Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MANAJEMEN MUTU

MANAJEMEN MUTU INDUSTRI FARMASI

Oleh :
Della Novie Roseta (2017000021)
Kelas A

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2017
PENDAHULUAN

Era perdagangan bebas dan globalisasi saat ini telah memaksa industri di Indonesia
untuk terus meningkatkan daya saingnya menghadapi kompetisi yang ketat dari produk
sejenis yang berasal dari luar negeri. Persaingan yang tejadi antara lain melalui kebijakan
harga, differensiasi produk dan/atau jasa, fleksibilitas waktu pengiriman, dan mutu.
Khususnya dalam hal mutu, industri dituntut menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas
tinggi namun dengan biaya yang rendah. Salah satu industri dengan tuntutan tinggi untuk
menghasilkan produk yang berkualitas dan bermutu tinggi adalah industri farmasi.
Industri farmasi merupakan salah satu industri strategis yang menyangkut kesehatan
manusia. Melalui perannya dalam bidang pembuatan obat, industri farmasi dapat membantu
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Industri farmasi memiliki moral dan tanggung
jawab sosial untuk senantiasa menghasilkan produk obat yang memenuhi standar mutu,
khasiat, dan keamanan. Oleh karena itu, industri farmasi menjadi salah satu industri yang
dikontrol dan diawasi dengan ketat oleh pemerintah dan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) baik dalam segi perizinan, produksi, peredaran, maupun kualitas obat yang
diedarkan.
Dalam persaingan di industri farmasi yang semakin ketat setiap perusahaan farmasi
dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang bermutu. Industri farmasi diharuskan
memproduksi obat dengan sedemikian rupa sehingga menghasilkan produk yang bermutu
yaitu produk haruslah memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar, tidak
menimbulkan resiko yang dapat membahayakan penggunanya dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu dari suatu obat tersebut mutlak untuk dijaga, oleh karena itu diperlukan
peran serta setiap elemen yang ada di perusahaan termasuk manajemen dalam menjaga mutu
dari produk yang dihasilkan.
Industri farmasi memiliki persyaratan khusus dalam manajemen mutu produknya yaitu
harus memenuhi aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau dikenal dengan
Current Good Manufacturing Practice (cGMP). Penerapan sistem manajemen mutu ini
ditujukan untuk menghasilkan obat yang berkualitas. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 dijelaskan bahwa pedoman
pembuatan obat yang baik dan benar diseluruh aspek kegiatan produksi bertujuan untuk
memastikan bahwa sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Terkait dengan
peraturan tersebut, industri farmasi harus bisa memenuhi setiap aspek dalam CPOB.
Pada prinsipnya, aspek-aspek CPOB yang diaplikasikan pada industri farmasi
memiliki kesamaan dengan aspek pada sistem manajemen mutu yang diterapkan di industri
lain seperti pada sistem manajemen mutu ISO 9000. Artinya perusahaan farmasi di Indonesia
telah menerapkan sistem manajemen mutu dengan memenuhi aspek aspek yang terdapat
dalam CPOB. Penerapan manajemen mutu ini pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan
kinerja perusahaan baik secara operasional dan bisnis. Dengan demikian dapat diharapkan
bahwa perusahaan farmasi yang telah menerapkan CPOB seharusnya memiliki sistem
manajemen mutu yang baik.
PEMBAHASAN

1. MANAJEMEN MUTU
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi)
dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui
suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain
secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat
yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah
didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya.
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan
selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut
disebut Pemastian Mutu.

Dari unsur diatas, sistem manajemen mutu di industri farmasi mencakup antara lain:
a. Struktur organisasi mutu, termasuk kewenangan pemastian mutu dan pengawasan
mutu
b. Pengendalian perubahan
c. Sistem pelulusan batch
d. Penanganan penyimpangan
e. Pengolahan ulang
f. Inspeksi diri
g. Pelaksanaan program kualitas dan validasi
h. Personalia
i. Sistem dokumentasi
Aspek yang saling berkaitan membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian
mutu, CPOB, pengawasan mutu dan pengkajian mutu produk. CPOB adalah bagian dari
pemastian mutu yang memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk
mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin
edar serta spesifikasi produk.

