Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI Makassar, 18 Mei 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN KASUS

KONTRASEPSI POST PARTUM

Oleh:
Andi Nurdindayanti B
111 2016 2024

Pembimbing :
dr. Rudianto Joto, M.Kes

DILAKSANAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN OBGYN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Andi Nurdindayanti B


Stambuk : 111 2016 2024
Judul : Kontrasepsi Post Partum

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Obgyn
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 18 Mei 2018

Pembimbing,

dr. Rudianto Joto, M.Kes

2
BAB I
PENDAHULUAN

Periode pasca persalinan merupakan kesempatan kunci seorang ibu untuk


memahami dan menggunakan kontrasepsi yang efektif. Kebutuhan kontrasepsi
seorang ibu pasca persalinan akan terpenuhi dengan baik melalui pemberian
konseling menggunakan berbagai metode, mengatasi hambatan biaya serta
menyediakan pelayanan metode kontrasepsi permanen dan jangka panjang di
berbagai fasilitas kesehatan. Penggunaan kontrasepsi dalam periode waktu 18
bulan pasca persalinan dapat meningkatkan interval kelahiran yang optimal.
Untuk mengatur jarak kelahiran yang optimal, perlu konseling tentang kontrasepsi
dan kemudahan akses pelayanan kontrasepsi dalam periode postpartum.Dimana
Post partum / Pasca persalinan / masa nifas adalah suatu masa yang dimulai sejak
bayi lahir diikuti dengan keluarnya plasenta (ari-ari). Berakhir sampai rahim pulih
kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya 40 hari.1
Pengertian kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel
sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke
dinding rahim. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam kontrasepsi.
Metode dalam kontrasepsi tidak ada satupun yang efektif secara menyeluruh.
Meskipun begitu, beberapa metode dapat lebih efektif dibandingkan metode
lainnya. Efektivitas metode kontrasepsi yang digunakan bergantung pada
kesesuaian pengguna dengan instruksi. Perbedaan keberhasilan metode juga
tergantung pada tipikal penggunaan (yang terkadang tidak konsisten) dan
penggunaan sempurna (mengikuti semua instruksi dengan benar dan tepat). 2
Pada akhir tahun 80-an sampai awal tahun 90-an, Kontraspsi postpartum
berupa AKDR merupakan kontrasepsi yang cukup populer setelah pil dan
suntikan. Namun beberapa tahun terakhir ini pola pemakaian AKDR di Indonesia
cendrung menurun, yakni 13,3 % (SDKI 1991), 10,3 % (SDKI 1994), 8,1 %
(SDKI 1997), turun menjadi 6,2 % (SDKI 2002-2003) dan turun lagi menjadi 4,9
% (SDKI 2007).

3
Dalam pedoman pelaksannaan kontrasepsi pasca persalinan, jenis – jenis
kontrasepsi secara umum hampir semua metode kontrasepsi dapat digunakan
sebagai meotde kontraspesi pascasalin, metode tersebut di bagi menjadi dalam 2
jenis, yaitu : 1. Non Hormonal yang meliputi : Kontrasepsi Mantap (Tubektomi),
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), Metode Amenorea Laktasi (MAL). 2.
Hormonal yang meliputi : progestin ( implant, injeksi dan pil).
Menurut American Journal of Obstetric And Gynecology, metode
kontrasepsi pasca persalinan yang dapat digunakan antara lain Tubektomi, AKDR
( Alat Kontraspsi Dalam Rahim ), Metode Amenorea Laktasi (MAL), kontrasepsi
suntikan, implant da minipil.. Penggunaan metode kontrasepsi pasca persalinan
dapat dilakukan segera setelah lahir sampai 40 hari pasca persalinan.2

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSELING KONTRASEPSI POSTPARTUM 2


Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara
klien-petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi
yang sedang dihadapi.

Proses konseling yang baik mempunyai empat unsur kegiatan, yaitu :

1. Pembinaan hubungan yang baik


2. Penggalian dan pemberian informasi
3. Pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan perencanaan
4. Menindaklanjuti pertemuan

Manfaat konseling adalah :

 Membina hubungan baik dan membangun rasa saling percaya


 Memberi informasi yang lengkap, jelas dan benar
 Membantu klien dalam memilih dan memutuskan metode kontrasepsi
yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhannya
 Memberikan rasa puas kepada klien terhadap pilihannya

Dalam melakukan konseling yang baik, harus dimengerti tentang hak dari
klien, yaitu :

 Hak untuk dilayani secara pribadi ( privasi ) dan terpeliharanya


kerahasiaan
 Hak untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan tepat
 Hak untuk memilih dan memutuskan metode yang akan digunakan
 Hak unutk mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar (bermutu)

Agar konseling berjalan efisien dan efektif dibutuhkan komunikasi yang


efektif antara petugas pemberi pelayanan dan klien. Adapun hal –hal yang
perlu diperhatian oleh petugas pemberi pelayanan adalah :

5
 Menjadi pendengar yang aktif dan baik
 Menggunakan bahasa verbal yang mudah dimengerti dan dipahami oleh
klien
 Menggunakan bahasa non verbal untuk menunjukkan empati
 Mengutamakan dialog ( dengan menggunakan pertanyaan terbuka)
 Membantu klien untuk mengeksplorasi perasaan mereka

