Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUID DAN SEMISOLID (NON STERIL)


SUSPENSI REKONSTITUSI

Disusun oleh:
Kelompok 3 F
Miranda Dwi Putri 10060316204
Diah Rohaeni 10060316208
Dwina Syafira Arzi 10060316210
Dini Wahidah 10060316211
Marwa Safira R. A. 10060316213

Asisten : Desti Puspa, S. Farm.


Tanggal praktikum : Jumat, 02 November 2018
Tanggal pengumpulan : Jumat, 09 November 2018

LABORATORIUM FARMASI UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2018M/ 1440H
“Suspensi Rekonstitusi”

I. Teori Dasar
1.1 Suspensi
Pengertian sediaan suspensi menurut beberapa buku referensi:
a. Farmakope Indonesia IV
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase. Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat
yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan
ditujukan untuk penggunaan oral (Dirjen POM, 1995: hal.17).
b. Farmakope Indonesia III
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Dirjen POM, 1979:
hal.32).
c. Formularium Nasional Edisi II
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari
obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan. Yang pertama
berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi yang
harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan (Dirjen POM, 1978:
hal.333).
1.2 Suspensi Rekonstitusi
1.2.1 Pengertian
Suspensi rekonstitusi adalah campuran serbuk/granul kering yang
membutuhkan penambahan air/pelarut yang sesuai sebelum digunakan. Campuran
serbuk atau granul tersebut harus homogen dan mudah didispersi ketika
ditambahkan pembawanya.
Serbuk dan granul untuk larutan dan suspensi oral : Serbuk oral adalah
sediaan yang mengandung zat padat longgar (loose), partikel kering yang
bervariasi dalam derajat kehalusannya. Dapat mengandung satu atau lebih zat
aktif, dengan atau tanpa bahan pembantu, dan jika perlu, zat warna yang diizinkan
serta zat pemberi rasa. Disuspensikan dalam air atau pembawa lain sebelum
diberikan oral. Setelah di suspensikan, spesifikasi sediaan tersebut mengikuti
spesifikasi suspensi oral. (BP 2009 Vol III (Oral Powders, General Monographs,
hal 6536).
1.2.2 Alasan Pembuatan Sediaan Suspensi Rekonstitusi
Sediaan suspensi rekonstitusi digunakan ketika zat aktif tidak stabil secara
kimia dalam pembawa air. Sebagai contoh, Penisilin yang berada dalam campuran
serbuk memiliki waktu simpan selama 2 tahun, sedangkan suspensi yang telah
direkonstitusi dengan air (mudah terhidrolisis dalam air) memiliki waktu simpan
14 hari.
Alasan lain adalah untuk menghindari masalah stabilitas fisik pada
suspensi cair. Permasalahan yang terjadi seperti kemungkinan peningkatan
kelarutan obat karena terjadi perubahan pH (karena adanya degradasi kimia),
komponen yang saling inkompatibel, perubahan viskositas, perubahan bentuk
polimorfisme dan pertumbuhan kristal, dan caking (Pharm.Dosage Forms
:Disperse System, 1989, Vol 2, hlm 243).
1.2.3 Keuntungan Sedian Suspensi Rekonstitusi
Keuntungan dari suspensi kering adalah untuk menjaga stabilitas kimiawi
zat aktif sampai sebelum di rekonstitusi dengan medium pendispersinya.
Kestabilan zat aktif dapat dipertahankan karena kontak zat padat dengan medium
pendispersi dapat dipersingkat dengan mendispersikan zat padat dalam medium
pendispersi hanya pada saat akan digunakan. Selain itu, bobot suspensi rekons