Manajemen Mutu

Pemastian Mutu

CPOB

Pengawasan Mutu

Pengkajian Mutu Produk

Bagian Aspek yang Saling Berkaitan Membangun manajemen Mutu

A. Pemastian Mutu
Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan
personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai.
Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu). Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang
dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan
untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di
luar Pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk. Sistem Pemastian Mutu yang
benar dan tepat bagi pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa:
a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan
persyaratan CPOB.
b. Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan CPOB
diterapkan.
c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan awal dan
pengemas yang benar.
e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses lain serta
dilakukan validasi.
f. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan dan
pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk
distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan
termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, pengkajian dokumen
pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian penyimpangan dari prosedur yang
telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi, dan
pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
g. Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan
persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan
aspek produksi, pengawasan mutu, dan pelulusan produk.
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin,
produk disimpan, didistribusikan, dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar
mutu tetap dijaga selama masa simpan obat.
i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu.
j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi
spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki, dan dicatat.
l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk.
m. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui.
n. Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan
memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

B. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan
dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup
Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
a. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat
yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan
b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi
c. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk:
 Personil yang terkualifikasi dan terlatih
 Bangunan dan sarana dengan luas yang memadai
 Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai
 Bahan, wadah dan label yang benar
 Prosedur dan instruksi yang disetujui
 Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai
d. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia
e. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar
f. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan
yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan
instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk
yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara
lengkap dan diinvestigasi
g. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat
bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah
diakses
h. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu obat
i. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran
j. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi
serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali
keluhan

C. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan
dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan
tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
Pengawasan mutu adalah bagian CPOB yang berhubungan dengan:
a. Pengambilan sampel
b. Spesifikasi dan pengujian
c. Organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian
yang diperlukan telah dilakukan sehingga bahan yang belum diluluskan tidak
digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual sebelum mutunya
memenuhi syarat.
Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini
hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk
memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan
dapat diandalkan. Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa:
a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang
disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan
awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu
untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB
b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang disetujui oleh
Pengawasan Mutu
c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi
d. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan
yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur
pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar telah dilaksanakan Tiap
penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi
e. Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai
dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian yang
dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar
f. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal dinilai dan dibandingkan
terhadap spesifikasi
g. Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang cukup
untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam
kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi,
mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan
dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil
bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil
bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan
sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki
akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.

D. Pengkajian Mutu Produk


Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat
terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses,
kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren
dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu
produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit:

a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk produk,
terutama yang dipasok dari sumber baru
b. Kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian produk
jadi
c. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan
investigasi yang dilakukan
d. Kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian yang signifikan, dan
efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan
e. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode
analisis
f. Kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen registrasi
yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk ekspor
g. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak
diinginkan
h. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang terkait
dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan
i. Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang
sebelumnya
j. Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru
mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan pendaftaran
k. Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem tata udara
(HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain
l. Kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu mutakhir
Industri farmasi hendaklah melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan suatu
penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan perbaikan dan pencegahan
ataupun validasi ulang hendaklah dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah
didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah
diselesaikan secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur manajemen untuk
manajemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta efektivitas prosedur
tersebut yang diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila dapat dibenarkan secara ilmiah,
pengkajian mutu dapat dikelompokkan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan
cair, produk steril, dan lain-lain.

