Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

PERILAKU ETIS DALAM PROFESI AKUNTANSI

(ETHICAL BEHAVIOUR IN ACCOUNTING)

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi yang diampu
oleh

Drs. H. Tb. Aman Fathurochman, MM., Ak., CPA

Disusun oleh :

Muhammad Imam Arifin (1500779)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perilaku Etis
dalam Profesi Akuntansi (Ethical Behaviour In Accounting)” yang merupakan salah
satu tugas mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi. Shalawat serta Salam semoga tetap
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya,
serta mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas saran, bantuan dan
bimbingan yang telah diberikan selama proses penulisan makalah ini serta
kerjasamanya, yaitu kepada:

1. Drs. H. Tb. Aman Fathurochman, MM., Ak., CPA sebagai dosen mata kuliah Etika
Bisnis dan Profesi;
2. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam pembuatan makalah ini baik
secara langsung maupun secara tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
seperti kata pribahasa “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar bisa menyusun makalah yang
lebih baik kedepannya.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Penulis,

Bandung, 9 November 2018

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4

1.2. Manfaat ........................................................................................................... 5

1.3. Tujuan ............................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 6

2.1. Etika ................................................................................................................... 6

2.1.1. Definisi ....................................................................................................... 6

2.1.2. Mengapa Mempelajari Etika ....................................................................... 7

2.1.3. Etika Profesional Akuntan Publik ........................................................... 8

2.1.4. Bersikap Etis ........................................................................................... 9

2.1.4. Dilema Etika.............................................................................................. 10

2.1.5. Aturan Etika Profesi Akuntansi (IAI) ................................................... 11

2.2. Teori Etika ........................................................................................................ 21

2.2.1. Egoism ...................................................................................................... 21

2.2.2. Utilitiarism ................................................................................................ 22

2.2.3. Kantianisme & Deontologi ....................................................................... 23

2.2.4. Virtue Ethics (Etika Kebajikan) ................................................................ 24

2.3. Perilaku Etis dalam Profesi Akuntansi ............................................................. 25

2.4. Kasus ............................................................................................................ 26

2.4.1. Kajian Kasus ............................................................................................. 27

2.4.2. Analisa Kasus ........................................................................................... 31

iii
1. Etika .......................................................................................................... 31

2. Dilema Etika ............................................................................................. 32

3. Egoism ...................................................................................................... 33

4. Utiliarism .................................................................................................. 33

5. Deontologi ................................................................................................ 34

6. Virtue Ethics ............................................................................................. 35

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 37

iv
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman, diikuti dengan perkembangan dunia
bisnis yang semakin pesat maka peran akuntan juga akan semakin dibutuhkan. Dalam
lingkungan bisnis saat ini, manajer dan para pembuat keputusan yang lainnya dalam
pengambilan keputusan, atau untuk merencanakan strategi bisnis di masa depan akan
bergantung kepada informasi-informasi keuangan yang dapat disediakan oleh akuntan.
Oleh karena itu, perilaku etis harus dimiliki oleh seorang profesi akuntan dikarenakan
informasi keuangan yang disajikan oleh akuntan harus akurat dan dapat diandalkan.

Sebagai anggota suatu profesi, akuntan juga mempunyai tanggung jawab untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat, dan diri mereka sendiri. Akuntan mempunyai
tanggung jawab untuk kompeten dan menjaga integritas dan obyektif mereka.
Kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis berhubungan dengan adanya tuntunan
masyarakat terhadap peran profesi akuntan. Masyarakat yang merupakan pengguna
jasa profesi membutuhkan seorang akuntan yang profesional. Label profesional disini
mengisyaratkan suatu kebanggaan, komitmen pada kualitas, dedikasi pada kepentingan
klien dan keinginan yang tulus membantu permasalahan yang dihadapi klien sehingga
profesi tersebut dapat menjadi kepercayaan masyarakat. (Haritsah, Gunawan, &
Purnamasari, 2015).
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah
sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum
perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara
berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari
pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai
perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari
masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi
akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang

1
bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh
manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa
assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional
independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa
atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang
disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat,
pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas
sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa
nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia
tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk
lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik
adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi,
dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan
secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain
dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan
secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan
keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh
informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-
sumber ekonomi.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan
laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan
memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi
sumber-sumber ekonomi.

2
Namun, dalam beberapa tahun terkahir, masalah penyimpangan yang dilakukan
oleh akuntan terjadi di berbagai negara. Amerika Serikat yang selama ini dianggap
sebagai negara super power dan juga kiblat ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu
akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan
kepercayaan oleh para pelaku bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance
di Amerika Serikat. Terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-
perusahaan besar di Amerika Serikat seperti enron yang hancur berkeping. Worldcom
juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat
melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi pengeluaran US$ 3.8 milyar untuk
mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal kenyataannya rugi. Kegagalan
pada perusahaan besar tersebut telah membuat masalah etika menjadi perhatian penting
bagi mereka yang bekerja di bisnis dan akuntansi.

Di Indonesia sendiri masalah penyimpangan yang dilakukan oleh akuntan juga


banyak terjadi. Salah satunya adalah kasus suap moge auditor BPK. Pada kasus ini
seorang Auditor Madya pada Sub-Auditorat VII B2 BPK Sigit Yugoharto dituntut 9
tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sigit diyakini jaksa
menerima motor gede (moge) Harley Davidson dari mantan General Manager Jasa
Marga Cabang Purbaleunyi Setiabudi. Selain itu, Sigit menerima fasilitas hiburan
malam yang berupa fasilitas hiburan karaoke bernilai sekitar Rp 30 juta dan Rp 41 juta.
Suap tersebut diberikan sebagai hadiah karena terdakwa telah mengubah hasil temuan
sementara tim pemeriksa BPK atas PDTT terhadap pengelolaan pendapatan usaha,
pengendalian biaya dan kegiatan investasi pada PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi
2015-2016 (news.detik.com, dikutip pada tanggal 8 November 2018).