Dalam pelayanan KB pasca persalinan, sebelum mendapatkan pelayanan


kontrasepsi, klien dan pasangannya harus mendapat informasi dari petugas
kesehatan secara lengkap, jelas dan benar agar dapat menentukan pilihannya
dengan tepat. Pelayanan KB pasca persalinan akan berjalan dengan baik bila
didahului dengan konseling yang baik, dimana klien berada dalam kondisi
yang sehat, sadar, dan tidak dibawah tekanan ataupun tidak dalam keadaan
kesakitan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan khusus dalam konseling pelayanan


KB pasca persalinan adalah:

A Tahapan Konseling

Dalam memberikan konseling, dapat diterapkan enam langkah dengan


kata kunci ”SATUTUJU”

 SA : Sapa dan salam kepada klien secara spontan dan ramah


 T : Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya, pengalaman ber
KB dan keinginan metode yang akan digunakan
 U : Uraikan pada klien tentang beberapa pilihan metode KB pasca
persalinan yang direkomendasikan
 TU :Bantu klien dalam memilih dan memutuskan pilihan
 J : Jelaskan secara lengkap tentang metode kontrasepsi yang dipilih
klien
 U : buat rencana kunjungan ulang dan kapan klien akan kembali

6
B Tempat Dan Waktu Konseling

Konseling dapat dilakukan di semua tempat yang memenuhi syarat


yaitu ruangan tertutup yang dapat menjamin kerahasiaan dan keleluasan
dalam menyampaikan pemikiran dan perasaan serta memberikan rasa aman
dan nyaman bagi klien.

Konseling KB pasca persalinan dapat dilaksanakan pada waktu


pemeriksaan kehamilan, mengisi amanat persalinan dalam P4K dan saat
mengikuti kelas ibu hamil, selama proses persalinan, pasca persalinan, dan
sebelum/sesudah pelayanan kontrasepsi.

C Media Yang Digunakan


Konseling pelayanan KB pasca persalinan dapat menggunakan media
lembar balik alat bantu pengambilan keputusan ber KB.

D Poin Kunci Dalam Pelayanan


 Tetap mempromosikan ASI ekslusif
 Memberikan informasi tentang waktu dan jarak kelahiran yang baik
 Memastikan tujuan klien ber KB apakah untuk membatasi jumlah anak atau
mengatur jarak kelahiran

Setelah dilakukan konseling pada klien dan sudah ditentukan metode


kontrasepsi yang dipilih, klien memberikan persetujuannya berupa tanda
tangan pada lembar persetujuan tindakan medis (informed consent) untuk
metode KB AKDR, implant, kontrasepsi mantap ( tubektomi ).

Dalam konseling KB pasca persalinan, informasi penting yang harus


diberikan pada umumnya meliputi :

a. Efektivitas dari metode kontrasepsi


b. Keuntungan dan keterbatasan dari metode kontrasepsi
c. Kembalinya kesuburan setelah melahirkan
d. Efek samping jangka pendek dan jangka panjang

7
e. Gejala dan tanda yang membahayakan
f. Kebutuhan untuk pencegahan terhadap Infeksi Menular Seksual (
seperti : Chlamydia, HBV, HIV/AIDS )
g. Waktu dimulainya kontrasepsi pasa persalinan yang didasarkan pada :
 Status menyusui
 Metode kontrasepsi yang dipilih
 Tujuan reproduksi untuk membatasi atau hanya memberi jarak

Kontrasepsi Pasca Persalinan untuk Ibu Menyusui

Menyusui memberikan banyak dampak positif pada kesehatan dan


kesejahteraan ibu dan bayi, sehingga dalam pemilihan kontrasepsi KB pasca
persalinan harus menggunakan metode kontrasepsi yang tidak mengganggu
produksi ASI. Beberapa hal yang harus diinformasikan dalam konseling KB
pasca persalinan pada ibu menyusui adalah sebagai berikut :

a. Jika menggunakan MAL ( terpenuhi syarat yang ada ) dapat diproteksi


sekurangnya enam bulan, setelah enam bulan harus menggunakan metode
kontrasepsi lainnya
b. Jika menyusui namun tidak penuh ( tidak dapat menggunakan MAL )
hanya terproteksi sampai 6 minggu pasca persalinan dan selanjutnya harus
menggunakan kontrasepsi lain seperti metode hormonal progestin yang
dimulai 6 minggu pasaca persalinan
c. Dapat menggunakan kondom kapanpun
d. Dapat memilih Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ( AKDR )
e. Untuk pasangan yang mau membatasi anak dapat memilih kontrasepsi
mantap yaitu tubektomi yang dapat dimulai segera pasca persalinan

Dalam kondisi tertentu dapat menyebabkan seorang ibu tidak dapat


menyusui anaknya walaupun demikian, pemilihan metode kontrasepsi dan
waktu yang tepat harus dilakukan.

Beberapa hal yang harus diinformasikan dalam konseling KB pasca


persalinan pada ibu tidak menyusui adalah sebagai berikut :

8
a. Kontrasepsi harus di mulai sebelum terjadinya hubungan seksual yang
pertama kali pasca persalinan
b. Metode hormonal progestin dapat dimulai setelah 3 minggu pasca
persalinan
c. Dapat menggunakan kondom kapanpun
d. Dapat memilih Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ( AKDR )
e. Untuk pasangan yang mau membatasi anak dapat memilih kontrasepsi
mantap yaitu tubektomi yang dapat dimulai segera pasca persalinan.

