Anda di halaman 1dari 21

IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENGENDALIAN RISIKODI INSTALASI LAUNDRY

RUMAH SAKIT

ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata KuliahSistem Manajemen K3

Disusun Oleh :
Kelompok 1 Anggota
Diah Tri Rahayu
Ike
Nur rochim
Utari Komala Wati Dewi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Identifikasi Hazard dan Pengendalian Risiko di Instalasi
Laundry Rumah Sakit.
Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai risiko penularan
penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa risiko bahaya yang mempengaruhi situasi dan
kondisi di rumah sakit (Depkes RI, 2009). Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu
upaya untuk mengendalikan dan meminimalisasikan dan bila mungkin meniadakannya. Oleh
karena itu perlu diadakannya sistem K3 di instalasi laundry agar penyelenggaraan K3 tersebut
lebih efektif, efisien dan terpadu.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Manajemen K3.
Pada kesempatan ini pula penyusun menyampaikan terima kasih kepada Bapak .........dan tim
selaku dosen mata kuliah Sistem Manajemen K3.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, maka segala kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bekasi, 03 Desember 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

1. KATA PENGANTAR
iDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Rumusan
Masalah21.3 Tujuan2BAB II TINJAUAN PUSTAKA32.1 Pengertian
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja32.2 Ruang Lingkup Keselamatan dan
Kesehatan Kerja42.3 Gambaran Masalah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja52.4 Peranan Rumah Sakit dalam Masalah K362.5 Dasar Hukum
K38BAB III PEMBAHASAN93.1 Sistem Manajemen K3 di Instalasi Laundry
Rumah Sakit93.2 Langkah manajemen sistem K3 di rumah sakit di instalasi
laundry93.3 Identifikasi bahaya/ancaman di Instalasi Loundry Rumah
sakit113.4 Pengendalian Potensi Bahaya di Instalasi Laundry Rumah
Sakit14BAB IV PENUTUP184.1 Kesimpulan184.2 Saran18DAFTAR
PUSTAKA19ii
BAB I PENDAHULUAN .

1 Latar Belakang

Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan
masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan
kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental,
dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui
usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-
gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja. Kesehatan kerja ini merupakan
terjemahan dariOccupational Health yang cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan
yang mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja.
Menyeluruh dalam arti usaha-usaha preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif, hygiene,
penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya dan sebagainya (Notoadmojo,
2012).Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat
dan produktif. Tujuan ini dapat tecapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang
memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya
tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain; suhu ruangan yang nyaman, penerangan
atau pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang
sesuai dengan ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomik) dan sebagainya (Notoadmojo,
2012).Dasar hukum Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tercantum
dalam Undang-Undang Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
Dalam Undang-UndangNo.23Tahun 1992 Tentang Kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa K3
harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko
bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit
sepuluh orang. Jika memperhatikan isi dari pasal diatas maka jelaslah rumah sakit termasuk
kedalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit,
tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit sehingga sudah seharusnya pihak
pengelola rumah sakit menerapkan upaya-upaya K3 di rumah sakit. Instalasi laundry
merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai risiko penularan penyakit infeksi dan
juga terdapat beberapa risiko bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit
(Depkes RI, 2009). Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan dan meminimalisasikan dan bila mungkin meniadakannya. Oleh karena itu
perlu diadakannya sistem K3 di instalasi laundry agar penyelenggaraan K3 tersebut lebih
efektif, efisien dan terpadu.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sistem manajemen K3 di Instalasi Laundry Rumah Sakit
1.2.2 Bagaimana langkah manajemen sistem K3 Rumah Sakit di Instalasi Laundry
1.2.3 Bagaimanakah bahaya/ancaman di Instalasi Loundry Rumah sakit
1.2.4 Bagaimana pengendalian risiko bahaya di Instalasi Laundry Rumah Sakit
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui sistem manajemen K3 di Instalasi Laundry Rumah Sakit
1.3.2 Mengetahui langkah manajemen sistem K3 Rumah Sakit di Instalasi Laundry
1.3.3 Mengetahui apa saja bahaya/ancaman di Instalasi Loundry Rumah sakit
1.3.4 Mengetahui pengendalian risiko bahaya di Instalasi Laundry Rumah Sakit
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Keselamatan Dan Kesehatan KerjaSehat menurut WHO adalah suatu
keadaan sejahtera sempurna dari fisik, mental dan sosial yang tidak hanya terbatas pada
bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Sedangkan menurut UU kesehatan no 23 tahun
1992, sehat berarti suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Kesehatan kerja menurut WHO/ILO tahun 1995 bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja
di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatanpekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologinya. Secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setia manusia kepada pekerjaannya
atau jabatan yang dimilikinya.
Manajemen K3 di rumah sakit merupakan suatu proses kegiatan yang dimulai dari
tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk
membudayakan K3 di RS dalam rangka mencegah, mengurangi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Kondisi
lingkungan kerja di rumah sakit di masa mendatang akan berkembang serba mekanik,
otomatis, kimiawi dengan teknologi canggih yang dapat berpengaruh langsung terhadap
kesehatan.Pekerja yang ada di rumah sakit sangat bervariasi baik jenis maupun jumlahnya
sesuai dengan tugas dan fungsi rumah sakit. Masyarakat pekerja di rumah sakit dalam
melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengan berbagai bahaya potensial yang bila
tidak dapat diantisipasi dengan baik dan benar dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
keselamatan dan kesehatannya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas
kerjanya.
Lingkungan kegiatan rumah sakit dapat mempengaruhi kesehatan dalam 2 bentuk
yaitu kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