Selain kasus suap moge auditor BPK, kasus suap lainnya juga terjadi di KPMG-
Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak pada September tahun 2001. Kantor
akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$
75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG
yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes
Inc. yang tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman

3
memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Kasus
lainnya yang terjadi di Indonesia yaitu kasus pada PT. KAI. Manajemen dan akuntan
publik melakukan kekeliruan audit pada penempatan status pajak pertambahan nilai
(PPN) dan inventaris pengadaan sehingga mengakibatkan posisi keuangan PT KAI
jauh berbeda, seharusnya PT KAI merugi sekitar Rp 6,3 miliar. Namun hasil audit
justru mencatatkan PT KAI meraup laba Rp 6,9 miliar (Liputan6.com, dikutip pada
tanggal 8 November 2018).

Terjadinya berbagai kasus di atas yang disebabkan skandal keuangan oleh


berbagai perusahaan besar di dunia maupun di Indonesia menyebabkan perubahan pada
persepsi mayarakat terhadap nilai serta perilaku etika perusahaan. Pembentukan komite
audit dan komite etika yang terdiri dari individu di luar perusahaan, pembentukan nilai
code of conduct perusahaan serta peningkatan nilai pelaporan perusahaan untuk
meningkatkan integritas adalah berbagai upaya yang dilakukan perusahaan untuk
menumbuhkan kembali kepercayaan publik tersebut. Terjadinya jurang kepercayaan
tersebut pada akhirnya berujung pada aturan yang lebih ketat, hukuman yang lebih
besar serta penyelidikan tentang integritas, independensi dan peranan profesi akuntan
dan auditor. Akuntan dituntut untuk berperilaku etis dan tidak merusak kepercayaan
publik atas jasa yang diberikan.

Untuk itu dalam penulis memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku
etis tersebut dalam makalah yang berjudul “PERILAKU ETIS DALAM PROFESI
AKUNTANSI (ETHICAL BEHAVIOUR IN ACCOUNTING)” dalam hal ini akan
dijelaskan mengenai pentingnya akuntan untuk berperilaku etis.

1.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka diajukan pertanyaan sebagai


berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan etika profesi akuntansi?


2. Apa itu teori etika profesi akuntansi?
3. Bagaimana perilaku etis dalam profesi akuntansi?

4
1.2. Manfaat

1. Memberikan gambaran secara umum tentang perilaku etis dalam profesi


akuntansi.
2. Memberikan tambahan pembahasan dan wawasan baik bagi seorang
profesi akuntansi maupun bagi mahasiswa mengenai perilaku etis dalam
akuntansi.
1.3. Tujuan

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini


adalah untuk :

1. Memahami mengenai etika profesi akuntansi


2. Memahami mengenai teori etika profesi akuntansi
3. Mengetahui perilaku etis dalam profesi akuntansi

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Etika

2.1.1. Definisi

Etika menurut KBBI adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Adapun definisi etika menurut Ronald
Duska yang menjelaskan etika dalam segala bentuknya berkaitan dengan benar atau
salah, baik atau buruk. Dan seperangkat prinsip yang dipegang oleh individu atau
kelompok yang mempelajari tentang prinsip-prinsip etika tersebut.

Kata-kata "etika" dan "moral" memiliki sejumlah makna. Webster Kamus


Collegiate memberikan empat makna dasar dari kata etika yaitu sebagai berikut (Duska
& Duska, 2005):

1. Ilmu yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk.


2. Seperangkat prinsip atau nilai moral.
3. Teori atau sistem nilai-nilai moral .
4. Prinsip-prinsip perilaku yang mengatur individu atau kelompok etika, dalam
segala bentuknya, berkaitan dengan benar atau salah, baik atau buruk.

Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat
istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan
manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang
menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya

 Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang
praxis (tindakan) manusia.
 Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan
bagaimana manusia harus bertindak.

Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini


masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan
santun.
6
 Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan
 Norma agama berasal dari agama
 Norma moral berasal dari suara batin.
 Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma
moral berasal dari etika

2.1.2. Mengapa Mempelajari Etika

Mengapa seseorang harus mempelajari etika? Tentu setiap orang memiliki


prinsip moralitas dalam dirinya untuk melakukan sesuatu yang dianggapnya baik.
Meski begitu ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Duska mengapa kita harus
mempelajari etika adalah sebagai berikut.

1. Beberapa prinsip moralitas yang dimiliki seseorang belum cukup untuk


menyelesaikan masalah etika. Alasannya sederhana karena prinsip moralitas
merupakan sebuah kepercayaan yang dimiliki seseorang. Studi etika dapat
membantu individu menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks.
2. Dalam beberapa situasi ketika ada pelanggaran etika akan menjadi sulit
menentukan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Penalaran etika dapat
memberikan wawasan tentang cara menyelesaikan masalah antara prinsip-
prinsip konflik dan juga memberikan alasan mengapa tindakan tertentu lebih
tepat daripada yang lain.
3. Seorang individu belum tentu memiliki prinsip etika yang memadai. Sebuah
keyakinan individu yang berkaitan dengan etika dapat dinilai dengan analisis
kritis menggunakan ilmu etika. Sebagai contoh ketika kita berpikir hal-hal
tertentu salah kita berpikir bahwa hal tersebut hal yang wajar. Dan kita berpikir
bahwa hal tersebut akan baik-baik saja, tetapi seketika kita berpikir bahwa hal
tersebut tidak wajar. Kesimpulannya, keyakinan berkaitan dengan etika yang
dimiliki seseorang bukan hal sesuatu yang mutlak.
4. Alasan untuk mempelajari etika adalah untuk memahami apakah dan mengapa
suatu gagasan dapat dikatakan layak. Alasan terakhir untuk mempelajari etika
7
adalah untuk mengidentifikasi prinsi-prinsip etika dasar yang dapat diterapkan
untuk bertindak. Prinsip ini menentukan sikap kita apa yang harus dilakukan
dan memahami apa yang kita lakukan. Ketika kita dihadapkan dengan
keputusan tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi yang sulit, ilmu ini
akan sangat membantu dalam hal pertimbangan dasar.
2.1.2. Fungsi Etika

Dalam penerapannya, suatu etika pasti memiliki fungsi. Fungsi-fungsi dari


etika adalah sebagai berikut :

1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai


moralitas yang membingungkan.
2. Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana
pluralisme
2.1.3. Etika Profesional Akuntan Publik

Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan


kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap
mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan
standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh
anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika
profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia,
kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir
tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam
kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.

