk memilih habitat yang
sesuai dengan ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan hidupnya. Kelimpahan
relatif sangat dipengaruhi oleh jumlah individu dari masing- masing spesies
burung yang dijumpai selama pengamatan.
Spesies burung Walet Sapi /Sariting (Collocalia esculenta) merupakan
spesies burung yang memiliki total indeks kelimpahan relatif tertinggi yaitu
53,87% karena, jenis ini merupakan burung yang suka berkelompok dan alasan
berkelompok tersebut adalah musim berkembangbiak dari burung tersebut.
Menurut Marzuki dkk (2002) dalam Umagap (2007) menjelaskan bahwa Musim
berbiak Walet Sapi banyak ditandai dengan adanya sekawanan burung yang saling
berkejar kejaran pada saat terbang. Secara alami Walet sapi akan memilih musim
kawin dan berbiak menjelang musim hujan, hal ini berkaitan dengan
melimpahnya makanan berupa serangga-serangga kecil.
Berbeda dengan jenis burung lainnya yang memiliki nilai indeks
kelimpahan relatif dan frekuensi perjumpaan yang rendah. Hal tersebut
disebabkan oleh kondisi habitat yang sedikit terbuka sehingga beberapa jenis
burung yang aktivitasnya (makan, bersarang, dll) biasa ditemui pada lokasi yang
vegtasinya lebih rapat tidak banyak dijumpai serta adanya beberapa perilaku
ekologis burung yang lebih suka beraktivitas secara individu atau tidak dalam
kelompok. Keanekaragaman burung didefinisikan sebagai jumlah jenis burung
beserta kelimpahannya masing-masing disuatu area.
41
A. Pakan
Pada lokasi penelitian ditemukannya jenis yang sedang melakukan aktivitas
makan yaitu burung Cikukua Seram (Philemon subcorniculatus) dan Sesap Madu
(Nectarinia jugularis). Jenis pakan yang dikonsumsi oleh burung Cikuka Seram
(Philemon subcorniculatus) adalah buah Katok Hutan juga buah Kes – Kes
sedangkan burung Sesap madu (Nectarinia jugularis) justru mengambil nektar
yang terdapat pada bunga Katok Hutan Sekalipun yang ditemukan pada saat
aktivitas makan hanya dua jenis burung tersebut, namun bukan berarti pada lokasi
penelitian hanya terdapat vegetasi Katok Hutan saja yang menjadi pakan burung,
ada juga vegetasi yang berbunga maupun berbuah seperti ; Beringin (Ficus
benjamina), Bintanggur Hutan (Calophyllum soulatri), Pala Hutan (Myristica sp) ,
Gondal (Ficus septica) . Selain dari vegetasi yang berbuah dan berbunga, terdapat
beberapa jenis vegetasi lain yang merupakan pakan satwa burung yang ditemukan
pada lokasi belum mengalami musim berbunga atau berbuah antara lain ; Alale,
Gersen Hutan, Ulisane, Wako, Nama latin jenis jenis Ini siki (Palaqium
sp) yang menjadi pakan dari jenis satwa burung pemakan buah seperti dari famili
Bucerotidae ; Rangkong (Rhyticeros plicatus), famili Columbidae ; Merpati
Gunung Mada (Gymnophaps mada), Pergam Mata Putih (Ducula perspicillata),
Walik Dada Lembayung (Ptilinopus viridis), famili Corvidae ; Gagak Hutan
(Corvus enca), famili Psittacidae ; Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus),
Nuri Bayan (Exlectus roratus), Nuri Raja Ambon (Alisterus ambinensis), Betet
Kelapa Paruh Besar (Tanygnathus megalorynchos), famili Pycnonotidae ; Berinji
Emas (Ixos affinis), serta famili Sturnidae ; Raja Perling Seram (Basilornis
corythaix).
42
a. b.
c. d.
Gambar 5.1 (a) Buah Katok Hutan (b) Buah Beringin
(c) Buah Kes – Kes (d) Buah Pala Hutan
43
B. Air
Air bagi satwa liar merupakan salah satu faktor utama dalam habitat. Air
bagi sata liar diperlukan unuk memenuhi kebutuhan minum, berkembang, dll.
