Definisi
Transfusi tukar adalah tindakan menukar darah bayi dengan darah donor dengan
pemindahan
yang cepat dan penukaran small aliquots darah dalam waktu yang cepat.
Indikasi :
1. Unconjugated hyperbilirubinemia yang signifikan pada bayi baru lahir, ketika
foto
2. terapi tidak berhasil atau bayi beresiko terkena kernicterus.
3. Alloimun haemolytic disease pada bayi baru lahir.
4. Anemia berat dengan gagal jantung kongestif atau hypervolemia.
5. Polycytemia.
6. Leukimia kongenital.
7. Neonatal sepsis
Kontraindikasi :
1. Jika foto terapi berhasil dengan resiko yang kecil.
2. Pasien tidak stabil
3. Ketika kontraindikasi pasien lebih berat pertimbangannya dari pada indikasi
4. dilakukannya transfuse tukar.
Peralatan-peralatan yang dibutuhkan :
1. Infant care center :
a. Pengontrol suhu manual atau automatic
b. Monitor suhu
c. Monitor cardiorespiratory
d. Pulse oxymeter untuk memonitori saturasi oksigen
2. Peralatan dn obat-obatan untuk resusitasi.
3. Infant restraint
4. Orogastric tube
5. Alat hisap
6. Peralatan untuk akses ke pembuluh darah sentral dan perifer
7. Alat penghangat darah (Blood Warmer)
Darah yang digunakan pada Tranfusi Tukar:
1. Gunakan irradiated reconstituted whole blood (hematocrit 40-50) dan segar (<
7 hari) yang dibuat dari packed red blood cells (PRBCs) dan Frozen plasma
yang dikumpulkan didalam citrate-phosphate-dextrose (CPD)
2. Pada kasus haemolytic disease seharusnya disiapkan golongan darah O rhesus
negative cross-matched against the mother
3. Pada ABO incompatibility, darah harus bergolongan O Rh-negative, atau Rh
compatible dengan bayi dan ibu
4. Volume darah yang diperlukan sebanyak dua kali lipat dengan volume darah
bayi.
Transfusi Tukar
Definisi
Transfusi tukar adalah suatu rangkaian tindakan mengeluarkan darah pasien dan
memasukkan darah donor untuk mengurangi kadar serum bilirubin atau kadar
hematokrit yang tinggi atau mengurangi konsentrasi toksin-toksin dalam aliran
darah pasien.
1) Pada hiperbilirubinemia, transfusi tukar dilakukan untuk menghindari
terjadinya kern icterus.
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu
dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat
menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang
harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan
perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy,
gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan
pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan
ditukar dengan darah lain. Berbagai klinik menganut indikasi transfusi
tukar yang berbeda-beda, tetapi pada garis besarnya dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Semua keadaan dengan bilirubin indirek dalam serum lebih dari 20
mg% dengan albumin kurang dari 3,5mg%, misalnya pada
inkompatibilitas golongan darah ( Rh, ABO, MNS ), sepsis, hepatitis,
ikterus fisiologis yang berlebihan, kelainan enzim (defisiensi G6PD,
piruvat kinase, glukoronil transverase), penyakit anemia hemolitik auto
imun (pada anak besar)
2. Kenaikan kadar bilirubin indirek dalam serum yang sangat cepat pada
hari-hari pertama bayi baru lahir (0,3 – 1 mg%/jam)
3. Polisitemia ( hematokrit 68% pada bayi yang baru lahir)
Biasanya terjadi pada bayi yang sebelumnya telah terjadi malnutrisi atau
mengalami hipoksia intrauterin kronis, pada kembar identik dan pada bayi
dengan ibu diabetes.