2. KONTRASEPSI POST PARTUM


2.1 TUBEKTOMI 4,12
Sterilisasi ialah tindakan yang dilakuakn pada kedua tuba Fallopi
perempuan yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat hamil atau
tidak menyebabkan kehamilan lagi. Tindakan sterilisasi telah dikenal zaman
dahulu. Hippocrates menyebut bahwa tindakan sterilisasi itu dilakukan
terhadap orang dengan penyakit jiwa. Dahulu tindakan sterilisasi pada laki –
laki diselenggaraan sebagai hukuman misalnya pada mereka yang melakukan
perkosaan. Sekarang tindakan ini dilakukan secara sukarela dalam keluarga
berencana.
Dahulu steriliasi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan
vaginal. Sekarang, dilakukan dengan alat – alat dan teknik baru, tindakan ini
diselenggarakan secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah
sakit.
Akhir – akhir ini sterilisasi telah menjadi bagian yang penting dala
program keluarga berencana di banyak negara di dunia. Di Indonesia sejak
tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama Perkumpulan
Kontrasepsi Mantap Indonesia ( PKMI ), yang membina perkembangan
sterilisasi atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi
sterilisasi tidak termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana di
Indonesia.

9
2.1.1 Mekanisme
Menutup tuba falopii ( mengikat dan memotong atau memasang cincin ),
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
2.1.2 Efektifitas
Pada umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 dalam 1
tahun
2.1.3 Keuntungan
 Mengurangi risiko penyakit radang panggul. Dapat mengurangi risiko
kanker endometrium.
 Motivasi hanya dilakukan satu kali sja, sehingga tidak diperlukan
motivasi yang berulang – ulang
 Efektivitas hampir 100%
 Tidak mempengaruhi libido seksualis
 Tidak adanya kegagalan dari pihak pasien ( patient’s failure )
2.1.4 Risiko
Komplikasi bedah dan anestesi
2.1.5 Efek Samping
Tidak ada
2.1.6 Kontraindikasi
 Peradangan dalam rongga panggul
 Peradangan liang Senggama akut (vaginitis, servisitis akut )
 Kavum dauglas tidak bebas, ada perlekatan
 Obesitas berlebihan
 Bekas laparotomi
 Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai

2.1.7 Waktu Penggunan


 Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau
selambat lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Lewat dari 48 jam
akan dipersulit oleh edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan

10
kegagalan sterilisasi. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7
sampai hari ke-10 pasca persalinan. Pada hari tersebut uterus dan alat
alat genetal lainnya telah mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih
sulit, mudah berdarah dan infeksi.
 Masa interval ( selam waktu siklus menstruasi )
 Waktu operasi
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut
hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai
indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada
pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat dipergunakan
sekaligus untuk melakukan kontrasepsi mantap.

2.2 ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHM ( AKDR ) 3,4,9,11,12,3,14

Alat kontrasepsi Dalam Rahim ( AKDR ) adalah metode kontrasepsi


reversible yang efektif yang tidak harus diganti sebelum 10 tahun. Saat ini
lebih diketahui bahwa kerja utama AKDR adalah kontraseptif, bukan alat
yang menyebabkan aborsi. Di Ameika Serikat banyak yang berpendapat
bahwa Alat Kontrasepsi Dalam Rahim adalah kontrasepsi yang jarang
digunakan. Pada tahun enam puluhan mulai dilakukan penyelidikan terhadap
AKDR yang mengandung bahan – bahan seperti tembaga, seng, magnesium,
timah dan progesteron. Maksud penambahan itu ialah untuk mempertinggi
efektivitas AKDR. Penelitian AKDR jenis ini, yang diberi nama AKDR
bioaktif, masih berlangsung terus hingga kini.

2.2.1 Mekanisme
AKDR dimasukkan ke dalam uterus. AKDR menghambat kemampuan
sperma untuk masuk ke tuba fallopi, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri, mencegah sperma dan ovum bertemu, mencegah
implantasi telur dan uterus.
Sampai sekarang mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan pasti.
Kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa AKDR dalam kavum uteri

11
menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan sebukan
leukosit yang dapat menghancurkan blastokista atau sperma. Ada pmeriksaan
cairan uterus pada pemakai AKDR seringkali dijumpai pada sel – sel
makrofag ( fagosit ) yang mengandung spermatozoa.
Sifat – sifat dan isi cairan uterus yang mengalami perubahan – perubahan
pada pemakai AKDR, yang menyebabkan blastokista tidak dapat hidup dalam
uterus, walaupun sebelumnya terjadi nidasi. Penelitian lain menemukan sering
adanya kontraksi uterus pada pemakai AKDR, yang dapat menghalangi nidasi.
Diduga ini disebabkan oleh meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus
pada perempuan tersebut.
Pada AKDR bioaktif mekanisme kerjanya selain menimbulkan
peradangan seperti pada AKDR biasa, juga oleh karena “ ionisasi ” ion logam
atau bahan lain yang terdapat pada AKDR mempunyai pengaruh terhadap
sperma. Menurut penelitian, ion logam yang paling efektif adalah ion logam
tembaga ( Cu ); yang lambat laun aktifnya terus berkurang dengan lamanya
pemakaian.
2.2.2 Efektifitas
Pada umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam 1
tahun. Efektivitas dapat bertahan lama, hingga 10 tahun.
2.2.3 Keuntungan
 Mengurangi risiko kanker endometrium
 Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian
satu kali motivasi
 Tidak menimbulkan efek sistemik
 Alat itu ekenomis dan cocok untuk penggunaan secara massal
 Reversibel
2.2.4 Risiko
Dapat menyebabkan anemia bila cadagan besi ibu rendah sebelum
peasangan dan AKDR menyebabkan haid yang lebih banyak. Dapat
menyebabkan penyakit radang panggul billa ibu sudah terinfeksi klamidia atau
gonorea sebelum pemasangan.