1. Kecelakaan kerja di rumah sakit


ada beberapa bahaya potensial untuk terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit yaitu
antara lain: ketel uap, kebakaran, bahan-bahan radioaktif, cedera pada punggung karena
mengangkat pasien, pekerjaan menyuntik, terpeleset/terjatuh.

2. Penyakit akibat kerja


Di rumah sakitPenyakit akibat kerja di rumah sakit umumnya berkaitan dengan faktor
biologik (kuman, patogen yang umumnya berasal dari pasien) faktor kimia (antiseptik pada
kulit, gas anastesi dan lain-lain) faktor ergonomik (cara duduk yang salah, cara mengangkat
pasien yang salah dan lain-lain) faktor fisik dalam dosis kecil dan terus menerus (panas pada
kulit, radiasi pada sistem reproduksi/pemroduksian darah) faktor psikososial (ketegangan di
kamar bedah, penerimaan pasien gawat darurat, bangsal penyakit jiwa dan lain-lain).

2.2 Ruang Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Faktor-faktor kesehatan lingkungan kerja yang mempunyai pengaruh terhadap pekerja
dalam melaksanakan pekerjaannya ialah:
1. Faktor Fisik
a. Suhu
b. Tekanan
c. Pencahayaan
d. Radiasi
e. Getaran
2. Faktor Kimia
a) Debu,
b) Dab logam,
c) gas,
d) larutan.
3. Faktor Biologis
a) Penyakit anthrax, sering terdapat di tempat penjagalan,
b) penyamakan kulit,
c) pengeringan tulang,
d) peternakan dan lain-lain.
e) Penyakit jamur, sering diderita oleh tukang cuci.
f) Penyakit parasit, sering diderita oleh pekerja di tambang perkebunan dan pertanian.

4. Faktor Psikologis
Dapat menimbulkan kelelahan fisik bahkan lambat laun terjadi perubahan fisik tubuh,
hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan.

2.3 Gambaran Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Gambaran mengenai masalah kesehatan kerja yang mencakup angka kesakitan dan
kematian akibat kerja dan International Labour Organisation (ILO) yaitu:
1. 1,1 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan atau karena penyakit
akibat hubungan kerja (PAHK)
2. Dari 250 juta kecelakaan, 300.000 orang meninggal
3. Diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya
Sedangkan data mengenai Penyakit Akibat Kerja (PAK), PAHK dan Kecelakaan
Akibat Kerja (KAK) di Indonesia belum ada. Namun, dari hasil penelitian diperoleh
gambaran kondisi kesehatan masyarakat pekerja sebagai berikut:
1. Lebih dari 50% pekerja Indonesia peserta Jamsostek mengidap penyakit kulit
akibat masuknya zat kimia melalui kulit dan pernapasan.
2. Gangguan keseimbangan dan fungsi pendengaran akibat kebisingan pada
pengemudi bajaj 72,28% dengan perincian gangguan pendengaran 17,4%, gangguan
keseimbangan 27,71% dan hanya 27,72% yang masih sehat.
3. Di kalangan petani, sering terjadi keracunan pestisida; beberapa peneliti
melaporkan angka keracunan pestisida berkisar antara 20%-50% (Achmadi, 1985, 1990,
1992; Eman dan Sukarno, 1884; serta Depkes, 1983).
4. Pada industri kecil didapatkan 60%-80% gangguan akibat faktor ergonomi seperti
sakit pinggang, kaku leher serta keluhan pada anggota gerak atas dan bawah.
2.4 Peranan Rumah Sakit dalam Masalah K3

