PEMBAHASAN
II. 1. Teori Umum
II. 1. 1 Pengambilan Sampel
Bahan berkhasiat obat telah disediakan oleh alam ini sebagai salah
satu sumbernya adalah tumbuhan yang terdapat secara liar, demikian
pula tanaman yang sengaja dibudidayakan karena telah diketahui sebagai
bahan dasar dalam pengobatan baik secara empiris maupun yang telah
dibuktikan khasiatnya dengan penelitian ilmiah. Dalam pengambilan
bahan alam diperlukan sebuah cara yang khusus karena sampel yang
akan diambil memiliki sifat yang berbeda dengan sampel yang lainnya,
begitu pula mengenai waktu pengambilannya dan alat yang digunakan
pada saat pengambilan serta cara pengolahannya setelah masa
pengumpulan/panen telah dilakukan. Berikut ini akan diuraikan secara
singkat cara pengambilan sampel yang berasal dari bagian
tumbuhan/tanaman, meliputi (Depkes RI, 2000):
a. Akar (Radix), diambil bagian yang berada di bawah tanah.
b. Batang (Caulis), diambil mulai dari cabang pertama sampai leher akar,
dipotong dengan panjang dan diameter tertentu.
c. Kulit batang/klika (Kortex), diambil dari batang utama dan cabang,
dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu dan tidak
mengambilnya dengan satu lingkaran penuh pada batang.
d. Kayu (Lignum) diambil dari cabang atau batang, kulit dikelupas dan
dipotong-potong kecil.
e. Daun (Folium), diambil daun tua (bukan daun kuning) daun kelima dari
pucuk. Daun dipetik satu persatu secara manual.
f. Bunga (Flos), dapat berupa kucup, bunga mekar atau mahkota bunga
atau daun bunga, dipetik langsung dengan tangan.
g. Rimpang (Rhizoma), diambil dan dibersihkan dari bulu-bulu akar,
kemudian dipotong melintang dengan ketebalan tertentu. Dipanen
pada saat daun meluruh (layu)
h. Buah (Fructus), dapat berupa buah matang, buah muda, dipetik
dengan tangan.
i. Biji (Semen), buah dikupas dan biji dikumpulkan dan dibersihkan,
diambil dari buah yang masak.
j. Herba adalah bagian tanaman yang berada di atas tanah, diambil dan
dibersihkan.
Semua proses diatas dilakukan dengan dasar bahwa kandungan
bahan berkhasiat yang ada dalam tumbuhan/tanaman dalam keadaan
maksimal dan untuk sampel yang melakukan proses fotosintesis diambil
pada saat proses ini maksimum (pukul 10:00–12:00). Perlu diingat bahwa
ada komponen kimia yang dapat berinteraksi dengan alat yang digunakan
pada saat sampel tersebut dikumpulkan/dipanen, hal ini apabila dibiarkan
akan merusak komponen yang ada dalam sampel tersebut. Setelah
proses pengumpulan telah dilakukan maka tahapan selanjutnya adalah
pencucian yang bertujuan untuk membersikan sampel dari sisa-sisa
tanah/kotoran yang masih melekat dan memisahkannya dengan bagian
tumbuhan yang tidak diinginkan. Sampel yang basah sangat rentan
tehadap pertumbuhan mikroba, maka untuk mencegah hal ini diperlukan
tahapan selanjutnya yaitu proses pengeringan. Hal ini bertujuan untuk
memperoleh simplisia yang dapat disimpan lebih lama, susut pengeringan
yang diingikan adalah 10 %. Secara umum proses pengeringan
dipercepat dengan memotong-motong kecil sampel dengan derajat halus
4/18, akan tetapi untuk sampel yang mengandung minyak menguap
proses ini dilakukan setelah sampel kering, ini bertujuan untuk mencegah
menguapnya minyak yang terkandung dalam sampel dikonstankan
(Depkes RI, 2000).
II. 3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari
suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai
separating agent (Anonim, 2015).
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute
dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair.
Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen ( immiscible, tidak
saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat)
dan fase solven (ekstrak) (Anonim, 2015).
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.
