Anda di halaman 1dari 39

SOFT TISSUE SARCOMA DENGAN

FIBROSARCOMA PADA GENU


Gerda Widya Nengsi, Muhammad Ilyas, Dario Nelwan, Isqandar Masoud

I. PENDAHULUAN

Soft tissue sarcoma (STS) merupakan salah satu jenis sarkoma, yaitu
kelompok tumor heterogen yang berasal dari mesoderm embrio dan merupakan
tumor ganas yang jarang terjadi.1,2 Fibrosarkoma merupakan salah satu subtipe
soft tissue sarcoma.1,2,3

STS dilaporkan terjadi pada 1% dari keganasan pada dewasa, dengan angka
kejadian fibrosarkoma sebesar 3,6% diantara STS lainnya.2,4 Fibrosarkoma
umumnya terjadi pada usia 30-60 tahun dengan lokasi tersering pada ekstremitas
bawah.2,3

Fibrosarkoma memiliki karakteristik, yaitu sangat agresif, sensitifitas yang


rendah terhadap radioterapi dan kemoterapi, juga tingkat rekurensi tumor yang
tinggi.2,3,5 Walaupun fibrosarkoma memiliki prognosis yang buruk, kecepatan dan
ketepatan diagnosis dapat sangat menentukan outcome pasien, tidak hanya bagi
kelangsungan hidup, namun juga kualitas hidup pasien.2,3 Salah satu sarana
diagnostik dan prognostik yang penting pada kasus soft tissue tumor, khususnya
fibrosarkoma, adalah pencitraan radiologis.

Radiografi memegang peranan penting dalam deteksi awal dan diagnosis STS,
menentukan ukuran tumor, staging/ penentuan stadium, panduan biopsi, serta
untuk memonitor respon terapi dan rekurensi.1 Modalitas radiologi utama pada
kasus STS dan fibrosarkoma adalah MRI.1,2,3 CT scan dan Xray digunakan
sebagai alternatif dalam mendeteksi keterlibatan tulang.2,3 PET CT umumnya
berguna untuk menilai adanya metastasis jauh.2,3 Lebih jarang digunakan,
ultrasound juga dapat membantu membedakan beberapa soft tissue tumor.3

Berikut ini adalah laporan kasus, seorang wanita berusia 31 tahun dengan
benjolan pada lutut kiri yang membesar dengan sangat cepat disertai nyeri

1
terutama pada malam hari. Dari pemeriksaan fisik ditemukan massa berbentuk
bulat, berukuran diameter 44 cm, dengan konsistensi padat. Pemeriksaan
diagnostik laboratorium, radiologis (MRI dan Xray), dan histologis mengarah
kepada suatu soft tissue sarcoma. Dilakukan tatalaksana bedah pada pasien, yaitu
eksisi luas dengan fiksasi eksternal. Hasil patologi anatomi tumor pasca-operasi
sesuai dengan klinis dan penunjang pre-operasi, yaitu fibrosarkoma.

LANDASAN TEORI

ANATOMI LUTUT

Lutut merupakan sendi sinovial terbesar pada tubuh manusia.6 Sendi lutut
merupakan bagian dari ekstremitas inferior, yang menghubungkan tungkai atas
(paha) dengan tungkai bawah. Sendi lutut terdiri dari:

 Artikulasi antara femur dan tibia, merupakan sendi penahan beban


(weightbearing joint)

 Artikulasi antara patella dan femur

Gambar 1. Sendi lutut

2
Permukaan Artikular

Permukaan artikular dari tulang pembentuk sendi lutut dilapisi oleh kartilago
hialin.6 Permukaan utama yang terlibat adalah:

 Kedua kondilus femoralis


 Aspek superior dari kondilus tibialis

Gambar 2. Permukaan artikular sendi lutut. A. Ekstensi B. Fleksi C. Tampak depan (fleksi)

Meniskus

Ada dua meniskus, yang merupakan fibrokartilago berbentuk C, pada sendi lutut,
satu pada sisi medial (meniskus medialis) dan lainnya pada sisi lateral (meniskus
lateralis).6 Keduanya melekat pada faset regio interkondilar dari plateau tibia.

