Anda di halaman 1dari 29

Transfusi Tukar

Definisi
Transfusi tukar adalah tindakan menukar darah bayi dengan darah donor dengan
pemindahan
yang cepat dan penukaran small aliquots darah dalam waktu yang cepat.
Indikasi :
1. Unconjugated hyperbilirubinemia yang signifikan pada bayi baru lahir, ketika
foto
2. terapi tidak berhasil atau bayi beresiko terkena kernicterus.
3. Alloimun haemolytic disease pada bayi baru lahir.
4. Anemia berat dengan gagal jantung kongestif atau hypervolemia.
5. Polycytemia.
6. Leukimia kongenital.
7. Neonatal sepsis
Kontraindikasi :
1. Jika foto terapi berhasil dengan resiko yang kecil.
2. Pasien tidak stabil
3. Ketika kontraindikasi pasien lebih berat pertimbangannya dari pada indikasi
4. dilakukannya transfuse tukar.
Peralatan-peralatan yang dibutuhkan :
1. Infant care center :
a. Pengontrol suhu manual atau automatic
b. Monitor suhu
c. Monitor cardiorespiratory
d. Pulse oxymeter untuk memonitori saturasi oksigen
2. Peralatan dn obat-obatan untuk resusitasi.
3. Infant restraint
4. Orogastric tube
5. Alat hisap
6. Peralatan untuk akses ke pembuluh darah sentral dan perifer
7. Alat penghangat darah (Blood Warmer)
Darah yang digunakan pada Tranfusi Tukar:

1. Gunakan irradiated reconstituted whole blood (hematocrit 40-50) dan segar (<
7 hari) yang dibuat dari packed red blood cells (PRBCs) dan Frozen plasma
yang dikumpulkan didalam citrate-phosphate-dextrose (CPD)
2. Pada kasus haemolytic disease seharusnya disiapkan golongan darah O rhesus
negative cross-matched against the mother
3. Pada ABO incompatibility, darah harus bergolongan O Rh-negative, atau Rh
compatible dengan bayi dan ibu
4. Volume darah yang diperlukan sebanyak dua kali lipat dengan volume darah
bayi.
Transfusi Tukar

Definisi
Transfusi tukar adalah suatu rangkaian tindakan mengeluarkan darah pasien dan
memasukkan darah donor untuk mengurangi kadar serum bilirubin atau kadar
hematokrit yang tinggi atau mengurangi konsentrasi toksin-toksin dalam aliran
darah pasien.
1) Pada hiperbilirubinemia, transfusi tukar dilakukan untuk menghindari
terjadinya kern icterus.

Indikasi Transfusi Tukar

Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu
dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat
menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang
harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan
perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy,
gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan
pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan
ditukar dengan darah lain. Berbagai klinik menganut indikasi transfusi
tukar yang berbeda-beda, tetapi pada garis besarnya dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Semua keadaan dengan bilirubin indirek dalam serum lebih dari 20
mg% dengan albumin kurang dari 3,5mg%, misalnya pada
inkompatibilitas golongan darah ( Rh, ABO, MNS ), sepsis, hepatitis,
ikterus fisiologis yang berlebihan, kelainan enzim (defisiensi G6PD,
piruvat kinase, glukoronil transverase), penyakit anemia hemolitik auto
imun (pada anak besar)
2. Kenaikan kadar bilirubin indirek dalam serum yang sangat cepat pada
hari-hari pertama bayi baru lahir (0,3 – 1 mg%/jam)
3. Polisitemia ( hematokrit 68% pada bayi yang baru lahir)
Biasanya terjadi pada bayi yang sebelumnya telah terjadi malnutrisi atau
mengalami hipoksia intrauterin kronis, pada kembar identik dan pada bayi
dengan ibu diabetes.
4. Anemia sangat berat dangan gagal jantung pada pasien hydrops fetalis
5. Kadar Hb tali pusat lebih rendah dari 14 g% dengan uji coombs direk
yang positif
6. Semua kelainan yang membutuhkan komplemen, opsonin / gamma
globulin
7. pada prematuritas atau dismaturitas, indikasi tersebut harus lebih
diperketat

Indikasi Transfusi Tukar pada penyakit hemolisis (TT segera)


• Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 g/dl dan kadar Hb tali pusat < 11 g/dl
• Kadar bilirubin meningkat > 1 mg/dl/jam meskipun sudah difototerapi
• Kadar Hb antara 11-13 g/dl dan bilirubin meningkat > 0,5 g/dl/jam
meskipun sudah difototerapi
• Kadar bilirubin = 20 g/dl atau tampaknya akan mencapai 20 dalam
peningkatannya
• Ada anemia yang progresif meskipun sudah difototerapi

Kontra Indikasi
1. Kontra indikasi melalui arteri atau vena umbilikalis :
• Gagal memasang akses arteri atau vena umbilikalis dengan tepat
• Omfalitis
• Omfalokel / Gastroskisis
• Necrotizing Enterocolitis
2. Kontra indikasi melalui arteri atau vena perifer :
• Gangguan perdarahan ( Bleeding Diathesis )
• Infeksi pada tempat tusukan
• Aliran pembuluh darah kolateral dari a. Ulnaris / a.Dorsalis Pedis
kurang baik
• Ketidakmampuan memasang akses arteri dan vena perifer