Pemilihan solven menjadi sangat penting, dipilih solven yang
memiliki sifat antara lain (Anonim, 2015).:
a. Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven
sedikit atau tidak melarutkan diluen.
b. Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi.
c. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali.
d. Tersedia dan tidak mahal.
Macam-macam Metode Ekstraksi
1. Ekstraksi Cara Dingin
Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses
ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa
yang dimaksud rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin
adalah maserasi dan perkolasi (Anonim, 2015).
a. Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dengan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat
aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang
terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel
(Anonim, 2015).
b. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan
melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam
suatu percolator. Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik
seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan
ataupun tidak tahan pemanasan. Cairan penyari dialirkan dari atas
ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan
zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan
di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk
menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya
berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa,
adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi) (Anonim, 2015).
2. Ekstraksi Cara Panas
Metode ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan
adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian
dibandingkan cara dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan
alat soxhlet dan infusa (Anonim, 2015).
a. Metode Refluks
Salah satu metode sintesis senyawa anorganik adalah refluks,
metode ini digunakan apabila dalam sintesis tersebut menggunakan
pelarut yang volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa
maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai.
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan
akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan
kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi
sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas
oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk
sintesis senyawa anorganik karena sifatnya reaktif (Anonim, 2015)
b. Metode Sokhlet
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu
komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan
berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga
semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Sokletasi
digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan,
sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan
membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan
kembali ke dalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan
diisolasi tersebut (Anonim, 2015) .
II. 4 Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses untuk memisahkan komponen
campuran dari ekstrak menjadi berbagai kelompok dengan karakteristik
fisikokimia yang sama. Pengelompokan dapat berdasarkan kelarutan,
ukuran, muatan suatu senyawa dan beberapa fitur lainnya. Metode
fraksinasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain presipitasi,
ekstraksi pelarut, dialisis, elektroforesis dan menggunakan prosedur
kromatografi (Houghton and Raman, 1998). Fraksinasi umumnya
dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi seperti Vacuum
Liquid Chromatography (VLC), Column Chormatography (CC), dan Size-
Exclusion Chromatography (SEC) (Sarker, et. al., 2006).
Vacuum liquid chromatography (VLC) merupakan metode
pemisahan kromatografi yang menggunakan vakum untuk mempercepat
kecepatan alir dari fase gerak. Kromatografi vakum cair memiliki beberapa
keunggulan, seperti peralatan yang sederhana, waktu pemisahan yang
cepat, resolusi yang lebih baik dan kapasitas pemisahan besar. VLC
menggunakan kolom berukuran pendek, kolom kromatografi dikemas
dengan dry adsorbent (Xu, et al, 2012).
Fase diam yang digunakan dalam VLC pada umumnya
menggunakan teknik dry packing. Dry packing merupakan metode yang
efektif untuk mengemas fase diam dalam sistem kromatografi dan
umumnya digunakan untuk fase diam berupa silica gel. Fase gerak yang
dianjurkan adalah kombinasi pelarut dengan polaritas yang berbeda untuk
mendapatkan hasil fraksinasi yang lebih baik terutama untuk ekstrak
bahan alam (Sarker, et. al., 2006).
Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan dalam analisis
ekstrak suatu bahan alam dan juga memainkan bagian penting dalam
fraksinasi, isolasi dan deteksi senyawa aktif hadir dalam ekstrak tanaman
mentah. Dibandingkan dengan metode kromatografi lainnya, KLT
merupakan metode sederhana dan murah untuk mendeteksi adanya
senyawa aktif dalam suatu tanaman tanaman, sampel dan peralatan yang
dibutuhkan juga sedikit dan tidak membutuhkan waktu analisis yang lama.
Secara umum, sampel jarang memerlukan persiapan atau derivatisasi
sebelum TLC dan bisa langsung ditotolkan atau hanya memerlukan
pengenceran sebelum TLC. Hanya nanoliters untuk mikroliter volume
standar dan larutan yang harus ditotolkan pada plat KLT kemudian
dielusikan (Wagner dan Bladt, 1996).
