Laporan Pendahuluan HPP
Laporan Pendahuluan HPP
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP TEORI
2.1.1 Pengertian
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan
berlangsung. Perdarahan postpartum dibagi menjadi perdarahan postpartum primer dan sekunder
(Manuaba, 1999).
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak
lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan
lebih dari 1000 ml darah.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak
lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan
dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam
Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 pertama
setelah lahirnya bayi (Williams, 1998).
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E
Dongoes, 2001).
2.1.2 Epidemiologi
2222Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil,
tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas (Wiknjosastro H,
Saifuddin AB, Rachimhadi T, 2002). Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri
membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio
plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs
dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III
adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi
perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau
lebih.
— Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat
anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi
dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat
banyak.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan
penyebabnya:
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
4
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi perdarahan postpartum :
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan
yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention
plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama.
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-
perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
2.1.4 Etiologi
— Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :
1. Etiologi perdarahan postpartum dini :
1) Atonia uteri
— Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim
dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni
uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang
berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang
sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha
mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara
plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan
sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum
tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan
lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena
perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami
anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya
harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu
lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding
rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan
secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan
atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik.
Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi
bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan
tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan
postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah
ke rahim atau pengangkatan rahim.
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
a. Umur yang terlalu muda / tua
b. Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande multipara
5
d. Uterus terlalu regang dan besar, misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
e. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta
f. Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2) Laserasi Jalan lahir
Robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi. Robekan jalan lahir
merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi
bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi
baik biasanya disebabkan oleh robekan servik atau vagina.
Laserasi jalan lahir dapat disebabkan oleh :
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
a) Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara
berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas
menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan
uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,khususnya
robekan servik uteri.
b) Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai.Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
c) Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar dari pada sirkum ferensia suboksipitobregmatika.
3) Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau
pada daerah jahitan perineum. Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat
disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau
perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan
pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara
alami.
6
diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa,
lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk
rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra
selama lebih dari 2 minggu pascapartum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi.
Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan
lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat
perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
3) Dari luka bekas seksio sesaria
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
1. Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1) Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2) Grande multipara (lebih dari empat anak).
3) Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4) Bekas operasi Caesar.
5) Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
2. Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1) Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2) Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3) Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4) Uterus yang lembek akibat narkosa.
5) Inversi uteri primer dan sekunder.
2.1.5 Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi
ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan
terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan
rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah
pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin
untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum.
Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
1. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir)
1) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.
2. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak)
1) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2)Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir.Perdarahan ini terus-menerus. Penanganannya,
ambil spekulum dan cari robekan.
8
3) Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.
2.1.6 Diagnosis
— Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh
dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai
predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum
selalu ada.
— Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. Perdarahan yang deras biasanya akan
segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena
kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila
berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah
perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
— Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan
di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri
keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap
yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
— Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus
didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan
baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan
eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya
robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500
ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok
hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak
lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir,
kontraksi uterus baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi
uterus baik.
9
Gejala yang kadang – kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak
lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
2.1.7 Pencegahan dan Penanganan
— Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin
kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter
spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin
secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk).
2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya
pencegahan perdarahan pasca persalinan).
3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
4. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.
5. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan
komplikasi.
6. Atasi syok.
7. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan
uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
9. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan.
11. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
2.2 RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA ( PLACENTAL REST)
— Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau
selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul
dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta
dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir
seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya
10
bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau
perdarahan post partum sekunder.
— Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang
bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan
— Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding
uterus bisa karena:
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai
miometrium.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak
adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.
Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :
1. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian
besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
2. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan
dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500 mg oral.
3. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan sisa
plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang
digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar. Bila servik hanya dapat dilalui oleh
instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase.
Catatan : jaringan yang melekat dengan kuat mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk
melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi
uterus, yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.
4. Lakukan pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret atau histerektomi, jika memungkinkan,
untuk menyingkirkan penyakit trofoblas ganas.
5. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan
darah sederhana. Kegagalan terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya
bekuan darah yang lunak yang mudah hancur menunjukkan adanya kemungkinan koagulopati.
6. Bila kadar Hb<8 gr% atau hematokrit kurang dari 20% berikan transfusi darah dan berikan
sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali
sehari selama 6 bulan. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg atau ferous fumarat
60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
11
7. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau), berikan antibiotik untuk
metritis:
- Ampisillin 2 g IV setiap 6 jam
- Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
- Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
- Jika demam masih ada 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosa.
Catatan : Antibiotika oral tidak diperlukan setelah terapi suntikan
2.3 TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI
— Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :
1. Perasat Crede’
— Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi :
1) Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong
2) Teknik pelaksanaan
a. Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak
pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan
belakang. Setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus
ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’ tidak
boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan
inversion uteri.
b. Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara
manual.