3
Gambar 3. Meniskus sendi lutut

Membran Sinovial

Membran sinovial dari sendi lutut melekat pada tepi permukaan artikular dan tepi
luar superior dan inferior dari meniskus.6 Pada bagian posterior, membran sinovial
memisahkan membran fibrosa kapsul sendi pada tiap sisi ligamen krusiatum
posterior dan melingkari kedua ligamentum yang memisahkan mereka dari rongga
sendi. Pada bagian anterior, membran sinovial terpisah dari ligament patellar oleh
bantalan lemak infrapatellar (infrapatellar fat pad).6

Gambar 4. Membran sinovial dan bursa sendi lutut

4
Membran Fibrosa

Membran fibrosa dari sendi lutut sangat luas, sebagian terbentuk dan diperkuat oleh
tendon dari otot sekelilingnya. Secara umum, membran fibrosa menutupi rongga
sendi dan regio interkondiler:

 Pada sisi medial dari sendi lutut, membran fibrosa bergabung dengan
ligamen kolateral tibia dan berikatan dengan permukaan internal ke
meniskus media.
 Pada sisi lateral, permukaan eksternal dari membran fibrosa dipisahkan oleh
celah dari ligamen kolateral fibula dan permukaan internal dari membran
fibrosa tidak menempel pada meniskus lateral.
 Pada sisi anterior, membran fibrosa menempel pada margin patela dan
diperkuat oleh perluasan tendon dari otot vastus lateralis dan vastus
medialis, yang akan bergabung dengan tendon quadricep femoris pada
bagian atas dan ligamen patela pada bagian bawah.

Gambar 5. Membran fibrosa kapsul sendi lutut A. Tampakan anterior B. Tampakan posterior

Ligamentum

Ligamen mayor yang berhubungan dengan sendi lutut adalah ligamen patela,
ligamen kolateral tibia (medial) dan fibula (lateral), dan ligamen krusiatum anterior
dan posterior.6

5
Gambar 6. Ligamen kolateral sendi lutut A. Tampakan lateral B. Tampakan medial

Peredaran Darah dan Persarafan

Peredaran darah ke sendi lutut terutama oleh cabang desenden dan genikular dari
arteri femoral, popliteal, dan femoral sirkumfleks lateral pada paha (tungkai atas)
dan arteri fibularis sirkumfleksa dan cabang recurrent dari arteri tibialis anterior
pada tungkai bawah.6 Pembuluh darah ini membentuk jarinagan anastomosis di
sekitar sendi. Sendi lutut dipersarafi oleh cabang dari saraf obturator, femoral, tibia,
dan fibularis komunis.6

6
Gambar 7. Perdarahan sendi lutut
FIBROSARCOMA

Definisi

Fibrosarkoma merupakan salah satu subtipe soft tissue sarcoma, yaitu kelompok
tumor heterogen yang berasal dari sel mesenkim, dan merupakan tumor ganas
yang jarang terjadi.1,2,3 Fibrosarkoma berasal dari fibroblas berbentuk spindel
yang bertransformasi secara patologis, memiliki tingkat kemampuan membelah
diri yang sangat tinggi.2,3

Menurut klasifikasi World Health Organization (WHO) tahun 2013,


fibrosarkoma adalah bagian dari fibroblastic/ myofibroblastic sarcomas (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi soft tissue sarcoma menurut WHO tahun 2013

Klasifikasi

Terdapat 2 tipe fibrosarkoma berdasarkan usia dan prognosis, yaitu:

 Fibrosarkoma tipe kongenital atau infantil

 Fibrosarkoma tipe dewasa

Fibrosarkoma tipe kongenital/ infantil adalah fibrosarkoma yang terjadi sebelum


usia 15 tahun.2,3 Beberapa sumber lainnya menyatakan fibrosarkoma tipe ini

7
terjadi sebelum usia 2 tahun.3 Dibandingkan dengan fibrosarkoma tipe infantil,
yang didefinisikan WHO sebagai tumor “intermediate malignant” yang jarang
bermetastasis, fibrosarkoma yang terjadi pada dewasa diklasifikasikan sebagai
tumor “highly malignant”.2,3

Epidemiologi

Fibrosarkoma dahulu dianggap sebagai soft tissue sarcoma yang paling sering
terjadi pada dewasa, namun statistik terkini menurut The Surveillance,
Epidemiology, and End Results (SEER), sebuah program dari The National
Cancer Institute, fibrosarkoma terjadi 3,6% dari seluruh sarkoma pada dewasa
(Tabel 2).2

Subtipe Histologik %
Malignant Fibrous Histiocytoma/ MFH 28
Leiomyosarkoma 15
Liposarkoma 12
Sarkoma yang tidak teridentifikasi 11
Sarkoma sinovial 10
Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumor/ MPNST 6
Rhabdomyosarkoma 5
Fibrosarkoma 3
Ewing Sarkoma 2
Angiosarkoma 2
Osteosarkoma 1
Epiteloid Sarkoma 1
Kondrosarkoma 1
Clear Cell Sarkoma 1
Alveolar Sarkoma 1
Hemangioperisitoma Maligna 0,4
Tabel 2. Subtipe sarkoma berurutan dari yang paling sering terjadi

8
Keganasan ini tidak berkorelasi dengan jenis kelamin. Fibrosarkoma tipe dewasa
paling sering terjadi pada usia 25-79 tahun, dengan titik tertinggi antara usia
30-60 tahun.3

Fibrosarkoma umumnya bermula dari jaringan ikat yang kaya kolagen.