8
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik,
yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan
Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor
independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan
keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang
tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur
perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan
publik.

2.1.4. Bersikap Etis

Setiap pekerjaan memiliki sejumlah tanggung jawab atau kode etik untuk diri
mereka sendiri, keluarga mereka, profesi mereka, dan klien mereka serta tempat
mereka bekerja. Sebagai contoh seorang akuntan yang telah diatur oleh AICPA tentang
kode etik profesional, lalu apa yang menjadi dasar tanggung jawab seorang akuntan?
Bisa kita jawab dengan jawaban sederhana yaitu akuntan hanya butuh melakukan
pekerjaannya saja dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Itu adalah
contoh hal yang bisa dikatakan etis untuk dilakukan. Begitu juga dengan pekerjaan
lainnya. Bahwa setiap individu atau kelompok agar bisa bersikap etis harus mengikuti
aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Adapun beberapa pertanyaan untuk sebelum kita bertindak agar apa yang kita
lakukan merupakan tindakan yang etis

1. Apakah tindakan tersebut baik untuk saya?


2. Apakah tindakan tersebut baik atau berbahaya bagi masyarakat?
3. Apakah tindakan tersebut adil?
4. Apakah tindakan tersebut melanggar hak orang lain?
5. Apakah saya telah berkomitmen atas tindakan tersebut?

Pertanyaan – pertanyaan ini merupakan intropeksi bagi diri kita agar selalu
berperilaku etis.

9
2.1.4. Dilema Etika

Pengertian dilema etika adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang
dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk
dilakukannya. Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak
dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang
mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk
menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang
serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk
diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah
menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai
yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika
yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik
dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani para
pelanggannya secara tidak jujur merupakan suatu dilema moral, khususnya jika ia
memiliki keluarga yang harus dibiayai serta terdapat persaingan yang sangat ketat
dalam lapangan pekerjaan.

Terdapat banyak alternatif untuk menyelesaikan dilema-dilema etika tetapi


perhatin yang serius harus diberikan untuk menghindari terlaksananya metode-metode
yang merasionalisasikan perilaku tidak etis. Metode-metode rasionalisasi yang
digunakan yang dengan mudah dapat menghasilkan tindakan tidak etis diantaranya :

Setiap orang melakukannya yaitu Argumentasi bahwa merupakan perilaku


yang wajar bila dapat memalsukan pajak penghasilan, atau menjual produk yang cacat
umumnya berdasarkan pada rasionalisasi bahwa setiap individu lainnya pun melakukan
hal tersebut dan hal tersebut merupakan perilaku yang wajar. jika merupakan hal yang
sah menurut hukum, hal itu etis

Menggunakan argumentasi bahwa semua perilaku yang sah menurut hukum


adalah perilaku yang etis sangat bersandarpada kesempurnaan hukum. Dibawah
filosofi ini, seseorang tidak memiliki kewajiban apapun untuk mengembalikan suatu

10
obyek yang hilang kecuali jika pihak lainnya dapat membuktikan bahwa obyek tersebut
miliknya.

Sehingga dapat dikatakan bahwa, Dilema etika merupakan situasi yang


dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang
patut. Contoh sederhananya adalah jika seseorang menemukan cincin berlian, ia harus
memutuskan untuk mencari pemilik cincin atau mengambil cincin tersebut. Sebagai
contoh : Para auditor, akuntan, dan pebisnis lainnya, menghadapi banyak dilema etika
dalam karier bisnis mereka. Terlibat dengan klien yang mengancam akan mencari
auditor baru jika tidak diberikan opini unqualified akan menimbulkan dilema etika jika
opini unqualified tersebut ternyata tidak tepat untuk diberikan.

2.1.5. Aturan Etika Profesi Akuntansi (IAI)

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan
bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. .
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi:
1. Kredibilitas

Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.

 Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan


oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
 Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari
akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
 Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

11
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2)
Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka
dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh
anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota,
sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat
anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi
lingkup dan penerapannya.

Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi
dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk
menggantikannya.

2. Kepatuhan

Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam
masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan
sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya
pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya
mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan,
terhadap anggota yang tidak menaatinya.

Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh
badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk
mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.6. Prinsip Etika Profesi (IAI)


Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Prolesi

Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus


senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
12
01. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan
dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua
pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab
untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi
akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab
profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan
untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

Prinsip Kedua - Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan


kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.

01. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana
publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah,
pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-
jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan
sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara
keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan
dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan
negara.

02. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan
terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan
bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan
adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan
dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang
diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
13
03. Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin
menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan
penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi
kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan
sebaik-baiknya.

04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota


untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan
profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk
memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta
menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme
yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.

05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas
kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus
menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
06. Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya
seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada
kepentingan publik, misalnya:
• auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari
laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung
pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;
• eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam
organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan sumber daya organisasi;
• auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal
yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi
kerja kepada pihak luar.
14
• ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan
yang adil dari sistem pajak; dan
• konsultan manajemen mempunyai tanggung-jawab terhadap kepentingan
umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.

Prinsip Ketiga – Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus


memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

01. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan
merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang
diambilnya.
02. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi
tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
03. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat
aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan,
anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota
telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah
menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik
bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
04. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan
kehati-hatian profesional.
Prinsip Keempat – Obyektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

15
01. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak,
jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik
memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain
menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal
dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan
pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke
dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas
pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan
aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus
diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka
menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat
mengganggu obyektivitasnya.

b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi


di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran
(reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk
mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak
obyektivitas anggota.

c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh


lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.

d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang


terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.