Dalam mengidenfikasi adanya suatu senyawa kimia yang terdapat
dalam suatu ekstrak hanya valid bila memenuhi kriteria berikut ini
(Houghton and Rahman, 1998):
1. Senyawa aktif dan senyawa yang berperan sebagai pembanding
menunjukkan nilai Rf yang sama di setiap sistem KLT yang dilakukan.
2. Beberapa metode deteksi yang digunakan dan senyawa yang diuji dan
senyawa pembanding memiliki reaksi yang sama pada semua metode
deteksi yang dilakukan.
3. Sekurang-kurangnya 5 metode fase gerak digunakan untuk
menentukan rentang nilai Rf.
Reagen semprot dapat digunakan untuk senyawa yang dapat
memberikan reaksi berupa perubahan warna dan dapat digunakan setelah
senyawa ditotolkan pada plat KLT (Houghton and Rahman, 1998)
Penggunaan marker yang ditotolkan bersama dalam plate KLT perlu
untuk dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa, dengan nilai Rf sekitar
0,5, ditotolkan disamping sampel, dan menunjukan nilai Rf pada semua
senyawa relatif pada marker. Setelah di running, bila nilai Rf senyawa
yang diuji sama dengan marker maka disebut 1. Bila lebih tinggi diatasnya
disebut >1 bila kurang dibawahnya disebut <1. Nilai Rf relatif lebih reliabel
dibandingkan nilai Rf absolut dalam membandingkan hasil KLT senyawa
(Houghton and Rahman, 1998).
II. 5 Kromatografi
II. 5. 1 Pengertian Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu nama yang diberikan untuk teknik
pemisahan tertentu. Kromatografi pertama kali di perkenalkan oleh
Michael Tsweet pada tahun 1903 yang merupakan seorang di ahli botani
dari rusia. Dalam percobaannya Michael Tsweet berhasil memisahkan
klorofil dan pigmen pigmen warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan
menggunakan serbuk kalsium karbonat yang di isikan ke dalam kolom
kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan itu di awali
dengan menempatkan larutan cuplikan dengan menempatkan larutan
cuplikan pada permukaan atas kalsium karbonat, kemudian di alirkan
pelarut petroleum eter, dan hasilnya berupa pita pita warna yang terlihat
sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan komponen-komponen dalam
ekstrak tumbuhan. Cara asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh
Tsweet, ia telah menggunakannya untuk menggunakan pemisahan
senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama kromatografi diambil dari
senyawa yang berwarna. Meskipun demikian pembatasan untuk senyawa-
senyawa yang berwarna tak lama dan hampir kebanyakan pemisahan-
pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan pada senyawa-
senyawa yang tak berwarna, termasuk gas (Arsyad, 2001).
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan
perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk
memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan. Atau
kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom,
perbedaan kemampuan absorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip
mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa yang di sebut
kromatogram. Pada dasarnya, semua kromatografi menggunakan dua
fase yaitu satu fase tetap (stationary) dan yang lain fase bergerak
(mobile). Pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relative dari
dua fase ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan
sifat-sifat fase tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair.
Jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi.
Karena fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada
empat system kromatografi. Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya
distribusi komponen-komponen dalam fasa diam dan fasa gerak
berdasarkan perbedaan sifat fisik komponen yang akan dipisahkan
(Arsyad, 2001).
II. 5. 2 Jenis-Jenis Kromatografi
Umumnya metode kromatografi diklasifikasikan berdasarkan jenis
fasa yang digunakan dan sebagian berdasarkan mekanisme
pemisahannya. Berdasarkan fasa gerak dan fasa diamnya , kromatografi
dapat di bedakan atas berbagai tipe sebagai berikut (Keenan, 2002):
II. 5. 2. 1 Kromatografi cair-padat (Kromatografi Adsorpsi)
Kromatografi adsorpsi adalah teknik kromatografi tertua dioperasikan
berdasarkan retensi terlarut pada permukaan adsorben. Pada
kromatografi adsorpsi, fasa stasionernya terdiri atas zat padat dan fasa
mobilnya terdiri atas zat gas atau zat cair (Keenan, 2002).