Fibrosarkoma jarang berasal dari kulit, melainkan lebih sering berawal dari
tendon dan fascia jaringan lunak bagian dalam. Seringkali, fibrosarkoma tipe
dewasa terjadi pada ekstremitas bawah khususnya area paha, lutut, lengan, dan
torso tubuh. Di pihak lain, fibrosarkoma pada retroperitoneum, mediastium, dan
kepala-leher jarang ditemukan.3 PERTANYAAN NO.1Dimanakah sajakah
lokasi tersering terjadi fibrosarcoma terutama pd org dewasa??

Sebagai tambahan, fibrosarkoma dapat juga terjadi di dalam tulang, baik


sebagai tumor primer atau sekunder.3 Fibrosarkoma primer berasal dari kanal
medular. Periosteum dapat menjadi sumber asal. Adanya lesi tulang sebelumnya
atau kerusakan tulang yang diinduksi radioterapi dapat memicu pertumbuhan
fibrosarkoma sekunder pada tulang. PERTANYAAN NO.2Apakah fibrosarkoma
bisa terjadi didlm tulang??

Etiologi

Penyebab definitif fibrosarkoma belum teridentifikasi.2,3 Namun begitu, mutasi


genetik dan beberapa faktor predisposisi tampak berpengaruh dalam
berkembangnya fibrosarkoma.3,7

Dari penelitian, hal-hal yang mungkin memicu terjadinya pertumbuhan tumor


adalah jaringan parut misalnya akibat luka bakar dan insersi benda asing seperti
cangkok pembuluh darah dan prostesis sendi.3,8,9 Faktor predisposisi lainnya
adalah adanya dermatofibrosarkoma, liposarkoma, dan tumor fibrosa soliter yang
belum diradiasi.3

Diagnosis dan Diagnosis Diferensial

Anamnesis

Anamnesis harus selalu mengacu kepada pertanyaan berdasarkan gejala seperti


nyeri, parestesia (kesemutan), perubahan ukuran dan konsistensi massa, juga lesi

9
pada jaringan lunak sebelumnya, riwayat intervensi bedah, dan terapi radiasi
sebelumnya.1,3 Anamnesis juga perlu mencakup riwayat penyakit dahulu dan
keluarga.3

Gejala muncul ketika jaringan sekitar atau organ terdesak/ diinfiltasi tumor.
Bergantung kepada lokasinya, keluhan yang mungkin timbul seperti: nyeri,
gangguan sirkulasi darah, keterbatasan gerak, gangguan berkemih, dan lainnya.3
Pada fibrosarkoma tahap akhir, keluhan disertai oleh penurunan berat badan,
kurangnya nafsu makan, kualitas hidup yang menurun, dan lainnya.3

Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan massa jaringan lunak yang belum jelas dan memiliki kecurigaan
keganasan harus diperiksa secara menyeluruh untuk mendapatkan informasi
mengenai lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, dan hubungannya dengan jaringan
sekitar. Pemeriksaan range of motion (ROM), fungsi neurovaskular, dan palpasi
kelenjar getah bening regional dalam kaitannya dengan metastasis tumor juga
merupakan bagian dari pemeriksaan fisik.1,3

Umumnya fibrosarkoma memiliki karakteristik massa sebagai berikut:


konsistensinya padat, berbentuk bulat, batasnya tegas dari jaringan sekitar, dan
ukuran rata-rata 3-8 cm.3 Karena lokasinya seringkali di bagian dalam, adanya
massa yang tidak nyeri dan tidak spesifik, tumor ini tidak terindentifikasi hingga
waktu yang cukup lama “fenomena gunung es”.3

Adanya massa yang terletak dalam, berukuran lebih dari 5 cm, disertai nyeri,
semakin membesar, perlu dicurigai sebagai keganasan.1,3 Pasien perlu dirujuk ke
rumah sakit pusat rujukan untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya, seperti
pencitraan radiologis dan biopsi sehingga didapatkan diagnosis definitif.3

Pemeriksaan Radiologis

Apabila anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah ke tumor jaringan lunak,


pemeriksaan radiologis adalah langkah diagnostik selanjutnya. Pencitraan
radiologis memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis,
mengevaluasi perluasan tumor, mengarahkan biopsi, dan menentukan stadium
penyakit.1 Pilihan prosedur dalam pencitraan tumor jaringan lunak pada

10
ekstremitas, pelvis, ataupun torso tubuh adalah MRI (Magnetic Resonance
Imaging), disertai dengan penggunaan media kontras untuk menilai vaskularisasi
dan nekrosis.2,3,10,11 Struktur jaringan lunak seperti otot, lemak, saraf, dan
pembuluh darah juga proses nekrosis, perdarahan (hemoragik), edema, dan
degenerasi dapat ditampilkan dengan baik oleh MRI.2,3,10,11 MRI dapat
menentukan pertumbuhan tumor dan ukurannya, batasnya, sinyal kepadatan tumor,
homogenisitas, dan distribusi akumulasi kontras.