16
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment
yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap
pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang
berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi
yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.

Prinsip Kelima - Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian,


kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional
yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.

01. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi


tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni
kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi
kepada publik.
02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman
yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua
tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai
tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang
diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh
Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang
terpisah:

17
a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional
pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti
oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-
subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola
pengembangan yang normal untuk anggota.

b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.

• Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan
melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama
kehidupan profesional anggota.
• Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus
mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-
pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun
internasional yang relevan.
• Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan
terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten
dengan standar nasional dan internasional.

03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu


tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal
penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota
wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang
lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan
kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus
dipenuhinya.

04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada


penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-
18
jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan
mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
05. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan
mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-
jawabnya.
Prinsip Keenam - Kerahasiaan

Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama


melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya

01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi


tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang
diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara
anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah
diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan
informasi.
03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah
pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya
menghormati prinsip kerahasiaan.
04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi.
Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama
melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan
informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang
penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota
tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized
disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan

19
informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan
standar profesional.
06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional
dapat atau perlu diungkapkan.
07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.

a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan


diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak
ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.

b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota


diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:

• untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum;


dan
• untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.

c. Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:

• untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti


itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
• untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan;
• untuk menaati peneleahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau
badan profesionallainnya;.dan . untuk menanggapi permintaan atau
investigasi oleh IAI atau badan pengatur.

Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional


20
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:

01. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi
hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.

Prinsip Kedelapan - Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-
hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

01. Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar
yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of
Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang
relevan.

2.2. Teori Etika

2.2.1. Egoism

Kebanyakan orang berprinsip egois yaitu ketika individu selalu bertindak akan
kepentingannya sendiri. Menurut Ronald Dusky selfishness (Keegoisan) dan Self-
Interest (Kepentingan diri sendiri) merupakan sesuatu yang perlu dimengerti. Tindakan
berdasarkan Self-Interest bukan sesuatu yang buruk. Psikologi manusia menunjukan
bahwa perlunya akan keinginan yang kuat terhadap impian yang kita kejar. Sah-sah
saja untuk bertindak atas kepentingan sendiri. Sedangkan selfishness tindakan
berdasarkan kepentingannya sendiri tetapi dengan mengorbankan orang lain.

21
2.2.2. Utilitiarism

Utilitarisme berasal dari kata latin utilis yang berarti bermanfaat. Menurut teori
ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.

Utilitarianism theory menyatakan bahwa setiap individu harus berupaya secara


optimal untuk melakukan tindakan yang memaksimumkan manfaat dan meminimalkan
dampak negative (Duska & Duska, 2005). Terdapat dua macam utiliarisme yaitu act
utilitarisme, perbuatan yang memberikan manfaat untuk orang banyak dan rule
utilitarisme, tidak harus dalam bentuk perbuatan tetapi pada aturan moral yang diterima
oleh masyarakat secara luas.

Menurut Kees Bertens (Bertens, 2000) kualitas etis suatu perbuatan diperoleh
dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi
tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.

Teori ini dekat dengan cost-benefit analysis yang banyak dipakai dalam konteks
ekonomi. Manfaat yang dimaksudkan utilitarisme bisa dihitung juga sama seperti kita
menghitung untung dan rugi atau kredit dan debit dalam konteks bisnis.

Menurut Ronald Dusky pada bukunya bahwa prinsip-prinsip utilitiarisme yang


baik diungkapkan oleh John Stuart Mill yaitu mengungkapkan bahwa kebahagian
terbesar yaitu individu itu sendiri tetapi kebahagian paling besar yaitu kebahagiaan
bersama-sama. Ia juga mengungkap perbedaan antara utilitiarism dengan egoism bisa
dillustrasikan perbedaanya dibawah ini:

Diri sendiri (egoism)


Sebuah tujuan
Semua pihak termasuk
Aksi/Tindakan
diri sendiri
(utilitiarism)

22
Tujuan yang baik membuat tindakan baik begitu juga sebaliknya.

Utilitiarianisme tentu lebih baik daripada egoism dalam konteks kepekaan


moral, dan itu mencerminkan apa yang kita lakukan ketika kita menemukan alasan
untuk membenarkan tindakan atau praktik. Melakukan sesuatu untuk membuat diri kita
bahagia kecuali hal itu membuat orang lain sengsara.

2.2.3. Kantianisme & Deontologi

Deontologis berasal dari kata Yunani deontos, yang berarti apa yang harus
dilakukan. Kadang-kadang diterjemahkan sebagai kewajiban atau tugas. Sedangkan
Kantianisme berasal dari nama filsuf deontolog abad ke-18 Immanuel Kant.

Menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Karena bagi etika deontology
yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi
sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika
yang terpenting. Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi:

1. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban.
2. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai,
tindakan itu sudah dinilai baik.
3. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya
dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral
universal.

Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang
baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus kita lakukan.
Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk secara moral sehingga tidak menjadi
kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil adalah tindakan yang baik, dan sudah
kewajiban kita untuk bertindak demikian. Sebaliknya, pelanggaran terhadap hak orang
23
lain atau mencurangi orang lain adalah tindakan yang buruk pada dirinya sendiri
sehingga wajib dihindari.