4. Anemia sangat berat dangan gagal jantung pada pasien hydrops fetalis
5. Kadar Hb tali pusat lebih rendah dari 14 g% dengan uji coombs direk
yang positif
6. Semua kelainan yang membutuhkan komplemen, opsonin / gamma
globulin
7. pada prematuritas atau dismaturitas, indikasi tersebut harus lebih
diperketat
Kontra Indikasi
1. Kontra indikasi melalui arteri atau vena umbilikalis :
• Gagal memasang akses arteri atau vena umbilikalis dengan tepat
• Omfalitis
• Omfalokel / Gastroskisis
• Necrotizing Enterocolitis
2. Kontra indikasi melalui arteri atau vena perifer :
• Gangguan perdarahan ( Bleeding Diathesis )
• Infeksi pada tempat tusukan
• Aliran pembuluh darah kolateral dari a. Ulnaris / a.Dorsalis Pedis
kurang baik
• Ketidakmampuan memasang akses arteri dan vena perifer
Pemeriksaan Laboratorium
Sebelum dilakukan transfusi tukar, harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium yaitu :
• Darah tepi lengkap ( DTL ) dan hitung jenis
• Golongan darah ( ABO, Rhesus ) bayi dan donor
• Coombs test
• Bilirubin total Direk dan Indirek
• Elektrolit dan Gula Darah Sewaktu ( GDS )
• PT dan APTT
• Albumin
Sebaiknya dipakai darah segar dari donor dengan golongan darah yang
sesuai dengan menggunakan antikoagulan citrate phosphate dextrose
(CPD) bila tidak ada darah segar, maksimal yang berumur < 72 jam.
Untuk gangguan-gangguan yang berhubungan dengan hidrops fetalis/
asfiksia fetal, sebaiknya menggunakan darah segar atau maksimal yang
berumur < 24 jam. Hematokrit darah donor yang diinginkan sebaiknya
minimal 45-50%
• Bayi-bayi dengan Rhesus inkompatibilitas.
Darah harus golongan O, rhesus negatif, dengan titer anti A dan anti B
yang rendah. Harus di crossmatch dengan darah ibu.
• Bayi-bayi ABO inkompatibilitas harus tipe O, rhesus yang sesuai
dengan ibu dan bayi atau rhesus negatif, dengan titer anti A dan anti B
yang rendah. Harus di cross match baik dengan darah ibu maupun darah
bayi.
• Group inkompatibilitas darah lainnya
• Untuk penyakit-penyakit hemolitik lainnya, darah harus di crossmatch
dengan darah ibu untuk menghindari antigen-antigen yang mengganggu
• Hiperbilirubinemia, gangguan keseimbangan metabolik atau hemolisis
tidak disebabkan oleh gangguan isoimun. Darah harus di cross match
terhadap plasma dan eritrosit bayi.
• Remedication
- Antibiotik dan antikonvulsan
- Antibiotik profilaksis : diberikan sesudah transfusi
Komplikasi
1. Infeksi
Bakteriemia, hepatitis, CMV, malaria, AIDS
2. Komplikasi vaskular
Bekuan atau emboli udara, spasme arteri pada ekstremitas bawah,
thrombosis
3. Koagulopati
Hasil dari thrombositopenia, turun sampai > 50% sesudah 2 volume
exchange transfusion
4. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia dan hipokalsemia aritmia dan tetani
5. Hipoglikemia
Pada bayi dengan ibu DM dan erythroblastosis fetalis
6. Metabolik asidosis
Dari darah donor yang disimpan
7. Metabolik alkalosis
Terlambatnya pembersihan pengawet sitrat dari darah donor oleh hati
8. Hemolisis
9. Perdarahan intrakranial
10. Hipovolemia
11. Necrotizing Enterocolitis
Kesimpulan
Terdapat perbedaan tatalaksana ikterus pada neonatus cukup bulan dan neonatus
kurang bulan.
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/ml
dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem
biliary, atau sistem hematologi (Muslihatun, 2010).
Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada
bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia.Ikterus merupakan salah satu
kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir,sebanyak 25-50% pada bayi
cukup bulan dan 80 % pada bayi berat lahir rendah (Dewi,2012).
