Anda di halaman 1dari 14

PEMBUATAN DAN EVALUASI BUAH CABE MERAH BESAR

(Capsinum annum L.)

I. Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui pembuatan dan evaluasi terhadap


simplisia buah cabe merah besar( Capsinum annum L).

II. Landasan Teori


A. Simplisia

Simplisia adalahbahan alamiah yang digunakan sebagai obat,


belum mengalami pengolahan apapun, umumnya dalam keadaan kering,
langsung digunakan sebagai obat dalam/banyak digunakan sebagai obat
dalam sediaan galenic tertentu/digunakan sebagai bahan dasar untuk
memperoleh bahan baku obat (Depkes RI, 1995)

Dalam buku “Materia Medika Indonesia” ditetapkan definisi


bahwa simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2000)

Klasifikasi simplisia menurut (Depkes RI, 1995). Simplisia dibagi


menjadi 3 golongan yaitu nabati, hewani, mineral :

a. Simplisia nabati
Adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanamannya.
b. Simplisia hewani
Adalah simplisia beruba hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia
murni.
c. Simplisia mineral
Adalah simplisia yang berupa bahan mineral yang belum diolah
secara sederhana. Dan belum berupa zat kimia murni.

Tahap pembuatan (Median dkk, 1985) pada umumnya pembuatan


simplisia melalui tahapan seperti berikut :Pengumpulan bahan baku,
sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, penyimpanan, dan
pemeriksaan mutu.

a. Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara


lain tergantung pada : bagian tanaman yang digunakan, umur, waktu
panen, lingkuhan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan


senyawa aktif dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen
yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa
aktif dalam jumlah besar. Senyawa aktif terbentuk secara maksimal
didalam bagian tanaman atau pada umur tertentu.

b. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk menghilangkan kotora-kotoran atau


bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada
simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat seperti tanah serta
pengotor lainnya harus dibuang. Tanah mengandung macam-macam
mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba
awal.

c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dari pengotor
lainnyayang melekat pada simplisia. Bahan simplisia mengandung zat
yang mudah larut didalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan
dalam waktu sesingkat mungkin. Cara sortasi dan pencucian sangat
mempengaruhi jenis dan jumlah awal mikroba dalam simplisia.
d. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses


perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk
mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan.
Tanaman yang baru diambil, jangan langsung dirajang tapi dijemur
dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan
pisau, dengan alat khusus sehingga diperoleh irisan tipis/potongan
ukuran yang dikehendaki. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan,
semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu
pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap,
sehingga mempengaruhi, bau, dan rasa yang diinginkan.

e. Pengeringan
Tujuan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia. Pengeringan simplisia
dilakukan dengan alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah : suhu, kelembapan, aliran, waktu, dan luas permukaan bahan.
f. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuan untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-
pengotor lainnya yang masih tertinggal pada simpkisia kering. Proses
ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan.
Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan
atau secara makanik.
g. Pengemasan dan Penyimpanan
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena
berbagai factor luar dan dalam, antara lain : cahaya, oksigen, reaksi
kimia intern, dehidrasi, dehidrasi, penyerapan air,pengotoran, serangga
dan kapang. Selama penyimpanan ada kemungkinan terjadi kerusakan
simplisia. Kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu,
sehingga simplisia bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat yang
diperlukan atau ditentukan. Oleh karenaitu pada penyimpanan
simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat mengakibatkan
kerusakerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan
pewadahan, persyaratan Gudang simplisia, cara sortasi dan
pemeriksaan mutu, serta cara pengawetannya. Penyebab kerusakan
pada simplisia yang utama adalah air dan kelembaban.
h. Pemeriksaan Mutu
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan
atau pembeliannya dari pengumpulan atau pedagang simplisia.
Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi
persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam
farmakope Indonesia, ekstra farmakope Indonesia ataupun MMI edisi
terakhir. Apabila untuk simplisia yang bersangkutan terdapat
paparannya dalam salah satu atau ketiga buku tersebut, maka simplisia
tadi harus memenuhi persyaratan yang disebutkan pada paparannya.
Suatu simplisia dapat dikatakan bermutu farmakope Indonesia, ekstra
farmakope Indonesia dan MMI, apabila simplisia bersangkutan
memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam buku-buku yang
bersangkutan pada pemeriksaan mutu simplisia pemeriksaan dilakukan
dengan cara organoleptis, makroskopis, dana tau cara kimia. Beberapa
jenis simplisia perlu diperiksa dengan uji mutu secara biologi.
B. Tinjauan standarisasi (Depkes RI, 2000)
Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa
simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku
harus mempunyai persyaratan yang tercantum dalam monografi
terbitan resmi pemerintah sebagai pihak pembina dan pengawasan
(MMI) yang meliputi makroskopis, mikroskopis serta kimia.