Pemeriksaan Laboratorium
Sebelum dilakukan transfusi tukar, harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium yaitu :
• Darah tepi lengkap ( DTL ) dan hitung jenis
• Golongan darah ( ABO, Rhesus ) bayi dan donor
• Coombs test
• Bilirubin total Direk dan Indirek
• Elektrolit dan Gula Darah Sewaktu ( GDS )
• PT dan APTT
• Albumin

Penentuan Golongan Darah dan Cross Match

Sebaiknya dipakai darah segar dari donor dengan golongan darah yang
sesuai dengan menggunakan antikoagulan citrate phosphate dextrose
(CPD) bila tidak ada darah segar, maksimal yang berumur < 72 jam.
Untuk gangguan-gangguan yang berhubungan dengan hidrops fetalis/
asfiksia fetal, sebaiknya menggunakan darah segar atau maksimal yang
berumur < 24 jam. Hematokrit darah donor yang diinginkan sebaiknya
minimal 45-50%
• Bayi-bayi dengan Rhesus inkompatibilitas.
Darah harus golongan O, rhesus negatif, dengan titer anti A dan anti B
yang rendah. Harus di crossmatch dengan darah ibu.
• Bayi-bayi ABO inkompatibilitas harus tipe O, rhesus yang sesuai
dengan ibu dan bayi atau rhesus negatif, dengan titer anti A dan anti B
yang rendah. Harus di cross match baik dengan darah ibu maupun darah
bayi.
• Group inkompatibilitas darah lainnya
• Untuk penyakit-penyakit hemolitik lainnya, darah harus di crossmatch
dengan darah ibu untuk menghindari antigen-antigen yang mengganggu
• Hiperbilirubinemia, gangguan keseimbangan metabolik atau hemolisis
tidak disebabkan oleh gangguan isoimun. Darah harus di cross match
terhadap plasma dan eritrosit bayi.

Pelaksanaan Transfusi Tukar

Persiapan yang diperlukan

• Menentukan dan memesan jumlah darah donor yang diperlukan untuk


TT. Volume darah normal pada neonatus cukup bulan 80 ml/kg BB,
sedangkan pada BBLR / BBLSR bisa sampai 95 ml/kg BB
• Misalnya pada bayi dengan berat badan 3 kg, volume darah bayi
tersebut 240 cc. Dua kali dari volume tersebut ditransfusi tukar pada
prosedur 2 volume TT. Maka jumlah darah yang diperlukan adalah 480 cc.
• Kompres kulit yang kering selama 30 menit dengan kasa yang
dibasahkan dengan Nacl o.9% supaya lebih lunak dan memudahkan
mencari vena serta memasukkan kateter
• Pada polisitemia dilakukan Partial exchange dengan menggunakan
Nacl 0,9% atau untuk anemia yang sangat berat dengan Packed Red Cells
(PRC)

Formula untuk menentukan jumlah volume transfusi tukar pada


polisitemia :
Perkiraan vol darah (ml)/ BB (kg) X (Ht pasien – Ht yang diinginkan)
Ht pasien

• Menentukan jumlah volume setiap aliquots (jumlah darah yang akan


dikeluarkan / dimasukkan kedalam semprit setiap kali sewaktu
melalukukan TT). Aliquots yang biasanya digunakan pada transfusi tukar
pada neonatus Sebaiknya tidak melebihi 5 ml/kg,
BB bayi Alquots (ml)
> 3 kg 10
2-3 kg 15
1-2 kg 10
850 gr – 1 kg 5
< 850 gr 1-3

• Memilih salah satu metode TT yang bisa dilakukan dengan beberapa


cara sebagai berikut :
a. Metoda yang paling disenagi adalah isovolumetric exchange yaitu
mengeluarkan dan memasukkan darah dilakukan bersamaan
b. Kateter A. Umbilikalis digunakan untuk mengeluarkan darah pasien
dan keteter V. Umbilikalis dipakai untuk memasukkan darah donor.

Teknik teknik alternatif :


- mengeluarkan melalui kateter A. Umbilikalis dan memasukkan melalui
Arteri perifer
- Metode ” Push - Pull ” melalui kateter A. Umbilikalis
- Metode ” Push – Pull ” melui kateter V. Umbilikalis. Bila tidak
memungkinkan memasukkan kateter ke dalam V.Umbilikalis, TT bisa
dilakukan melalui vena sentral pada fossa antecubiti atau ke dalam
V.Femoralis melalui V. Saphenous. Lokasinya 1 cm di bawah ligamentum
inguinalis dan medial dari A.Femoralis masukkan kateter sedalam 5 cm
- Mengeluarkan melaui arteri perifer ( radialis/ tibialis posterior ) dengan
memakai 24 angiocath dan memasukkannya melalui vena perifer pada
ekstremitas sisi yang lain
- Jangan menggunakan A. Brachialis dan A. Femoralis karena adanya
resiko kehilangan sirkulasi ke ekstremitas.

