Pola Keruangan Kota
Pola Keruangan Kota
1. Pengertian Kota
Dalam masyarakat yang modern seperti sekarang ini, yang ditandai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi disegala bidang kehidupan, sering kita bedakan ruang tempat
tinggal manusia itu menjadi wilayah perkotaan dan pedesaan. Sedangkan wilayah perkotaan
merupakan wilayah pusat-pusat dari kegiatan manusia di luar sektor pertanian, seperti pusat
industri, perdagangan, sektor jasa, dan pelayanan masyarakat, pendidikan, pemerintahan, dan
sebagainya sehingga dalam kehidupan sehari-harinya, kota terlihat sangat sibuk. Tingkat
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan masyarakat kota umumnya
lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Pada hakekatnya kota itu lahir dan berkembang dari suatu wilayah pedesaan yang
sebelumnya merupakan panorama alamiah berupa sawahan, kebun atau daerah perbukitan
dengan kesejukan udara dan keindahan alamnya telah diubah oleh manusia menjadi
bangunan-bangunan Perkantoran, perumahan, pasar, pusat-pusat pertokoan dan tempat-
tempat fasilitas lainnya.
Menurut R.Bintarto, kota merupakan sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-
unsur alamiah yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan
materialistik dibandingkan dengan daerah disekitarnya.
Menurut Grunfeld, kota adalah suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk lebih
besar dari pada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata pencaharian non agraris
dan system penggunaan tanah yang beraneka ragam serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi
yang lokasinya sangat berdekatan.
Berdasarkan peraturan mentri Dalam Negeri RI Nomor 4 tahun 1980, pada
hakekatnya kota mempunyai 2 macam pengertian, yaitu:
a) suatu wadah yang memiliki batasan administratif wilayah, seperti kotamadya dan kota
administratif sebagaimana telah diatur oleh perundang-undangan. Misal: Kotamadya
Malang, kota administratif Jember, Bekasi dan sebagainya.
b) sebagai lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya
ibukota kabupaten, ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan
pusat pemukiman.
2. Ciri-Ciri Fisik Kota
Berbeda dengan fisik wilayah pedesaan yang banyak didominasi oleh lahan pertanian,
daerah perkotaan dicirikan oleh pola penggunaan lahan yang lebih banyak merupakan
bentang budaya hasi karya manusia, seperti gedung-gedung, kompleks perumahan
penduduk, jalur jalan raya, dan sebagainya. Sangat sulit kita temui wilayah-wilayah yang
masih alamiah. Beberapa contoh bentang budaya yang menjadi ciri fisik yang khas bagi
daerah pekotaan, terutama di kota-kota besar antara lain:
Wilayah perkotaan, supermarket, gedung-gedung perkantoran dan gedung-gedung
fasilitas hiburan. Kompleks-kompleks bangunan tersebut biasanya terletak di pusat kota.
Setiap hari daerah kota ini senantiasa sibuk sebab merupakan pusat kegiatan ekonomi
penduduk baik di sektor perdagangan maupun di sektor pelayanan dan jasa. Di wilayah pusat
kota besar banyak kita jumpai pusat perbelanjaan yang menyediakan kebutuhan masyarakat
yang tinggal didaerah sekitarnya.Berdasarkan kemampuannya dalam melayani penduduk
yang dating untuk berbelanja, Arthur B. Gallion dan Simon Eisner mengklasifikasikan pusat
perbelanjaan dalam tiga kelompok, yaitu:Neighborhood Centre, yaitu pusat perbelanjaan
yang memiliki kapasitas untuk melayani penduduk kota sekitar 7.500 sampai 20.000 orang.
(a). Community Centre,yaitu pusat perbelanjaan yang mampu melayani penduduk kota
sekitar 20.000 sampai 100.000 orang. (b). Regional Centre, yaitu pusat perbelanjaan yang
melayani penduduk kota sekitar 100.000 sampai 250.000 orang. (c). Gedung-gedung
pemerintahan, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah alun-alun yang terletak
di pusat kota. Menurut sejarahnya alun-alun berfungsi sebagai tempat pertemuan raja
(pemerintah) dengan rakyatnya, namun pada saat ini fungsinya sudah mulai berubah menjadi
tempat istirahat atau jalan-jalan masyarakat yang mengunjungi pusat kota.