12
2.2.5 Efek Samping
1) Perdarahan
Umumnya setelah pemasangan AKDR terjadi perdarahan sedikit – sedikit
yang cepat berhenti. Kalau pemasangan dilakukan sewaktu haid,
perdarahan yang sedikit – sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor.
Keluhan yang sering terdapat pada pemakaian AKDR ialah spotting. Jika
terjadi perdarahan banyak yang tidak dapat diatasi, sebaiknya AKDR
dikeluarkan dan diganti dengan AKDR yang mempunyai ukuran lebih
kecil. Jika perdarahan sedikit – sedikit, dapat diusahakan mengatasinya
dengan pengobatan konservatif. Pada perdarahan yang tidak berhenti
dengan tindakan – tindakan tersebut di atas, sebaiknya AKDR diangkat
dan digunakan cara kontrasepsi lain.
2) Rasa nyeri dan kejang di perut
Rasa nyeri atau kejang di perut dapat terjadi segera setelah pemasangan
AKDR. Biasanya rasa nyeri ini berangsur – angsur hilang dengan
sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan jalan
memberi analgetika. Jika keluhan berlangsung terus, sebaiknya AKDR
dikeluarkan dan diganti dengan AKDR yang mempunyai ukuran yang
lebih kecil.
3) Gangguan pada suami
Kadang – kadang suami dapat merasakn adanya benang AKDR sewaktu
bersenggama. Ini disebabkan oleh benang AKDR yang keluar dari porsio
uteri terlalu pendek atau terlalu panjang. Untuk mengurangi atau
menghilangkan keluhan ini, benang AKDR yang terlalu panjang dipotong
sampai kira – kira 2-8 cm dari porsio, sedang jika benang AKDR terlalu
pendek, sebaiknya AKDR nya diganti. Biasanya dengan cara ini keluhan
suami akan hilang.
4) Ekspulsi ( pengeluaran sendiri )
Ekspulsi AKDR dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Ekspulsi
biasanya terjadi waktu haid dan dipengaruhi oleh hal – hal berikut :

13
 Umur dan paritas : pada paritas yang rendah, 1 atau 2, kemungkinan
ekspulsi dua kali lebih besar daripada paritas 5 atau lebih; demikian
pula pada perempuan muda ekspulsi lebih sering terjadi daripada pada
perempuan yang umurnya lebih tua.
 Lama pemakaian : ekspulsi paling sering terjadi pada tiga bulan
pertama setelah pemasangan; setelah itu, angka kejadiannya menurun
dengan tajam.
 Ekspulsi sebelumnya : pada perempuan yang pernah mengalami
ekspulsi maka pada pemasangan kedua kalinya, kecenderungan
terjadinya ekspulsi lagi ialah kira – kira 50%. Jika terjadi ekspulsi,
pasangkanlah AKDR dari jenis yang sama, tetapi dengan ukuran yang
lebih besar daripada sebelumnya, dapat juga diganti dengan AKDR
jenis lain atau dipasang 2 AKDR.
 Jenis dan ukuran : jenis dan ukuran AKDR yang dipasang sangat
mempengaruhi frekuensi ekspulsi. Pada Lippes loop, makin besar
ukuran AKDR makin kecil kemungkinan terjadinya ekspulsi.
 Faktor psikis : oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi oleh
faktor psikis, maka fekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada
perempuan emosional dan ketakutan, dan yang psikisnya labil. Kepada
perempuan seperti ini penting diberikan penerangan yang cukup
sebelum dilakuan pemasangan AKDR.

2.2.6 Kontraindikasi
 Hamil atau curiga hamil
 Kelainan uterus yang menyebabkan distorsi pada rongga uterus
 Acute pelvic inflammatory disease kecuali jika telah terdapat kehamilan di
uterus sebelumnya
 Endometritis pascapartum atau abortus terinfeksi pada 3 bulan terakhir
 Neoplasma uterus atau serviks yang diketahui atau dicurigai, atau apusan
sitologi abnormal yang belum terpecahkan
 Perdarahan genital yang etiologinya tidak diketahui

14
 Servisitis atau vaginitis akut yang tidak diobati termasuk bacterial
vaginosis sampai infeksi terkontrol
 Wanita yang pasangannya yang mempunyai banyak pasangan seksual
 Kondisi berhubungan dengan kecurigaan terhadap infeksi mikroorganisme
termasuk AIDS dan penyalahgunaan obat intravena
 Riwayat hamil ektopik
 AKDR yang terpasang sebelumnya belum di lepas