• Membuat beberapa kolom pada selembar kertas untuk mencatat


identitas pasien waktu mulai dan setelah melakukan TT serta jumlah darah
dan nomor nomor frekuensi Aliquot darah yang dikeluarkan dan
dimasukkan, serta waktu dan kapan rencana diberikan larutan Ca glukonat
dan heparin encer selama TT

Alat-alat yang diperlukan :


1. Radiant warmer
2. Peralatan untuk bantuan pernapasan dan resusitasi serta obat-obatan
3. peralatan monitor untuk denyut jantung, tekanan darah, kecepatan
pernapasan, suhu, PaO2, PaCo2, SaO2
4. Monitor EKG bila ada
5. Peralatan untuk pemasangan kateter arteri dan vena umbilikalis
6. Nampan ( sterille / disposeable ) untuk TT
7. Selang lambung 5F/6F untuk mengosongkan lambung sebelum
memulai TT
8. Ca glukonat 10%
9. Heparin encer ( 5u/ml yaitu dengan mencampurkan 500 unit heparin
ke dalam 100 cc Nacl 0,9% )
10. Semprit steril 20 ml, dua buah ( untuk mengeluarkan dan
memasukkan darah )
11. Three way stopcock yang steril dua buah
12. Sarung tangan steril 2 buah
13. Semprit 5 ml/10 ml dua buah untuk Ca glukonat 10% dan heparin
encer
14. Kateter umbilikalis satu buah. Sediakan dua buah jika memakai
teknik isovolumetric 2 volume exchange, satu dimasukkan vena dan satu
lagi untuk arteri umbilikalis
15. “ Nie bekken” dua buah, serta botol plastic bekas infuse untuk
menampung darah yang dibuang
16. Infus set, dua buah
17. Darah harus dihangatkan dulu ke suhu 37°C. Penggunaan pemanas
air tidak dianjurkan sebab darah yang terlalu hangat menjadi hemolisis
18. polisitemia, diperlukan Nacl 0,9% 500 cc / 5% albumin dalam 0,9%
Nacl sebagai pengganti cairan untuk mengobati hiperviskositas

Cara melakukan transfusi tukar


• Bayi dipuasakan 3-4 jam sebelumnya dan selang lambung diaspirasi
sebelum TT
• Bila mungkin 4 jam sebelum TT bayi diberi infus albumin 1 g/kg BB
• Awasi tanda vital, jika perlu berikan oksigen
• Tubuh anak jangan sampai kedinginan
• Bila tali pusat masih segar, potong dan sisakan 3-5 cm di atas dinding
perut. Bila telah kering, potong rata setinggi dinding perut
• Salah satu ujung kateter polietilen dihubungkan dengan semprit 3
cabang dan ujung yang satu lagi dimasukkan ke vena umbilikalis dengan
hati-hati sampai terasa tahanan lalu tarik lagi sepanjang 1 cm. Dengan cara
tersebut biasanya darah sudah keluar sendiri. Ambilah 20 cc untuk
pemeriksaan laboratorium yang diperlukan.
• Periksa tekanan vena umbilikalis dengan mencabut kateter dari semprit
dan mengangkat ke atas. Tekanan ini biasanya positif ( darah akan naik
setinggi 6 cm di atas dinding perut ). Bila ada gangguan pernapasan
biasanya terdapat tekanan negatif.
• Keluarkan lagi sebanyak 20 ml, kemudian baru masukkan 20 ml darah
donor dan seterusnya. Measukkan dan mengeluarkan darah dilakukan
dalam waktu 20 detik. Pada bayi prematuritas cukup dengan 10-15 ml.
Jumlah darah yang dikeluarkan adalah 190 ml/kg BB dan yang
dimasukkan adalah 170 ml/kg BB.
• Semprit harus sering dibilas dengan heparin encer ( 2 ml heparin @
1000 U dalam 250 ml Nacl fisiologis )
• Setelah 140-150 ml darah dimasukkan, kateter dibilas dengan 1 ml
heparin encer dan dimasukkan pula 1,5 ml glukonas kalsikus 10% dengan
perlahan-lahan, kemudian bilas lagi dengan 1 ml heparin encer. Bila bunyi
jantung bayi kurang dari 100/menit, waspada terjadinya henti jantung
• Jika tidak bisa pada vena umbilikalis maka bisa dipakai vena sefena,
cabang vena femoralis.

Prosedur Tambahan sesudah TT


• Pemeriksaan laboratorium
• Pasien dipuasakan minimal 24 jam untuk memonitor bayi yang
mempunyai kemungkinan ileus sesudah TT
• Fototerapi, untuk gangguan dengan kadar bilirubin yang tinggi

• Remedication
- Antibiotik dan antikonvulsan
- Antibiotik profilaksis : diberikan sesudah transfusi

Indikasi Transfusi Tukar Ulangan


• Setelah Transfusi tukar yang pertama selesai, kadar bilirubin masih
juga menunjukkan kecepatan kenaikan lebih dari 1 mg/dl/jam.
• Terdapat anemia hemolitik berat yang menetap
Apabila kadar awal bilirubin melebihi 25 mg/dl, mungkin biasanya kadar
bilirubin setelah transfusi tukar pertama akan masih tinggi dan perlu
dilakukan transfusi ulangan dalam 8-12 jam berikutnya.