Tempat parkir kendaraan penduduk. Tempat parkir kendaraan ada yang secara khusus
dislokalisasi di tempat tertentu namun ada pula yang disediakan di pinggiran jalan.
Sarana rekreasi masyarakat, terdiri atas rekreasi pendidikan (misalnya musium dan
planetarium) sarana rekreassi hiburan seperti gedung film atau tempat-tempat hiburan
lainnya, dan sarana rekreasi olah raga, seperti kolam renang. Sarana olahraga misalnya sport
centre, gelora, dan lapangan sepak bola.
Open space, yaitu daerah terbuka yang berfungsi sebagai paru-paru kota, biasanya
berupa green belts atau jalur-jalur hijau, yakni pohon-pohon yang ditanam di sepanjang jalan,
serta city gardensatau taman kota.
Kompleks perumahan penduduk yang terdiri atas :
a) Daerah pemukiman kumuh (slums area) yang dihuni oleh penduduk kota yang gagal
atau kalah bersaing dengan penduduk lainnya dalam pencapaian tingkat kehidupan
yang layak. Daerah kumuh ini ditandai oleh kondisi rumah yangtidak layak huni,
kualitas lingkungan yang kotor dan jorok, dihuni oleh sebagian penduduk yang
keadaan ekonominya pas-pasan bahkan miskin, serta tingkat kriminalitas didaerah
tersebut relatif tinggi, seperti pencurian, perkelahian antar anggota masyarakat dan
lain-lain.
b) Daerah pemukiman masyarakat ekonomi lemah sampai menengah, misalnya rumah
sangat sederhana (RSS), rumah susun sederhana dan rumah-rumah BTN tipe kecil.
c) Daerah pemukiman masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, seperti rumah-
rumah BTN tipe besar, rumah real estate dan apartemen mewah atau kondominium.
Menurut N.R saxena tahapan pemusatan penduduk kota adalah sebagai berikut:
a) Infant Town dengan jumlah penduduk 5.000 sampai dengan 10.000 orang.
b) Township yang terdiri atas adolescent township, mature township dan specialized
township dengan jumlah penduduk antara 10.000 s/d 50.000 orang.
c) Town city terdiri atas adolescent town, mature town, specialized town dan adolescent
city dengan jumlah penduduk berkisar 100.000 s/d 1.000.000 orang.
d) Pemerintah Republik Indonesia membuat penggolongan kota berdasarkan jumlah
penduduk sebagai berikut (diolah dari Urban Population Growth of Indonesia, 1980-
1990):
e) Kota kecil, jumlah penduduk antara 20.000 s/d 50.000 orang jiwa. Contohnya Padang
panjang (32.104 orang), Banjaran (48.170 orang).
f) Kota sedang, jumlah penduduk antara 50.000 s/d 100.000 jiwa. Contohnya Sibaloga
(71.559 orang), Bukit Tinggi (71.093 orang), Mojokerto (96.626 orang), Palangkaraya
(99.693 orang) dan Gorontalo (94.058 orang).
g) Kota besar,jumlah penduduk antara 100.000 orang sampai dengan 1.000.000 orang.
Contoh: Padang 477.064 orang; Jambi 301.430 orang; Cirebon 244.906
orang;Surakarta 503.827 orang; Kediri 235.333 orang.
h) Metropolis, jumlah penduduk di atas 1.000.000 jiwa. Contoh: Jakarta dengan jumlah
penduduk 8.222.515 orang; Bandung dengan jumlah penduduknya 2.125.159
orang,Surabaya 2.410.417 orang dan Medan dengan jumlah penduduk 1.685.272
orang.
b. Klasifikasi Kota Secara Non Numerik (Kualitatif).