2.2.7 Waktu Pemasangan Akdr


Sewaktu postpartum
1) Secara dini ( immediate insertion ) yaitu AKDR dipasang pada
perempuan yang melahirkan sebelum dipulangkan dari rumah sakit
2) Secara langsung ( direct insertion ) yaitu AKDR dipasang dalam masa
tiga bulan setelah partus atau abortus
3) Secara tidak langsung ( indorect insertion ) yaitu AKDR dipasang
sesudah masa tiga bulan setelah partus atau abortus; atau pemasangan
AKDR dilakukan pada saat yang tidak ada hubungan sama sekali
dengan partus atau abortus. Bila pemasangan AKDR tidak dilakukan
dalam waktu seminggu setelah bersalin, menurut beberapa sarjana,
sebaiknya pemasangan AKDR ditangguhkan sampai 6-8 minggu
postpartum oleh karena jika pemasangan AKDR dilakukan antara
minggu kedua dan minggu keenam setelah partus, bahaya perforasi
lebih besar.
Sewaktu postabortum
Sebaiknya AKDR dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi
fisiologi dan psikologi waktu itu adalah paling ideal. Namun, pada
keadaan ditemukannya septic abortio, maka tidak dibenarkan memasang
AKDR.
Sewaktu melakukan seksio sesaria
Cara memasang AKDR ialah setelah kandung kencing dikosongkan,
akseptor dibaringkan di atas meja ginekologi dalam posisi litotomi.

15
Kemudian, dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui letak,
bentuk dan besar uterus.

AKDR pasca plasenta adalah AKDR yang dipasang dalam 10 menit


setelah plasenta lahir (pada persalinan normal) sedangkan pada persalinan
caesar,dipasang pada waktu operasii caesar.AKDR pasca plasenta
dimasukkan ke dalam fundus uteri menggunakan teknik manual dengan jari
atau teknik menggunakan kombinasi ring forceps/klem ovarium dan
inserterAKDR.
AKDR yang dipasang setelah persalinan selanjutnya juga akan berfungsi
seperti AKDR yang dipasang sesuai siklus menstruasi. Pada pemasangan
AKDR pasca plasenta umumnya menyebabkan terjadinya perubahan kimia di
uterus sehingga sperma tidak dapat membuahi sel telur. Cara kerja AKDR
yaitu mencegah sperma dan ovum bertemu dengan mempengaruhi
kemampuan sperma sehingga tidak mampu fertilisasi, mempengaruhi
implantasi sebelum ovum mencapai kavumuteri, dan menghalangi implantasi
embrio pada endometrium.
Adapun indikasi pemasangan AKDR pasca plasent aadalah wanita pasca
persalinan pervaginam atau pasca persalinan sectio secarea dengan usia
reproduksi dan paritas berapapun, pasca keguguran (non infeksi), masa
menyusui (laktasi), riwayat hamil ektopik, tidak memiliki riwayat keputihan
purulen yang mengarah kepada IMS (gonore, klamidia dan servisitis purulen)
dan kontraindikasi pemasangan AKDR pasca plasenta yaitu mengalami
perdarahan pervaginam yang tidak dapat dijelaskan hingga ditemukan dan
diobati penyebabnya, menderita anemia, menderita kanker atau infeksi traktus
genitalis, memiliki kavum uterus yang tidak normal, menderita TBC pelvic,
kanker serviks dan menderita HIV/AIDS.

16
Waktu Definisi Angka Ket
pemasangan Ekspulsi
AKDR

Pascaplasenta Dalam 10 menit setelah 9,5 – 12,5% Idelal; angka


melahirkan plasena ekspulsi rendah

Segera pascasalin Setelah 10 menit hingga 25-37% Masih aman


48 jam pascasalin
( Immediate
Postpartum )

Pascasalin Setelah 48 jam – 4 Tidak Risiko perforasi


Tertunda minggu pascasalin Dianjurkan dan ekspulsi
meningkat
( late Postpartum
)

Interval – Pasca Setelah 4 minggu 3-13% aman


salin Lanjutan pascasalin

( Extended
Postpartum )

2.3 METODE AMENOREA LAKTASI ( MAL ) 4,5

Eksklusif dalam menyusui membantu mencegah kehamilan selama 6


bulan pertama setelah melahirkan tetapi harus mengandalkan hanya
sementara. Suckling stimulus memberikan sinyal hanya benar-benar fisiologis
yang menekan kesuburan hanya untuk wanita sehat. Penuh menyusui dapat
memberikan efek kontrasepsi yang dapat diandalkan dalam 6 sampai 9 bulan
pertama. Pada wanita, menyusui tampaknya meningkatkan sensitivitas
hipotalamus untuk efek umpan balik negatif dari estradiol pada menekan
hormon / luteinizing hormone gonadotropin-releasing hormone (GnRH / LH)
pulse generator. Pedoman praktis untuk menggunakan menyusui sebagai

17
kontrasepsi alami telah dikembangkan, yang memungkinkan ibu untuk
memanfaatkan satu-satunya penekan alami kesuburan pada wanita sebagai
sarana yang efektif untuk jarak kehamilan.
2.3.1 Mekanisme
Kontrasepsi MAL mengandalkan pemberain Air Susu Ibu ( ASI )
eksklusif untuk menekan ovulasi.