Komplikasi
1. Infeksi
Bakteriemia, hepatitis, CMV, malaria, AIDS
2. Komplikasi vaskular
Bekuan atau emboli udara, spasme arteri pada ekstremitas bawah,
thrombosis
3. Koagulopati
Hasil dari thrombositopenia, turun sampai > 50% sesudah 2 volume
exchange transfusion
4. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia dan hipokalsemia  aritmia dan tetani
5. Hipoglikemia
Pada bayi dengan ibu DM dan erythroblastosis fetalis
6. Metabolik asidosis
Dari darah donor yang disimpan

7. Metabolik alkalosis
Terlambatnya pembersihan pengawet sitrat dari darah donor oleh hati
8. Hemolisis
9. Perdarahan intrakranial
10. Hipovolemia
11. Necrotizing Enterocolitis

Kesimpulan

Pedoman pengelolaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar


bilirubin

Pemberian fototerapi pada bayi prematur adalah sebagai berikut :


1. BB < 1000 gr ; dimulai dalam 24 jam dan transfusi tukar jika kadar bilirubin
10-12 mg/dl
2. BB 1000-1500 gr ; fototerapi jika kadar bilirubin 7 – 9 mg / dl dan transfusi
tukar jika kadar bilirubin 12 -15 mg/dl
3. BB 1500 – 2000 gr ; fototerapi jika kadar bilirubin 10 – 12 mg / dl dan
transfusi tukar jika kadar bilirubin 15 – 18 mg/dl
4. BB 2000 – 2500 gr ; fototerapi jika kadar bilirubin 13 – 15 mg / dl dan
transfusi tukar jika kadar bilirubin 18 – 20 mg/dl

Terdapat perbedaan tatalaksana ikterus pada neonatus cukup bulan dan neonatus
kurang bulan.

Tatalaksana ikterus pada neonatus cukup bulan berdasarkan kadar bilirubin


indirek ( mg/dl )
2.1 Ikterus fisiologis
2.1.1 Pengertian Ikterus Fisiologis
Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit dan sclera yang terjadi akibat
peningkatan kadar bilirubin didalm darah (Fraser,2012).

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/ml
dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem
biliary, atau sistem hematologi (Muslihatun, 2010).

Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada
bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia.Ikterus merupakan salah satu
kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir,sebanyak 25-50% pada bayi
cukup bulan dan 80 % pada bayi berat lahir rendah (Dewi,2012).

Ikterus fisiologis (ikterus neonaturum) adalah kondisi munculnya warna kuning di


kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karen adanya bilirubin pada kulit dan
selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(Hidayat,2008)
Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih
tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat
merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis, misalnya pada inkomplitibilitas
Rhesus dan ABO, sepsis, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya (Sarwono,
2010).

Bilirubin adalah roduk sampingan dari pemecahan heme yang sebagian besar
ditemukan di sel darah merah.el darah merah yang sudah tua,imatur atau cacat
dikeluarkan dari sirkulasi dan dipecahkan di dalam system retikuloendoelial
(hati,limpa dan makrofag) dan haemoglobin menjadi produk seknder dari heme
globin dan zat besi (Fraser,2012)
Kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang beraksi indirek adalah 1-3 mg/dl/24
jam,dengan demikian ikterus dapat dilihat pada hari ke 2 sampai hari 3,biasanya
berpuncak antara hari ke 2 dan ke 4 dengan kadar 5-6 mg/dl dan menurun sampai
dibawah 2 mg/dl,antara umur ke 5 dan ke 7.Ikterus yang disertai dengan
perubahan-perubahan ini disebut fisilogis dan disebabkan karena kenaikan
produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan
keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.Secara keseluruhan 6-7%
bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek lebih besar dari 12,9 mg/dL
dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari 15 mg/dL.

Pada bayi prematur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebh
lambat dari pada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya
lebih lama,yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi,puncaknya
dicapai antara hari ke 4 dan ke 7.Biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak dicapai
sebelum hari ke 5-ke 7 dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke 10
(Wahab,2012).

2.1.2 Etiologi
1. Pra hepatik (Ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada proses
hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik).Peningkatan bilirubin dapat
disebabkan oleh beberapa faktor,diantaranya adalah infeksi,kelainan sel darah
merah dan toksin dari luar tubuh,serta dari tubuh itu sendiri.
2. Pasca hepatik (Obstruktif)
Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin konjugasi
akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk kedalam aliran darah,sebagian
masuk dalam ginjal dan dieksresikan dalam urine.Sementara itu sebagian lagi
tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sclera berwarna kuning kehijauan serta
gatal.sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan eksresi bilirubin
kedalam saluran pencernaan berkurang, sehingga feses akan berwarna putih
keabu-abuan, tanah liat dan seperti dempul.