Alternatif lainnya, Computed Tomography (CT) atau Xray dapat membantu


mendeteksi keterlibatan tulang.2,3,12 CT toraks dan abdomen/ pelvis atau MRT
atau Positron Emission Tomography (PET)-CT dapat membantu dalam
mendeteksi metastasis jauh.2,3 CT juga direkomendasikan untuk tumor yang
terletak pada area retroperitoneal.2,3 Lebih jarang, ultrasound juga dapat
digunakan dalam menbedakan tumor jinak, kistik, dan ganas, dibandingkan
formasi tumor solid/ padat, dan harus selalu diikuti dengan pemeriksaan MRI atau
CT.10,11,12 PERTANYAAN NO 3 Apa Gold Standar pada fibrosarcoma

MRI CT Xray US

T1W-MRI - Homogen - Lebih padat dari - heterogen


otot
- Inhomogen - Amplifikasi sinyal - batas tidak jelas
media kontras lemah - Kalsifikasi tumor
- Hipo-isointens
(jarang)
T2W-MRI
- Tulang mungkin
- Inhomogen tampak erosi dengan
reaksi periosteal
- Hiperintens
minimal
- Akumulasi kontras
pada bagian perifer
tumor

Tabel 3. Pencitraan Fibrosarkoma

11
Gambar 8. Seorang wanita 47 tahun dengan fibrosarkoma. (a) CT Scan koronal menunjukkan
massa jaringan lunak yang tampak lobulasi dengan iso-atenuasi di fossa popliteal kanan. (b)
T1WI sagital menunjukkan lesi berbentuk nodular dekat dengan fascia bagian dalam (panah
putih). (c) T2WI Fat-suppressed FSE menunjukkan area seperti pita dengan sinyal yang rendah
mengarah ke septa fibrosa (panah hitam). (d) T1W aksial SE dengan kontras menunjukkan
penyangatan heterogen pada perifer.

Dari berbagai pengalaman, gambaran fibrosarkoma tipe dewasa pada CT Scan


dan MRI, dapat menyebabkan kerancuan dengan deep fibromatosis ataupun
myxofibrosarcoma.2,10,12 Dilaporkan pada 86% kasus fibromatosis gambaran
T2WI menampilkan pita hipointens tanpa penyangatan.2 Ketika tumor
fibromatosis berevolusi, deposit kolagen meningkat, serta selularitas dan ruang
ekstraseluler berkurang, menyebabkan berkurangnya intensitas sinyal pada T2WI.
Fibromatosis pada umumnya menampilkan sinyal rendah pada T1WI dan T2WI,
membuatnya mudah didiagnosis.2 Untuk tumor yang berdiferensiasi buruk,

12
myxofibrosarcoma merupakan tumor yang harus disingkirkan pertama kali.
Myxofibrosarcoma memiliki karakteristik: massa jaringan lunak yang besar pada
area torso tubuh dan ekstremitas, terutama pada kelompok usia tua, batas tumor
yang tidak jelas, perdarahan dalam tumor, nekrosis, sinyal radiologis yang tidak
merata, dan stratifikasi dalam kantung nekrotik.2,11 Sebagian besar
myxofibrosarcoma memiliki kemampuan infiltrasi yang kuat dengan invasi ke
jaringan sekitar membuat mereka sulit dipisahkan dari jaringan yang diinvasi.
Dapat dipahami bahwa sulit membedakan tumor-tumor ini dengan pencitraan,
kecuali memiliki karakteristik yang khusus seperti contoh di atas.

Gambar 9. Fibromatosis tipe desmoid di betis


seorang perempuan berusia 23 tahun yang
tidak respon terhadap beberapa terapi
termasuk reseksi bedah, ablasi kriogenik,
kemoterapi imatinib, dan terapi radiasi.
Amputasi dilakukan sebagai terapi definitif.
Potongan sagital dari T1WI menunjukan massa
jaringan lunak rekuren yang besar (*) dengan
sinyal intensitas lemah dari pita kolagen (anak
panah) dan perluasan fascia (tanda panah) di
inferior (fascial tail sign)

13
Gambar 10. Potongan sagital dari proton density lengan
atas seorang perempuan 63 tahun menunjukan massa
memanjang berbentuk gelondong pada jaringan subkutan
(tanda panah tipis). Tail-like margin (tanda panah tebal)
adalah tanda ekstensi lesi di sebelah kaudal.