Rumah sakit adalah institusi pelayanan masyarakat yang padat modal, padat teknologi
dan padat karya yang dalam pekerjaan sehari-hari melibatkan sumberdaya manusia dengan
berbagai jenis keahlian. Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan sangat bergantung pada
kapasitas dan kualitas tenaga kerja di institusi pelayanan kesehatan. Dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan di rumah sakit, penggunaan peralatan dengan teknologi tinggi dan
bahan-bahan serta obat-obat berbahya bagi kesehatan untuk tindakan diagnostik,
terapi maupun rehabilitasi semakin meningkat
Terpaparnya tenaga kesehatan dan tenaga kerja di institusi pelayanan kesehatan oleh
bibit penyakit perlu mendapat perhatian khusus.Penyelenggaraan kesehatan dan keselaatan
kerja di rumah sakit sangatlah perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh karena
pelayanan kesehatan ini bersifat continum. perhatian pelayanan kesehatan dan keselamatan
kerja dirumah sakit tidak hanya untuk penggunaan rumah sakit yang meliputi pasien,
pengunjung rumah sakit dan tenaga pemberi pelayanan kesehatan tetapi juga bagi para
pelaksana dan pengelola rumah sakit. Bagunan dan lingkungan rumah sakit juga perlu
mendapatkan perhatian agar para pengelola rumah sakit, penyelenggara pelayanan maupun
pengguna rumah sakit dapat terllindungi keselamatan kerjanya dan terhindar dari kecelakaan
kerja.Rumah sakit diharapkan dapat melayani rujukan pasien akibat kecelakaan kerja dari
institusi pelayanan rumah sakit dasar di wilayahnya. Rumah sakit ini diharapkan pula agar
dapat berperan sebagai gate keeper untuk menapis pelayanan medik dasar akibat kecelakaan
kerja dan menyalurkan kepada pelayanan medik spesialis yang dilakukan oleh dokter
spesialis sebagai pelayanan rujukan medik. Pelayanan medik dasar di rumah sakit akan
melindungi kepentingan masyarakat dari pelayanan spesialis yang sebenarnya tidak
diperlukan sesuai kondisi penyakitnya. Pelayanan medik dasar akan melindungi dokter
spesialis dalam melaksanakan profesinya agar tetap dapat mempertahankan dan
meningkatkan profesionalitasnya karena tidak terjebak pada pelayanan medik dasar.
Peningkatan mutu sumberdaya manusia dan profesionalisme dalam memelihara pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkausecara profesional sangatlah diperlukan
demikian pula halnya dalam pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja agar dapat
diselenggarakannya pelayanan kesehatan yang bermutu merata dan terjangkau.Hal penting
yang harus diperhatikan adalah pendayagunaan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran yang disertai dengan penerapan nilai-nilai moral dan etika. Pelayanan kesehatan
yang profesinal tidak akan terlaksana apabila tidak di dukung oleh sumberdaya yang
berkualitas dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu,
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu perlu didukkung dengan penerapan
nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Semua tenaga kesehatan dituntut agar selalu
menjunjung tinggi sumpah dan kode etik profesi. Kemitrasertaan (equalpartnership) antara
profesi medik dengan manajemen medik dalam memberikan pelayanan sangatlah diperlukan
agar dapat dihasilkan pelayanan medik yang bermutu, aman, tepat dan berhasilguna serta
berdayaguna, merata dan rasional serta dapat memberikan kepuasan bagi pengguna jasa
kesehatan.