2. MANAJEMEN RISIKO MUTU


Manajemen Risiko Mutu (MRM) merupakan perangkat yang efektif dalam
mempertahankan dan meningkatkan mutu produk farmasi. Secara umum risiko adalah
kombinasi kemungkinan terjadi kerusakan (produk farmasi) dan tingkat keparahan dari
kerusakan tersebut. MRM ini suatu pendekatan yang terbukti efektif mengidentifikasi secara
proaktif risiko-risiko yang mungkin terjadi berkaitan dengan mutu. Adanya pendekatan ini
lebih menjamin terpenuhinya mutu yang tinggi. Singkatnya dengan perangkat MRM ini sudah
dikaji dan dihitung risiko-risiko yang mungkin terjadi sehingga bisa diantisipasi munculnya
risiko dan sudah dipersiapkan penanganannya sehingga risiko tersebut tidak mengganggu
mutu produk. Adanya antisipasi sebelum munculnya risiko membuat industri siap dengan
permasalahan yang mungkin terjadi, kesiapan ini sangat membantu dalam mengambil
keputusan yang tepat.
 Prinsip Manajemen Risiko Mutu
1. Evaluasi Risiko terhadap mutu hendaklah berdasarkan pengetahuan ilmiah dan
dikaitkan dengan perlindungan pasien sebagai tujuan akhir
 Pembuatan MRM dilakukan dengan dasar yang benar (ada dasar
literatur/dasar CPOB/dasar tertulis) dan tujuan akhir yaitu ke perlindungan
pasien. Bila MRM dilakukan dengan tujuan akhir bukan pasien, misal
tujuan untuk efisiensi harga produk, maka tidak bisa disebut MRM. Karena
harga produk tidak masuk dalam lingkup mutu.
2. Tingkat Usaha, formalitas dan dokumentasi pengkajian risiko mutu hendaklah
setara dengan tingkat risiko yang ditimbulkan
 Bila risiko yang ditangani besar seharusnya usaha-usaha yang dilakukan
industri untuk pencegahan, dokumentasi dan keseriusan juga tinggi. Jadi
risiko berbanding lurus dengan usaha-usaha yang dilakukan industri. Misal
risiko kontaminasi produk steril seharusnya usaha-usaha dan
dokumentasinya akan lebih lengkap dan detail dibandingkan dengan risiko
tumpahnya produk

Model Manajemen Risiko

 Penilaian Risiko
1. Memulai Proses Manajemen Risiko Mutu
Manajemen Risiko dimulai dengan daftar kemungkinan pertanyaan
tentang risiko uang terlibat dalam proses atau sistem. Potensi risiko terhadap
kesehatan dan kualitas produk harus diidentifikasi. Batas waktu atau tenggat
waktu untuk penilaian risiko harus ditentukan.

2. Penilaian Risiko
Penilaian Risiko meliputi identifikasi bahaya yang berhubungan dengan
risiko.
 Identifikasi Risiko: Risiko harus diidentifikasi oleh data yang tersedia
sebagai data dari sejarah proses atau sistem, pendapat yang berbeda atau
informasi yang berasal dari pengguna akhir.
 Analisis Risiko: Setelah identifikasi risiko yang terlibat dalam setiap proses
atau sistem analisisnya dilakukan. Bahaya yang terkait dengan risiko yang
terdaftar dan kemungkinan terjadinya dan kekritisan itu ditentukan.
 Evaluasi Risiko: Risiko dianalisis dibandingkan terhadap kriteria risiko.
3. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko adalah penerapan metode atau trik untuk
mengurangi risiko ke tingkat yang dapat diterima. Pertama-tama menentukan
bahwa risiko berada di atas tingkat yang dapat diterima. Menentukan cara
untuk mengendalikan risiko. Risiko baru tidak harus dihasilkan sambil
mengontrol risiko. Selama pelaksanaan langkah-langkah pengurangan risiko,
itu dapat mempengaruhi signifikansi risiko lain yang sudah ada atau
menghasilkan risiko baru. Oleh karena itu, kita harus melakukan penilaian
risiko lagi untuk mengevaluasi perubahan dalam risiko selama pelaksanaan
proses pengurangan risiko.

4. Komunikasi Risiko
Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi mengenai risiko antara
manajemen keputusan dan lain-lain. Hasil manajemen risiko mutu harus
didokumentasikan dan dikomunikasikan. Informasi mengenai sifat risiko,
tingkat keparahan, kontrol dan informasi terkait harus dikomunikasikan. Panah
putus-putus pada gambar menunjukkan bahwa komunikasi dalam manajemen
risiko harus dilakukan di setiap tahap.