Biopsi

Terdapat beberapa prosedur biopsi untuk soft tissue sarcomas; dapat dilakukan
biopsi insisional atau eksisional lewat operasi terbuka.3,4 Prosedur minimal invasif,
seperti Fine Needle Aspiration (FNA) atau Core needle Biopsy juga dapat
digunakan.3 Keuntungan biopsi minimal invasif adalah rendahnya tingkat
komplikasi perioperatif dan mengurangi risiko kontaminasi sel tumor.3 Namun,
diagnosis yang akurat hanya bisa didapatkan jika sampel jaringan berasal dari
tumor dengan lokasi yang berbeda dan bahan tersebut cukup untuk proses typing
dan grading histologis. Karena seringkali jaringan yang didapatkan melalui FNA
dinilai kurang memadai, FNA dikiritisasi dan seringkali dianggap kurang baik
untuk dijadikan sebagai sarana diagnostik.4 Biopsi FNA dalam mendiagnosis
fibrosarkoma hanya direkomendasikan jika temuan histologis, yang
diinterpretasikan oleh dokter patologi anatomi yang berpengalaman,
dibandingkan/ disesuaikan dengan temuan klinis dan radiologis.3 Di RS Pusat

14
Onkologi, misalnya, dimana komunikasi interdisiplin dan ekspertisi para ahli
terintegrasi, sensitifitas FNA mencapai 95%. Sensitifitas core needle biopsy
(tru-cut) lebih tinggi.3 Walaupun peran diagnosis biopsi FNA pada sarkoma
jaringan lunak terbatas, FNA dapat digunakan untuk mengkonfirmasi rekurensi
tumor dan metastasis ke kelenjar getah bening. Lain dengan FNA, banyaknya
jaringan yang didapatkan melalui core needle biopsy secara umum dinilai
memadai, sehingga pemeriksaan CT-guided core-needle biopsy merupakan
prosedur diagnostik yang baik.3 Jika ukuran tumor melebihi 3 cm dan/ atau
metode minimal invasif telah gagal, biopsi melalui pembedahan menjadi pilihan.
Jika tumor jaringan lunak berukuran 3-5 cm, harus dilakukan biopsi eksisional.
Apabila tumor melampaui 5 cm, biopsi insisional boleh dilakukan dimana hanya
sebagian massa tumor yang direseksi. Bahan yang didapatkan dari biopsi dapat
menentukan tipe dan grade histologis tumor dan pemeriksaan imunohistokimia
selanjutnya.3,4

Penentuan stadium/ Staging


Penentuan stadium fibrosarkoma berdasarkan sistem American Joint Committee
on Cancer Staging (AJCC) dan International Union Against Cancer (IUCC)
tahun 2010 mencakup grade diferensiasi tumor, ukuran tumor, lokasi relatif
terhadap fascia otot, keterlibatan kelenjar getah bening, dan ada tidaknya
metastasis jauh.3,4
 Tumor primer (T)
Tx : Tumor tidak dapat diukur
T0 : Tidak terdapat tumor
T1 : Tumor berukuran ≤ 5cm
T1a : Tumor terletak di atas/ superfisial dari fasia muskular
T1b : Tumor terletak di bawah/ profunda dari fasia muskular
T2 : Tumor berukuran > 5 cm
T2a : Tumor terletak di atas/ superfisial dari fasia muskular
T2b : Tumor terletak di bawah/ profunda dari fasia muscular

 Kelenjar limfe regional (N)


Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat diperiksa

15
N0 : Tidak terdapat metatastase ke kelenjar limfe regional
N1 : Terdapat metastase ke kelenjar limfe regional
 Metastase jauh (M)
Mx : Metastase jauh tidak diketahui
M0 : Tidak terdapat metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh

Grading Histopatologis
Berdasarkan pemeriksaan histopatologis, maka soft tissue sarcoma dapat
ditentukan derajat keganasannya. Penilaian ditentukan berdasarkan jumlah mitosis,
derajat selularitas, polimorfisme nuklear, nekrosis sel, dan neo-vaskularisasi.
Gx : Grade tidak dapat diketahui
G1 : Diferensiasi baik
G2 : Diferensiasi sedang
G3 : Diferensiasi buruk
Penentuan stadium