2.5 Dasar Hukum K3


Kebijakan program kesehatan kerja disusun dengan berdasarkan berbagai peraturan yang
berlaku khususnya UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal 23 menyatakan
bahwa upaya kesehatan kerja merupakan salah satu dari 15 upaya kesehatan yang
diselenggarakan untuk mewujudkan produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan
perlindungan tenaga kerja. Wajib dilakukan di setiap tempat kerja dan mencakup pelayanan
kesehatan kerja. Secara rinci peraturan perundangan yang terkait dapat dipelajari pada materi
perundangan.
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Sistem Manajemen K3 di Instalasi Laundry Rumah Sakit


Standar pelayanan keselamatan dan kesehatan di rumah sakit (K3RS). Adapun bentuk
pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakuan, sebagai berikut (Ferdianto, 2010);

a) Melakukan Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja bagi pekerja


b) Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan
memberikan bantuan kepada pekerja di Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik
fisik maupun mental terhadap pekerjaannya.
c) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan di
rumah sakit.
d) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
pekerja
e) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang
menderita sakit.
f) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah Sakit yang akan
pensiun atau pindah kerja
g) Melakukan koordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien8. Melakukan kegiatan
surveilans kesehatan kerja
h) Melaksanakan Pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan
kesehatan kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,
psikososial dan ergonomi)
i) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang
disampaikan kepada direktur rumah sakit dan unit teknis di wilayah kerja rumah sakit.

3.2 Langkah manajemen sistem K3 di rumah sakit di instalasi laundry


a) Komitmen dan KebijakanKomitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy)
tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS.
Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial
seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di
RS.Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur
organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun
strategi antara lain :
 Advokasi sosialisasi program K3 RS.
 Menetapkan tujuan yang jelas.
 Organisasi dan penugasan yang jelas.
 Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RS.
 Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak Kajian risiko (risk
assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
 Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan.
 Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.b.
PerencanaanRS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan
dapat diukur.
b) Perencanaan meliputi:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat
risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK
(penyakit akibat kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses
untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya
potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.Pengendalian
faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni menghilangkan
bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang
tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko sama sekali, administrasi,
dan alat pelindung pribadi (APP)
2. Membuat peraturan
Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasiona
Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus
dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang
terkait
3. Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
4. Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3
dan sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
SMK3 RS.
5. Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan
dicatat serta dilaporkan
c) PengorganisasianPelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja
sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya
aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua
petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.
1. Tugas pokok unit pelaksana K3 RS Memberi rekomendasi dan pertimbangan
kepada direktur RS mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
prosedur. Membuat program K3 RS.
2. Fungsi unit pelaksana K3 RS Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan
informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3. Membantu
direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan
penelitian K3 di RS. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS. Memberi
nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan
peraturan dan inisiatif pencegahan. Investigasi dan melaporkan kecelakaan,
dan merekomendasikan sesuai kegiatannya.
3.3 Identifikasi bahaya/ancaman di Instalasi Loundry Rumah sakit
a. Bahaya biologi (virus, bakteri, telur cacing),
b. Bahaya fisik (kebisingan mesin cuci, suhu panas),
c. Bahaya kimia (debu, detergen, desinfektan dan pewangi),
d. Bahaya ergonomi (posisi kerja berdiri selama proses kerja sampai selesai),

Urutan Kegiatan Gangguan


Bahaya Potensial Kesehatan yang
Risiko
Ditimbulkan
Kecelakaan
Kerja
Fisik Kimia Biologi Psikososial Ergonomi