Alikodra (1990) mengatakan bahwa sawa liar memerlukan air untuk berbagai
proses yaitu pencernaan makanan, metabolism, mengangkut bahan - bahan sisa
dan untuk pendinginan untuk proses evaporasi. Penjelasan tersebut sama halnya
dengan satwa burung yang memerlukan air pula bahwa, teridentifikasi pada lokasi
penelitian bahwa jumlah air yang tersedia bagi satwa burung cukup baik,
sekalipun beberapa sungai yang terdapat pada tepi jalan kering, satwa burung
mendapatkan air dari embun yang terdapat pada dedaunan, pucuk daun, maupun
cabang pohon akibat dari hujan yang turun terus menerus pada lokasi penelitian.
C. Cover
Cover atau tempat berlindung, maupun bemain dalam hal ini yang
berperan adalah kerapatan vegetasinya. Apabila nilai kerapatan dari vegetasi
tinggi berarti dapat melindungi jenis satwa burung dari gangguan faktor luar. Hal
ini sesuai dengan pendapat Wiersum (1973) dalam Alikodra (1979) menyatakan
bahwa kerapatan yang tinggi dari vegetasi akan memberikan keragaman dan
kekayaan yang tinggi pula. Satwa burung yang ditemukan pada lokasi penelitian
menggunakan vegetasi berikut sebagai tempat berlindung ataupun bertengger
antara lain : jenis pohon Beringin oleh burung Pombo Hijau dan Perkici Merah,
dan Walik Dada Lembayung, pohon Bintanggur Hitam digunakan oleh jenis
burung Raja Perling Seram, jenis pohon Giawas Hutan oleh satwa burung jenis
Nuri Pipih Merah dan Julang Irian (Rangkong), jenis vegetasi Katok Hutan oleh
Cikukua Seram, jenis vegetasi lain adalah Matoa yang digunakan oleh beberapa
jenis burung untuk bertengger ataupun tempat berlindung seperti Cikukua Seram,
Perkici Merah, Kacamata Gunung, Betet Kelapa Paruh Besar, serta Julang Irian
(Rangkong), jenis vegetasi Papeda digunakan oleh jenis burung Cikuka Seram,
sedangkan jenis vegetasi Pulaka digunakan oleh Kacamata Gunung dan Walet
Maluku, jenis vegetasi lain yaitu Raja digunakan oleh satwa burung Cabai Kelabu
44
dan jenis vegetasi Siki oleh Kakatua Seram, untuk jenis vegetasi Tawang dan
Yaimamiane digunakan oleh Pombo Hijau dan Kipasan Seram, dapat dilihat pada
gambar dibawah :
a. b.
Gambar 5.2 (a) Burung Cikukua Seram yang sedang bertengger di pohon Samama
(b) Burung Rajawali Kus – Kus yang sedang bertengger di pohon
Gersen Hutan
45
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
1. Jenis Burung yang terdapat pada Zona Khusus Kawasan Taman Nasional
Manusela ditemukan sebanyak 29 jenis dengan keragaman jenis yang
sedang, serta kelimpahan jenis burung tertinggi adalah Walet Sapi/
Sariting (Collocalia esculenta) sedangkan 28 jenis burung lainnya
memiliki kelimpahan yang rendah.
2. Faktor yang mempengaruhi keberadaan satwa burung pada lokasi
penelitian adalah pakan burung, air, serta cover atau tempat berlindung.
Terdapat beberapa jenis vegetasi yang ditemukan menghasilkan bunga
maupun buah seperti ; buah Katuk Hutan, serta bunga dan buah Kes -
kes sedangkan, beberapa jenis vegetasi lainnya yang biasanya menjadi
pakan satwa burung penghisap nektar maupun pemakan buah seperti ;
alale, gersen hutan, siki, ulisane, wako belum mengalami musim berbunga
maupun berbuah. Burung yang ditemukan juga mendapatkan air dari
embun yang terdapat pada dedaunan, pucuk daun, maupun cabang pohon
akibat dari hujan yang turun. Burung yang ditemukan juga menggunakan
beberapa vegetasi untuk covernya antara lain ; Beringin, Bintanggur
Hitam, Giawas Hutan, Katok Hutan, Papeda, Pulaka, dan Siki.
6.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Merpati Gunung Mada (Gymnophaps mada) Rajawali Kus – Kus (Aquila gurneyi )