3. Hepatoseluler (ikterus hepatik)


Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati mengalami kerusakan,maka secara
otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga bilirubin direct
meningkat dalam aliran darah.Bilirubin direct mudah diekresikan oleh ginjal
karena sifatnya yang mudah larut dalam air,namun sebagian masih tertimbun
dalam aliran darah. (Dewi,2012)

2.1.3 Faktor Resiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

1. Faktor Maternal
a) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

b) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

c) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

2. Faktor Perinatal
a) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

b) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

3. Faktor Neonatus
a) Prematuritas

b) Faktor genetik
c) Polisitemia

d) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

e) Rendahnya asupan ASI

f) Hipoglikemia

g) Hipoalbuminemia

2.1.4 Klasifikasi Ikterus


1. Ikterus Fisiologis
A. Pengertian Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak
mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus.Ikterus
ini memiliki tanda-tanda berikut :

1. Timbul pada hari ke dua dan ketiga setelah bayi lahir


2. Kadar biliburin Indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan
3. Kecepatan peningkatan kadar biliburin tidak lebih dari 5 mg% per hari
4. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
5. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
6. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
B. Ikterus Fisiologis Yang Berlebihan Pada Bayi Prematur
Kondisi ini ditandai dengan kadar bilirubin sebesar 165µmol/l (10 mg/dl) atau
lebih pada hari ke 3 atau 4 dengan puncak konsentrasi pada hari ke 5 sampai 7
yang kembali ke kadar noermal setelah bebrapa minggu.Bayi premature berisiko
lebih tinggi untuk mengalami kern ikterus.Faktor penunjangnya antara lain :
1. Keterlambatan ekspresi enzim UPD-GT
2. Waktu hidup sel darah merah yang lebih singkat
3. Komplikasi seperti hipoksia,asidosis dan hipotermia yang dapat
mengganggu kemamuan mengikat albumin
(Fraser,2012)
2. Ikterus Patologis
Ikterus patologis Adalah Ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus patologis
memiliki tanda-tanda berikut:

1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama


2. Kadar bilirubin melebihi 10mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
3. Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg per hari
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
5. Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg %
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
(Mitayani,2010)

3. Ikterus hemolitik
Yang berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut
eritroblastosis etalis atau morbus hemolitikus neonaturum,penyakit hemolitik ini
biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi.

a) Inkompatibilitas Rhesus

Sangat jarang di Indonesia karna sering terjadi di negara bagian barat karna 15 %
penduduknya memiliki golongan darah rhesus negatif.Bayi Rh positif dari ibu Rh
negatif tidak selamanya menunjukkan gejala-gejala klinik pada waktu lahir (15-
20%).Gejala klinik yang dapat terlihat adalah ikterus yang timbul pada hari
pertama dan semakin lama semakin berat disertai anemia yang
berat pula.Bila sebelum kelahiran terdapat hemolisis berat maka bayi lahir dengan
oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar. Terapi yang ditujukan
adalah dengan memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebih
dalam serum agar tak menjadi kern ikterus.
b) Inkompatibilitas ABO

Isoimunisasi ABO biasanya terjadi saat ibu memiliki golongan darah O dan bayi
memiliki golongan darah A atau lebih jarang dijumpai bayi memiliki golongan
darah B.Inkompatibilitas ABO juga diduga melindungi janin dari inkomptabilitas
Rh karena antibodi A dan anti-B ibu menghancurkan setiap sel janin yang bocor
ke dalam sirkulasi maternal.Akibat hemoloisis inkompatibilitas golongan darah
ABO.Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan
bersifat ringan.Bayi tidak terlihat sakit,anemia ringan dan hepar.Ikterus dapat
menghilang dalam beberapa hari.Kalau hemolisisnya berat seringkali dilakukan
transfusi tukar darah untuk mencegah kern ikterus.Pemeriksaan yang dilakukan
adalah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
Tujuan Terapi antara lain :
1. Mencegah hemolisis lebih lanjut
2. Mengurangi kadar bilirubin
3. Mencegah anemia
c) Penyakit hemolitik karana kelainan eritrosit konginetal

Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai


erotroblastosis fetalis akibat iso-imunisasi.Pada penyakit ini biasanya coombs test
biasanya negative.Beberapa penyakit lain yang termasuk disini adalah sterositosis
kongenital,anemia sel sabit,eliptositosis herediter
4. Ikterus Obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar
hepar,akibat obstruksi maka terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung,bila
kadarnya melebihi 1 mg% maka dicurigai menyebabkan obstruksi misalnya pada
sepsis,hepatitis neonaturum,pielnefritis,obstruksi saluran empedu.Penyakit lain
yang dapat menyebabkan ikterus obstruktiva adalah atresia biliaris
ekstraheptika,kista duktus koledokus,fibrosis kistik pancreas,kelainan-kelainan
duodenum adanya pankreas yang menghalangi pengeluaran bilirubin dalam air
kencing dan tinja.