2. Manual Plasenta
1). Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan
masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit
seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir
dan tali pusat putus.
2). Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita
diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau
ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi
ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva
dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan
kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
3). Prosedur kuretase
a. KIE : informed consent kepada ibu dan keluarga
b. Persiapan pasien dan penolong
Pasien : - cairan dan infus set
12
- doek steril, kain alas bokong, kain penutup kaki bagian dalam, penutup
perut bagian bawah
Medikamentosa
Analgesik : petidin 1-2 mg/kgBB
Sedativa : dizepam 10 mg
SA : 0,2 – 0,5 mg/ml
Uterotonika
Antibiotik profilaksis
Antiseptik : povidon iodine 10%
Alat : - spuit 5 ml (1) - Sendok kuret
- Spuit 3 ml (1) - Kateter
- Spekulum Sim’s (2) - Businator
- Tenakulum (1) - Cunam tampon (1)
- Sonde Uterus (1) - Kassa
c. Asisten memberikan sedativa dan analgesik, lalu memasang alas bokong
d. Kandung kemih dikosongkan dengan kateter
e. Pemeriksaan bimanual ulangan untuk menentukan pembukaan cerviks, besar, arah, dan
konsistensi uterus
f. Disinfeksi vulva –vagina menggunakan povidon iodine 10% dan pasang doek steril di
bawah bokong ibu
g. Dengan satu tangan masukkan spekulum sims secara horisontal kebawah kedalam vagina,
putar dan tarik ke atas, cerviks terlihat jelas.
h. Tarik sedikit spekulum ke bawah, masukkan vertikal putar dan tarik ke atas,
sehingga serviks terlihat jelas
i. Asisten tahan spekulum pada posisinya
j. Bersihkan vagina, tentukan jam 10 dan 11 jepit
k. Serviks dijepit dengan tenakulum pada tempat yang telah ditentukan
l. Setelah terjepit baik, keluarkan spekulum atas
m. Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan sonde,pegang gagang
tenakulum, masukkan klem ovarium yang sesuai dengan pembukaan serviks hingga
menyentuh fundus
n. Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung sendok kuret
melalui kanalis serviks ke dalam uterus hingga menyentuh fundus
o. Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis dan searah jarum jam hingga bersih
p. Evaluasi dengan kasa, lihat OUE masih perdarahan atau tidak
q. Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks, evaluasi tempat jepitan lalu bersihkan dengan
povidon iodine 10%
r. Kumpulkan jaringan untuk lab patologi anatomi
13
2). Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya erubahan pola miksi
dan defeksi
3). Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan
kelelahan yang berlebihan.
4). Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas.
2.4.2 DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan fisik
Tanda vital: TD, Nadi, Pernafasan,Suhu,Kesadaran
Inspeksi mata : Adanya tanda-tanda anemia
2. Pemeriksaan Palpasi abdomen
Tinggi fundus uteri dan kontraksi uterus. Pada hari ke 14 tinggi fundus uteri sudah tidak teraba
lagi.
3. Pemeriksaan In Spekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri
eksternum atau dari ostium uteri internum,
4. Pemeriksaan Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan adanya sisa plasenta
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Haemoglobin untuk menentukan tingkat anemia akibat perdarahan yang terjadi.
2.4.3 ASSESMENT
Diagnosa : Ibu nifas dengan late HPP
Masalah : Nyeri perut bagian bawah, perdarahan pervaginam
Kebutuhan : Menghentikan perdarahan, mengganti cairan yang hilang pemberian rasa
nyaman
Masalah potensial : Syok hipovolemik, infeksi uterus, anemia berat
2.2.4 PLANNING
1) Memberikan penjelasan pada ibu tentang keadaan penyakitnya
2) Melakukan pemasangan infus
3) Melakukan pemeriksaan laboratorium lengkap
4) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan adanya sisa plasenta
5) Melaksanakan kolaborasi dengan dokter untuk tindakan kuretase
6) Melakukan observasi perdarahan, tanda-tanda vital
7) Melakukan observasi lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus.
15
BAB III
TINJAUAN KASUS
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari asuhan kebidanan yang dilakukan pada Ny. “I” P3003 dengan late hpp hari kedua di Gynek Akut
RSUD dr. Soetomo Surabaya dengan menggunakan alur pikir 7 langkah varney, didapatkan:
1. Pengkajian data
Pengkajian data terlaksana dengan baik karena adanya kerjasama yang baik antara pasien dengan
petugas
2. Identitas masalah
Berdasarkan hasil anamneses, data subyektif maupun obyektif muncul diagnosa: P 3003 dengan late
hpp dalam praktek sudah dikatakan adanya indikasi untuk melakukan kuretase terhadap adanya
sisa plasenta. Hal ini sesuai dengan teori bahwa perdarahan postpartum sekunder dapat
disebabkan oleh adanya sisa plasenta, dan perlu untuk dikeuarkan sisa plasenta tersebut dengan
melakukan tindakan kuretase.