Tabel 3. Penetuan Stadium (Staging) soft tissue sarcoma

16
Tatalaksana
Tatalaksana Bedah
Pembedahan merupakan tatalaksana standar dari soft tissue sarcoma.3,4 Prosedur
bedah bergantung kepada lokasi, ukuran dan tingkat keganasan tumor. Sedapat
mungkin dilakukan pembedahan R0, yaitu pembedahan sampai batas bebas tumor
tercapai untuk meminimalkan terjadinya rekurensi. Ini artinya tidak hanya
jaringan tumor, tapi juga jaringan sehat disekitar tumor harus diangkat karena sifat
petumbuhan fibrosarkoma yang infiltratif. Batas bebas tumor 2 cm seringkali
direkomendasikan, walaupun batas yang benar-benar aman belum ditentukan
hingga saat ini. Pada kasus tumor yang dalam, high-grade, besarnya </>5 cm,
terapi radiasi setelah reseksi R0 sangat direkomendasikan.3,4

Radioterapi
Radioterapi juga dianggap sebagai standar dalam penatalaksanaan soft tissue
sarcoma, namun begitu masih banyak kontroversi yang signifikan mengenai
waktu yang tepat untuk pemberiannya dalam kaitannya dengan pembedahan.
Radiasi sebelum operasi memungkinkan dokter spesialis onkologi radiasi untuk
memberikan dosis radiasi yang lebih kecil untuk volume target yang lebih kecil
sehingga toksisitas menjadi minimal.4 Akan tetapi, ada pendapat yang
menyatakan radiasi sebelum operasi dapat meningkatkan komplikasi luka karena
mengganggu proses penyembuhan luka.3,4 Radioterapi diberikan setelah operasi
untuk berbagai alasan, termasuk diagnosis patologi sarkoma yang baru ditegakkan
setelah operasi, ingin mendapatkan terapi yang adekuat setelah evaluasi
pasca-operasi, ketidakmampuan mencapai margin bebas tumor dengan preservasi
fungsi yang ingin dicapai, dan ditemukannya lesi yang lebih luas dibandingkan
pencitraan pra-operasi dan data patologis.4 Pilihan radiasi pra- atau pasca-operasi
memiliki manfaat dan kerugian masing-masing, serta harus diputuskan
berdasarkan keadaan pasien dan menggunakan pendekatan multidisiplin.

Kemoterapi
Selain pembedahan dan radioterapi, kemoterapi termasuk kategori tatalaksana
mayor. Dengan mentargetkan dan memusnahkan sel yang membelah dan

17
berkembang sangat cepat, seperti sel tumor ganas, agen kemoterapi secara luas
digunakan untuk menstabilkan penyakit dan mencapai remisi tumor.3
Kemoterapi adjuvan pada soft tissue sarcoma masih kontroversial. Pasien
dengan keganasan tahap lanjut merupakan kelompok yang seringkali
menunjukkan manfaat dari kemoterapi adjuvan ini. Secara umum, jumlah pasien
dengan respon buruk atau tidak berespon terhadap kemoterapi diantara pasien
fibrosarkoma sangat tinggi.3,4
Kemoterapi pada pasien fibrosarkoma tahap lanjut adalah berdasarkan
anthracycline sebagai lini pertama terapi. Doxorubicin adalah agen kemoterapi
yang secara luas digunakan. Disamping doxorubicin, tingkat respon diatas 15%
juga dicapai oleh actinomycin D dam ifosfamide. Peningkatan kelangsungan
hidup dilaporkan terjadi pada 4-11% dari pasien dengan sarkoma yang menerima
kemoterapi. Sebagai catatan, fibrosarkoma diketahui dapat mengalami co-resisten
terhadap vincristine, actinomycin D, vinblastine, dan etoposid ketika diterapi
dengan agen lini pertama doxorubicin. Fenomena ini dikenal sebagai multidrug
resistance (MDR).3
Berbeda dengan terapi adjuvan, terapi neo-adjuvan dinilai lebih efektif.
Pasien dengan fibrosarkoma high-grade mendapatkan manfaat dari terapi MAID
(Mesna, Doxorubicin, Ifosfamide, Dacarbazine).3

Prognosis

Prognosis fibrosarkoma dan soft tissue sarcoma ditentukan oleh beberapa faktor,
diantaranya: umur pasien, ukuran tumor, kedalaman dan keganasan tumor,
keterlibatan saraf, pembuluh darah dan tulang, juga potensi metastasis dan
rekurensi tumor.1,3

Grading histopatologis pada fibrosarkoma merupakan indikator prognosis


yang penting. Prognosis menjadi kurang baik, apabila: grade histologis tinggi,
banyak jaringan nekrosis (>50%), aktivitas mitotik tinggi (>20/10 hpf), dan
kepadatan kolagen yang berkurang dibandingkan dengan selularitas yang
bertambah. Selain itu, faktor lain yang menentukan prognosis yang buruk adalah
lokasi tumor yang dalam dan ukuran tumor yang melebihi 5 cm.1,3