Teori ini telah ada sebelum teori utilitiarisme milik John Stuart Mill, jadi pada
saat itu Kant tidak dihadapkan dengan teori tersebut. Namun, bila kita membandingkan
prinsip-prinsip Utilitiarisme dengan Deontologi maka teori Utilitiarisme merupakan
teori yang salah arah karena tidak mempertimbangkan karakteristik tindakan moral.
Dapat digambarkan Deontologi sebagai kewajiban moral dan membedakannya dengan
kecenderungan atau keinginan. Menurut Kant, jika kita bertindak hanya dari
keinginan,tindakan itu sama saja tidak ada moral sama sekali.Sama saja seperti
binatang bukan manusia yang berprilaku. Baginya, untuk bertindak pada tingkat moral
untuk melampaui naluri dan kecenderungan hewan yang membuat kita istimewa,
membuat kita bermoral, dan memberi kita martabat dan hak, merupakan kemampuan
yang hanya dimiliki manusia. Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah tak
bersyarat (imperatif kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang
pada segala situasi dan tempat. Perintah Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan
kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal
yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut. Perintah Tak Bersyarat adalah
perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan
akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang
tersebut atau tidak. Dengan demikian, etika deontologi sama sekali tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu
tindakan tidak pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan.
Hal ini akan membuka peluang bagi subyektivitas dari rasionalisasi yang menyebabkan
kita ingkar akan kewajiban-kewajiban moral.

2.2.4. Virtue Ethics (Etika Kebajikan)

Etika kebajikan adalah teori moral yang menekankan peran karakter dan
kebajikan individu dalam mengevaluasi kebenaran tindakan (Sakellariouv, 2015).

24
2.3. Perilaku Etis dalam Profesi Akuntansi

Menurut Ronald Dusky, setiap pekerjaan memiliki kode etik yang telah
ditetapkan untuk memenuhi standar. Sebagai orang akuntan sangat perlu untuk
berperilaku etis. Bagaimana caranya? Yaitu dengan menjalankan setiap kode etik yang
telah ditetap ditetapkan. Sebagai contoh kode etik yang telah ditetapkan oleh AICPA
akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Tanggung Jawab

Dalam melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai professional, anggota


harus menerapkan penilaian professional dan moral yang sensitive dalam segala
kegiatannya.

2. Kepentingan Umum

Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak dengan cara yang
dapat melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme.

3. Integritas

Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, anggota


harus melakukan semua tanggung jawab professional dengan integritas tertinggi.

4. Objectivitas dan Independensi

Seorang anggota harus mempertahankan objectivitas dan bebas dari konflik


kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab professional, serta harus
independen dalam penyajian fakta dan tampilan ketika memberikan layanan
audit dan jasa atestasi lainnya.

5. Due Care

Seorang anggota harus mematuhi standar teknis dan etis profesi, berusaha terus
menerus untuk menigkatkan kompetensi dan layanan dalam melaksanakan
tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik yang dimiliki anggota.

25
6. Sifat dan Cakupan Layanan

Seorang anggota dalam praktik publik harus memerhatikan Prinsip-prinsip dari


Kode Etik Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan
disediakan.

2.4. Kasus
Kasus Suap Moge, Eks Auditor BPK Dituntut 9 Tahun Bui

Jakarta - Auditor Madya pada Sub-Auditorat VII B2 BPK Sigit Yugoharto dituntut 9
tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sigit diyakini jaksa
menerima motor gede (moge) Harley Davidson dari mantan General Manager Jasa
Marga Cabang Purbaleunyi Setiabudi.
"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini,
menyatakan terdakwa Sigit Yugoharto terbukti bersalah melakukan tindak pidana
korupsi," ujar jaksa KPK Ali Fikri membacakan surat tuntutan dalam sidang di
Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin
(14/5/2018).

Jaksa juga mengatakan Sigit menerima fasilitas hiburan malam bernilai sekitar
Rp 30 juta dan Rp 41 juta. Jaksa meyakini semua fasilitas yang diberikan kepada Sigit
terkait dengan diubahnya hasil temuan sementara BPK dalam penegelolaan keuangan
PT Jasa Marga.

"Terdakwa mengetahui atau patut diduga hadiah tersebut karena terdakwa


mengubah hasil temuan sementara tim pemeriksa BPK atas PDTT terhadap
pengelolaan pendapatan usaha, pengendalian biaya dan kegiatan investasi pada PT Jasa
Marga cabang Purbaleunyi 2015-2016," ucap jaksa.
Jaksa menjelaskan Sigit bersama tim pemeriksa BPK lain bertemu Setiabudi di di
karaoke Las Vegas Plaza Semanggi dan membahas jumlah kelebihan pembayaran.
Kelebihan bayar bisa 'close' apabila Jasa Marga mengembalikan uang kelebihan.

"Dalam fasilitas hiburan di Las Vegas juga terdapat bukti karokean dan pemandu lagu
hingga makan malam," tutur jaksa. Selain itu, jaksa menyatakan Sigit bertemu
26
Setiabudi untuk meminta Harley Davidson seharga Rp 115 juta. Akhinya, Harley
Davidson dari Setiabudi diantarkan ke rumah Sigit di Bandung pada 24 Agustus 2017.

"Permintaan motor Harley Davidson seolah-olah pembeliaan yang meminjam uang


Setiabudi karena uang yang dibawa kurang. Peminjaman itu tidak terbukti dalam
persidangan," jelas jaksa.

Akibat perbuatannya, Sigit didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU


nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat
(1) KUHP. (Hidayat, 2018).

2.4.1. Kajian Kasus


Kasus suap oleh PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi terhadap auditor BPK
menyebabkan auditor tersebut dituntut 9 tahun penjara dengan vonis akhir 6 tahun
penjara. Kasus tersebut menyeret Sigit Yugoharto selaku auditor madya pada sub
Auditoriat VII B2 BPK dan Setiabudi selaku General Manager PT Jasa Maraga cabang
Purbaleunyi.

Sigit Yugoharto menerima hadiah berupa Motor Harley Davidson Sportster 883
seharga Rp 115 juta dan menerima fasilitas hiburan malam/karaoke sekitar Rp 30 juta-
Rp 41 juta dari Setiabudi selaku General Manager PT Jasa Maraga cabang
Purbaleunyi.Sigit Yugoharto merupakan ketua tim Pemeriksaan Dalam Tujuan
Tertentu (PDTT) terhadap pengelolaan pendapatan usaha, penegendalian biaya &
kegiatan investasi pada PT Jasa Marga dengan anggota tim 10 orang.