Pengambilan Cahaya Debu Bakteri, Strees saat linen Posisi penyakit Terpeleset,
insfeksi
linen kotor ke virus, kotor yang harus mengankat patah tulang
(tbc,ispa,dermatitis
masing-masing parasit, diambil dari tumpukan kontak,LBP,myalgia belakang
ruanagn jamur masing-masing linen dengan
perawatan, poli yang ruangan banyak membungkuk,
rawat jalan, terdapat mendorong
ruang operasi, di linen troli dengan
ruang UGD kotor muatan linen
kotor yang
berlebihan
Pemisahan linen Bising, suhu Debu Bakteri, Stress jika banyak Posisi Noise induce Tertusuk
berdasarkan jenis panas, virus, linen kotor dengan membungkuk hearing loss, heat benda-benda
nodanya lembab jamur, noda berat saat cramps, heat stroke, tajam yang
pencahayaan parasit memisahkan eyestrain, tertinggal
linen conjungtivitis,
ketajaman
penglihatan
terganggu, LBP
Proses pencucian, Bising, suhu Bahan Bakteri, Stress jika jumlah Posisi Dermatitis kontak, Tersengat
pembilasan, panas kimia virus, linen kotor membungkuk noise induce hearing listrilk
penetralan dan lembab, laundry: jamur, meningkatsementara saat loss, heat cramps,
pelembutan pencahayaan, Alkali, parasit pekerjaan harus mengecek heat stroke, LBP
listrik, detergen, selesai noda
getaran elmulsifier, sehinggaharus
oksigen lembur
bleach,
chlorine
bleach,
penetral,
softener
Memindahkan Bising, suhu Sour, Stress pada saat Posisi LBP, dermatitis Luka bakar,
linen dari mesin panas penetral terdapat noda yang membungkuk kontak, noise induce tersengat
cuci ke mesin lembab, belum bersih dan saat hearing loss, heat listrik
pengering pencahayaan, harus dicuci ulang memindahkan cramps, heat stroke,
listrik, lagi linen dehidrasi
getaran,
gesekan
Proses finishing: Bising, suhu Pewangi Stress jika jumlah Posisi LBP, myalgia, noise Luka bakar
menyetrika, panas linenbanyak saat membungkuk induce hearing loss, karena
memberikan lembab, jumlah pasien menulis, posis heat cramps, heat setrikaan,
penwangi, dan pencahayaan, meningkat tegak yang stroke, dehidrasi tersengat
melipat, listrik lama saat listrik
mengelompokkan melipat dan
dan mengemas menyetrika
linen
Proses Cahaya Stress jika terdapat Posisi LBP, myalgia, Terpeleset,
pendistribusian linen yang kurang mengangkat gangguan ketajaman patah tulang
linen ke ruangan ataupun tidak sesuai linen dengan virus belakang
masing-masing dengan permintaan membungkuk,
mendorong
troli dengan
muatan
berlebihan

3.4 Pengendalian Potensi Bahaya di Instalasi Laundry Rumah Sakit


e. Kontaminasi laundry
Potensi Bahaya
 Cucian kotor yang terkontaminasi dengan darah atau bahan yang berpotensi
menular atau berisi benda tajam.
 Paparan darah atau bahan yang berpotensi menular lainnya melalui cucian
terkontaminasi yang tidak benar diberi label, atau ditangani.
Solusi
 Menangani cucian terkontaminasi sedikit mungkin dengan agitasi minimal.
Hindari kontaminasi cucian di lokasi penggunaan.
 Jangan menyusun atau bilas cucian di lokasi di mana ia digunakan Letakkan