Parameter standarisasi simplisia (Depkes RI, 2000)


a. Parameter non spesifik
Parameter non spesifik merupakan tolak ukur baku yang dapat
berlaku untuk semua jenis simplisia, tidak khusus untuk jenis
simplisia dari tanaman tertentu ataupun jenis proses yang telah
dilalui. Ada beberapa parameter non spesifik yang ditetapkan untuk
simplisia dalam penelitian antara lain : penetapan kadar abu, kadar
air, susut pengeringan.
 Parameter kadar abu
Pengertian dan prinsip : bahan dipanaskan pada temperature
dimana senyawa organic dan turunannya terdestruksi dan
menguap. Sehingga unsur mineral dan anorganik.
Tujuan : memberikan gambaran kandungan mineral internal
dan eksternal yang berasal dari proes awal sampai
terbentuknya simplisia.
Nilai : maksimal atau rentan yang diperbolehkan.
Terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
 Parameter susut pengeringan
Pengertian dan prinsip : pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperature 105oC selama 30 menit atau
sampai berat konstan, yang dikatakan sebagai nilai prosen.
Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak
menguap atau atsiri dan sisa pelarut organic menguap)
identic dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada
di atmosfer atau lingkungan udara terbuka.
Tujuan : memberikan Batasan maksimal (rentang) besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
Nilai : minimal atau rentang yang diperbolehkan.
Terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
 Parameter kadar air
Pengertian dan prinsip : pengukuran kandungan air yang
berada didalam bahan, dilakukan dengan cara tepat diantara
titrasi, destialsi atau gravimetri.
Tujuan : memberikan Batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air didalam bahan.
Nilai : maksimal atau rentang yang diperbolehkan.
Terkait dengan kemurnian dan kontamibasi.
 Parameter cemaran logam berat
Pengertian dan prinsip : menentukan kandungan logam
berat spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih
valid.
Tujuan : memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak
mengandung logam berat tertentu (Hg, As, Cd, Pb, dll)
melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya untuk
kesehatan.
Nilai : maksimal atau rentang yang diperbolehkan.
 Parameter sisa peptisida
Pengertian dan prinsip : menentukan kandungan peptisida
yang mungkin saja ditambahkan atau mengkontaminasi
bahan simplisia.
Tujuan : memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak
mengandung peptisida melebihi nilai yang ditetapkan
karena berbahaya bagi kesehatan.
Nilai : maksimal atau rentang yang diperbolehkan.
Terkait tentang kontaminasi sisa pertanian.
b. Parameter Spesifik
Parameter spesifik merupakan tolak ukur yang dapat
dikaitkan dengan jenis tanaman yang digunakan dalam proses
standarisasi. Parameter spesifik yang akan ditetapkan adalah :
identifikasi simplisia, uji organoleptis uji mikrokospis dan
makroskopis, senyawa terlarut pada pelarut tertentu, dan kadar
senyawa kimia tertentu.
 Identifikasi simplisia
Parameter identifikasi simplisia meliputi nama latin
tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama
daerah tumbuhan. Penentuan parameter ini dilakukan untuk
memberikan identitas objective dari nama dan spesifik dari
senyawa identitas, yaitu senyawa tertentu yang menjadi
petunjuk spesifik dengan metode tertentu (Depkes RI,
2000)
 Uji organoleptis
Parameter organoleptis simplisia meliputi deskripsi
bentuk, warna, bau, dan rasa menggunakan panca indra.
Penentuan parameter ini dilakukan untuk memberikan
pengenalan awal yang sederhana dan objectif.
 Uji mikroskopis dan makroskopis.
a) Makroskopis
b) Buah berbentuk kerucut atau bulat Panjang dengan
ujung meruncing, lurus atau bengkok, Panjang 3,5-10
cm, lebar 0,5-2,0 cm permukaan luar licin mengkilap
buah berongga, bagian ujung beruang 1 sedang bagian
pangkal beruang 2 atau 3, warna merah, coklat
kemerahan atau jingga jarang berwarna kuning, dinding
buah liat, tebal lebih kurang 1 mm. gagang buah,
Panjang 1,5-2,5cm warna hijau kelabu, kelopak
berbentuk bintang atau lonceng terdiri dari 5-6 helai
daun kelopak yang saling berlekatan dibagian pangkal,
warna hijau kelabu, biji banyak relative besar berbentuk
bundar atau segitiga pipih. Garis tengah lebih kurang 4
mm warna kuning muda sampai kuning jingga, terlepas
atau melekat pada plasenta.
b) Mikroskopis
Kulit buah epidermis luar terdiri dari selapis sel
dengan lumen berbentuk seperti kerucut, dinding tangensial
luar dan sedikit dinding radier sangat tebal, bernoktah, tidak
berlignin, warna kuning, kutikula tebal, hypodermis terdiri
dari sel kolenkimatik, tebal sampai 7 lapisan sel, dinding
berwarna kuning hypodermis berisi tetes minyak berwarna
merah kekuningan dan khromoplastida berwana coklat
kemerahan. Parenkim mesokarp terdiri dari sel berbentuk
polibonal membulat, dinding tipis, berisi tetes minyak
berwarna kuning kemerahan berkas pembuluh tipe
bikolateral. Lapisan sel besar terdiri dari 1 atau 2 lapisan sel
parenkim berbentuk polygonal membulat, dinding tipis,
lumen sangat lebar dan jernih serta tidak berisi tetes
minyak. Epidermis dalam terdiri dari selapis sel berdinding
tipis dan berdinding tebal, sel epidermis yang berdinding
tipis berisi tetes minyak yang berwarna kuning kemerahan,
sedangkan sel epidermis berdinding tebal terdapat di bawah
sel besar, berdinding noktah, serta menyerupai sel batu
yang pada pengamatan tangen sial tampak berkelompok
dan berbentuk memanjang membundar dengan dinding
berkelok-kelok, lumen agak lebar, tidak berisi tetes minyak,
kutikula bagian dalam tipis.
Serbuk. Warna coklat kemerahan, rasa pedas, bau
merangsang. Fragmen pengenal adalah fragmen epidermis
dalam berdinding tebal yang nyerupai sel batu terlihat
tangensial, tangen pembuluh kayu bernoktah atau dengan
penebalan tangga dan spiral, fragmen hipodermis.
 Senyawa tertentu dalam pelarut tertentu.
Parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
ditentukan dengan cara melarutkan ekstrak dengan pelarut
(alcohol/air) untuk ditentukan jumlah solud yang indentik
dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri.
Dalam hal tertentu dapat diukur dengan senyawa yang
terlarut dalam pelarut lain misalnya hesana, diklorometan,
methanol. Penentuan parameter ini dilakukan untuk
memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.