lebih ringan daripada suspensi biasa karena tidak ada pelarutnya, ongkos
transportasi juga jadi lebih murah. Selama pengangkutan (pendistribusian jarak
jauh) serbuk kering lebih stabil terhadap perubahan musim yang ektrim
dibandingkan suspensi cair. (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol
2, hlm 243-244).
1.2.4 Syarat Karakteristik Sediaan Suspensi Rekonstitusi
Karakteristik yang perlu dicapai dalam pembuatan suspensi kering adalah
(Pharm.Dosage Forms: Disperse System, 1989, Vol 2, hal 244):
1. Pencampuran serbuk untuk rekonstitusi harus seragam dari ZA dan
eksipien
2. Saat serbuk di rekonstitusi harus terdispersi seluruhnya dengan cepat pada
fasa pembawanya (air).
3. Suspensi rekonstitusi harus mudah diredispersi dan dituang agar dapat
dicapai dosis yang tepat dan seragam.
4. Produk akhir harus memiliki penampilan, bau dan rasa yang dapat diterima
oleh pasien.
5. Campuran serbuk/granul untuk rekonstitusi harus memenuhi spesifikasi
yang dinyatakan dalam farmakope (ex : kadar air, disolusi, dll)
6. Massa kadaluwarsa campuran serbuk/granul dan hasil rekonstitusi harus
diteliti dan dinyatakan pada label (termasuk penyimpanan, suhu, cairan
untuk rekonstitusi)
1.2.5 Jenis Sediaan Suspensi Rekonstitusi
Ada 3 jenis preparasi sediaan suspensi rekonstitusi, yaitu :
1. Campuran serbuk/powder blend
Sediaan dalam bentuk ini dibuat dengan mencampurkan bahan baku dalam
bentuk serbuknya. Campuran serbuk merupakan cara pembuatan yang paling
mudah dan sederhana. Proses pencampuran dilakukan secara bertahap bila ada
komponen dengan jumlah kecil dalam campuran. Penting untuk diperhatikan, alat
pencampur yang digunakan harus mampu menghasilkan campuran yang homogen
dengan cepat, mudah dibersihkan dan lebih baik dalam sistem tertutup untuk
melindungi operator.
Keuntungan formulasi bentuk campuran serbuk :
- Alat yang dibutuhkan sederhana, hemat energi, dan tidak banyak
- Jarang menimbulkan masalah stabilitas dan kimia karena tidak
digunakannya pelarut dan pemanasan saat proses pencampuran.
- Kadar kelembaban yang rendah mudah dicapai
Kerugian formulasi bentuk campuran serbuk :
- Sulit untuk menjamin distribusi obat yang homogen ke dalam campuran.
- Kemungkinan adanya ketidakseragaman ukuran partikel antara zat aktif
dengan eksipien (seperti suspending agent dan pemanis yang ukurannya
lebih besar). Variasi ukuran partikel dalam campuran serbuk yang terlalu
jauh berbeda dapat menyebabkan pemisahan dalam bentuk lapisan dengan
berbagai ukuran.
- Aliran serbuk kurang baik. Aliran yang tidak baik dapat menimbulkan
pemisahan campuran serbuk sehingga dosis dalam sediaan tidak seragam.
- Terjadi kehilangan zat aktif selama proses pencampuran. Selama
pencampuan, terjadi penurunan bobot campuran bulk sehingga
ditambahkan eksipien untuk mencapai bobot yang diinginkan. Karena itu,
kandungan zat aktif dalam campuran bulk berkurang.
(Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm 249)
2. Granulasi
Pembuatan biasanya dilakukan dengan granulasi basah, terutama ditujukan
untuk memperbaiki sifat aliran serbuk dan mengurangi volume sediaan yang
voluminous dalam wadah. Granulasi dilakukan dengan menggunakan air atau
larutan pengikat dalam air. Dapat juga digunakan pelarut non-air untuk bahan
yang terhidrolisis. Pembuatan dapat dilakukan dengan mencampurkan secara