Bayi menetek

Transmisi melalui saraf somatic dari putting


susu menuju medulla spinalis ibu

hipotalamus

Memacu sekresi oksitosin


Hipofisis anterior dan prolaktin

Prolaktin dalam darah

Kadar LH & FSH turun


Oksitosin dalam darah

payudara

Estrogen dan Kontraksi sel


progesterone rendah mieopitelial

Sekresi air susu dari


alveoli ke duktus
Ovulasi tidak terjadi

Bayi efektif menetek

Selama 30 detik sampai1


menit air susu keluar

18
2.3.2 Efektifitas
Risiko kehamilan tinggi bila ibu tidak menyusui bayinya secara benar.
Bila dilakukan secra benar, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu
dalam 6 bulan setelah persalinan.
2.3.3 Keuntungan
Mendorong pola menyusui yang benar, sehingga membawa manfaat bagi
ibu dan bayi.
2.3.4 Risiko
Tidak ada
2.3.5 Efek Samping
Tidak ada
2.3.6 Kontraindikasi
 Wanita yang tidak bersedia menyusui secara ekslusif
 Wanita yang bekerja dan terpisah dari bayinya lebih dari 6 jam
 Wanita yang harus menggunakan meotode kontrasepsi tambahan
 Wanita yang menggunakan obat yang dapat merubah suasan hatinya
 Bayi yang sudahberumur lebih dari 6 bulan
 Wanita yang mengidap HIV/AIDS dan TBC aktif

2.3.7 Waktu Penggunaan


 Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh ( bayi hanya
sesekali diberi 1-2 teguk air/minuman
 Perdarahan sebelum 56 hari pascasalin dapat diabaikan ( belum dianggap
haid )
 Bayi mengisap payudara secara langsung
 Menyusui dimulai dari setengah sampai satu jam setelah bayi lahir
 Kolostrum diberikan kepada bayi
 Pola menyusui on demand ( menyusui setiap saat bayi membutuhkan )
dan dari kedua payudara
 Sering menyusui selama 24 jam termasuk malam hari
 Hindari jarak antar menyusui lebih dari 4 jam

19
2.4. IMPLAN 3,8,9,11
Disetujui oleh FDA pada tahun 2006 , implanon merupakan sebuah
implan subdermal satu batang yang mengandung 68 mg progestin
etonogestrel ( ENG ), dan dilapisis kopolimer ethylene vinyl acetate. Implan
ditempatkan di permukaan medial lengan atas 6 sampai 8 cm dari siku pada
lekukan biseps dalam 5 hari awitan menstruasi. Sediaan ini dapat digunakan
sebagai kontrasepsi selama 3 tahun dan kemudian diganti pada lengan yang
sama atau lengan yang lain.
2.4.1 Mekanisme
Kontrasepsi implan menekan ovulasi, mengentalkan lendir serviks,
menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi dan mengurangi transportasi
sperma.
2.4.2 Efektifitas
Pada umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam
1 tahun
2.4.3 Keuntungan
Mengurangi risiko penyakit radang panggul simptomatik. Dapat
mengurangi risiko anemia defisiensi besi
2.4.4 Risiko
Tidak ada
2.4.5 Efek Samping
Perubahan pola haid ( pada beberapa bulan pertama haid sedikit dan
singkat, haid tidak teratur lebih dari 8 hari, tidak haid, setelah setahun haid
sedikit dan singkat, haid tidak teratur, dan haid jarang ), sakit kepala, pusing,
perubahan suasana perasaan, perubahan berat badan, jerawat ( membaik atau
memburuk ), nyeri payudara, nyeri perut. Perdarahan yang tidak teratur
adalah alasan utama untuk penghentian. Retensi cairan, berat badan, dan
nyeri payudara yang kurang umum. Potensi komplikasi penyisipan termasuk
infeksi, pembentukan hematoma, iritasi lokal atau ruam, pengusiran, dan
reaksi alergi. Sebuah kasus tunggal dari cedera pada cabang medial saraf
kutan antebrachial selama penyisipan telah dilaporkan. Cedera saraf dapat

20
mengakibatkan gangguan sensibilitas, nyeri lokal yang parah, atau
pembentukan neuroma menyakitkan.
2.4.6 Kontraindikasi
 Dugaan terhadap adanya kehamilan
 Sedang mengidap penyakit tromboembolitik
 Sedang mengalami perdarahn pervaginam yang belum terdiagnosis
 Benjolan atau kanker payudara
 Diabetes mellitus, epilepsy, depresi, perokok
 Hipertensi, sakit kepala atau migren karena kelainan vascular
 Wanita yang tidak dapat menerima keadaan gangguan haid

2.4.7 Waktu Penggunaan


Implanon harus dimasukkan antara hari 1 dan hari 5 dari siklus
menstruasi. Jika dilakukan selama hari-hari lain dari siklus menstruasi, tes
kehamilan harus dilakukan. Pasien harus disarankan untuk menggunakan
metode kontrasepsi lain selama setidaknya 1 minggu setelah insersi.

