Anda di halaman 1dari 5

METODE PENELITIAN

“PEDOMAN WAWANCARA ”

Dosen Pengampu: Prof.Dr.H. Syamsir Salam,Ms

Disusun oleh:

Ammar Jaasim 11160530000051

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH (MHU 5 C)

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018
Pengertian pedoman wawancara

Pedoman adalah panduan, petunjuk dan acuan. Sedangkan wawancara adalah percakapan
yang berupa tanya jawab yang dilakukan oleh narasumber dan pewawancara yang terdiri dari
dua orang bahkan lebih dalam waktu yang telah ditentukan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pedoman wawancara yakni panduan dalam


melakukan kegiatan wawancara yang terstruktur dan telah ditetapkan oleh pewawancara dalam
mengumpulkan data-data penelitian baik itu tugas akhir, skripsi, dan lain sebagainya.

Pedoman wawancara secara garis besar dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu

1. tahap persiapan wawancara,


2. proses wawancara,

3. evaluasi wawancara, termasuk permasalahan yang kerap muncul pada penelitian yang
menggunakan teknik wawancara.

Pada tahap ini, perencanaan melakukan wawancara harus dilakukan seoptimal mungkin.
Secara normatif, persiapan wawancara meliputi pembuatan interview guide atau panduan
wawancara, menulis daftar informan yang potensial, termasuk nomor kontaknya jika ada,
membuat janji dengan calon informan, dan mempersiapkan peralatan serta dokumen yang
dibutuhkan untuk wawancara, seperti alat rekam, surat ijin penelitian, proposal atau apapun yang
diperlukan.

Panduan wawancara perlu dibuat sekadar sebagai alat bantu peneliti melakukan
wawancara. Perlu diingat sekali lagi bahwa panduan wawancara bukanlah daftar pertanyaan
wawancara, melainkan hanya sebagai alat bantu. Sebagai alat bantu, peneliti boleh
mempersiapkannya boleh tidak.

Panduan wawancara cukup dibuat sesimpel mungkin. Peneliti bisa menuliskan


pertanyaan yang akan ditanyakan dengan satu atau dua kata saja. Misal, dalam penelitian tentang
aktivisme lingkungan, peneliti akan bertanya tentang apa motivasi informan bergabung dengan
komunitas lingkungan. Dalam panduan wawancara cukup ditulis motivasi berkomunitas.
Pertanyaan lainnya juga demikian agar wawancara lebih mengalir karena peneliti tak perlu
menundukkan kepala terlalu lama baca teks seperti siaran berita.

Apabila peneliti sudah memahami isu dan pertanyaan yang akan dibahas, tentunya
interview guide hanya dibawa sebagai pelengkap saja. Wawancara berjalan seperti mengobrol
biasa. Teknik ini biasanya dilakukan oleh peneliti yang sudah tinggi jam terbangnya dimana
sebelum turun lapangan, semua pertanyaan penelitian sudah dipahami di luar kepala. Interview
guide hanya digunakan untuk mengontrol saja agar jangan sampai ada pertanyaan yang kelewat.
Beda dengan peneliti yang sudah tinggi jam terbangnya, peneliti pemula perlu interview
guide sebagai panduan mutlak. Saya menyarankan pembaca yang masih peneliti pemula untuk
membiasakan diri menguasai daftar pertanyaan penelitian sebelum turun ke lapangan. Resiko
yang biasanya ditanggung apabila ada pertanyaan yang kelewat adalah peneliti mendatangi atau
menghubungi kembali informan untuk menjawab pertanyaan yang kelewat.

Hal selanjutnya yang perlu dipersiapkan dalam tahap persiapan ini adalah peneliti harus
memulai dan menjaga hubungan baik dengan calon informan. Pastikan bahwa antara peneliti dan
calon informan tidak ada ketegangan psikologis yang bisa mengurangi antusiasme informan
untuk diwawancarai.

Ciptakan ruang yang sejuk dan damai kepada calon informan agar ketika wawancara,
informan merasa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan pendapatnya. Image peneliti
sebagai orang yang tidak punya kepentingan personal dengan informan selain wawancara juga
penting untuk dijaga.

Persoalan lain yang perlu dipersiapkan selain panduan wawancara dan hubungan baik
adalah bikin jadwal janjian. Tidak mungkin kita memperkenalkan diri, lalu langsung wawancara
mendalam. Sebenarnya boleh saja cara itu digunakan kalau memang tidak memungkinkan untuk
membuat jadwal khusus wawancara. Poin pentingnya adalah peneliti memperkenalkan diri dan
menyampaikan keperluannya sebelum mendapat ijin dan menentukan waktu wawancara.