Contoh– contoh yang termasuk kromatografi adsorpsi
• Kromatografi kolom Adsorpsi
• Kromatografi gas
• Kromatografi lapis tipis
II. 5. 2. 2 Kromatografi cair-cair (Kromatografi Partisi)
Fasa diam pada kromatografi Jenis ini berupa lapisan tipis cairan yang
terserap pada: padatan inert berpori, yang berfungsi sebagai fasa
pendukung(Keenan,2002).
II. 5. 2. 3 Kromatografi gas-padat (KGP)
Kromatografi gas termasuk dalam salah satu alat analisa (analisa
kualitatif dan analisa kuantitatif), kromatografi gas dijajarkan sebagai cara
analisa yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa
organic. ada dua jenis kromatografi gas, yaitu kromatografi gas padat
(KGP), dan kromatografi gas cair (KGC) (Keenan, 2002).
II. 6 Purifikasi
Proses purifikasi adalah metode untuk mendapatkan komponen
bahan alam murni bebas dari komponen kimia lain yang tidak dibutuhkan.
Untuk tingkatan kemurnian (purity) suatu struktur senyawa tertentu,
kemurnian bahan harus 95-100% . Sedangkan ekstrak terpurifikasi harus
dijelaskan bahwa ekstrak terpurifikasi dari komponen apa sehingga tidak
menimbulkan multipersepsi. Komponen kimia dalam ekstrak yang tidak
dibutuhkan seperti lipid, pigmen (klorofil), tanin, plastisiser, dan pelumas
yang dapat berasal dari alat (Vogel, 1989).
Penggunaan ekstrak terpurifikasi adalah alternatif untuk
meminimalkan massa suatu ekstrak dalam tujuan praktis pembuatan
sediaan secara farmasetis karena beberapa komponen yang terkandung
dapat direduksi dengan proses tersebut. Hal ini juga untuk menjaga
beberapa kandungan kimia ekstrak yang berefek sinergisme sehingga
dapat memaksimalkan proses pengobatan karena dalam beberapa kasus,
komponen kimia yang telah diisolasi justru menunjukkan penurunan efek
(Vogel, 1989).
Hasil sintesis organik pada umumnya bercampur dengan pelarut dan
mengandung senyawa lain yang tidak diinginkan. Pemisahan hasil sintesis
tersebut antara lain dapat dilakukan melalui beberapa
metode. Filtrasimerupakan metode yang digunakan untuk memisahkan
pengotor hasil sintesis berupa padatan menggunakan penyaring. Filtrasi
dalam skala laboratorium biasa dilakukan menggunakan kertas saring,
penyaring Hirsch dan Buchner (Vogel, 1989).
Ekstraksi pelarut juga dapat digunakan untuk memisahkan
komponen dan menghilangkan pengotor dari suatu campuran (Adam,
1963). Metode ini didasarkan pada kelarutan komponen dalam pelarut,
sehingga membutuhkan pemilihan pelarut yang sesuai. Pelarut yang
dipilih bergantung pada kelarutan zat yang akan diekstraksi
dan kemudahan untuk dipisahkan dari zat terlarut (Vogel,
1989). Ekstraksi pelarut dilakukan dengan mengocok campuran yang
akan dipisahkan menggunakan pelarut yang sesuai dalam corong pisah.
Eter merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik dan memiliki
titik didih rendah sehingga mudah dipisahkan dari zat terlarut (Norris,
1924). Hasil ekstraksi biasanya dikeringkan terlebih dahulu melalui kontak
langsung dengan zat padat pengering. Pemilihan pengering diatur
berdasaran pertimbangan pengering tidak berinteraksi kimiawi dengan
hasil sintesis (seperti polimerisasi, reaksi kondensasi, auto-
oksidasi), dapat menyerap air dengan cepat, memiliki kapasitas
pengeringan yang efektif dan ekonomis (Vogel, 1989).
