Perbandingan Pelayanan Kefarmasian
Perbandingan Pelayanan Kefarmasian
PMK no 58 tahun 2014 Tentang Standar PMK 35 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Pasal 4 Pasal 4
1) Penyelenggaraan standar kepelayanaan 1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan
kefarmasian di rumah sakit harus didukung Kefarmasian di Apotek harus didukung oleh
oleh ketersediaan sumberdaya ketersediaan sumber daya kefarmasian yang
kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
beroreantasi pada keselamataan pasien, 2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana
dan standar prosedur operasional dimaksud pada ayat (1) meliputi:
2) Sumber daya kefarmasiaan sebagaimana a. sumber daya manusia; dan
dimaksud pada ayat 1 meliputi : b. sarana dan prasarana.
a. Sumber daya manusia; dan Pelayanan Kefarmasian di Apotek
b. Sarana dan peralatan.
1) Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan,
kualifikasi SDM Instalasi Farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang
memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana
2) Persyaratan SDM
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan
Pelayanan Kefarmasian harus di bawah
supervisi Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
harus memenuhi persyaratan administrasi
seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
PMK 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi
Dan Perizinan Rumah Sakit
Pasal 21
1) Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum
kelas A terdiri atas:
a. tenaga medis;
b. tenaga kefarmasian;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kesehatan lain;
e. tenaga nonkesehatan.
3) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri
atas:
a. 1 (satu) apoteker sebagai kepala instalasi
farmasi Rumah Sakit;
b. 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat
jalan yang dibantu oleh paling sedikit 10
(sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;
c. 5 (lima) apoteker di rawat inap yang
dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh)
tenaga teknis kefarmasian;
d. 1 (satu) apoteker di instalasi gawat
darurat yang dibantu oleh minimal 2
(dua) tenaga teknis kefarmasian;
e. 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang
dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) tenaga
teknis kefarmasian;
f. 1 (satu) apoteker sebagai koordinator
penerimaan dan distribusi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi
klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan
beban kerja pelayanan kefarmasian
Rumah Sakit; dan
g. 1 (satu) apoteker sebagai koordinator
produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu
oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban
kerja pelayanan kefarmasian Rumah
Sakit.
PMK 147 Tahun 2010 Tentang Perizinan
Rumah Sakit
Lampiran
4. Sumber daya manusia,
Tersedianya tenaga medis, dan keperawatan
yang purna waktu, tenaga kesehatan lain dan
tenaga non kesehatan telah terpenuhi sesuai
dengan jumlah, jenis dan klasifikasinya.
6. KEGIATAN / PROSES PMK no 58 tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Pasal 3
(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD);
7. PROSES PERIZINAN UU no 44 tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit.
Pasal 25
(1). Setiap penyelenggaraan rumah sakit wajib
memiliki izin
(2). Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari izin mendirikan dan izin operasional
(3). Izin mendirikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 2
(dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1
(satu) tahun.
(4). Izin operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat di perpanjang kembali
selama memenuhi persyaratan.
(5). Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dierikan setelah memenuhi persyaratan
seagaimana diatur dalam undang-undang ini
PMK no 56 tahun 2014 Tentang
klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit
Pasal 63
1. Setiap rumah sakit wajib memiliki izin.
2. Izin rumah sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 terdiri atas izin mendirikan dan
izin oprasional
3. Izin mendirikan sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 diajukan oleh pemilik rumah
sakit
4. Izin oprasional sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 di ajukan oleh pengelola rumah sakit
Pasal 66
1. Izin mendirikan diberikan untuk mendirikan
bangunan baru atau mengubah fungsi
bangunan lama untuk difungsikan sebagai
rumah sakit
Pasal 70
1. Izin oprasional merupakan izin yang
diberikan kepada pengelola rumah sakit
untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
2. Izin oprasional berlaku untuk jangka waktu
5 tahun dan dapatdiperpanjang selama
memenuhi persyaratan.
3. Perpanjangan izin oprasional sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 dilakukan dengan
mengajukan permohonan perpanjangan
selambat-lambatnya 6 bulan sebelum habis
masa berlakunya izin oprasional.
PMK 147 Tahun 2010 Tentang Perizinan
Rumah Sakit
Pasal 3
1. Permohonan izin mendirikan dan izin
operasional Rumah Sakit diajukan menurut
jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
2. Izin mendirikan dan izin operasional
Rumah Sakit kelas A diberikan oleh
Menteri
3. Izin mendirikan dan izin operasional
Rumah Sakit kelas B diberikan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi
4. Izin mendirikan dan izin operasional
Rumah Sakit kelas C dan kelas D
diberikan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Pasal 4
(1) Untuk memperoleh izin mendirikan, Rumah
Sakit harus memenuhi persyaratan yang
meliputi :
a. studi kelayakan;
b. master plan;
c. status kepemilikan;
d. rekomendasi izin mendirikan;
e. izin undang-undang gangguan (HO);
f. persyaratan pengolahan limbah;
g. luas tanah dan sertifikatnya;
h. penamaan;
i. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
j. Izin Penggunaan Bangunan (IPB); dan
k. Surat Izin Tempat Usaha (SITU).
Pasal 5
1. Rumah Sakit harus mulai dibangun setelah
mendapatkan izin mendirikan.
2. Izin mendirikan diberikan untuk jangka
waktu 2 (dua) tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.
Pasal 6
(1) Untuk mendapatkan izin operasional,
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
yang meliputi:
a. sarana dan prasarana;
b. peralatan;
c. sumber daya manusia;dan
d. Administrasi dan manajemen.
Pasal 8
1. Rumah Sakit yang telah memiliki izin
operasional sementara harus mengajukan
surat permohonan penetapan kelas Rumah
Sakit kepada Menteri.
Pasal 10
(1) Setiap Rumah Sakit yang telah
mendapakan izin operasional harus
diregistrasi dan diakreditasi.
8. JAMINAN/PENGAWASAN UU No 44 tahun 2009 Tentang Rumah
MUTU Sakit
Pasal 54
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah
melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap rumah sakit dengan melibatkan
organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan,
dan organisasi ke masyaratan lainnya sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk :
a. Pemunuhan kebutuhan pelayanan kesehatan
yang terjangkau oleh masyarakat
b. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
c. Keselamatan pasien
d. Pengembangan jangkauan pelayanaan dan
e. Peningkatan kemampuan kemandirian
rumah sakit
(3). Dalam melaksanakan tugas pengawasan,
pemerintah dan pemerintah daerah
menggangkat tenaga pengawas sesuai kopetensi
dan keahliannya
(4). Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) melaksanakan pengawasan yang
bersifat teknis medis dan teknis
perumahsakitan.