Bilirubin adalah roduk sampingan dari pemecahan heme yang sebagian besar
ditemukan di sel darah merah.el darah merah yang sudah tua,imatur atau cacat
dikeluarkan dari sirkulasi dan dipecahkan di dalam system retikuloendoelial
(hati,limpa dan makrofag) dan haemoglobin menjadi produk seknder dari heme
globin dan zat besi (Fraser,2012)
Kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang beraksi indirek adalah 1-3 mg/dl/24
jam,dengan demikian ikterus dapat dilihat pada hari ke 2 sampai hari 3,biasanya
berpuncak antara hari ke 2 dan ke 4 dengan kadar 5-6 mg/dl dan menurun sampai
dibawah 2 mg/dl,antara umur ke 5 dan ke 7.Ikterus yang disertai dengan
perubahan-perubahan ini disebut fisilogis dan disebabkan karena kenaikan
produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan
keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.Secara keseluruhan 6-7%
bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek lebih besar dari 12,9 mg/dL
dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari 15 mg/dL.
Pada bayi prematur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebh
lambat dari pada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya
lebih lama,yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi,puncaknya
dicapai antara hari ke 4 dan ke 7.Biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak dicapai
sebelum hari ke 5-ke 7 dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke 10
(Wahab,2012).
2.1.2 Etiologi
1. Pra hepatik (Ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada proses
hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik).Peningkatan bilirubin dapat
disebabkan oleh beberapa faktor,diantaranya adalah infeksi,kelainan sel darah
merah dan toksin dari luar tubuh,serta dari tubuh itu sendiri.
2. Pasca hepatik (Obstruktif)
Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin konjugasi
akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk kedalam aliran darah,sebagian
masuk dalam ginjal dan dieksresikan dalam urine.Sementara itu sebagian lagi
tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sclera berwarna kuning kehijauan serta
gatal.sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan eksresi bilirubin
kedalam saluran pencernaan berkurang, sehingga feses akan berwarna putih
keabu-abuan, tanah liat dan seperti dempul.
1. Faktor Maternal
a) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
2. Faktor Perinatal
a) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
3. Faktor Neonatus
a) Prematuritas
b) Faktor genetik
c) Polisitemia
f) Hipoglikemia
g) Hipoalbuminemia
3. Ikterus hemolitik
Yang berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut
eritroblastosis etalis atau morbus hemolitikus neonaturum,penyakit hemolitik ini
biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi.
a) Inkompatibilitas Rhesus
Sangat jarang di Indonesia karna sering terjadi di negara bagian barat karna 15 %
penduduknya memiliki golongan darah rhesus negatif.Bayi Rh positif dari ibu Rh
negatif tidak selamanya menunjukkan gejala-gejala klinik pada waktu lahir (15-
20%).Gejala klinik yang dapat terlihat adalah ikterus yang timbul pada hari
pertama dan semakin lama semakin berat disertai anemia yang
berat pula.Bila sebelum kelahiran terdapat hemolisis berat maka bayi lahir dengan
oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar. Terapi yang ditujukan
adalah dengan memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebih
dalam serum agar tak menjadi kern ikterus.
b) Inkompatibilitas ABO
Isoimunisasi ABO biasanya terjadi saat ibu memiliki golongan darah O dan bayi
memiliki golongan darah A atau lebih jarang dijumpai bayi memiliki golongan
darah B.Inkompatibilitas ABO juga diduga melindungi janin dari inkomptabilitas
Rh karena antibodi A dan anti-B ibu menghancurkan setiap sel janin yang bocor
ke dalam sirkulasi maternal.Akibat hemoloisis inkompatibilitas golongan darah
ABO.Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan
bersifat ringan.Bayi tidak terlihat sakit,anemia ringan dan hepar.Ikterus dapat
menghilang dalam beberapa hari.Kalau hemolisisnya berat seringkali dilakukan
transfusi tukar darah untuk mencegah kern ikterus.Pemeriksaan yang dilakukan
adalah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
Tujuan Terapi antara lain :
1. Mencegah hemolisis lebih lanjut
2. Mengurangi kadar bilirubin
3. Mencegah anemia
c) Penyakit hemolitik karana kelainan eritrosit konginetal
(Fraser,2012)
Kadar
Bilirubin
Daerah Luas Ikterus (mg%)
3 dan Tungkai 11
5 16
(Dewi,2012)
Kategori
Penganan
Sama Sama
dengan dengan Terapi
Rumah Sakit diatas diatas sinar Terapi sinar
Waspadai
bila kadar
bilirubin
Nasehati naik > 0,5
bila mg/jam
Tukar darah
semakin (coomb’s
kuning test)
(Sarwono,2008)
b) Tampak Ikterus
Sklera, kuku atau kulit dan membrane mukosa.Jaundice yang tampak dalam 24
jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau
ibu dengan diabetik atau infeksi.Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari
ke tiga dan mencapai puncak pada ri ketiga sampai hari ke empat dan menurun
pada hari kelima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis
d) Muntah, anoresia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja gelap
(Suriadi, 2010)
Iktrerus non hemolitik familial (Sindrom Crigler-Najjar) mulai terlihat pada hari
ke 2 atau hari ke 3. Ikterus yang muncul sesudah hari ke tiga dan dalam minggu
pertama akan memberi kesan septicemia yaitu hal ini dapat karena infeksi lain
terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit sitomegalovirus. Ikterus sekunder
akibat ekimosis yang luas atau hematoma dapat terjadi selama hari pertama
terutama pada bayi prematur.Polisitemia dapat menyebabkan ikterus ikterus awal.