kering bersama bahan baku lain atau dilarutkan/disuspensikan dalam larutan
penggranulasi.
Proses granulasi basah dilakukan dengan cara mencampurkan bahan padat
dengan cairan penggranulasi dalam mixer. Massa basah yang terbentuk dibuat
granul dengan cara menggunakan pengayak vibrator, granulator, atau di giling
sebelum dikeringkan. Tetapi umumnya di lakukan dengan pengayakan. Granul
yang terbentuk dapat dikeringkan dalam oven atau fluid bed drier. Granul yang
telah dikeringkan kemudian diayak untuk memisahkan agregat yang terbentuk.
Keuntungan cara granulasi :
a. Memiliki penampilan yang lebih baik daripada campuran serbuk.
b. Memiliki sifat aliran yang lebih baik.
c. Masalah pemisahan (segregasi) jarang terjadi
d. Tidak terlalu banyak menimbulkan debu selama pengisian.
Kerugian cara granulasi :
a. Melibatkan proses yang lebih panjang, peralatan yang lebih banyak dan
energi lebih besar.
b. Adanya panas dan kontak dengan pelarut dapat menyebabkan terjadinya
risiko ketidakstabilan ZA
c. Sulit untuk menghilangkan sesepora cairan penggranulasi dari bagian dalam
granul dimana dengan adanya sisa tersebut kemungkinan dapat menurunkan
stabilitas produk.
d. Eksipien yang ditambahkan harus stabil terhadap proses granulasi.
e. Keseragaman granulasi adalah penting karena jika fines atau partikel ukuran
kecil terlalu banyak akan memicu segregasi.
(Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hlm 250)
3. Kombinasi granul dan serbuk
Metode ini digunakan untuk mengatasi kerugian cara granulasi. Pada tahap
awal dibuat granul dari beberapa komponen, kemudian setelah dikeringkan
dicampur dengan komponen sisa yang berupa serbuk. Untuk menjaga
keseragaman, ukuran partikel dari setiap komponen harus dikendalikan.
Keuntungan cara ini :
a. Dibutuhkan energi dan peralatan yang lebih sedikit untuk granulasi .
b. Komponen yang peka terhadap panas seperti zat aktif atau flavor, dapat
ditambahkan sesudah pengeringan granul untuk mencegah pengaruh panas.
Kerugian dari cara ini :
a. Meningkatnya resiko ketidakseragaman/tidak homogen.
b. Campuran granul dengan non-granul harus dipastikan tidak terpisah menjadi
beberapa lapisan yang berbeda ukuran partikel(Pharm.Dosage Forms
:Disperse System, 1989, Vol 2, hlm 250-251).
1.2.6 Hal Penting dalam Pembuatan Suspensi Rekonstitusi
1. Gunakan pengaduk yang efisien. Evaluasi kinerja proses dari bets pada
alat skala pilot. Jadi, bukan menggunakan peralatan laboratorium.
2. Tentukan waktu pengadukan yang sesuai.
3. Hindari akumulasi panas dan kelembaban selama pencampuran.
4. Batasi variasi suhu dan kelembaban. Umumnya adalah 70 ⁰C dengan RH ≤
40%.
5. Bets yang sudah selesai diolah harus terlindung dari kelembaban. Simpan
dalam wadah tertutup rapat yang dilengkapi dengan kantong pengering
silika gel.
6. Untuk menguji keseragaman bets sampel diambil pada bagian atas, tengah,
dan bawah dari campuran kering.
(Pharm.Dosage Forms: Disperse System, 1989, Vol 2, hlm 251)
II. Data Preformulasi
2.1. Data Preformulasi Zat Aktif
Cefadroxil (Dirjen POM, 2014: 1124)
Pemerian : serbuk hablur, putih atau hampir putih.
Titik Didih : 789,9oC
Titik Lebur : 197˚C
pH : antara 4-6
Bobot Jenis : 1,59 g/cm3
Stabilitas : tidak stabil terhadap cahaya, oksigen, stabil pada penyimpanan
suhu kamar, tidak stabil terhadap air (cincin ᵝ- lactam, dapat
terhidrolisis oleh air)