3,8,10,11
2.5 SUNTIKAN PROGESTERON ONLY
Depo Provera atau Depo Medroxy Progesteron Acetat adalah suatu
Sintesa Progestin yang mempunyai efek seperti progeteron asli dari tubuh
wanita. Obat ini mulai dicoba pada 1958 untuk mengobati abortus habitualis
dan endometriosis ternyata pada pengobatan abortus habitualis seringkali
terjadi kemandulan setelah kehamilan berakhir.
DMPA adalah salah satu cara yang paling efektif dimana dengan
penggunaan yang benar, tingkat kegagalan ' hanya 0,2 (2 dalam 1000) di
tahun pertama penggunaan. Berat badan lebih dari 100 kg, atau BMI >40
memberikan peningkatan risiko kegagalan dengan DMPA.
Berdasarkan penemuan ini dimulai seragkaian percobaan klinik DPMA,
untuk maksud kontrasepsi dengan bebagai dosis, kemudian didapat dosis
standard yang efektif 150 mg DPMA dalam 3 cc larutan air diberikan sekali
tiap 3 bulan. Diberikan Injeksi intramuskular dalam 5 hari pertama siklus

21
menstruasi. Lokasi suntikan, di Inggris , biasanya berada di lokasi kuadran
atas bagian lateral pada kedua gluteus, meskipun paha luar bagian atas dan
deltoid juga merupakan lokasi yang dapat diterima dan lokasi penyuntikan
jangan dipijat.
Depo Provera sebagai obat KB metode suntikan ternyata cukup manjur
dan aman dalam pelayanan Keluarga Berencana. Anggapan bahwa Depo
Provera dapat menimbulkan kanker pada leher rahim atau payudara pada
wanita yang memergunakannya, belum didapat bukti – bukti yang cukup
tegas.
2.5.1 Mekanisme
Suntikan kombinasi menekan ovulasi, mengentalkan lendir seviks
sehingga penetrasi sperma terganggu, menjadikan selaput rahim tipis dan
atrofi, dan menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan diberikan 3
bulan sekali ( DMPA ). Menghambat ovulasimelalui efek pada hipotalamus,
yang kemudian mengakibatkan supresi hormon gonadotropin terutama LH
(Luteinizing hormon). Menghambat implantasi dengan pemberian
progesteron-eksogenous dapat mengganggu kadar puncak FSH dan LH,
sehingga meskipun terjadi ovulasi produksi progesterone yang berkurang dari
corpus luteum menyebabkan penghambatan dari implantasi. Mengubah lendir
serviks sehingaa menjadi kental. Dalam 48 jam setelah pemberian
progesteron, sudah tampak lendir serviks yang kental, sehingga motilitas dan
daya penetrasi dari spermatozoa sangat terhambat. Mengubah kecepatan
transportasi ovum melalui tuba.
2.5.2 Efektifitas
Bila digunakan dengan benar risiko kehamilan kurang dari 1 di antara
100 ibu dalam 1 tahun. Kesuburan tidak langsung kembali setelah berhenti,
biasanya dalam waktu beberapa bulan
2.5.3 Keuntungan
Mengurangi risiko kanker endometrium dan fibroid uterus. Dapat
mengurangi risiko penyakit radang panggul simptomatik dan anemia
defisiensi besi. Sangat Efektif. Bisa digunakan oleh ibu menyusui 6 minggu

22
setelah melahirkan dan tidak mempengaruhi ASI. Memperkecil kemungkinan
kurang darah dan nyeri saat haid. Memberi perlindungan terhadap kanker
rahim, kanker indung telur dan pembengkakan pinggul. Tidak mempegaruhi
hubungan suami istri.
2.5.4 Risiko
Tidak ada
2.5.5 Efek Samping
Perubahan pola haid ( haid jadi tidak teratur atau memanjang dalam 3
bulan pertama, haid jarang, tidak teratur atau tidak haid dalam 1 tahun ),
Gangguan haid yang sering dialami oleh akseptor yaitu : amenorhea
(tidak/terlambat haid), menoragia (perdarahan yang berlebihan jumlahnya),
dan spotting (bercak diluar siklus haid). sakit kepala, pusing, kenaikan berat
badan, perut kembung atau tidak nyaman, perubahan suasana perasaan dan
penurunan hasrat seksual. hematoma pada daerah suntikan, terlambat kembali
kesuburan.
2.5.6 Kontraindikasi
 Kehamilan
 Perdarahan abnormal uterus
 Karsinoma payudara dan karsinoma traktus genitalis
 Penyakit hati
 Kelainan tromboemboli
 Diabetes melitus
 Nullipara
 Pemakaiaan obat-obatan :
antikonvulsan,obat-obatan yang mempengaruhi sistem kardiovaskular
dan fungsi hati.
2.5.7 Waktu Penggunaan
 Kontrasepsi suntikan 12 minggu sangat cocok untuk program
postpartum karena tidak mengganggu laktasi, dan terjadinya amenorea
setelah suntikan. Suntikan depo tidak mengganggu ibu yang menyususi
anaknya dalam masa postpartum karena dalam masa ini terjadi amenorea

23
laktasi. Untuk program postpartum, depo provera disuntikkan sebelum
ibu meninggalkan rumah sakit, sebaiknya susudah air susu ibu terbentuk,
yaitu kira-kira hari ke-3 sampai dengan hari ke-5. Kontrasepsi Depo
disuntikkan dalam dosis 150 mg/cc sekali 3 bulan. Suntikan harus
intramuskulus dalam.
 Pada wanita yang sedang haid, suntikan pertama idealnya diberikan pada
hari pertama hingga hari ke 5 siklus; jika diberikan lebih lambat dari hari
ke 5, beritahukan 7 hari tindakan pencegahan ekstra.
 Jika seorang wanita kontrasepsi hormonal sampai hari injeksi, berikan
suntikan kapan saja, tanpa ada tindakan pencegahan tambahan.
 Bila seorang wanita pascapersalinan 6 bulan, menyusui, serta belum
haid, suntikan pertama dapat diberikan, asal saja dapat di pastikan tidak
hamil.
 Bila pascapersalinan 6 bulan, menyusui serta telah mendapat haid,
maka suntikan pertama diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7.
 Selama menyusui, jika DMPA dipilih, paling baik diberikan pada 6
minggu.
 Setelah keguguran atau aborsi pada trimester pertama, suntikan pada hari
tersebut, atau setelah ekspulsi janin jika prosedur medis digunakan. Jika
suntikan diberikan di luar hari kelima, beritahukan tindakan pencegahan
selama 7 hari.