Tim yang dipimpin Sigit menemukan 2 temuan dalam PDTT yang dikerjakannya yaitu
:

1. Pekerjaan pemeliharaan periodik rekonstruksi jalan dan pengecatan marka


jalan pada cabang Purbaleunyi tahun 2015 tidak sesuai dengan ketentuan
sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp 3.1 Milyar.
Kemudian proses pengadaan pekerjaan pemeliharaan periodik scraping
filling overlay rekonstruksi jalan & pengecatan marka jalan pada jalan tol
Purbaleunyi paket satu ruas tol Cipularang berindikasi proforma. Item
27
pekerjaan patching jalan tipe 2 tidak diyakini kewajarannya & berindikasi
merugikan perusahaan Rp 4.6 Milyar.
2. Pekerjaan pemeliharaan periodik rekonstruksi jalan & pengecatan marka
jalan cabang Purbaleunyi tahun 2016 tidak sesuai dengan ketentuan
sehingga terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp 4.6 Milyar.

Selanjutnya temuan tersebut disampaikan kepada Setia Budi dan Setia Budi
memberikan arahan kepada tim BPK untuk tidak menyampaikan 2 temuan tersebut.
Atas permintaan itu Setia Budi menyiapkan dana Rp 50 juta untuk fasislitas karaoke
pada tim BPK. Selain itu, Setia Budi memberikan hadiah motor Harley Davidson untuk
meminta Sigit agar mengubah hasil temuan sementara tim pemeriksa BPK atas PDTT
terhadap pengelolaan pendapatan usaha, pengendalian biaya & kegiatan investasi pada
PT Jasa Marga tahun 2015-2016. Hal yang dilakukan Sigit dengean menerima hadiah
tersebut bertentangan dengan kewajibannya selaku pegawai negeri dan juga sebagai
pemeriksa BPK.

Hakim menyebut Sigit pernah meminta no. rekening Setia Budi untuk
mengembalikan biaya pembelian moge, namun Setia Budi tidak melakukannya karena
khawatir apabila menerima kembali uang yang sudah dibayarkan untuk sepeda motor
tersebut akan berdampak pada hasil temuan BPK yang sudah diklarifikasi akan menjadi
lebih besar kembali.

Atas dasar tersebut Setia Budi divonis 1.5 tahun penjara, denda Rp 50 juta dan
subsider 2 bulan kurungan. Sedangkan Sigit di vonis 6 tahun penjara dengan denda Rp
250 juta, subsider 3 bulan kurungan yang lebih ringan dari tuntutan sebelumnya. Hal
yang meringankan Sigit adalah bertindak sopan selama persidangan dan tidak pernah
dipidana.

Ketika mencuatnya kasus tersebut, BPK membentuk Majelis Kehormatan Kode


Etik BPK (MKKE BPK) untuk memeriksa auditor madya Sigit Yugoharto. Hasil
pemeriksaan terhadap pelanggaran kode etik disiplin pegawai menjadi dasar untuk
MKKE BPK memutuskan bentuk sanksi yang bersangkutan. Sanksi paling rendah

28
berupa teguran tertulis selanjutnya bisa juga pemberhentian 2-3 tahun dan paling berat
tidak boleh melakukan audit lagi selama bekerja di BPK dan ditambah hukuman
disiplin kepegawaiannya.

(Sumber : Detik News, Okezone News, Merdeka.com & Antara News)

BPK sebagai auditor, selain melakukan pemeriksaan terhadap keuangan dan


kinerja, BPK juga memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu (PDTT). Hal ini telah diamanatkan melalui UU Nomor 15 Tahun 2004 pasal 4
ayat (1). Pada UU tersebut dinyatakan bahwa PDTT adalah pemeriksaan yang
dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan
kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-
hal yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. PDTT bertujuan
untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Hasil PDTT disajikan dalam
2 kategori, yaitu sistem pengendalian intern (SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan
perundangan-undangan. (bpk.go.id dikutip tanggal 07 November 2018).

Baik tugas BPK sebagai auditor untuk memeriksa keuangan, kinerja ataupun
pemerikasaan dengan tujuan tertentu (PDTT), BPK harus tetap mematuhi kode etik dan
berperilaku etis atas tugas, wewenang dan tanggung jawab yang diberikan. Dalam
kasus ini Sigit Yugoharto sebagai ketua dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu
mengenai pengelolaan pendapatan usaha, pengendalian biaya & kegiatan investasi
pada PT Jasa Marga tahun 2015-2016 tidak independen, tidak profesional dan
terjadinya fraud audit.

Auditor dituntut untuk bersikap dan bertindak independen dan objektif yang
berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan dan tidak memihak dalam
mempertimbangkan fakta. Sigit Yugoharto dalam hal ini tidak independen dan objektif
dalam tugas profesionalnya karena mudah terpengaruh dengan menerima suap untuk
mengubah hasil temuannya. Auditor yang jujur akan selalu berupaya untuk bertindak
objektif dan independen karena secara etika auditor yang independen memposisikan
dirinya agar dapat memperoleh kepercayaan publik. (Badjuri, 2010).
29
Khomsiyah dan Indriantoro (1998) dalam (Januarti, 2011) menyatakan apabila
auditor melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis, maka tindakan tersebut akan
merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor. Kepercayaan publik adalah
hal yang penting, untuk itu auditor harus memperhatikan hal tersebut dengan tidak
terpengaruh oleh apapun dalam menjalankan tuagsnya. Karena ketika tidak ada lagi
kepercayaan publik, keberadaan auditor sudah tidah dibutuhkan lagi.

Berdasarkan prinsip etika dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia, kasus
Sigit Yugoharto ini melanggar beberapa dari prinsip etika yaitu antara lain :

1. Tanggung jawab profesi auditor


Auditor harus bertanggung jawab atas tugas yang diberikannya dengan
berpegang pada kode etik yang ada. Setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya. Sigit Yugoharto tidak bertanggung jawab
atas tugas yang diberikan terkait pemerikasaan dengan tujuan tertentu
pada PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi. Sigit menerima hadiah dari
general manager PT Jasa Marga untuk mengubah hasil temuan
sementara atas pemeriksaan terkait pengelolaan pendapatan usaha,
pengendalian biaya & kegiatan investasi pada PT Jasa Marga tahun
2015-2016. Hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap kode etik
BPK Pasal 9 (2) “... Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku
Aparatur Negara dilarang : mengubah temuan atau memerintahkan
untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan
rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau
bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan,
dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan
mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.”
2. Integritas

30
Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Dalam kasus ini, 2 temuan tim audit dalam
Pemeriksaan Dalam Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap pengelolaan
pendapatan usaha, penegendalian biaya & kegiatan investasi bukan
merupakan rahasia sehingga Sigit sebagai auditor BPK harus jujur
terhadap hasil temuannya tanpa ada yang diubah.
3. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Tindakan yang dilakukan auditor BPK Sigit Yugoharto memberikan
pandangan bahwa Auditor BPK dapat disuap sehingga dapat
menghilangkan kepercayaan publik. Sigit seharusnya dapat menjaga
reputasinya sebagai auditor BPK dengan bersikap profesional tanpa
adanya pengaruh dari orang lain dalam menjalankan tugasnya.

2.4.2. Analisa Kasus


1. Etika
Makna dasar tentang etika menurut Duska dapat disimpulkan sebagai prinsip
moral atau nilai-nilai tentang baik dan buruk, benar dan salahnya perilaku seseorang
yang sudah tertanam sejak lama. Kasus suap auditor BPK Sigit Yugoharto merupakan
pelanggaran etika karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang ada
di masyarakat.

Sigit Yugoharto sebagai auditor yang disuap dan Setia Budi sebagai general
manager PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi yang menyuap sama-sama berperilaku
tidak etis atau tidak memperhatikan aspek etika hanya demi kepentingan pribadi. Sigit
Yugoharto menerima suap untuk mengubah hasil temuan tim pemeriksa BPK dengan
diberikannya moge dengan harga Rp 115 Juta yang seharusnya tidak menerima suap

31
tersebut, karena seharusnya Sigit mengetahui tentang kode etik yang ada seperti yang
disebutkan dalam pasal 9 (2) “...Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku
Aparatur Negara dilarang: meminta dan / menerima uang, barang, dan/ atau fasilitas
lainnya baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan
pemeriksaan”. Pernyataan tersebut jelas bahwa Sigit dilarang menerima moge atau
apapun dari pihak Jasa Marga dan dengan begitu Sigit melanggar kode etik profesinya
sebagai auditor BPK.

Selain itu general manager PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi juga melaggar
etika profesinya dengan memberikan suap atas tindakannya yang tidak ingin diketahui
orang lain khususnya principle/pemilik perusahaan tentang terjadinya kelebihan
pembayaran yang menyebabkan kerugian pada PT Jasa Marga tersebut.

2. Dilema Etika
Dilema etika yaitu masalah yang muncul ketika alasan untuk melakukan
sesuatu dengan cara tertentu diimbangi oleh alasan untuk tidak bertindak seperti itu.
Konflik audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi tetapi
informasi tersebut oleh klien tidak ingin dipublikasikan kepada umum. Konflik akan
menjadi sebuah dilema etika ketika auditor harus membuat keputusan yang
menyangkut independensi dan integritas dengan imbalan ekonomis di sisi lainnya
(Windsor dan Askhanasy 1995) dalam (Januarti, 2011).

Seperti dalam kasus ini, dilema etika dirasakan oleh Sigit yang menghadapi dua
pilihan tentang menerima suap untuk mengubah hasil temuan karena general manager
PT Jasa Marga tidak ingin informasi temuan tersebut diungkapkan dan pilihan untuk
tetap menjaga integritas, independensi, profesioanal dan tanggung jawabnya yang
merupakan prinsip etika yang harus dipegang Sigit sebagai auditor BPK. Ketika Sigit
lebih memilih untuk menerima suap itu maka sigit harus siap atas keputusannya yang
mana setiap keputusan memiliki konsekuensi tersendiri. Konsekuensi dari pilihan Sigit
adalah terbongkarnya kasus ini yang menyebabkan Sigit harus ditahan 6 tahun penjara
dengan denda Rp 250 juta. Jika Sigit memilih untuk tetap menjaga prinsip etika dengan

32
tidak menerima suap Sigit tidak akan tersandung kasus ini dan aman dari sanksi-sanksi
yang menjeratnya.

Dilema etika jelas terlihat ketika Sigit berniat untuk membayar kembali biaya
moge yang telah dibayar Setia Budi. Hakim menyebut Sigit pernah meminta no.
rekening Setia Budi untuk mengembalikan biaya pembelian moge, namun Setia Budi
menolaknya karena khawatir apabila menerima kembali uang yang sudah dibayarkan
untuk sepeda motor tersebut akan berdampak pada hasil temuan BPK yang sudah
diklarifikasi akan menjadi lebih besar kembali. Hal yang dilakukan Sigit merupakan
hal yang menjadi ketakutan atas terbongkarnya kasus suap ini dan adanya pertentangan
etika sehingga Sigit ingin mengembalikan biaya pembelian moge.

Dengan demikian dilema etika akan terjadi ketika seseorang berhadapan


dengan 2 kondisi yang menurutnya sulit, tetapi harus memilih salah satu kondisi
tersebut yang mana dalam kondisi tersebut memiliki konsekuensi masing-masing yang
harus ditanggung.

3. Egoism
Teori egoisme yaitu teori yang pada dasarnya bertujuan mengejar kepentingan
pribadi. Kasus ini masuk dalam teori egoisme ketika Sigit memilih untuk mengejar
kepentingan pribadi dengan menerima hadiah berupa moge dan fasilitas karaoke dari
auditee nya dengan cara mengubah hasil temuannya. Sigit tidak mementingkan
kepentingan semua pihak seperti principle/pemilik perusahaan atau stakeholder
terhadap PT Jasa Marga bahkan keluarganya sendiri. Padahal ketika Sigit menjaga
integritas dan independensinya temuan hasil pemerikasaan akan berguna bagi
manajemen PT Jasa Marga kedepan dan tentunya Sigit tidak akan mendapatkan sanksi
hukuman penjara dan denda.

4. Utiliarism
Utilitarianism theory menyatakan bahwa setiap individu harus berupaya secara
optimal untuk melakukan tindakan yang memaksimumkan manfaat dan meminimalkan
dampak negative (Duska & Duska, 2005). Terdapat dua macam utiliarisme yaitu act

33
utilitarisme, perbuatan yang memberikan manfaat untuk orang banyak dan rule
utilitarisme, tidak harus dalam bentuk perbuatan tetapi pada aturan moral yang diterima
oleh masyarakat secara luas.

Pada kasus ini Sigit tidak memegang teori utiliarism dalam hal suap moge,
perbuatan Sigit tidak memberikan manfaat bagi siapapun termasuk dirinya sendiri
karena atas perbuatannya Sigit tidak mendapat hadiah moge tersebut dan malah
merugikan dirinya sendiri dengan harus mendekam di penjara dan membayar denda
ratusan juta.

Namun, sepanjang pemeriksaan dan sidang Sigit meminimalkan dampak


negatif seperti dalam teori utiliarisme sehingga Sigit mendapatkan keringanan dari
tuntutan sebelumnya dari 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta menjadi 6 tahun
penjara dengan denda Rp 250 juta.

Dapat dilihat jika kita memiliki dan mengutamakan etika dengan memberikan
manfaat pada orang lain atau taat dengan aturan yang ada maka keuntungan/ kebaikan
akan kembali lagi pada diri kita sendiri, dan sebaliknya.

5. Deontologi
Deontologi theory menyebutkan dasar untuk menilai baik buruknya suatu
perbuatan adalah kewajiban, bukan konsekuensi yang dihasilkan oleh perbuatan
(Bertens 2000) dalam (Januarti, 2011). Perbuatan tidak pernah menjadi baik karena
hasilnya baik, melainkan karena suatu kewajiban yang harus dilakukan. Sehingga
deontologi selalu menekankan pada pandangan bahwa perbuatan tidak dihalalkan
karena tujuannya. (Januarti, 2011).

Pada kasus ini, ketika Sigit mematuhi tugasnya, tanggung jawabnya,


kewajibannya untuk tidak menerima suap maka perbuatan tersebut adalah baik karena
Sigit sudah memenuhi kewajibannya. Tapi ketika Sigit tidak memenuhi kewajibannya
maka perbuatan tersebut adalah buruk, dan hal ini yang dimakasud teori deontologi
yang melihat naik buruknya perbuatan dari kewajibannya.

34
6. Virtue Ethics
Teori keutamaan menurut Bertens (2000) dalam (Januarti, 2011) adalah
disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkannya untuk
bertingkah laku baik secara moral.

Pada dasarnya setiap orang memiliki watak yang baik dan ingin bertingkah laku
baik secara moral, namun pengaruh lingkungan dan adanya kesempatan serta
pandangan bahwa hal itu wajar mebuat seseorang berperilaku tidak etis.

Teori keutamaan berkaitan dengan watak yang sudah diperoleh seseorang,


dalam kasus ini jika watak sigit dari awal sudah baik maka tidak akan terjadi
penerimaan suap yang merugikan dirinya sendiri.

35
BAB III
KESIMPULAN
Etika menurut KBBI adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Adapun definisi etika menurut Ronald
Duska yang menjelaskan etika dalam segala bentuknya berkaitan dengan benar atau
salah, baik atau buruk. Dan seperangkat prinsip yang dipegang oleh individu atau
kelompok yang mempelajari tentang prinsip-prinsip etika tersebut.

Dalam penerapannya, suatu etika pasti memiliki fungsi. Fungsi-fungsi dari


etika adalah sebagai berikut :

1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan moralitas yang


membingungkan.
2. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana
pluralisme
Tindakan berdasarkan Self-Interest bukan sesuatu yang buruk. Psikologi
manusia menunjukan bahwa perlunya akan keinginan yang kuat terhadap impian yang
kita kejar. Menurut teori utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan
masyarakat sebagai keseluruhan. Menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik
atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban.
Karena bagi etika deontology yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah
kewajiban.

Menurut Ronald Dusky, setiap pekerjaan memiliki kode etik yang telah
ditetapkan untuk memenuhi standar. Sebagai orang akuntan sangat perlu untuk
berperilaku etis. Sebagai contoh kode etik yang telah ditetapkan oleh AICPA adalah
sebagai berikut : tanggung jawab, kepentingan umum, integritas, objektivitas dan
independensi, due care, serta sifat dan cakupan layanan.

36
DAFTAR PUSTAKA
Badjuri, A. (2010). PERANAN ETIKA AKUNTAN TERHADAP PELAKSANAAN
FRAUD AUDIT. Fokus Ekonomi, Vol.9 No.3, 194 – 202.

Duska, R. F., & Duska, B. (2005). Accounting Ethics. Blackwell Publishing.

Hidayat, F. (2018). Kasus Suap Moge, Eks Auditor BPK Dituntut 9 Tahun Bui. Diambil
kembali dari Detik News: https://news.detik.com/berita/4019915/kasus-suap-
moge-eks-auditor-bpk-dituntut-9-tahun-bui

Januarti, I. (2011). ANALISIS PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR,


KOMITMEN PROFESIONAL, ORIENTASI ETIS DAN NILAI ETIKA
ORGANISASI TERHADAP PERSEPSI DAN PERTIMBANGAN ETIS (
AUDITOR BADAN PEMERIKSA KEUANGAN INDONESIA). Simposium
Nasional Akuntansi XIV Aceh 2011, 2-37.

37

Anda mungkin juga menyukai