2.2. Data Preformulasi Zat Tambahan


a. Aquadest (Dirjen POM, 1979: 96; Rowe et al, 2009: 766)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunyai rasa,
tidak berbau.
Titik Didih : 100oC
Titik Lebur : 0˚C
Stabilitas : Secara kimiawi air stabil terhadap semua bentuk fisik (es, cair,
uap). Dalam penyimpanannya air dilindungi terhadap masuknya
fisik partikel asik dan mikroorganisme.
Inkompatibilitas : Air dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain yang
rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dengan adanya air/
uap air) pada suhu kamar dan suhu tinggi. Air dapat
bereaksi dengan garam anhidrat untuk membentuk hidrat
dan berbagai komposisi dan dengan bahan organic tertentu
dan kalsium karbida.
b. CMC Na (Carboxy Methyl Natrium) (Rowe et al, 2009: hal.97-99; Abate et al,
2006: hal.1073)
Pemerian : Putih sampai krem, hamper tidak berasa, hamper tidak
berbau, serbuk atau granul.
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk koloid, tidak
larut dalam etanol, dalam etanol dalam pelarut organik.
Titik Leleh : 227-252˚C
pKa : 4,3
pH Larutan : 2-10
BJ : 0,52 g/cm3
Stabilitas : Higroskopis dan dapat menyerap air pada kelembaban
tinggi, stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi pada pH
2 dan pada saat pencampuran dengan etanol 95%,
viskositas berkurang pada pH >10, sterilisasi cara kering
pada suhu 160˚C selama 1 jam , akan mengurang
viskositas dalam larutan, perlu penambahan antimikroba
dalam larutan.
Inkompatibiltas : Inkompatibel dengan larutan dengan asam kuat dan
dengan larutan garam dari beberapa gram. Membentuk
kompleks dengan gliserin dan pektin.
c. Sukrosa (Dirjen POM, 1995: hal.762; Rowe et al, 2006: hal.622-624)
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau
berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau,
rasa manis, stabil di udara. Larutannya netral terhadap
lakmus.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam
kloroform dan eter.
Titik Leleh : 160-180˚C
pKa : 12,62
BJ : 1,6 g/cm3 atau 1,6 g/mL
Stabilitas : Panas, suhu >160˚C dapat teroksidasi, lebih mudah terurai
dengan adanya udara.
Inkompatibilitas : Logam berat dapat mendegradasi zat.

d. PVP ( Polivinil Pirolidin ) (Rowe et al.,2009: hal.508; Dirjen POM, 1979:


hal.510)
Pemerian : Putih sampai krem; Pahit; tidak berbau; Higroskopis
(serbuk).
Kelarutan : Praktis larut dalam asam, kloroform, etanol, metanol,
keton dan air. Praktis tidak larut dalam eter hidrokarbon
dan minyak mineral.
Titik Leleh : 160˚-180˚C
BJ : 1,180 g/cm3
pH Larutan : 3-5 (5% b/v)
Stabilitas : Stabil pada suhu 110 – 130˚C, mudah terurai dengan
adanya udara dari luar ; Dapat bercampur dengan air;
stabil bila disimpan ditempat kering.
Inkompabilitas : Jika ditambahkan thimerosol akan membentuk senyawa
kompleks. Kompatibel terhadap gerak organik alami, resin sintetik dan senyawa
lainnya. Akan terbentuk senyawa sulfathiazole, sodium salisilat, asam salisilat,
fenol barbital dan komponen lainnya.

III. Alat dan Bahan


No Alat Bahan
1 Gelas kimia 250 mL Aquades
2 Gelas Ukur 100 mL Cefadroxil
3 Matkan CMC Na
4 Mortir dan Stamper PVP
5 pH universal Sukrosa
6 Saringan no. 60
7 Spatel
8 Tabung sedimentasi
9 Timbangan

IV. Perhitungan dan Penimbangan


4.1. Perhitungan
125 mg
a. Cefadroxil = x 60 mL = 1500 mg = 1,5 gram
5 ml
1
b. CMC Na 1% = 100 𝑥 60 mL = 0,6 gram
30
c. Sukrosa 30% = 𝑥 60 mL = 18 gram
100
2
a. PVP 2% = 98 x ( 1,5 g + 18 g) = 0,3979 gram