Adapun pemurnian senyawa organik padat dapat dilakukan
denganrekristalisasi dengan pelarut yang didasarkan pada prinsip
kelarutan. Zat-zat yang direkristalisasi dilarutkan dalam pelarut pada suhu
tinggi, dihilangkan pengotornya, disaring untuk menghilangkan residu
yang tak larut dan didinginkan. Kristal yang terbentuk kemudian disaring
pada tekanan rendah, dicuci dan dikeringkan (McKee, 1997). Pemilihan
pelarut merupakan hal yang penting dalam rekristalisasi. Kriteria pelarut
yang baik untuk rekristalisasi adalah mudah melarutkan senyawa yang
dimurnikan pada suhu tinggi dan sulit melarutkan pada suhu rendah,
menghasilkan kristal dengan baik dari senyawa yang dimurnikan, mudah
dipisahkan dari senyawa yang dimurnikan (memiliki titik didih yang relatif
rendah) dan tidak bereaksi dengan senyawa yang dimurnikan (Vogel,
1989).
Selain rekristalisasi, kromatografi juga sering digunakan untuk
memurnikan senyawa organik padat. Kromatografi biasanya terdiri dari
fasa diam dan fasa gerak. Fasa gerak yang membawa komponen dari
campuran melewati fasa diam, sedangkan fasa diam tersebut akan
berinteraksi dengan senyawa-senyawa yang dipisahkan dengan afinitas
yang berbeda-beda (Bresnick, 2003). Kromatografi kolom merupakan
metode kromatografi klasik yang masih banyak digunakan. Kromatografi
kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah
yang banyak berdasarkandaya adsorpsi dan partisi. Adsorben yang umum
digunakan adalah silika gel, alumina, selulosa dan karbon aktif. Fasa
gerak (eluen) pada kromatografi kolom melalui fasa diam (adsorben) yang
berada dalam kolom, sehingga campuran akan terpisah membentuk pita-
pita karena perbedaan sifat kepolaran (Gritter, 1991).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan proses pemisahan dan
pemurnian yang didasarkan pada perbedaan adsorpsi dan daya partisi
serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang bergerak mengikuti
kepolaran eluen. Adsorben yang umum digunakan adalah silika gel dan
alumina. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen kimia
dalam cairan pengelusi (eluen) dimana arah gerakannya disebabkan oleh
interaksi komponen dengan eluen sehingga komponen kimia dapat
bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda dan menyebabkan
terjadinya pemisahan (Hostettmann et al., 1995). Campuran yang akan
dipisahkan dengan KLT dilarutkan pada suatu pelarut yang sesuai, lalu
ditotolkan pada bagian bawah plat KLT menggunakan pipa kapiler dan
dikeringkan. Plat selanjutnya dielusi dalam suatu bejana yang berisi
sistem pelarut yang jenuh dengan uap eluen. Pelarut kemudian naik
hingga bagian tertentu dari plat selanjutnya dikeringkan. Proses
penampakan noda pada plat KLT dapat dilakukan dengan penyinaran
dengan sinar ultraviolet, uap iodin atau dengan penyemprotan
menggunakan senyawa kimia tertentu, misalnya 2,4-dinitrofenilhidrazin
dan ninhidrin (Gritter et al., 1991). Kemurnian senyawa dapat diketahui
dari bentuk noda pada plat, jika noda yang tampak berupa noda tunggal,
maka senyawa tersebut sudah tidak bercampur dengan senyawa lainnya.
Uji kemurnian dengan metode ini harus dilakukan pada berbagai eluen
yang (Sudjadi, 1988).
Titik leleh merupakan salah satu sifat fisik padatan yang dapat
digunakan untuk menguji kemurniannya. Penentuan titik leleh ditentukan
dari pengamatan trayek lelehannya, dimulai saat terjadinya
pelelehan, transisi padat-cair, sampai seluruh padatan mencair.
Senyawa organik murni umumnya memiliki titik leleh yang tajam, yaitu
rentang titik leleh tidakmelebihi sekitar 0,5oC (Vishnoi, 1996). Pengotor
dalam jumlah sedikit dapat memperlebar trayek titik leleh dan
menyebabkan suhu awal terjadinya pelelehan lebih rendah atau tinggi dari
pada titik leleh senyawa murninya (Sudjadi, 1988).