 Kadar senyawa kimia tertentu


Dengan tersedianya kandungan kimia yang berupa
senyawa identitas atau senyawa kimia ataupun kandungan
mimia lainnya, maka secara kromatografi instrument dapat
dilakukan penetapan kandungan kimia tersebut. Intrumen
yang dapat digunakan adalah KLT dinsetometer,
kromatografi gas, HPLC atau instrument yang sesuai.
Metode penetapan kadar harus diuji dulu validitasnya,
yakni batas deteksi, selektifitas, linieritas, ketelitian,
ketepatan, dll (Depkes, 2000)

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan


tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk
perdu. Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai merah
adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Anak Kelas : Asteridae
Bangsa : Solanaless
Suku : Solanaceae
Marga :Capsicum
Jenis :Capsicum annuum L.
Tanaman ini berbentuk perdu yang tingginya mencapai 1,5
– 2 m dan lebar tajuk tanaman dapat mencapai 1,2 m. Daun cabai
pada umumnya berwarna hijau cerah pada saat masih muda dan
akan berubah menjadi hijau gelap bila daun sudah tua. Daun cabai
ditopang oleh tangkai daun yang mempunyai tulang menyirip.
Bentuk daun umumnya bulat telur, lonjong dan oval dengan ujung
runcing (Prabowo, 2011).
Bunga cabai berbentuk terompet atau campanulate, sama
dengan bentuk bunga keluarga Solonaceae lainnya. Bunga cabai
merupakan bunga sempurna dan berwarna putih bersih, bentuk
buahnya berbeda- beda menurut jenis dan varietasnya (Tindall,
1983).
Buah cabai bulat sampai bulat panjang, mempunyai 2-3
ruang yang berbiji banyak. Buah yang telah tua (matang) umumnya
berwarna kuning sampai merah dengan aroma yang berbeda sesuai
dengan varietasnya. Bijinya kecil, bulat pipih seperti ginjal dan
berwarna kuning kecoklatan (Sunaryono,2003).
Cabai merah memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak
ini dipengaruhi oleh kadar air dalam cabai yang sangat tinggi
sekitar 90% dari kandungan cabai merah itu sendiri. Kandungan air
yang sangat tinggi ini dapat menjadi penyebab kerusakan cabai
pada saat musim panen raya. Hal ini dikarenakan hasil panen yang
melimpah sedangkan proses pengeringan tidak dapat berlangsung
secara serentak, sehingga menyebabkan kadar air dalam cabai
masih dalam keadaan besar, sehingga menyebabkan pembusukan.
Tanaman Cabai Merah adalah tanaman perdu dengan rasa
buah pedas yang disebabkan oleh kandungan capsaicin. Secara
umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin,
diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A,
B1 dan vitamin C (Prayudi, 2010).
Umumnya buah cabai merah dipetik apabila telah masak
penuh, ciri-cirinya seluruh bagian buah berwarna merah. Di
dataran rendah masa panen pertama adalah pada umur 75 – 80 hari
setelah tanam dengan interval waktu panen 2 – 3 hari. Sedangkan
di dataran tinggi agak lambat yaitu pada tanaman berumur 90 – 100
hari setelah tanam dengan interval panen 3- 5 hari. Secara umum
interval panen buah cabai merah berlangsung selama 1,5 – 2 bulan.
Produksi puncak panen adalah pada pemanenan hari ke 30 yang
dapat menghasilkan 1 – 1,5 ton untuk sekali panen. Buah cabai