4.2. Penimbangan
No Nama Zat Konsentrasi Volume untuk 1 botol
1 Cefadroxil 125mg/5mL 1,5 g
2 CMC Na 2% 0,6 g
3 PVP 1% 0,3979 g
4 Sukrosa 30% 18 g

V. Prosedur
5.1. Prosedur Pembuatan
Masing-masing bahan ditimbang dan botol dikalibrasi 60 mL. Pertama,
sukrosa digerus terlebih dahulu menggunakan mortir & stamper sampai halus.
Kemudian ditambahkan cefadroxil dan PVP digerus sampai halus. Ditambahkan
etanol sedikit demi sedikit sampai bahan dapat dikepal. Masa granulasi diayak
menggunakan ayakan no.60 lalu dikeringkan. Massa granul yang sudah kering
dimasukkan ke dalam botol, lalu ditambahkan CMC-Na dan dikocok.
Ditambahkan aqudest ad 60 mL, dikocok sampai homogen. .
5.2. Prosedur Evaluasi
Pada evaluasi sediaan suspensi dilakukan pengujian organoleptik(warna,
rasa, bau), homogenitas, pH, volume sedimentasi, kecepatan redispersi, dan waktu
rekonstitusi. Pada evaluasi volume sedimentasi diukur menggunakan tabung
sedimentasi. Volume sedimentasi diukur dengan cara sediaan dimasukkan ke
dalam tabung sedimentasi berskala, volume yang diisikan merupakan volume
awal (V0). Setelah beberapa waktu/hari diamati volume akhir dengan terjadinya
sedimentasi. Volume terakhir tersebut diukur (Vu). Kemudian, dihitung volume
sedimentasi. Pengukuran waktu rekonstitusi dilakukan dengan cara dimasukkan
serbuk rekonstitusi ke dalam botol, lalu dimasukkan air sampai batas. Botol di
kocok sampai terdispersi dalam air, waktu rekonstitusi adalah mulai dari air yang
dimasukkan sampai serbuk terdispersi sempurna.

VI. Hasil Pengamatan dan Evaluasi


Volume
Organoleptik Waktu Volume
Sediaan pH Homogenitas Sedimentasi
rekonstitusi terpindahkan
Warna Bau Rasa 10’ 20’ 30’
Suspensi Tidak
Putih Manis 21.20 s 8 Homogen 0 0 0 100%
rekonstitusi berbau