cucian basah yang terkontaminasi di tempat yang anti bocor, berikan warna,
kode atau label yang sesuai di lokasi atau tempat yang digunakan.
 Setiap mencuci cucian basah yang terkontaminasi dan menyajikan
kemungkinan wajar rendam-through atau kebocoran dari kantong atau wadah,
cucian harus ditempatkan dan diangkut dalam kantong atau wadah yang
mencegah rendam-melalui dan / atau kebocoran cairan ke eksterior
 Cucian yang tercemar harus ditempatkan dan diangkut dalam kantong atau
wadah yang diberi label dengan simbol biohazard atau dimasukkan ke dalam
kantong merah sesuai dengan kode yang ditentukan.
 Dalam fasilitas yang memanfaatkan tindakan pencegahan universal dalam
penanganan semua label cuci-alternatif yang kotor atau warna-coding cukup
jika memungkinkan seluruh karyawan untuk mengenali kontainer sebagai
kepatuhan terhadap kewaspadaan universal.
 Gunakan tas merah atau tas ditandai dengan simbol Biohazard, jika fasilitas di
mana barang-barang yang dicuci tidak menggunakan tindakan pencegahan
universal untuk semua cucian.
f. Alat Pelindung (AP)
Potensi bahaya
Paparan yang ditularkan melalui darah patogen melalui kontak dengan cucian
terkontaminasi dengan tidak memakai AP yang sesuai.
Solusi
 Rumah sakit harus memastikan bahwa karyawan yang memiliki kontak
dengan cucian terkontaminasi mengenakan AP yang tepat seperti yang dibahas
dalam Patogen melalui darah Standard yang ditentukan ketika menangani dan /
atau menyortir cucian terkontaminasi.
 Rumah sakit harus memastikan karyawan memakai AP yang sesuai seperti
sarung tangan, baju, pelindung wajah, masker ketika menyortir cucian
terkontaminasi.
 Penggunaan sarung tangan tebal ketika menyortir cucian yang terkontaminasi
dapat memberikan perlindungan tambahan bagi karyawan.
 Sarung tangan utilitas dapat didekontaminasi untuk digunakan kembali jika
integritas sarung tangan tidak terganggu.
 Namun, sarung tangan tersebut harus dibuang jika retak, mengelupas, robek,
tertusuk, menunjukkan tanda-tanda lain dari kerusakan, atau ketika tidak
berfungsi sebagaimana semestinya.
 Disposable (sarung tangan pakai tidak akan dicuci atau didekontaminasi untuk
re-gunakan.
g. Penanganan Benda tajam
Potensi bahaya
Paparan yang ditularkan melalui darah patogen dari cucian terkontaminasi yang
berisi benda tajam.
Kemungkinan Solusi
Sebuah keselamatan dan program kesehatan yang meliputi prosedur untuk
pembuangan yang tepat dan penanganan benda tajam dan mengikuti praktek yang
diperlukan diuraikan dalam Standar Patogen yang ditularkan melalui darah.Jarum
yang terkontaminasi dan benda tajam tidak akan membungkuk, recapped atau
dihapus. Tidak ada geser atau melanggar diijinkan.
h. Sharps Containerization
Potensi Bahaya
Segera atau sesegera mungkin, benda tajam yang terkontaminasi harus dibuang dalam
wadah yang tepat
Solusi
Wadah jarum harus tersedia, dan di dekat daerah di mana jarum dapat ditemukan,
termasuk binatu.