Sistem klasifikasi kota secara non numerik dapat di artikan sebagai penggolongan yang
di dasarkan atas unsur-unsur kualitatif dari suatu kota, kondisi social penduduk dan
sebagainya:
a) Tahap Eopolis, yaitu tahap perkembangan desa yang sudah teratur , sehingga
organisasi masyarakat penghuni daerah tersebut sudah mulai memperlihatkan ciri-ciri
perkotaan. Tahapan ini merupakan peralihan daari pola kehidupan desa yang
tradisional kearah kehidupan kota.
b) Tahap Polis, yaitu tahapan dimana suatu daerah kota yang masih bercirikan sifat-sifat
agraris atau berorientasi pada sektor pertanian. Sebagian besar kota-kota di Indonesia
masih berada di tahap ini.
c) Tahap Metropolis, yaitu kota merupakan kelanjutan dari tahap polis. Tahapan ini
ditandai oleh sebagian besar orientasi kehidupan ekonomi penduduknya mengarah
kesektor industri. Kota- kota di Indonesia yang tergolong pada tahapan metropolis
adalah Jakarta, Bandung dan Surabaya.
d) Tahap Megapolis (kota maha besar) yaitu suatu wilayah perkotaan yang ukurannya
sangat besar,biasanya terdiri atas beberapa kota metropolis yang menjadi satu
sehingga membentuk jalur perkotaan. Balam beberapa segi kota megapolis telah
mencapai titik tertinggi dan memperlihatkan tanda-tanda akan mengalami penurunan
kualitas. Contah Bos-Wash (jalur kota Boston sampai dengan Wasington di Amerika
Serikat). San-san (jalur kota San Diego sampai San Fransisco di Amerik Serikat),
Randstad Holland mulai kota Doordecht sampai Archem di Netherland.
e) Tahap Tryanopolis, yaitu tahapan kota yang kehidupannya sudah di kuasai oleh triani,
kemacetan-kemacetan,kekacuan pelayanan, kejahatan, dan kriminalitas yang bias
terjadi.
f) Tahap Nekropolis, yaitu tahapan perkembangan kota yang menuju ke arah
kematiannya.
Adanya perkembangan kota juga dapat dilihat pada perubahan struktur yaitu dengan
terjadinya perubahan dari struktur agraris ke struktur yang non agraris. Demikian pula
nampak pada cara pnduduk kota menggunakan gedung atau perumahan mereka. Pada semula
perubahan-perubahan mereka atau gedung-gedung di kota hanya mempunyai fungsi tunggal,
tetapi sekarang sudah mempunyai fungsi lebih dari satu. Misalnya saja perubahan di pinggir
jalan besar yang digunakan untuk tempat tinggal dan sekaligus untuk tokohnya atau rumah
makan atau travel service dan sebagainya.
Gambar 2.
Gambar 3.
Dari gambar 1, nampak bahwa daya tank dari luar kota adalah pada daerahdaerah dimana
kegiatan ekonomi banyak menonjol, yaitu di sekitar pelabuhan dan di sekitar hinterland yang
subur. Harga tanah di sepanjang jalan raya akan lebih tinggi daripada tanah-tanah di sekitar
pegunungan.
Pada gambar 2, nampak bahwa pusat-pusat kota lain yang mempunyai fungsi sebagai kota
industri dan kota dagang mempunyai daya tank di bidang usaha. Di samping itu juga daerah-
daerah di sekitar pusat rekreasi tidak kalah pula dalam menarik penduduk kota keluar.
Bangunan untuk peristirahatan, permainan anak-anak, lapangan olah raga dan rumah makan
berkembang di daerah tersebut.
Daerah-daerah di sekitar pegunungan dan laut yang merupakan daerah lemah, tidak
berarti bahwa mereka sama sekali tidak dapat menarik penduduk. Daerah-daerah lemah
tersebut juga masih menarik beberapa penduduk kota yang berpenghasilan kecil. Mereka
mencari tanah-tanah yang murah harganya. Pada gambar 3 menunjukkan bahwa pemekaran
kota berjalan ke segala arah. Kota-kota semacam mi cepat menjadi kota besar atau kota
metropolitan, dan sekitarnya juga dapat timbul kota-kota satelit.