Perhitungan Volume Sedimentasi


𝑉𝑢 0
𝐹 10′ = = =0
𝑉𝑜 60 𝑚𝐿
𝑉𝑢 0
𝐹 20′ = = =0
𝑉𝑜 60 𝑚𝐿
𝑉𝑢 0
𝐹 30′ = = =0
𝑉𝑜 60 𝑚𝐿

VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan suspensi
rekonstitusi. Suspensi rekonstitusi adalah campuran serbuk yang mengandung zat
aktif, zat pensuspensi dan zat pendispersi yang akan didispersikan dengan
sejumlah pembawa sesuai, umumnya air (Ansel, 2011). Zat aktif yang digunakan
adalah cefradoxil. Cefradoxil merupakan zat aktif golongan antibiotik yang
memiliki sifat kelarutan sukar larut dalam air. Alasan pembuatan sediaan
rekonstitusi karena cincin ᵝ- lactam yang terdapat pada cefadroxil dapat
terhidrolisis oleh air dan untuk menghindari masalah stabilitas fisik pada suspensi
cair maka dibuatlah suspensi rekonstitusi. Keuntungan dari sediaan suspensi
rekonstitusi adalah untuk menjaga stabilitas kimiawi zat aktif sampai sebelum di
rekonstitusi dengan medium pendispersinya yakni air, kestabilan zat aktif dapat
dipertahankan karena kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat
dipersingkat dengan mendispersikan zat padat dalam medium pendispersi pada
saat akan digunakan.
Dalam pembuatan sediaan suspensi ini dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu suspensi rekonstitusi yang berupa campuran serbuk dan suspensi
rekonstitusi yang digranulasi. Pada sediaan ini dilakukan pembuatan suspensi
rekonstitusi dengan cara granulasi pembuatan dengan cara ini akan memperbaiki
sifat aliran serbuk dan pengisian dalam botol serta mengurangi volume sediaan
yang voluminous dalam wadah. Dengan cara granulasi, zat aktif dan bahan
tambahan lainnya dalam keadaan kering dicampur sebelum disuspensikan dalam
cairan penggranulasi.
Pembuatan suspesi rekonstitusi ini dibuat dengan cara mengkalibrasi botol
60 mL dengan tujuan untuk menentukan batas volume sediaan yang akan dibuat
yaitu 60 mL. Setelah semua bahan ditimbang, sukrosa terlebih dahulu digerus di
dalam mortir hal ini karena sukrosa yang digunakan memiliki bentuk kristal
sehingga harus digerus terlebih dahulu sampai halus. Selain itu, zat aktif yang
digunakan dalam sediaan ini adalah cefradoxil. Cefradoxil adalah zat aktif yang
termasuk kedalam golongan obat antibiotik yaitu obat keras sehingga
membutuhkan sukrosa terlebih dahulu untuk melapisi pori pori mortir. Sukrosa
pada sediaan ini berfungsi sebagai pemanis tujuannya agar menutupi rasa pahit
dan bau yang tidak enak dari zat lain. sukrosa selain digunakan sebagai pemanis.
Kemudian dimasukkan cefradoxil dan PVP ke dalam mortir dan digerus.
Tujuan ditambahkan PVP adalah sebagai bahan pengikat masa granul karena
suspensi rekonstitusi dibuat dalam bentuk granul sehingga perlu ditambahkan zat
pengikat ke dalam masa granul seperti PVP. Lalu ditambahkan etanol sedikit demi
sedikit sampai masa granul dapat di kepal. Etanol disini berperan sebagai pelarut
dan sekaligus membantu dalam proses pengikatan masa granul. Etanol digunakan
karena zat aktif bersifat tidak stabil terhadap panas maka digunakannya etanol
yang merupakan bahan yang mudah menguap sehingga pada saat proses
pengeringan tidak akan menghabiskan waktu yang lama. Massa granulasi diayak
menggunakan mesh 16 karena pada mesh 16 ini dapat menyaring partikel hingga
ukuran 1.190 mm sehingga bahan yang telah digranulasi dapat semuanya
melewati saringan. Tujuan dilakukan pengayakan yakni agar ukuran partikel yang
diperoleh seraga serta tujuan dilakukannya pengeringan adalah agar antar partikel
satu dengan partikel lainnya tidak menempel satu sama lain yang akan membetuk
ukuran yang lebih besar dan bisa memperhambat pada saat proses rekonstitusi
dengan air yang kemungkinan partikel tersebut sulit untuk terdipersi pada
pembawanya. Setelah kering, lalu pada campuran granul tersebut ditaburkan
CMC-Na secara merata CMC-Na ditambahkan diakhir karena mudah
mengembang dengan pengocokan secara manual selama rekonstitusi. Tujuannya
dilakukan penambahan CMC-Na disini adalah karena CMC-Na berperan sebagai
suspending agent. Setelah ditaburkan CMC-Na, selanjutnya campuran granul
dimasukan pada botol dan ditambahkan air (jika langsung direkonstitusi) hingga