18
Terlepas dari grade, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun (5-year survival rate)
penderita fibrosarkoma secara umum adalah sekitar 40-60%. Tingkat
kelangsungan hidup 10 tahun adalah 60% untuk tumor low-grade dan 30% untuk
tumor high-grade. Faktanya, 80% fibrosarkoma tipe dewasa ditemukan sebagai
keganasan high-grade.3

Bergantung kepada grade tumor, umur pasien, dan histologi batas tumor,
tingkat rekurensi adalah antara 12-79%, dengan rata-rata 40%-50%. Pada 10-20%
pasien yang menjalani reseksi tumor yang adekuat, rekurensi terjadi dalam 5
tahun pertama pasca operasi. Metastasis hematogenik ditemukan pada 9-63%
pasien dengan fibrosarkoma tipe dewasa. Lokasi penyebaran yang paling umum
adalah paru-paru dan tulang aksial.3,4,5 Pada jumlah kasus yang lebih sedikit,
ditemukan juga penyebaran pada kelenjar getah bening.3,

19
II. LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Nn. S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 31 tahun
Alamat : Makassar
No. MR : 836356

Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada lutut kiri sejak 1 tahun
SMRS. Benjolan semakin bertambah besar setiap harinya dan terasa nyeri
terutama pada malam hari. Keluhan ini disertai dengan penurunan berat badan.
Keluhan tidak disertai demam. Riwayat cedera sebelumnya disangkal. Tidak ada
benjolan di bagian tubuh lainnya.

Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Kesadaran : Compos mentis


Tanda vital : TD : 110/70 mmHg
N : 82 kali/ menit
S : 36,5°C
P : 20 kali/ menit
Mata : Konjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru : Suara nafas vesikular +/+ ronki -/- wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel, pembesaran hati/limpa -/- bising usus (+)
normal

20
Status lokalis

Regio lutut kiri


Look : Tampak massa sebesar bola kaki, batas tidak jelas,
venektasi (+), sewarna kulit sekitar, kulit mengkilap (+),
luka (+), jaringan parut (-).
Feel : Massa berukuran diameter 44 cm (diamater kontralateral
28 cm), konsistensi padat, immobile, permukaan halus,
suhu teraba sama dengan sekitar, nyeri tekan (-), CRT < 2
detik, sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis dan
tibialis posterior teraba.
ROM : Gerakan lutut aktif dan pasif terbatas.

21
Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi rutin (23 Juli 2018)

Hb : 11,0 g/dL
HCT : 35 %
MCV : 86 fL
MCH : 27 pg
MCHC : 31 g/dL
PLT : 356 x103 /µL
WBC : 8,6 x103 /µL
Basofil : 0,3 x103 /µL
Eosinofil : 2,6 x103 /µL
Neutrofil : 77,8 %
Limfosit : 13 %
Monosit : 6,3 x103 /µL

22
Kimia darah (11 Juli 2018)

SGOT : 9 U/L

SGPT : 39 U/L

Ureum : 12 mg/dL

Creatinine : 0,4 mg/dL

Na : 143 mEq/L

K : 4,1 mEq/L

Cl : 102 mEq/L

Fosfatase Alkali : 58 U/L

LDH : 455 U/L

CRP : 6,3 mg/dL (<1)

23
Pemeriksaan Radiologi

Foto genu sinistra AP/ Lateral (12 Juli 2018)

Foto genu sinistra AP/ Lateral:


 Alignment pembentuk genu sinistra intak, tidak tampak dislokasi
 Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang
 Mineralisasi tulang baik
 Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik
 Tampak soft-tissue swelling pada aspek medial genu sinistra
Kesan: sesuai gambaran soft tissue sarcoma

24
MRI genu sinistra (tanpa kontras) (6 Juni 2018)

25
26
27
28
MRI genu sinistra sekuens T1WI tanpa kontras, T2WI, Watersep, dan Fatsep
potongan aksial, coronal, dan sagital:
 Tampak massa heterointens dominan hipointens pada T1WI dan
watersep, heterointens dominan hiperintens pada T2WI dan fatsep,
berbatas tegas, tepi ireguler, berukuran ± 10 x 11,6 x 8,4 cm pada soft
tissue regio anterior hingga lateral genu sinistra
 Tampak erosi os patella sinistra
 Meniscus, ACL, dan PCL dalam batas normal
 Tulang-tulang lainnya dalam batas normal
Kesan: sesuai gambaran soft tissue sarcoma yang menginfiltrasi os patella sinistra

29
Pemeriksaan Histologi
Fine-needle Aspiration Biopsy (FNAB) (22 Maret 2018)

Object 10x. Sel atipik berkelompok

Object 10x. Sel atipik yang tersebar

30
Object 40x sel spindel atipik dengan kromatin kasar

Object 40x. Sel spindel atipik dengan kromatin kasar

31
Object 4x. Sel spindel atipik yang berkelompok dan sebagian tersebar

Fine-needle Aspiration Biopsy:

Sediaan apusan sangat seluler terdiri dari banyak sel spindel atipik, kromatin kasar,
umumnya tersusun berkelompok dengan kohesi agak longgar dan sebagian
tersebar tidak kohesif. Latar belakang eritrosit.