(Fraser,2012)

2.1.5 Penilaian Ikterus


Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan
menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena
pengaruh sirkulasi darah.Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus
yang merupakan resiko terjadinya kern ikterus.
Penilaian Ikterus Menurut Kramer

Kadar
Bilirubin
Daerah Luas Ikterus (mg%)

1 Kepala dan leher 5

2 Daerah 1+ badan bagian atas 9

Daerah 1,2 + badan bagian bawah

3 dan Tungkai 11

Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki


4 dibawah tungkai 12

Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki

5 16

(Dewi,2012)

2.1.6 Bagan Penanganan Ikterus Bayi Baru Lahir

Warna kuning pada kulit dan sklera mata ( tanpa hematomegali,


Tanda-tanda perdarahan kulit, dan kejang-kejang)

Kategori

Penilaian Normal Fisiologik Patologik

1. Daerah 1 1+2 1 sampai 5 1 sampai 5


1 sampai
ikterus
4
(rumus
Kramer) 1-2 >3 >3 >3
2. Kuning
<5 5-9 mg% 3 > 15-20 > 20
hari ke:
mg% mg%
3. Kadar 1-15
bilirubin mg%

Penganan

a) Jemur dimatahari pagi jam 7-9


selama 10 menit
a) Rujuk
b) Badan bayi telanjang, mata
kerumah
ditutup
sakit
Terus
c) Terus diberi ASI
Bidan atau diberi b) Banyak
Puskesmas ASI d) Banyak minum minum

Sama Sama
dengan dengan Terapi
Rumah Sakit diatas diatas sinar Terapi sinar

a) Periksa golongan darah ibu dan bayi

b) Periksa kadar bilirubin

Waspadai
bila kadar
bilirubin
Nasehati naik > 0,5
bila mg/jam
Tukar darah
semakin (coomb’s
kuning test)
(Sarwono,2008)

2.1.8 Manifestasi Klinik

a) Tekanan kulit dapat menampakan kemajuan anatomi ikterus (muka-5


mg/dL, tengah abdomen -15 mg/dL,telapak kaki -20 mg/dL,tetapi tidak dapat
dijadikan tumpuan untuk memperkirakan kadarnya di dalam darah.Ikterus pada
bagian tengah abdomen,tanda-tanda dan gejala-gejalanya merupakan faktor resiko
tinggi yang memberi kesan ikterus non fisiologis atau hemolisis yang harus
dievaluasi lebih lanjut.Ikterometer yang dapat digunakan untuk menskrining bayi,
tetapi kadar bilirubin serum di indikasikan pada penderita-penderita yang
ikterusnya progresif, bergejala atau beresiko untuk mengalami hemolisis atau
sepsis.

b) Tampak Ikterus

Sklera, kuku atau kulit dan membrane mukosa.Jaundice yang tampak dalam 24
jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau
ibu dengan diabetik atau infeksi.Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari
ke tiga dan mencapai puncak pada ri ketiga sampai hari ke empat dan menurun
pada hari kelima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis

c) Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang


cenderung tampak kuning terang atau orange,ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin
direk) kulit tampak berwarn akuning kehijauan atau keruh.

d) Muntah, anoresia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja gelap

(Suriadi, 2010)

2.1.9 Pemeriksaaan diagnostik

1. Pemeriksaan Bilirubin Serum


Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl antara 2 dan 4
hari kehidupan.Apabila nilainya diatas 10 mg/dl berarti tidak fisiologis.Pada bayi
premature kadar bilirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl,antara 5 dan 7
hari kehidupan.kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak
fisiologis.Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek munculnya
ikterus 2-3 hari dan hilang 4-5 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak
10-12 mg/dl.Sedangkan pada bayi premature,bilirubin indirek munculnya 3-4 hari
dan hilang 7-9 hari dengan kadar bilirubin mencapai puncak 15
mg/dl/hari.Dengan peningkatan kadar bilirubin indirek kurang dari 5
mg/dl/hari.Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl
perhari dan kadar serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
1. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
2. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
3. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
4. Pada ikterus yang lama lakukan uji fungsi hati,uji urin terhadap
galaktosemia
(Suriadi,2010)

2.1.10 Diagnosis Banding


Ikterus yang terdiri atas blirubin indirek atau direk yang ada pada saat lahir atau
muncul dalam umur 24 jam pertama mungkin karena eritroblastosis foetalis,
perdarahan yang tersembunyi, sepsis, penyakit inklusi sitomegali, rubella atau
toksoplasmosis congenital. Ikterus pada bayi yang mendapat transfusi intrauteri
ditandai dengan proporsi bilirubin reaksi direk yang luar biasa tinggi
tinggi.Ikterus yang mula-mula muncul pada hari ke 2 atau hari ke 3 biasanya
“fisiologis” tetapi dapat menggambarkan bentuk yang lebih berat yang disebut
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