merah yang dipanen tepat masak dan tidak segera dipasarkan akan
terus melakukan proses pemasakan, sehingga perlu adanya
penempatan khusus. Oleh karena itu hasil produksi cabai merah
sebaiknya ditempatkan pada ruang yang sejuk, terhindar dari sinar
matahari, cukup oksigen dan tidak lembab (Anonimb, 2011).

Cabai merah besar merupakan salah satu jenis sayuran yang


mempunyai kadar air yang cukup tinggi pada saat panen. Selain
masih mengalami proses respirasi, cabai merah akan mengalami
proses kelayuan. Sifat fisiologis ini menyebabkan cabai merah
memiliki tingkat kerusakan yang dapat mencapai 40%. Daya tahan
cabai merah segar yang rendah ini 4 menyebabkan harga cabai
merah di pasaran sangat berfluktuasi. Alternatif teknologi
penanganan pascapanen yang tepat dapat menyelamatkan serta
meningkatkan nilai tambah produk cabai merah (Prayudi, 2010).
Cabai dipanen pada saat buah memiliki bobot maksimal,
bentuknya padat, dan warnanya tepat merah menyala (untuk cabai
merah) dengan sedikit garis hitam (90% masak). Umur panen cabai
pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu varietas, lokasi
penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan
(Anonimc,2011).
Berdasarkan Anonim (2011) cara panen cabai adalah sebagai
berikut:
• Cabai dipetik dengan menyertakan tangkai buahnya. Cabai yang
dipanen tanpa menyertakan tangkainya akan lebih cepat busuk bila
disimpan dan mengurangi bobot hasil panen.

• Pemanenan biasanya dilakukan sekaligus antara cabai yang


masak penuh dengan cabai yang 80-90% masak dalam satu wadah.

• Cabai yang terserang penyakit harus ditempatkan dalam wadah


tersendiri sehingga pada saat panen diperlukan dua wadah. Buah
yang rusak/sakit ini harus dipanen. Jika tidak dipanen maka akan
menular ke cabai yang lain.

• Waktu panen yang baik pada pagi hari karena bobot buah dalam
keadaan optimal sebagai hasil penimbunan zat-zat makanan pada
malam harinya dan belum banyak mengalami penguapan.
Sifat khas cabai merah adalah tidak dapat disimpan lama,
karena kandungan airnya cukup tinggi. Selain itu, pada saat panen
raya dan harga rendah sangat diperlukan penanganan yang dapat
mempertahankan nilai ekonomis dari komoditas tersebut (Anonim,
2011).
DAFTAR PUSTAKA
a) Chronquist, A. 1981. An Integrated System Of Classification Of Flowring Plants.
New York. Columbia University Press
b) Depkes RI, 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta : Depkes RI, hal
109.110.
c) Depkes RI. 2000. Parameter Standart Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Jendral Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta
d) Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Depkes RI. Jakarta hal. 109-
110
e) Midian sirakit dkk. 1985. Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta. Hal 1-15
f) Prayudi B, 2010. Budidaya dan Pasca panen Cabai Merah (Capsicum annum L.).
Yogyakarta. UGM Press.
g) Prabowo, R. P. Ilmu Kandungan, Jakarta. Bina Pustaka.
h) Tindall, H. D. 1983. Vegetable In The Tropics. Mac Milan Press Ltd. London.

Anda mungkin juga menyukai