5. Tinjau Risiko
Manajemen risiko merupakan proses yang berkesinambungan dan
sistem harus dilaksanakan untuk meninjau risiko pada interval waktu yang
tetap. Semua peristiwa sistem harus dipantau untuk risiko yang terkait dengan
itu. Frekuensi dari tinjauan manajemen risiko tergantung pada tingkat
keparahan risiko. Harus disebutkan secara jelas dalam dokumen manajemen
risiko.

6. Metodologi
Manajemen Risiko Mutu mendukung pendekatan secara ilmiah dan
praktis dalam pengambilan keputusan. MRM menyediakan metode
terdokumentasi, transparan, serta dapat diulang dalam menyelesaikan langkah
proses Manajemen Risiko Mutu berdasarkan pengkajian pengetahuan terkini
tentang penilaian probabilitas (probability, p), tingkat keparahan (severity, s)
dan kadang-kadang kemampuan mendeteksi risiko (detection, d). Industri
farmasi dan Badan POM dapat menilai dan mengelola risiko dengan
menggunakan perangkat manajemen risiko dan/atau prosedur internal (misal,
prosedur tetap). Berikut ini adalah beberapa saja daftar perangkat tersebut:
 Metode dasar manajemen risiko (flowcharts, check sheets, dll.)
 Failure Mode Effects Analysis (FMEA)
 Failure Mode, Effects and Criticality Analysis (FMECA)
 Fault Tree Analysis (FTA)
 Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP)
 Hazard Operability Analysis (HAZOP)
 Preliminary Hazard Analysis (PHA)
 Penyaringan dan pemberian skala (pemeringkatan) risiko
 Perangkat statistik pendukung
Penilaian Risiko dilakukan dengan cara: Situasi kritis yang berpengaruh
terhadap mutu dapat berasal dari suatu kejadian / peristiwa dan tingkat risiko yang
ditimbulkan oleh kejadian tersebut. Pengkajian risiko dapat diimplementasikan,
namun tidak terbatas pada beberapa sistem di bawah ini:
a. Implementasi sistem mutu
 Penyimpangan produk yang dapat menimbulkan risiko pada kesehatan
pasien
 Penyimpangan yang menyebabkan terjadinya penolakan bets karena tidak
memenuhi syarat
 Usulan perubahan
b. Pengembangan produk
 Digunakan untuk menentukan parameter kritis dari produk, menentukan
spesifikasi produk.
c. Penentuan desain mesin, bangunan
 Digunakan untuk menentukan alur material, alur barang, sistem penunjang,
desain mesin, dll
d. Perawatan dan kalibrasi
 Digunakan untuk menentukan interval perawatan dan kalibrasi dari suatu
peralatan
e. Validasi Proses, Validasi Pembersihan, Kualifikasi alat / perangkat lunak
 Digunakan untuk menentukan parameter kritis yang harus diamati selama
proses validasi, menentukan marker dari validasi pembersihan, menentukan
parameter kualifikasi, dll
f. Fungsi Pengawasan Badan POM
 Pemalsuan
 Hal yang dianggap kritis oleh Badan POM sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan mengaudit fasilitas / pabrik tersebut
PENUTUP

Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan makalah diatas yaitu industri farmasi
memiliki persyaratan khusus dalam manajemen mutu produknya yaitu harus memenuhi aturan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan
dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan
diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk
Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Penerapan sistem manajemen mutu ini
bertujuan untuk memastikan bahwa sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2012, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan
POM RI, Jakarta.

Badan POM RI. 2014, Petunjuk Operasional Penerapan: Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik 2012, Jilid II, Badan POM RI, Jakarta.

ICH. 2005, Quality Risk Management, International Conference on Harmonisation of


Technical Requirements For Registration of Pharmaceuticals For Human Use, USA.

Sari, D.P., Susanty, A., & Wibowo, A.A. 2015, Perancangan Sistem Dokumentasi Mutu
Berdasarkan ISO 9001:2008 Di PT. Degepharm Semarang, Seminar Nasional
IENACO, 564-571.

Zarkasyi, L. 2015, Analisis Penerapan Sistem Manajemen Mutu Pada Operasional dan Bisnis
Di Industri Farmasi Indonesia, Tesis, UGM.

Anda mungkin juga menyukai