Iktrerus non hemolitik familial (Sindrom Crigler-Najjar) mulai terlihat pada hari
ke 2 atau hari ke 3. Ikterus yang muncul sesudah hari ke tiga dan dalam minggu
pertama akan memberi kesan septicemia yaitu hal ini dapat karena infeksi lain
terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit sitomegalovirus. Ikterus sekunder
akibat ekimosis yang luas atau hematoma dapat terjadi selama hari pertama
terutama pada bayi prematur.Polisitemia dapat menyebabkan ikterus ikterus awal.
Ikterus yang mulai terlihat sesudah usia satu minggu merupakan ikterus karena
ASI, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis, rubela, hepatitis
herpes, galaktosemia, hipotiroidisme, anemia hemolitik congenital atau
kemungkinan kegawatan anemia hemolitik lainnya atau anemia hemolitik
karena obat-obatan. Bayi beresiko rendah yang ikterus, cukup bulan, serta tidak
bergejala dapat dievaluasi dengan pemantauan kadar bilirubin serum total. Tanpa
memandang umur kehamilan atau waktu munculnya ikterus, hiperbilirubinemia
dan semua penderita dengan gejala-gejala atau tanda-tanda memerlurkan evaluasi
diagnostik yang lengkap, meliputi penentuan fraksi bilirubin direk dan indirek,
hemoglobin, golongan darah, uji Coombs dan pemeriksaan pulasan darah perifer.
Bilirubinemia yang bereaksi indirek, retikulositosis dan pulasan memperlihatkan
adanya penghancuran sel darah merah yang memberi kesan hemolisis, bila tidak
ada ketidakcocokan (Inkompatibilitas) golongan darah, hemolisis akibat non
imunologis (Wahab, 2012).
2.1.11 Komplikasi
Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat adanya bilirubin indirect
pada otak.Kern ikterus ditandai dengan kadar bilirubin darah yang tinggi (>20
mg% pada bayi cukup bulan atau >18 mg% pada bayi berat lahir rendah) disertai
dengan gejala kerusakan otak berupa mata berputar,letargi,kejang,tak mau
mengisap,tonus otot meningkat ,leher kaku dan sianosis,serta dapat juga diikuti
dengan gangguan berbicara dan retardasi mental di kemudian hari (Dewi,2012).
2.1.12 Penatalaksanaan Ikterus Fisiologis
Lakukan perawatan bayi seperti :

1. Memandikan bayi
2. Melakukan perawatan tali pusat
3. Lakukan pencegahan hipotermi
4. Menjemur bayi di bawah sinar matahari dari jam 07.00 hingga hjam 09.00
pagi,kurang lebih 30 menit
5. Berikan ASI secara adekuat
6. Mempertahankan intake (pemasukan jaringan)
7. Monitor intake dan output
8. Berikan terapi infuse pada bayi bila indikasi yaitu meningkatnya
konsentrasi urine dan cairan hilang berlebihan
9. Monitoring temperature setiap 1 jam
(Suriadi,2010)

2.1.13 Penatalaksanaan Terapeutik


1. Terapi sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh
bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah
dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar
tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Sinar yang
digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang
gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara
paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flaxy glass yang
berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi.
Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan
menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya yang berlebihan
dari lampu-lampu tersbut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum
sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula
alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi resiko terhadap organ reproduksi itu,
seperti kemandulan.

Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada


kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi
karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan
meningkatkan pengeluaran cairan empedu ke organ usus.

Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pelaksanaan Terapi Sinar


1. Alat-alat yang diperlukan adalah sebagai berikut
a) Lampu fluoresensi 10 buah masing-masing 20 watt dengan gelombang sinar
425-475 nm,seperti pada sinar cool white,daylight,vita kite blue dan special blue
b) Jarak sumber cahaya bayi ± 45 cm,diantaranya diberi kaca pleksi setebal 0,5
inchi untuk menahan sinar ultraviolet

1. Cara terapi
A. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena
sinar.
B. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat
pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk memberikan
rangsang visual pada neonatus. Pemantau iritasi mata dilakukan tiap 6
jam dengan membuka penutup mata.
C. Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.
D. Posisi bayi diubah tiap 6 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas
mungkin
E. Suhu tubuh bayi dipertahankan sekitar 36,5°C – 37°C
F. Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan
muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
G. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan
H. Pemeriksaan bilirubin darah setiap hari atau dua hari,setelah terapi
sebanyak 3 kali dalam sehari
I. Lama terapi 100 jam atau bila kadar bilirubin darah sudah mencapai ≤
7,5 mg%
Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar
a. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water
loss) Energi fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan
menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi premature
atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan
pemberian cairan tambahan.
b. Frekuensi defekasi meningkat
Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan pembentukan
enzim laktase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu
dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.
c. Timbul kelainan kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan ekstrimitas
Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan. Dilaporkan pada
beberapa terjadi “Bronze baby syndrom”hal ini terjadi karena tubuh tidak
mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit
ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
d. Peningkatan suhu
Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu
lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi pada
bayi premature fungsi termostat atau yang belum matang. Pada keadaan ini
fototerapi dapat dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang
digunakan dan dilakukan pemantauan suhu tubuh neontus dengan jangka
waktu (unterval) yang lebih singkat.
Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, lateragi, dan
iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.
e. Gangguan pada mata dan pertumbuhan
Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada binatang
percoban. Pada neonatus yang mendapat terapi sinar, gangguan pada retina
dan fungsi penglihatan lainnya serta gangguan tumbuh kembang tidak dapat
dibuktikan dan belum ditemukan, walupun demikian diperlukan kewaspadaan
perawat tentang kemungkinan timbulnya keadaan tersebut. (Dewi,2012)