i. Berbahaya Kimia
Potensi Bahaya
 Berlabel kimia.
 Muncrat saat menuangkan dari wadah ke wadah yang lebih besar yang lebih
kecil.
 Sabun dan deterjen dapat menyebabkan reaksi alergi dan dermatitis. Kulit
rusak dari sabun atau deterjen iritasi dapat memberikan jalan untuk infeksi
atau cedera jika terkena bahaya kimia atau biologi.
 Jangan bercampur larutan pembersih yang mengandung amonia dan klorin.
Ketika dicampur bersama bahan kimia ini membentuk gas mematikan.
Solusi; Menerapkan program tertulis yang memenuhi persyaratan Standar
Komunikasi Bahaya (HCS) untuk menyediakan pelatihan pekerja, label
peringatan, dan akses ke MSDS (MSDS). Pelayanan Medis dan Pertolongan
Pertama: Dimana mata atau tubuh seseorang dapat terkena bahan korosif
merugikan, sehingga diperlukan fasilitas yang cocok untuk membasahi cepat
atau pembilasan mata dan tubuh dalam area kerja untuk penggunaan daruratj.
Alergi lateksPotensi bahaya;Paparan pekerja alergi lateks mengenakan sarung
tangan lateks, sambil menangani atau menyortir cucian terkontaminasi.Solusi;
Gunakan sarung tangan lateks cocok untuk karyawan-sensitif Pengusaha harus
menyediakan sarung tangan tepat ketika paparan darah atau bahan yang
berpotensi menular lainnya (OPIM) Alternatif harus mudah diakses oleh
karyawan yang alergi terhadap sarung tangan biasanya disediakank.
Mengangkat / MendorongPotensi bahaya;Berlebihan mencapai / mendorong
dan / atau mengangkat cucian berat basah dapat menyebabkan gangguan
muskuloskeletal pekerjaan terkait seperti strain dan keseleo ke belakang atau
daerah bahu.Solusi; Menilai area cuci untuk stres ergonomis dan
mengidentifikasi dan mengatasi cara untuk mengurangi stres seperti: Gunakan
teknik mengangkat yang benar: Hindari mengangkat benda besar atau
canggung tertimbang. Hindari mengangkat / mencapai atau bekerja di atas
ketinggian bahu. Hindari postur tubuh, seperti memutar sambil mengangkat.
Angkat barang dekat dengan tubuh. Batasi berat barang yang akan diangkat.
Gunakan alat bantu mekanis untuk mengurangi kebutuhan untuk mengangkat,
seperti: Spring-Loaded Platform Laundry untuk membantu mengangkat cucian
berat basah, dan menjaga binatu pada tingkat kerja seragam nyaman. Cincin
yang secara otomatis membuang beban mereka ke keranjang sehingga pekerja
tidak harus mencapai dalam dan mengeluarkan cucian berat basah secara
manual.l. Kepada Pekerja Memeriksakan sedini mungkin keluhan yang terjadi
sebelum terjadi keluhan yang lebih berat. Mengenali potensi bahaya di tempat
kerjanya Meminimalisasi pajanan Mengenakan Alat Pelindung Diri yang
adekuat jika pekerjaan mengharuskan terjadi pajanan tubuh pada potensi
bahayam. Kepada Perusahaan/Instansi Menyusun regulasi jam kerja, jam
lembur, sistem rotasi kerja. Mendeteksi kelainan/penyakit pada pekerja yang
berhubungan dengan pekerjaan. Melakukan penatalaksanaan terhadap
kelainan/penyakit secara paripurna, secara medis dan okupasi. Melakukan
pemetaan potensi bahaya di setiap lingkungan kerja. Melakukan kontrol
terhadap potensi bahaya tersebut. Menyusun sistem pemberdayaan
penggunaan Alat Pelindung Diri.BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanRumah
sakit merupakan tempat kerja yang kompleks untuk menyediakan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi
rumah sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang
dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi
bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis tetapi
juga pengunjung rumah sakit.Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian
linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan
disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan meja setrika.
Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai risiko
penularan penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa risiko bahaya yang
mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit khususnya di bagianlaundry.
Dariberbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan
dan meminimalisasikan, bila mungkin meniadakannya.Tujuan Manajemen K3
di Instalasi Laundry adalah melindungi petugas RS khususnya bagian instalasi
laundry dari risiko Penyakit Akibat Kerja (PAK) serta dapat meningkatkan
produktivitas dan citra RS, baik di mata konsumen maupun pemerintah.Dalam
kenyataannya pemahaman tentang lingkungan kerja yang sehat dan aman
sesuai dengan standar yang telah dipersyaratkan masih sangat minim dan
belum menjadi nilai tambah dan kontribusi terhadap daya saing rumah sakit
yang sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1970 dan UU No. 13 tahun 2003 dimana
dipersyaratkan bahwa lingkungan kerja harus bersifat sehat dan aman.4.2
SaranKeberhasilan pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari komitmen
tertulis dan kebijakan pihak direksi, oleh karena itu pihak direksi harus paham
tentang kegiatan K3RS. Pelaksanaan K3RS juga dilakukan pada instansi
laundry. Oleh karena itu, diperlukan adanya sosialisasi K3 terhadap petugas di
instalasi laundry agar memperkecil risiko bahaya yang mungkin
terjadi.DAFTAR PUSTAKAAmarudin. 2006.Pengawasan Kesehatan dan
Lingkungan Kerja.
Jakarta.http://tiarasalsabilatoniputri.files.wordpress.com/2012/03/kesehatan-
kerja-1.pptDepkes, RI. 2006. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (K3-IFRS). JakartaDepkes, RI. 2009.
StandarKesehatan dan Keselamatan KerjadiRumah Sakit (K3-
IFRS).JakartaFerdianto, Hengki. 2011.Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas
Laundry Rumah Sakit X (Study Kasus Pengelolaan Penyakit Akibat Kerja).
Jakarta. http://www.slideshare.net/YoTama/savedfiles?s_title=dermatitis-
kontak-iritan-pada-petugas-laundry-rumah-
sakit&user_login=hengkiferdianto.Ishaq. 2010.Sistem Manajemen
Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3) (Permenaker NO.05/MEN/1996).
Jakartahttp://bocahbancar.files.wordpress.com/2012/09/materi-training-smk3-
by-mr-ishaq-pd-21-sept-2012.pptxKeputusan Menteri Kesehatan RI No.
432/Menkes/SK/IV/2007. Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di Rumah SakitKeputusan Menteri Kesehatan RI No.
1087/Menkes/SK/VIII/2010. Standar Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di Rumah SakitKeputusan Menteri Kesehatan R.I. No.
1024/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan di
Rumah SakitOccupational Health and Safety Agency for Healthcare in BC.
2003. Guide Ergonomic for Hospital Laundries.British Columbia19

Anda mungkin juga menyukai