II.7 Karakterisasi
Karakterisasi senyawa adalah usaha mengenali sifat kimia dan
fisika dari suatu senyawa baru untuk menyediakan informasi penting yang
berguna dalam prediksi parameter farmakokinetik dan efek biologis. Sejak
akhir tahun 90-an seiring dengan pengembangan ilmu autobiografi, telah
banyak usaha dilakukan dalam penemuan senyawa beraktivitas biologis
sebagai pengembangan penemuan obat baru yang diharapkan lebih baik
dalam segi aktivitas dan aman bagi tubuh. Dalam era modern,
pengembangan obat lebih bersifat optimasi disbanding pencarian seiring
dengan pengembangan ilmu kimia molekuler, dan senyawa yang telah
ditemukan di alam dimodifikasi gugusnya membentuk senyawa baru yang
diharapkan memiliki manfaat yang lebih optimal dan aman. Hal tersebut
membutuhkan karakterisasi sebagai langkah awal dalam pengembangan
obat (Volgyi, 2007)
II. 9 Jurnal
II. 9. 1 Latar Belakang
Banyak penyakit disebabkan oleh bakteri ditemukan di Indonesia
terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri selama ini lebih banyak menggunakan obat–
obat sintetik dengan berbagai efek samping yang ditimbulkan. Oleh sebab
itu perlu adanya alternatif salah satunya dengan memanfaatkan bahan-
bahan alamiah di sekitar kita. Pemanfaatan tanaman obat merupakan
warisan nenek moyang sejak dulu kala. Eksplorasi dan budidaya tanaman
obat terus dikembangkan dengan tujuan jangka panjang mengurangi
impor bahan baku obat sintetik demi menghemat devisa negara. Salah
satu tanaman yang berkhasiat obat adalah kelor. Kandungan kimia pada
daun kelor adalah fenol, hidrokuinin, flavonoid steroid, triterpenoid, tanin
alkaloid dan saponin (Kiswandono, 2008). Berbagai penelitian telah
membuktikan bahwa kandungan bioaktif dalam daun kelor berpotensi
sebagai senyawa obat diantaranya sebagai antiinflamasi (Sashidara, et al,
2007), antifungi (Chuang, et al, 2006), antikanker (Jayaardhanan, 2004),
hepatoprotektif (Hamza, 2007, Uma et al, 2007) serta antioksidan
(Benabdeselam, 2007; Chumark, 2007). Penelitian ini dilakukan untuk
menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kelor dengan metode
dilusi cair dengan perhitungan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar
Bunuh Minimal (KBM) (Jawetz, 1996) selanjutnya dilakukan isolasi
senyawa bioaktif berkhasiat antibakteri. Identifikasi senyawa yang
dihasilkan menggunakan HPLC.Hasil penelitian menunjukkan fraksi Fraksi
etil asetat merupakan fraksi teraktif sebagai antibakteri pada kadar 20%
b/v. Isolat yang diperoleh secara kromatografi lapis tipis preparatif
dinyatakan murni secara KLT. Karakterisasi isolat dengan menggunakan
HPLC menunjukkan kromatogram yang mirip dengan kuersetin sebagai
senyawa standar.
II. 9. 2 Metode
II. 9. 2. 1 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah daun kelor, etanol 80%
sebagai larutan penyari. Bahan untuk fraksinasi ekstrak adalah n-heksan,
etil asetat dan aquades. Bahan uji antibakteri antara lain media BHI (Brain
Heart Infusion), median BHI DS ( Brain Heart Infusion) Double Strength,
NaCl 0,9%, media pertumbuhan agar darah, aquadest steril, standar
McFarland, biakan murni Staphylococcus aureus. Alat yang digunakan
meliputi: alat-alat gelas, perangkat ekstraksi, rotary ev aporator, chamber,
blender, neraca analitik, perangkat KLT, almari pendingin.
II. 9. 2. 1 Ekstraksi Sampel
Sebanyak 1 kg daun kelor dimaserasi dengan 7 L etanol 80% selama
5 hari terlindung dari cahaya sambil diaduk berulang-ulang. Setelah 5 hari
disaring dengan penyaring vakum dan residu dimaserasi kembali dengan
2 L etanol 80% selama 24 jam. Maserat yang didapat dipekatkan sampai
pekat dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 60oC dan hasil yang
didapat adalah ekstrak kental etanol daun kelor.