tanda batas yang telah ditentukan.
Setelah dilakukannya pembuatan sediaan suspensi rekonstitusi, maka hasil
sediaan tersebut dilakukan evaluasi.
Setelah sediaan dibuat, dilakukan evaluasi di antaranya:
Evaluasi Organoleptik  Dalam evaluasi ini dilakukan uji warna, rasa,
dan bau pada masing-masing larutan suspensi. Warna yang diuji, warnanya harus
sama seperti warna yang dibuat atau diharapkan pada saat waktu pembuatan awal.
Warna yang dihasilkan pada sediaan ini adalah keruh. Hal ini disebabkan dari
campuran bahan-bahan yang digunakan yang tidak larut sempurna dalam air. Rasa
juga harus sama seperti yang dibuat pada saat awal pembuatan. Rasa yang
diperoleh pada sediaan ini manis sedikit pahit, hal ini karena adanya penambahan
sukrosa sebagai pemanis. Bau yang di cium harus sesuai dengan rasa dan baik.
Jika ditemukan jamur atau bakteri yang kasat mata dalam larutan suspensi maka
tidak dilakukan uji organoleptik ini.
Evaluasi pHPenetapan pH yang diujiini, dilakukan agar mengetahui
nilai pH pada larutan suspensi. Pada pH amoxicillin memiliki rentang stabilitas
antara 3, 5 sampai 6, penetapan pH dengan menggunakan pH meter. Setelah
dilakukan evaluasi pH didapat pH sebesar 7. Hal ini dikarenakan adanya zat lain
yang menyebabkan kenaikan pH.
Evaluasi kecepatan rekonstitusi Uji ini dilakukan karena suspensi yang
dibuat adalah suspensi rekonstitusi atau suspensi kering, maka dalam uji ini
dilakukan uji kecepatan homogenitas yang telah ditentukan selang waktu tertentu.
Dengan cara sediaan dilarutkan dengan air hingga volume yang telah ditentukan
(60 ml). Didapat kecepatan rekostitusi pada awal rekonstitusi 45.26 detik,
sedangkan menurut literatur kecepatan rekonstitusi yang baik adalah kurang dari
30 detik. Hal ini di sebabkan karena ukuran granul yang besar. Karena semakin
kecil .ukuran granul maka semakin cepat pula terdistribusinya granul.
Sedimentasi Larutan suspensi dari botol dimasukkan ke dalam tabung
sedimentasi, lalu diukur tinggi sedimentasi dalam selang waktu dari menit ke nol
sampai 4 hari. Dihitung tinggi akhir endapan (Vu) terhadap tinggi awal (V0)
Vu
dengan rumus: 𝐹 = Vo
Berdasarkan hasil pengamatan data yang diperoleh pada menit ke 0-120
menit tidak terdapat endapan tetapi pada hari ke 4 menunjukkan adanya
pengendapan setinggi 4cm, ini menunjukkan sediaan suspensi rekonstitusi dalam
percobaan ini mendapat sediaan yang kurang baik karena mendapat pengendapan
yang banyak pada sediaan. Sedangkan pada percobaan kelompok 4 dengan
konsentrasi yang lebih tinggi pada hari ke 4 terdapat endapan yang lebih sedikit,
hal ini menunjukkan sediaan yang lebih baik.
Redispersibilitas Larutan suspensi yang telah didiamkan selama 3 hari
diuji dengan cara pengocokan botol yang dimana larutannya mempunyai
sedimentasi untuk dapat terdispersi kembali atau homogen, dan untuk mengetahui
flokulasi atau deflokulasi. Pada larutan suspensi rekonstitusi di perlukan waktu
redispersi 3,34 detik untuk terdispersi kembali/homogen. Hal ini menunjukkan
larutan suspensi termasuk suspensi flokulasi terkontrol karena sediaan tersebut
lama mengendap tetapi mudah untuk diredispersi.

VIII. Usulan Formula


1. Cefadroxil 125 mg/5 mL
2. PVP 2%
3. CMC Na 1%
4. Sukrosa 30%
IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
Ansel, C. H. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi 4. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Dirjen POM. 1978. Formularium Nasional Edisi II. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Dirjen POM.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Dirjen POM.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI..
Lachman, L. Lieberman, H. A. Dan Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri edisi ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia.
Rowe et al. 2009. Hand Book of Pharmaceutical Excipients Edisi VI. London:
Pharmaceutical Press.
Voight, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Diterjemahkan
oleh Soewandi, SIV. Cetakan kedua. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Anda mungkin juga menyukai