Beberapa masalah yang menyangkut pemekaran kota:
a. Masalah migrasi ke kota.
Perpindahan penduduk dari luar kota sering disebut dengan urbanisasi. Asal mula
aglomersi di daerah kekotaan atau ”urban aglomeration” sebagai bentuk pemukiman tidak
diketahui dengan pasti. Seperti digambarkan sebelumnya, pemukiman menetap tidak terjadi
pada zaman sebelum neolitik. Desa-desa pada zaman neolitik dibatasi oleh tingkat teknologi
dan budaya penduduknya. Jumlah penduduknya baru mencapai ratusan saja dan mereka
sudah mulai nampak permanen. Nampaknya, timbulnya dan berkembangnya kota-kota
tergantung pada 4 (empat) faktor:
1) Jumlah penduduk
2) Penguasaan terhadap lingkungan alam
3) Tingkat kemajuan teknologi
4) Perkembangan organisasi sosial
Perkembangan kota terutama dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah penduduk.
Urbanisasi sebagai suatu proses dari konsentrasi penduduk menurut Hope Tisdale Eldrige,
mencakup dua unsur yaitu melipatgandakan tempat-tempat konsentrasi dan bertambah
luasnya pusat-pusat pemukiman.
Dalam rangka pengertian urbanisasi secara umum adalag perpindahan penduduk dari
desa kekota. Ada juga terjadi bahwa banyak dari penduduk kota meninggalkan kota untuk
bertempat tinggal di tempat-tempat yang mempunyai suasana desa. Kebanyakan dari mereka
adalah para pensiunan yang ingin mengenyam ketenangan setelah beberapa puluh tahun
hidup dengan suasana serba cepat, serba sibuk dan penuh dengan kebisingan dan polusi
lainnya. Demikian pula ,bagi mereka yang sudah mempunyai unit usaha dibidang perternakan
dan pertanian diluar kota meninggalkan kotanya.
Arus penduduk ke kota banyak disebabkan oleh daya tarik ekonomi dan kesempatan
kerja yang ada dengan upah yang cukup. Di negara-negara sedang berkembang seperti juga
indonesia mengalami urbanisasi yang semakin luas dan semakin populer. Disamping faktor-
faktor yang menarik ada pula sebab-sebab lain yang mendorong, antara lain menurunnya
penghasilan penduduk di daerah pedesaan sebagai akibat dari pertambahan penduduk di desa
yang tidak dapat ditampung oleh tanah-tanah pertanian di daerah pedesaan,faktor
psikologis, faktor pendidikan dan faktor budaya dapat pula menjadi sebab dari urbanisasi ini
b. Masalah sampah
1. Sumber utama dari sampah adalah manusia, dimana ada manusia di terdapat di situ
terdapat sampah.Sampah yang tertimbuh dan tidak di buang dengan segera akan
merupakan sumber penyakit, sumber polusi,sumber bau yang tidak enak dan tidak
sehat, masalah sampah ini timbul di kota,karena beberapa sebab, di antaranya :
2. Bertambahnya penduduk
3. Jumlah tempat sampah yang kurang dapat menampung sampah
4. Tenaga pengangkut dan alat pengangkut yang tidak mencukupi
5. Cara-cara pembuangan dan pembersihan yang tidak benar
6. Kesadaran penduduk yang masih kurang terhadap kebersihan kota dan kesehatan kota
7. Bertambahnya penduduk kota berarti pula bertambahnya pasar–pasar, toko–toko yang
merupakan sumber asal mula sampah. Misalnya daun pembungkus, plastik, kulit
buah–buahan, kertas, karton dan sebagainya.
Gejala–gejala lain yang nampak sebagai salah satu jalan mengatasi kepadatan lalu lintas
adalah pembuatan jalan-jalan by–pass. Pemakaian helm yang di pakai pengendara sepeda
roda dua merupakan salah satu gejala modernisasi kehidupan kota sebagai akibat dari
demikian banyaknya korban kecelakaan.