2. Fenobarbital
Dapat mengekresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatic glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatic pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk
meningkat bilirubin. Pada suatu penelitian menunjukan pemberian fenobarbital
pada ibu untuk beberapa hari sebelum kelahiran baik pada kehamilan cukup bulan
atau kurang bulan dapat mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia.namun karena
efeknya pada metabolisme bilirubin biasanya belum terwujud sampai bebrapa hari
setelah pemberian obat dan oleh Karena keefektifannya lebih kecil dibandingkan
dengan fototerapi dsn mempunyai efek sedative ysng tidsk diinginkan dan tidak
menambah respon terhadap fototerapi, maka fenobarbital tidak dianjurkan untuk
pengobatan ikterus pada bayi neonatus (Suriadi,2010).
3. Transfusi Tukar
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus
meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi
transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan
sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa
mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental,
cerebrel palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan
pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar
dengan darah lain.

Tujuan transfusi tukar adalah untuk menurunkan kadar bilirubin indirek,


mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis, membuang antibody yang
menyebabkan hemolisis, dan mengoreksi anemia.Transfusi tukar akan dilakukan
oleh dokter pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek sama dengan atau lebih
tinggi dari 20mg% atau sebelum bilirubin mencapai kadar 20 mg%. Darah yang
digunakan sebagai darah pengganti (darah donor) ditetapkan berdasarkan
penyebab hiperbilirubinemia.

A. Indikasi
1) Kadar bilirubin indirect darah ≥ 29 mg%
2) Kenaikan kadar bilirubin indirect darah yang cepat,sebesar 0,3-1 mg%
per jam
3) Anemia berat disertai tanda payah jantung
4) Bayi dengan Hb tali pusat < 14 mg% dan tes Coombs positif

B. Teknik
1. Kosongkan lambung bayi (3-4 jam sebelumnya jangan diberi minum,
bila memungkinkan 4 jam sebelumnya diberi infus albumin 1
gram/kgBB
2. Lakukan teknik aseptik dan antiseptic pada daerah tindakan
3. Awasi selalu tanda-tanda vital dan jaga agar jangan sampai kedinginan
4. Bila tali pusat masih segar,potong ± 3-5 cm dari dinding perut
5. Kateter polietelin diisi dengan larutan heparin kemudian salah satu
ujungnya dihubungkan dengan semprit tiga cabang, sedangkan ujung
yang lain dimasukkan dakam vena umbilicus sedalam 4-5 cm
6. Periksa tekanan pada vena umbilikalis dengan mencabut ujung luar dan
mengangkat kateter naik ± 6 cm
7. Dengan mengubah-ubah keran pada semprit tiga cabang, lakukan
penukaran dengan cara mengeluarkan 20 ml darah da memasukkan 20
ml darah.Demikian berlang-ulang sampai jumlah total yang keluar
adalah 190 ml/kgBB dan darah yang masuk 170 ml/kgBB
8. Setelah darah masuk sekitar 150 ml, lanjutkan dengan memasukkan Ca
glukonat 10% sebanyak 1,5 ml dan perhatikna denyut jantung
bayi.Apabila lebih dari 100 kali per menit waspadai adanya henti jantung
9. Bila vena umbilikalis tak dapat di pakai, maka gunakan vena safena
magma ± 1 cm dibawah ligamentum inguinal dan medial dari arteri
femoralis.

4. Menyusui Bayi dengan ASI


Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine, untuk
itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat
terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan buang air
kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter
karena pada beberapa kasus, ASI justru dapat meningkatkan kadar bilirubin
sehingga bayi semakin kuning (breast milk jaundice).

5. Terapi Sinar Matahari


Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur
selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Caranya seperempat jam
dalam keadaaan terlentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup.
Lakukan antara jam 07.00 sampai 09.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif
mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam 07.00, sinar ultraviolet belum cukup
efektif, sedangkan di atas jam 09.00 kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga
akan merusak kulit bayi.Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke
matahari karena dapat merusak matanya (Dewi,2012).

DAFTAR PUSTAKA

Dewi,Vivian Nanny Lia.2012.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Jakarta :


Salemba Medika
Rukiyah,Ai Yeyeh.2010.Asuhan neonatus,Bayi dan Balita.Jakarta : Trans Info
Media
Muslihatub,Wafi Nur.2010. Asuhan neonatus,Bayi dan Balita.Yogyakarta :
Fitramaya
Fraser.M.Diare.2012.Praktek Klinik Kebidanan.Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Wahab,Samik.2012.Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Mitayani.2010.bayi Baru Lahir dan Penatalaksanaannya.Sumatera : Baduose
Media
Suriadi.2010.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Jakarta : Sagung Seto
Sarwono,Prawirohardjo.2008.Buku ilmu kebidanan.Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka

Anda mungkin juga menyukai