Ikterus yang mulai terlihat sesudah usia satu minggu merupakan ikterus karena
ASI, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis, rubela, hepatitis
herpes, galaktosemia, hipotiroidisme, anemia hemolitik congenital atau
kemungkinan kegawatan anemia hemolitik lainnya atau anemia hemolitik
karena obat-obatan. Bayi beresiko rendah yang ikterus, cukup bulan, serta tidak
bergejala dapat dievaluasi dengan pemantauan kadar bilirubin serum total. Tanpa
memandang umur kehamilan atau waktu munculnya ikterus, hiperbilirubinemia
dan semua penderita dengan gejala-gejala atau tanda-tanda memerlurkan evaluasi
diagnostik yang lengkap, meliputi penentuan fraksi bilirubin direk dan indirek,
hemoglobin, golongan darah, uji Coombs dan pemeriksaan pulasan darah perifer.
Bilirubinemia yang bereaksi indirek, retikulositosis dan pulasan memperlihatkan
adanya penghancuran sel darah merah yang memberi kesan hemolisis, bila tidak
ada ketidakcocokan (Inkompatibilitas) golongan darah, hemolisis akibat non
imunologis (Wahab, 2012).
2.1.11 Komplikasi
Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat adanya bilirubin indirect
pada otak.Kern ikterus ditandai dengan kadar bilirubin darah yang tinggi (>20
mg% pada bayi cukup bulan atau >18 mg% pada bayi berat lahir rendah) disertai
dengan gejala kerusakan otak berupa mata berputar,letargi,kejang,tak mau
mengisap,tonus otot meningkat ,leher kaku dan sianosis,serta dapat juga diikuti
dengan gangguan berbicara dan retardasi mental di kemudian hari (Dewi,2012).
2.1.12 Penatalaksanaan Ikterus Fisiologis
Lakukan perawatan bayi seperti :
1. Memandikan bayi
2. Melakukan perawatan tali pusat
3. Lakukan pencegahan hipotermi
4. Menjemur bayi di bawah sinar matahari dari jam 07.00 hingga hjam 09.00
pagi,kurang lebih 30 menit
5. Berikan ASI secara adekuat
6. Mempertahankan intake (pemasukan jaringan)
7. Monitor intake dan output
8. Berikan terapi infuse pada bayi bila indikasi yaitu meningkatnya
konsentrasi urine dan cairan hilang berlebihan
9. Monitoring temperature setiap 1 jam
(Suriadi,2010)
1. Cara terapi
A. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena
sinar.
B. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat
pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk memberikan
rangsang visual pada neonatus. Pemantau iritasi mata dilakukan tiap 6
jam dengan membuka penutup mata.
C. Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.
D. Posisi bayi diubah tiap 6 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas
mungkin
E. Suhu tubuh bayi dipertahankan sekitar 36,5°C – 37°C
F. Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan
muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
G. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan
H. Pemeriksaan bilirubin darah setiap hari atau dua hari,setelah terapi
sebanyak 3 kali dalam sehari
I. Lama terapi 100 jam atau bila kadar bilirubin darah sudah mencapai ≤
7,5 mg%
Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar
a. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water
loss) Energi fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan
menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi premature
atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan
pemberian cairan tambahan.
b. Frekuensi defekasi meningkat
Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan pembentukan
enzim laktase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu
dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.
c. Timbul kelainan kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan ekstrimitas
Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan. Dilaporkan pada
beberapa terjadi “Bronze baby syndrom”hal ini terjadi karena tubuh tidak
mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit
ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
d. Peningkatan suhu
Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu
lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi pada
bayi premature fungsi termostat atau yang belum matang. Pada keadaan ini
fototerapi dapat dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang
digunakan dan dilakukan pemantauan suhu tubuh neontus dengan jangka
waktu (unterval) yang lebih singkat.
Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, lateragi, dan
iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.
e. Gangguan pada mata dan pertumbuhan
Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada binatang
percoban. Pada neonatus yang mendapat terapi sinar, gangguan pada retina
dan fungsi penglihatan lainnya serta gangguan tumbuh kembang tidak dapat
dibuktikan dan belum ditemukan, walupun demikian diperlukan kewaspadaan
perawat tentang kemungkinan timbulnya keadaan tersebut. (Dewi,2012)
2. Fenobarbital
Dapat mengekresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatic glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatic pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk
meningkat bilirubin. Pada suatu penelitian menunjukan pemberian fenobarbital
pada ibu untuk beberapa hari sebelum kelahiran baik pada kehamilan cukup bulan
atau kurang bulan dapat mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia.namun karena
efeknya pada metabolisme bilirubin biasanya belum terwujud sampai bebrapa hari
setelah pemberian obat dan oleh Karena keefektifannya lebih kecil dibandingkan
dengan fototerapi dsn mempunyai efek sedative ysng tidsk diinginkan dan tidak
menambah respon terhadap fototerapi, maka fenobarbital tidak dianjurkan untuk
pengobatan ikterus pada bayi neonatus (Suriadi,2010).
3. Transfusi Tukar
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus
meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi
transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan
sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa
mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental,
cerebrel palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan
pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar
dengan darah lain.
A. Indikasi
1) Kadar bilirubin indirect darah ≥ 29 mg%
2) Kenaikan kadar bilirubin indirect darah yang cepat,sebesar 0,3-1 mg%
per jam
3) Anemia berat disertai tanda payah jantung
4) Bayi dengan Hb tali pusat < 14 mg% dan tes Coombs positif
B. Teknik
1. Kosongkan lambung bayi (3-4 jam sebelumnya jangan diberi minum,
bila memungkinkan 4 jam sebelumnya diberi infus albumin 1
gram/kgBB
2. Lakukan teknik aseptik dan antiseptic pada daerah tindakan
3. Awasi selalu tanda-tanda vital dan jaga agar jangan sampai kedinginan
4. Bila tali pusat masih segar,potong ± 3-5 cm dari dinding perut
5. Kateter polietelin diisi dengan larutan heparin kemudian salah satu
ujungnya dihubungkan dengan semprit tiga cabang, sedangkan ujung
yang lain dimasukkan dakam vena umbilicus sedalam 4-5 cm
6. Periksa tekanan pada vena umbilikalis dengan mencabut ujung luar dan
mengangkat kateter naik ± 6 cm
7. Dengan mengubah-ubah keran pada semprit tiga cabang, lakukan
penukaran dengan cara mengeluarkan 20 ml darah da memasukkan 20
ml darah.Demikian berlang-ulang sampai jumlah total yang keluar
adalah 190 ml/kgBB dan darah yang masuk 170 ml/kgBB
8. Setelah darah masuk sekitar 150 ml, lanjutkan dengan memasukkan Ca
glukonat 10% sebanyak 1,5 ml dan perhatikna denyut jantung
bayi.Apabila lebih dari 100 kali per menit waspadai adanya henti jantung
9. Bila vena umbilikalis tak dapat di pakai, maka gunakan vena safena
magma ± 1 cm dibawah ligamentum inguinal dan medial dari arteri
femoralis.
DAFTAR PUSTAKA