Proses wawancara

Setelah persiapan matang dan waktu wawancara telah tiba, pastikan anda sudah ada di
tempat sebelum informan datang. Tentunya jika interview tidak dilakukan di rumah informan.
Memulai wawancara perlu dengan sikap luwes Proses wawancara sebaiknya dimulai dengan
pengungkapan identitas asli peneliti, topik penelitian, dan tujuan dari penelitiannya. Keterbukaan
merupakan prinsip kunci di sini. Tentu saja, keterbukaan atau transparansi ini harus didasarkan
pada alasan etika.

Teknik wawancara penelitian

Pertama, peneliti perlu memperhatikan tujuan penelitian dan topik utama yang akan dibahas
untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai contoh, apakah peneliti ingin mengetahui tentang
pengalaman personal narasumbernya atau isu lain yang diketahui oleh narasumbernya.
Penentuan topik juga disesuaikan dengan pertanyaan penelitian yang diajukan di proposal.

Kedua, peneliti membuat rencana bagaimana proses wawancara berjalan. Langkah kedua dalam
teknik wawancara ini meliputi penyusunan panduan wawancara, penentuan berapa banyak orang
yang akan diinterview, kapan dan dimana interview dilakukan, dan sebagainya. Intinya peneliti
membuat rancangan yang detail, biasanya berupa daftar pertanyaan terbuka dan siapa saja calon
interviewer, kalau bisa beserta nomor kontaknya.
Ketiga, setelah proses wawancara selesai dirancang, peneliti siap untuk bertemu narasumber
atau melakukan interview via phone. Pertemuan dengan narasumber artinya interview siap
dilakukan. Dengan demikian, peneliti mendengarkan, mencatat atau merekam narasi dari
narasumber. Saat interview, etika wawancara perlu diperhatikan. Misalnya, sebelum merekam
dengan alat rekam, peneliti sebaiknya minta izin terlebih dahulu karena tidak semua narasumber
merasa nyaman direkam.

Keempat, setelah interview selesai, data berupa catatan atau rekaman berada di tangan peneliti.
Langkah selanjutnya adalah mentranskripsi hasil wawancara. Transkripsi umumnya berupa
narasi yang cukup tebal. Peneliti harus jeli melihat narasi mana yang bisa digunakan sebagai
data, mana yang tidak karena tidak semua narasi adalah data. Teknik wawancara di tahap ini
memakan waktu lama. Oleh sebab itu, peneliti sebaiknya menyiapkan waktu yang cukup. Proses
transkripsi memang bisa diserahkan ke orang lain untuk membantu. Namun menurut saya,
selama masih ada waktu, sebaiknya dilakukan sendiri karena mampu membangun keintiman
kognitif antara peneliti dengan topik yang dibahas. Dampaknya, peneliti menjadi lebih familiar
dengan isu yang dibahas.

Kelima, hasil transkripsi yang masih mentah dikirim kembali ke narasumber sebagai wujud
transparansi data. Teknik wawancara pada tahap ini, narasumber juga bisa mengecek kembali
jawaban yang diberikan. Transparansi data dapat meningkatkan validitas data nantinya.

Keenam, data bisa dianalisis setelah melalui proses transkripsi. Teknik wawancara pada tahap
ini juga memakan waktu. Peneliti perlu membaca keseluruhan transkripsi dua kali atau lebih
sebelum melakukan analisis. Analisis bisa dimulai dengan koding terlebih dahulu.

Ketujuh, teknik wawancara yang perlu dilakukan adalah memverifikasi validitas dan reliabilitas
hasil analisis. Peneliti perlu mencari, membaca, dan membandingkan hasil temuannya dengan
temuan penelitian lain.

Kedelapan, tidak ada penelitian yang sempurnya. Peneliti perlu menyusun laporan penelitian,
mempresentasikan, dan mempublikasikannya. Kritik dan masukan menjadi bagian dari proses
penelitian.

Evaluasi wawancara

Setelah wawancara selesai, sebaiknya pewawancara selalu menyampaikan pesan pada


partisipan apabila ada yang kurang akan saya hubungi lagi. Tentunya bila partisipan tidak
keberatan untuk dihubungi lagi. Pesan ini disampaikan untuk jaga-jaga saja kalau-kalau ada data
yang dibutuhkan tapi kelewat tidak ditanyakan.

Tahap evaluasi wawancara sebenarnya sangat simpel. Peneliti hanya perlu memeriksa
apakah seluruh pertanyaan telah terjawab atau adakah yang terlewat. Pemeriksaan tidak hanya
pada aspek kuantitas tapi juga kualitas. Data yang berkualitas cenderung menghasilkan riset yang
berkualitas. Bila wawancara dilakukan dengan menggunakan alat rekam, periksa kembali apakah
hasil rekaman tersimpan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai