Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tangan merupakan salah satu bagian tubuh yang menghubungkan

seseorang dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan kita untuk

menyentuh, merasakan, memanipulasi, dan mengubah lingkungan di

sekitar kita. Hilangnya fungsi tangan dapat memiliki efek buruk pada

kemampuan seseorang untuk bekerja atau melakukan aktivitas sehari-hari.

Sayangnya, karena penggunaan yang terus menerus dan posisinya di garis

depan aktivitas manusia, sering dipengaruhi oleh trauma, inflamasi, infeksi

dan proses penyakit lainnya. Salah satu penyakit ataupun gangguan yang

mungkin timbul pada tangan adalah Dupuytren Contracture.

Dupuytren contracture adalah deformitas jari yang ditandai dengan

pembentukan kontraktur fleksi dan penebalan pita fasia palmar, biasanya

melibatkan digiti ketiga dan keempat disertai dengan nyeri dan penurunan

ekstensi. Ditandai dengan fibrosis progresif (peningkatan jaringan fibrosa)

aponeurosis palmar, mengakibatkan pemendekan dan penebalan pita

fibrosa yang meluas dari aponeurosis ke dasar phalang. Pita fibrosa ini

menarik digiti ke fleksi yang signifikan pada sendi dan

metacarpophalangeal yang menyebabkan digiti tidak dapat diluruskan

(Bottomley, 2018).

Prevalensi dupuytren contracture banyak terjadi pada laki-laki

yang telah dilaporkan. Kasus ini banyak terjadi pada laki-laki berusia 45

1
tahun atau lebih, dan memiliki riwayat trauma. Prevalensi Dupuytren

contracture yang dilaporkan bervariasi dari 2% hingga 42%. Keragaman

ini dipengaruhi terutama oleh etnis, jenis kelamin dan usia. Pria lebih

banyak umumnya dipengaruhi oleh penyakit dengan rasio pria: wanita

berkisar antara 3,5 : 1 dan 9 : 1. Insidensinya meningkat tajam setelah

dekade keempat dan kelima, dengan laki-laki dan perempuan dipengaruhi

oleh frekuensi yang sama setelah usia 80 tahun. (Khashan, Smitham,

Khan dan Goddard, 2011).

Dupuytren contracture terjadi akibat aponeurosis palmaris

menebal, biasanya di depan jari manis. Pada awalnya, terdapat poliferasi

fibroblas yang belum matang; kemudian fasia menebal dan berkerut,

bagian distalnyaa menarik jari ke posisi fleksi dan perlekatan kulitnya

mengkerutkan kulit telapak tangan menyebabkan terjadinya kontraktur

hingga penurunan lingkup gerak sendi. Saraf jari tergeser atau terbungkus,

tetapi tidak terserang, oleh jaringan fibrous (Apley dan Solomon, 1995).

Dupuytren contracture mempengaruhi aponeurosis palmar (fascia

palmaris), pita fibrosa (ligament), os phalang dan metacarpophalangeal

dan interphalang joint yang menyebabkan terjadinya kontraktur pada

palmar.

Gangguan dupuytren contracture ini terjadi disebabkan oleh

penebalan dan pemendekan fasia palmar di sisi ulna sebelah tangan atau

pada kedua belah tangan. Gangguan ini menyebabkan jari manis dan

kelingking membelok dari posisi normal. Ligamen memendek dan jari

menjadi tertarik ke posisi fleksi. Kulit pada bagian tangan tertarik ke

2
bawah membentuk lipatan/mengerut dan nodul-nodul yang menyebabkan

kontraktur pada telapak tangan sehingga terjadi penurunan lingkup gerak

sendi. Persendian, otot, tendon, jaringan saraf, dan pembuluh darah tidak

terserang (Lukman dan Ningsih, 2011).

Manifestasi klinis, mulainya berupa nodul nyeri tekan pada fasia

palmaris. Nyeri tekan kemudian menghilang, dan nodul tidak akan

berubah atau berkembang sehingga penebalan fibrosa melebar sampai

melewati kulit distal telapak tangan dan mengakibatkan kontraktur pada

jari-jari tangan. Kondisi ini selalu dimulai pada satu tangan, namun

kemudian kedua tangan menjadi rusak secara simetris (Lukman dan

Ningsih, 2011).

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan

kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara

dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan

dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,

peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi,

komunikasi (Permenkes 80 tahun 2013).

Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang sering

di aplikasikan pada kasus-kasus tertentu termasuk kasus musculoskeletal.

Ultrasound adalah gelombang suara berfrekuensi tinggi yang tidak dapat

terdeteksi oleh telinga manusia. Frekuensi ultrasound medis di AS adalah

500.000 hingga 5.000.000 Hz (0,5 hingga 5 MHz). Gelombang suara

ultrasound memiliki kemampuan refleksi, refraksi, penetrasi, dan

absorbsi. Ketika diaplikasikan pada jaringan manusia, penyerapan

3
gelombang oleh berbagai jaringan menghasilkan produksi panas (Hayes

dan Hall, 2018).

Efek penggunaan ultrasound dapat membantu mengurangi rasa

nyeri, melepaskan perlengketan jaringan, meningkatkan kemampuan

regenerasi jaringan, serta dapat meningkatkan sirkulasi darah. Saat

gelombang ultrasound diaplikasikan ke jaringan tubuh, jaringan tersebut

menyerapnya. Akibat penyerapan gelombang ultrasound, panas dihasilkan

di bagian dalam jaringan tubuh. Ultrasound panas kontinu menghasilkan

pemanasan yang hebat dan dalam sementara peregangan dapat

meningkatkan ekstensibilitas jaringan ikat di otot (Khatri, 2018).

Stretching adalah latihan fisik yang biasanya dilakukan sebelum

melakukan olahraga dan kegiatan kompetitif. Terapi fisik dan pelatih

merekomendasikan program latihan yang mencakup stretching dalam

upaya untuk meningkatkan fleksibilitas, mengurangi rasa sakit, mencegah

cedera, dan meningkatkan kinerja. Fleksibilitas adalah properti intrinsik

dari jaringan tubuh yang menentukan ROM dalam sendi. Stretching dapat

meningkat fleksibilitas dan meningkatkan kinerja atau mengurangi risiko

cedera. Mereka yang melakukan latihan stretching memiliki peningkatan

ROM setelah 4 minggu melakukan stretching (Frick, 2010).

Stretching meningkatkan ROM melalui peningkatan kontraksi dan

relaksasi. Kontraksi yang paling diperlukan selama fase aktif kontraksi

otot ketika terjadi cedera. Relaksasi mengacu pada kemunculan elastisitas.

Elastisitas akan menunjukkan perubahan panjang untuk gerakan yang

diberikan, dan akan kembali ke bentuk seperti semula. Dengan adanya

4
elastisitas yang terus meningkat, perlahan-lahan ROM terus di tambah

(Frick, 2010).

Istilah goniometers berasal dari dua kata yunani, gonio berarti

sudut dan metron yang berarti mengukur. Dengan demikian, goniometer

adalah sebuah alat instrumen yang digunakan untuk mengukur sudut.

Dalam fisioterapi, goniometry digunakan untuk mengukur jumlah total

gerak yang terdapat pada sendi tertentu (Aras, Ahmad, Ahmad, 2016).

Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

pada kasus Dupuytren Contracture dengan intervensi Ultrasound dan

Stretching untuk meningkatkan lingkup gerak sendi dengan menggunakan

goniometer.

1.2 Identifikasi Masalah

Dupuytren contracture adalah fibrosis progresif (peningkatan

jaringan fibrosa) pada aponeurosis palmar, menyebabkan pemendakan

dan penebalan pita fibrosa yang memanjang dari aponeurosis ke dasar

phalang. Menyebabkan fleksi signifikan pada sendi metacarpophalangeal

yang tidak dapat diluruskan (Bottomley, 2018).

Gangguan dupuytren contracture ini terjadi disebabkan oleh

penebalan dan pemendekan fasia palmar di sisi ulna sebelah tangan atau

pada kedua belah tangan. Gangguan ini menyebabkan jari manis dan

kelingking membelok dari posisi normal. Ligamen memendek dan jari

menjadi tertarik ke posisi fleksi (Lukman dan Ningsih, 2011).

Permasalahan yang terjadi pada Dupuytren Contracture yaitu,

Anatomic Impairment: (1) adanya kontraktur pada fasia palmaris. (2)

5
deformitas; sendi mengalami kecacatan berupa telapak tangan menekuk ke

arah fleksi jari-jari tangan. (3) penurunan LGS; adanya kontraktur pada

jar-jari tangan akibat penebalan dan pemendekan fasia palmar. Functional

impairment pada dupuytren contracture adalah adanya nyeri gerak sendi

metacarpophalangeal dan interphalang pasien dupuytren contracturen

juga mengalami keterbatasan gerak ekstensi pada jari tangan. Functional

limitation pada dupuytren contracture yang mungkin timbul adalah

keterbatasan fungsi untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti:

menggenggam benda-benda, menyisir rambut, menyuci, mengendarai

motor, dan menulis. Particaption restriction adalah masalah aktivitas yang

mungkin timbul aktivitas fisik seperti gotong royong.

Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang sering

di aplikasikan pada kasus-kasus tertentu termasuk kasus musculoskeletal.

Ultrasound adalah gelombang suara berfrekuensi tinggi yang tidak dapat

terdeteksi oleh telinga manusia. Frekuensi ultrasound medis di AS adalah

500.000 hingga 5.000.000 Hz (0,5 hingga 5 MHz). Gelombang suara

ultrasound memiliki kemampuan refleksi, refraksi, penetrasi, dan

absorbsi. Ketika diaplikasikan pada jaringan manusia, penyerapan

gelombang oleh berbagai jaringan menghasilkan produksi panas (Hayes

dan Hall, 2015).

Stretching adalah latihan fisik yang biasanya dilakukan sebelum

melakukan olahraga dan kegiatan kompetitif. Terapi fisik dan pelatih

merekomendasikan program latihan yang mencakup stretching dalam

upaya untuk meningkatkan fleksibilitas, mengurangi rasa sakit, mencegah

6
cedera, dan meningkatkan kinerja. Fleksibilitas adalah properti intrinsik

dari jaringan tubuh yang menentukan ROM dalam sendi. Stretching dapat

meningkat fleksibilitas dan meningkatkan kinerja atau mengurangi risiko

cedera. Mereka yang melakukan latihan stretching memiliki peningkatan

ROM setelah 4 minggu melakukan stretching (Frick, 2010).

Definisi goniometer secara terminologi berasal dari bahasa Yunani

“gonia” (sudut) dan “metron” (ukuran). Digunakan untuk pengukuran

sudut (jarak gerak) persendian pada gerakan (single motion). Goniometer

adalah salah satu parameter dalam melakukan evaluasi pada persendian

dan jaringan lunak (soft tissue) di sekitar sendi (Widiarti, 2016).

1.3 Rumusan Masalah

Apakah Ultrasound dan Stretching dapat meningkatkan lingkup

gerak sendi pada kasus dupuytren contracture?

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui manfaat Ultrasound dan Stretching dalam kasus

Dupuytren Contracture dapat meningkatkan lingkup gerak sendi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Penulis

Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari

dan memahami proses pelaksanaan fisioterapi pada Dupuytren

Contracture dengan menggunakan Ultrasound dan Stretching untuk

meningkatkan lingkup gerak sendi.

7
1.5.2 Bagi Instansi Pendidikan

Diharapakan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu

fisioterapi dan menjadi sumbang pemikiran, khususnya bagi mahasiswa

dan fisioterapis di lingkungan pendidikan.

1.5.3 Bagi Pasien dan Masyarakat

Untuk memberikan informasi tentang peran fisioterapi pada

kondisi Dupuytren Contracture khususnya bagi pembaca dan masyarakat

umum.

Anda mungkin juga menyukai