2.6 PIL PROGESTIN ( MINIPIL )

2.6.1 Mekanisme

Minipil menekan sekresi gonadotripin dan sintesis steroid seks di


ovarium, endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga
implantasi lebih sulit, mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat
penetrasi sperma, mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma
terganggu.

24
2.6.2 Efektifitas

Bila digunakan secara benar, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara


100 ibu dalam 1 tahun. Efektifitas menjadi rendah bila digunakan bersamaan
dengan obat tuberculosis atau obat epilepsi

2.6.3 Keuntungan

Tidak ada

2.6.4 Risiko

Tidak ada

2.6.5 Efek Samping

Perubahan pola haid ( menunda haid lebih lama pada ibu menyusui, haid
tidak teratur, haid memanjang atau sering, haid jarang atau tidak haid ), sakit
kepala, pusing, perubahan suasana perasaan, nyeri payudara, nyeri perut, dan
mual.

2.6.6 Kontraindikasi

 Kehamilan
 Perdarahan abnormal uterus
 Diabetes melitus
 Karsinoma payudara dan karsinoma traktus genitalis
 Penyakit hati
 Kelainan tromboemboli dan vascular

2.6.7 Waktu Penggunaan

 Pada ibu dengan pemberian ASI ekslusif dapat menggunakan setelah 6


minggu pasca persalinan
 Pada ibu tidak dengan pemberian ASI eksklusif dapat menggunakan
segera setalah persalinan.
 Di minum setiap hari pada waktu yang sama

25
BAB III
PENUTUP

Post partum / Pasca persalinan / masa nifas adalah suatu masa yang
dimulai sejak bayi lahir diikuti dengan ke luarnya plasenta (ari-ari). Berakhir
sampai rahim pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya 40 hari.

Metode kontrasepsi pasca persalinan yang dapat digunakan antara lain


Tubektomi, AKDR ( Alat Kontraspsi Dalam Rahim ), Metode Amenorea Laktasi
(MAL), kontrasepsi suntikan, implant, serta minipil. Penggunaan metode
kontrasepsi pasca persalinan dapat dilakukan segera setelah lahir sampai 40 hari
pasca persalinan.

26
DAFTAR ISI

1. Cunningham, Leveno, Obstetri Williams Edisi 23 Volume 1, penerbit buku


kedokteran EGC; 2009.
2. Anwar, mochamad, Baziad, Ali, Ilmu Kandungan Edisi ketiga, Penerbit
PT. Bina Pustaka Sarwono; 2011.
3. World Health Organizaion, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di
fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Edisi Pertama; 2013.
4. Allen RH, Cwiak CA, Kaunitz AM. Hormonal Contraception, Published
Med Assoc J. 2013;185:565-573.
5. Anthony, Ambrose, John TR. Puerperal Problems, Evaluation of a
standardized protocol. Am J Obstet Gynecol 2000;182:1147–1151.
6. Mulyani, Sri, Wiryanto TB, Konseling Postpartum dan Penerapan Metode
Kontrasepsi Amenore Laktasi. Published;2012.
7. Flourisa,JS, Maria Anggraeni,The Use of Contraceptive among Post
Partum and Post Abortion Women, IDHS 2012.
8. Michael R. Brunson, MD; David A. Klein, MD, MPH; Cara H. Olsen,
DrPH; Larissa F. Weir, MD; Timothy A. Roberts, MD, MPH. Postpartum
contraception initiation and effectiveness in large universal healthcare
system. American Journal of Obstetric and Gynecology; 2012.
9. Roy Jacobstein, MD, MPH, MFA, Progestin-only contraception
Injectables and Implants, Best Practice & Research ClinicalObstetrics and
Gynaecology; 2014.
10. Finer LB, Zolna MR, Unintended pregnancy in the United States
incidence and disparities; 2011.
11. McGuire J. Jamie, Dalton V, Predictors Of Patient Use Of Highly
Effective Post-Partum Contraception. University of Michigan Hospital,
Department of OBGYN, Ann Arbor, MI, USA; 2010.
12. Michael R. Brunson, Timothy A. Roberts, David A. Klein, Cara H. Olsen,
Larissa F. Weir. Postpartum Contraception And Risk For Short
Interpregnancy Interval In A Large Universal Healthcare System; 2017.

27
13. Rawlins S, Smith D, Burkman RT. Female contraceptives; Current status.
Clin Obstet Gynecol; 2001.
14. Amy J, Tripathi V. Contraception for women: an evidence based
overview. BMJ; 2010;
15. Faculty of Family Planning and Reproductive Health Care (FFPRHC)
Guidance. The copper intrauterine device as long-term contraception. J
Fam Plann Reprod Health Care; 2004.

28

Anda mungkin juga menyukai