3. Antisipasi masalah potensial
Dalam pengkajian data didapatkan masalah potensial yaitu syok hipovolemik dan anemia. Hal
ini sesuai dengan teori yang ada, sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dengan kenyataan
yang ada.
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera
Asuhan kebidanan pada ibu dengan late hpp ada tindakan kebutuhan segera, yaitu menghentikan
perdarahan dan pemenuhan cairan dan elektrolit.
5. Menyusun rencana asuhan kebidanan
Adapun rencana asuhan yang akan dilakukan atau diberikan karena klien sebagai asuhan
kebidanan sesuai dengan teori yang ada, sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dengan
kenyataan yang ada.
6. Implementasi
Rencana asuhan yang telah disusun semua telah diberikan / dilakukan pada Ny. “I” P3003 dengan
late hpp, yaitu :
1) Memberikan penjelasan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan
2) Melakukan pemasangan infus
3) Melakukan pemeriksaan laboratorium lengkap
4) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan adanya sisa plasenta
5) Melaksanakan kolaborasi dengan dokter untuk tindakan kuretase
6) Melakukan observasi perdarahan, tanda-tanda vital
7) Melakukan observasi lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus.
7. Evaluasi
Setelah semua rencana sudah dilakukan maka ditemukan keberhasilan dalam melakukan asuhan,
dan tidak ditemukan perbedaan antara teori dan praktek karena semua rencana yang telah
disusun sudah dilakukan pada klien.
21
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari uraian tentang masalah penerapan manajemen kebidanan dalam memberikan asuhan
kebidanan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam melakukan pengkajian diperlukan komunikasi yang baik dan dapat membangun
hubungan saling percaya antar klien dengan bidan.
2. Dalam menganalisa data dengan cermat maka dapat dibuat diagnosa, masalah, dan kebutuhan
klien yang sesuai.
3. Dalam menyusun rencana tindakan asuhan tidak mengalami kesulitan jika ada kerja sama yang
baik dengan klien.
4. Pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan prioritas masalah dan disadarkan pada perencanaan
tindakan yang disusun.
5. Hasil evaluasi dan kegiatan yang telah dilaksanakan merupakan penilaian tentang keberhasilan
asuhan kebidanan dan pelaksanaan diagnosa.
5.2 Saran
Tidak sedikit kasus Late HPP. Hal tersebut perlu perhatian lebih dari tenaga kesehatan
khususnya yang berhubungan dengan obstetric ginekologi. Pemahaman pada masyarakat lebih awal
untuk mengenali tanda gejala perlu diberikan secara jelas sehingga tidak sampai terjadi komplikasi
yang lebih parah lagi, seperti syok hipovolemik.
22
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu
Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu
Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002
23
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. “I” P3003 DENGAN LATE HPP HARI KEDUA
BAB 1
DISUSUN OLEH :
LEMBAR PENGESAHAN
Mahasiswa
Mengetahui,
Kepala Sub Unit IRD Lt II Ketua Program Studi Pendidikan Bidan
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan Kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbingan-Nya kami
dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dengan judul “Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi
Pada Ibu dengan Late HPP”. Asuhan kebidanan ini merupakan salah satu tugas dalam rangkaian
kegiatan Pendidikan Profesi pada program studi S1 Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya.
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya dengan hati
yang tulus kepada:
1. dr. Sunjoto, Sp. OG (K), selaku ketua Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyelesaikan program pendidikan profesi bidan.
2. Dr. Baksono Sp.OG (K) selaku pembimbing akademis di ginek akut IRD lt. II RSUD dr.
Soetomo Surabaya.
3. Ibu Choiriyah, Amd. Keb, selaku kepala ruangan Sub Unit IRD lt.II RSUD dr. Soetomo Surabaya
yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada kami untuk mengasah dan
menerapkan keterampilan kami dalam memberikan asuhan kebidanan.
4. Ibu Kalis Sulastri, S.Pd, M.MKes selaku pembimbing klinik yang telah merelakan waktunya
untuk membimbing kami dalam menerapkan asuhan kebidanan.
5. Seluruh staf Gynekologi Akut– IRD lt II RSUD dr. Soetomo Surabaya yang telah memberikan
bimbingan serta dukungan kepada kami selama menjalani program pendidikan profesi bidan.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan dan bantuan
dalam proses pembelajaran ini.
Penulis berharap semoga dengan tersusunnya laporan ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan
pembaca.
Penulis
26