Pola keruangan seperti di atas bukan berarti sudah ideal,jadi tidak selalu tepat dengan
nyata. Oleh karna itu kemudian timbulah teori yang lain seperti yang dikemukakan Homer
Hoyt yang terkenal sebagai pembentuk teori sektor mengenai perkembangan daerah
kekotaan.
Menurut teori ini perkembangan unit-unit kegiatan di daerah kekotaan tidak
mengikuti zone-zone yang teratur secara konsentris atau melingkar tetapi dengan membentuk
sektor-sektornya. Pembentukan menurut sektor-sektor ini meskipun masih ada kenampakan
yang konsentris, tetapi sifatnya lebih bebas.
Selanjutnya Homer Hoyt beranggapan bahwa kota dapat berkembang melalui tiga
cara:
Pertama, sebuah kota tumbuh secara menegak,ini disebabkan karena stuktur keluarga tunggal
semakin lama menjadi struktur keluarga ganda. Dengan demikian tiimbul rumah-rumah flat
atau apartemen yang memisahkan keluarga satu dengan keluarga lainnya. Bila perluasan
keluar menjadi terbatas maka terjadi rumah-rumah flat yang bertingkat.
Kedua, sebuah kota yang masih memiliki cukup ruang kosong dapat diisi atau terisi oleh
bangunan-bangunan perumahan dan kantor-kantor di sela kota.
Ketiga, sebuah kota dapat meluas dengan arah sentrifugal atau lateral keluar. Sebagai
tambahan keterangaan dapat dijelaskan disini, bahwa pola perluasan atau pemekaran atau
ekspansi kota dapat terjadi dalm 3 bentuk:
1. Perluasan mengikuti pertumbuhan sumbu atau perluasanya mengikuti jalur-jalur
transportasi kearah daerah-daerah perbatasan kota
2. Daerah-daerah diluar kota yang terisolir semakin lama semakin berkembang juga dan
akirnya menggabung pada kota
3. Dengan bergabungnya nucleus utama dengan nukleus-nukleus dikota kota kecil yang
berada diluar kota dapat terbentuk konurbasi
Teori lain yang dikenal adalah Teori inti ganda atau Multiple Nuclei. Dalam teori ini pola
keruanganya tidak konsentris dan seolah olah meruakan inti yang berdiri sendiri. Teori ni
juga beranggapan bahwa tidak ada urutan-urutan yang teratur dari zone-zone seperti yang
dianggap oleh teori konsentris .
Dari beberapa teori diatas, kemudian muncul beberapa kritik, diantaranya yang
dikemukakan oleh Maurice R. Devie dalam bukunya The pattern of Urban
Growth. Keberatan-keberatan yang diajukan sebagai berikut:
1. Bentik PDK tidaklah bulat, tetapi cendrung berbentuk segi empat atau persegi panjang
.
2. Penggunaan tanah perdagangan meluar keluar secara radial sepanjang jalan dan
memusat pada tempat-tempat tertentu yang strategis dan membentuk pusat-pusat sub
atau sub centers.
3. Daerah industri terletak dekat jalan raya, dekat sungai sehingga tidak akan terjadi
daerah-daerah industri yang mengelompok.
4. Perumaan kelas rendah dapat di jumpai dekat daerah-daerah indusri dan transportasi.
5. Perumahan kelas rendah dan kelas tinggi terdapat dimana-mana, jadi tidak akan
terjadi pengelompokan-pengelompokan.
Kritik ini dapat dibenarkan juga, tetapi sudah di nyatakan lebih dahulu, bahwa
teori Burgess adalah teori ideal sifatnya dan tentunya tidak selalu tepat, karena perbedaan
kondisi geografis, ekonomi, kultral dan politik. Demikian dengan teori-teori lainya. Teori ini
sebenarnya merupakan suatu usaha pendekatan akademis terhadap proses dan pola
perkembangan daerah kekotaan.