II. 9. 2. 1 Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Kelor
Sebelum difraksinasi ekstrak etanol dideteksi senyawa fenolik dan fla
vonoid dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Analisis kualitatif
senyawa fenolik dengan KLT menggunakan fase diam silika gel F254
dengan fase gerak etil asetat:metanol:air (100:13,5:10 /) dengan pereaksi
semprot FeCl3 dan sebagai baku pembanding digunakan asam galat.
Analisis kualitatif senyawa flavonoid dengan KLT menggunakan fase diam
silika gel F254 dengan fase gerak BAW ( 4:5:1) dan metanol:air dengan
pereaksi sitroborat dan uap amonia. Sebagai baku pembanding digunakan
fla vonoid rutin. Tahapan selanjutnya adalah fraksinasi ekstrak etanol daun
kelor. Ekstrak etanol ditambahkan aquadest dan n-heksan kemudian
disentrifuge dan akan membentuk 2 lapisan yaitu fraksi larut air dan fraksi
larut n-heksan. Pada fraksi larut air selanjutnya ditambahkan etilasetat
dicampur dan disentrifuge membentuk 2 lapisan yaitu fraksi etilasetat dan
fraksi tidak larut etilasetat.
II. 9. 2. 3 Uji Antibakteri
Penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM)
Diambil sebanyak 0,5 ml suspensi bakteri Staphylococcus aureus
106CFU/ml dan dimasukkan ke dalam tabung uji yang berisi 0,5 ml ekstrak
etanol pada konsentrasi 62,5%; 60%; 57,5%; 55%; 52,5% dan 50 %
Konsentrasi ekstrak etanol ditentukan berdasarkan uji pendahuluan.
Konsentrasi akhir setelah dicampur menjadi 31,25%; 30%; 28,75%;
27,5%; 26,25% dan 25%. Selanjutnya tabung diinkubasi pada suhu 370C
selama 18-24 jam. Diamati ada tidaknya kekeruhan larutan dan
dibandingkan dengan larutan kontrol untuk menentukan pada mulai
konsentrasi berapa ekstrak etanol mampu menghambat pertumbuhan
bakteri. Larutan kontrol yang digunakan adalah kontrol pelarut yaitu
aquadest dalam media BHI DS, kontrol media yaitu kontrol BHI DS, kontrol
ekstrak yaitu kontrol ekstrak etanol daun kelor dalam media BHI DS dan
kontrol suspensi bakteri 106 CFU/ml.
Penentuan Kadar Bunuh Minimum (KBM)
Penentuan KBM dilakukan dengan cara larutan ekstrak etanol hasil uji
dilusi cair pada KHM digoreskan pada media agar darah untuk
Staphylococcus aureus. Dilihat ada tidak adanya pertumbuhan bakteri dan
dibandingkan dengan kontrol untuk menentukan konsentrasi terendah
ekstrak etanol daun kelor yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri
(KBM). Bagan penentuan KHM dan KBM sebagai berikut:
Gambar 2. Skema uji KHM dan KBM
Penentuan uji KHM dan KBM dilakukan untuk semua larutan uji meliputi
ekstrak etanol daun kelor, hasil dari fraksinasi ekstrak etanol daun kelor
(fraksi n-heksan, fraksi aquadest, fraksi etil asetat), dan isolat fraksi
teraktif.
Arsyad, M. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta:
Gramedia.
Bresnick, S., 2003, Intisari Kimia Organik, Terjemahan Hadian Kotong,
Hipokrates, Jakarta
BPOM, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan
Mutu Obat Tradisional, Bpom: Jakarta.
Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Depkes: Jakarta.
Gritter, R. J., Bobbitt, J. M., Schwarting, A. E., 1991, Pengantar
Kromatografi, Terjemahan Kokasih Padmawinata, Edisi Kedua,
Penerbit ITB, Bandung
Herawati, Nuraida, dan Sumarto, 2012, Cara Produksi Simplisia Yang
Baik, Seafast Center, Bogor.
Ad