Kesan: malignant tumor yang sesuai untuk sarkoma

Tatalaksana

Tatalaksana bedah, yaitu eksisi luas dengan aplikasi fiksasi eksternal tungkai
bawah kiri dilakukan pada tanggal 18 Juli 2018 dan jaringan tumor dikirim untuk
pemeriksaan patologi anatomi.

32
33
34
Pemeriksaan Patologi Anatomi (24 Juli 2018)

Object 4x

35
Object 20x

Object 40x

Temuan patologi Anatomi: IA,IB,IC,II. Sediaan jaringan asal massa tumor


menunjukkan proliferasi sel inti spindel atipik yang sangat seluler, kromatin inti
kasar, nukleoli prominent, mitosis banyak, terdapat fokus-fokus nekrosis (<50%),
sel tumor tersusun membentuk gambaran herring bone dan massa tumor tidak
berbatas tegas.

Kesimpulan: Moderate Grade Sarcoma, yang sesuai untuk Fibrosarcoma

36
III.DISKUSI

Pasien perempuan 31 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan pada lutut
kiri sejak 1 tahun SMRS. Benjolan semakin bertambah besar setiap harinya dan
terasa nyeri terutama pada malam hari. Keluhan ini disertai dengan penurunan
berat badan. Keluhan tidak disertai demam. Riwayat cedera sebelumnya disangkal.
Tidak ada benjolan di bagian tubuh lainnya.

Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium semuanya dalam batas normal.


Pemeriksaan radiologi foto genu dan MRI serta pemeriksaan patologi anatomi
didapatkan hasil sesuai gambaran soft tissue sarcoma. Tetapi setelah operasi eksisi
luas dengan aplikasi fiksasi eksternal tungkai bawah kiri dan jaringan tumor
dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi didapatkan hasil : Moderate Grade
Sarcoma, yang sesuai untuk Fibrosarcoma

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Baheti A, Malley R, Kim S, et al. Soft Tissue Sarcomas: An Update for


Radiologist Based on The Revised 2013 World Health Organization
Classification. American Journal of Roentgenology. 2016 Mei; 206:924-932.

2. Wang H, Nie P, Dong C, et al. CT and MRI findings of Soft Tissue Adult
Fibrosarcoma in Extremities. Hindawi BioMed Research International. 2018
March; 2018:1-7.

3. Augsburger D, Nelson P, Kalinski T, et al. Current Diagnostic and Treatment


of Fibrosarcoma-Perspective for Future Therapeutic Targets and Strategies.
Oncotarget. 2017 November;8(61):104638-104653.

4. Wirawan S, Gondhowiardjo S. Peranan Radioterapi terhadap Soft Tissue


Sarcoma (STS) di Ekstremitas. Journal of the Indonesian Radiation Oncology
Society. 2014 Januari; 5(1):34-41.

5. Robinson E, Bleakney R, Ferguson P, et al. Multidisciplinary Management of


Soft Tissue Sarcoma. Radiographics. 2008 November-Desember;
28(7):2069-2086.

6. Standring S, editor. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical


Practice. Edisi 41st. Amerika Serikat: Elservier; 2016.

7. Picci P, Manfrini M, Fabbri N, et al. Atlas of Musculoskeletal Tumor and


Tumor-like Lesions. Cham.2014;3017-309.

8. Angiero F, Rizzuti T, Crippa R, et al. Fibrosarcoma of the Jaws: Two Cases


of Primary Tumors with Intraosseous Growth. Anticancer Research.
2007;27:2573-2581.

9. Zindanci I, Zemheri E, Kavala M, et al. Fibrosarcoma Arising from a Burn


Scar. European Journal of Dermatology. 2011;21:996-997.

10. Wu J, Hochman M. Soft Tissue Tumors and Tumor-like Lesions: A


Systematic Imaging Approach. Radiology. 2009 November; 253(2):297-316.

38
11. Soper J, Brown W, Schatz J. Radiology of Bone and Soft Tissue Sarcomas.
Cancer Forum. 2010 November; 34(3):1-5.

12. Aga P, Singh R, Parihar A, et al. Imaging Spectrum in Soft Tissue Sarcomas.
Indian J Surg Oncol. 2011 Oktober-Desember; 2(4):271-279.

39

Anda mungkin juga menyukai