PORFIRIA
Porfiria 1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Referad mengenai
Penyakit Porfiria.
Dengan rasa hormat dan terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan oleh pembimbing
kami, yaitu dr Erita Bustami, Sp.PD.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan pada
penulisan berikutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.Amin.
Penulis
Porfiria 2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
2.1 Porfiria............................................................................................................................3
2.1.1 Definisi........................................................................................................................3
2.1.2. Etiologi..............................................................................................................................5
2.1.3. Epidemiologi....................................................................................................................6
2.1.5. Diagnosa...........................................................................................................................8
Porfiria 3
2.1.6. Manifestasi Klinis............................................................................................................8
2.1.8. Penatalaksanaan.............................................................................................................10
2.1.10 Prognosis.........................................................................................................................11
2.1.11 Pencegahan.....................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................12
3.2 Saran.............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
Porfiria 4
Porphyria berasal dari kata Yunani, porphura yang artinya warna ungu. Nama
ini mengacu pada perubahan warna beberapa cairan tubuh menjadi ungu, salah
satunya urin. Porphyria terdiri dari beberapa tipe dengan beragam gejala. Tidak semua
jenis porphyria memperlihatkan gejala ke-‘vampir’-an. Secara umum, porphyria
dibagi dua: acute porphyria dan cutaneous porphyria. Acute porphyria menyerang
sistem saraf, dengan gejala nyeri di bagian perut, muntah, konstipasi, diare, lemah
otot, demam, dan halusinasi. Cutaneous porphyria menyerang neuron saraf kulit,
menyebabkan kulit penderitanya sangat sensitif dan mudah melepuh jika terkena sinar
ultraviolet. Porphyria jenis inilah yang sering diidentikkan dengan ciri-ciri vampir.
Porphyria cutanea tarda, jenis porphyria yang paling sering ditemui,
termasuk tipe yang menyerang saraf kulit. Dalam kaitannya dengan lokasi
penumpukan porphyrin, porphyria juga dibagi menjadi dua: hepatic porphyria
(penumpukan di liver/hati) dan erythropoietic porphyria (penumpukan di sumsum
tulang produsen sel darah merah). Porphyria merupakan kelainan yang langka, dan
bukan penyakit menular. 20% penderita mendapatkan porphyria melalui pewarisan
genetik, sedangkan 80% disebabkan oleh penggunaan narkotika dan alkohol.
Ada beberapa orang terkenal yang diduga kuat menderita porphyria, antara
lain: George William III (raja Inggris 1760-1820), Mary Stuart (sepupu George III,
ratu Skotlandia 1542-1567), Vincent van Gogh (pelukis impresionis), dan
Nebukadnezar II (raja Babylonia 605-562 SM).
1.3. Tujuan
Porfiria 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PORFIRIA
2.1.1. Definisi
Porfiria (Porphyrias) adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh
kekurangan enzim-enzim yang terlibat dalam sintesa heme.
Heme adalah senyawa kimia yang membawa oksigen dan memberi warna
merah kepada darah. Heme merupakan komponen utama dari hemoprotein (suatu
jenis perotein yang terdapat dalam semua jaringan).
Sejumlah besar heme disintesa di dalam sumsum tulang untuk membuat
hemoglobin. Hati juga menghasilkan sejumlah besar heme dan sebagian besar
digunakan sebagai komponen dari sitokrom. Beberapa sitokrom dalam hati
mengoksidasi bahan kimia asing, termasuk obat-obatan, sehingga lebih mudah
dikeluarkan dari tubuh.
3 jenis porfiria yang paling sering ditemukan adalah:
• Porfiria kutanea tarda
• Porfiria intermiten akut
Porfiria 6
• Protoporfiria eritropoetik.
Beberapa porfiria yang lebih jarang terjadi memiliki gambaran yang sama satu
sama lainnya:
- Kekurangan asam delta-aminolevulinat dehidratase
- Porfiria eritropoetik kongenital
- Porfiria hepatoeritropoetik
- Koproporfiria herediter
- Porfiria variegat.
Porfiria dapat dikelompokkan melalui beberapa cara. Yang paling banyak dipakai
adalah pengelompokan berdasarkan kekurangan enzim. Sistem pengelompokan lainnya
membedakan porfiria akut (yang menyebabkan gejala-gejala neurologis) dengan
porfiria kutaneus (yang menyebabkan fotosensitivitas kulit).
2.1.2. Etiologi
8 macam enzim yang berbeda bekerja pada tahap-tahap yang berurutan dalam
pembuatan heme. Jika terjadi kekurangan salah satu enzim yang bekerja pada
rangkaian pembuatan heme tersebut, prekursor kimia dari heme akan terkumpul
dalam jaringan (terutama dalam sumsum tulang atau hati). Prekursor-prekursor ini
(termasuk asam delta-aminolevulenat, porfobilinogen dan porfirin) akan muncul
dalam darah dan dibuang melalui air kemih atau tinja.
Semua porfiria, kecuali porfiria kutanea tarda, bersifat herediter (merupakan
penyakit keturunan). Semua penderita porfiria herediter memiliki kekurangan enzim
yang sama. Tetapi mereka memiliki mutasi yang berbeda dalam gen untuk enzim
tersebut, kecuali jika berasal dari keluarga yang sama.
• porfiria yang disebabkan karena warisan autosomal resesif gen yang mengkode
untuk protein enzim III uroporphyrinogen abnormal sintase.
• Hal ini dapat disebabkan oleh obat.
• porfiria Penyebab karena kelebihan heme dan produksi porfiria. Heme terdiri dari empat
Porfiria 7
cincin porfirin.
• Hal ini disebabkan karena mutasi.
• Estrogen dan infeksi dengan hepatitis C menyebabkan untuk penyakit porfiria.
• Hal ini juga menyebabkan karena penggantian hormon.
• minum alkohol Kelebihan lainnya adalah faktor bertanggung jawab untuk penyakit porfiria.
• Gen-gen yang cacat menyebabkan enzim yang mengkonversi porfirin untuk heme
ke abnormal.
• Puasa, paparan sinar matahari, merokok juga bertanggung jawab untuk penyebab
penyakit porfiria.
• menstruasi hormon
2.1.3. Epidemiologi
Tipe Porfiria
setiap jenis porfiria dan kekurangan enzim yang bertanggung jawab atas gangguan ini. Porphyrias sering
diklasifikasikan sebagai akut atau kulit. Jenis porfiria akut mempengaruhi sistem saraf, sedangkan jenis kulit
terutama mempengaruhi kulit. Dua bentuk coproporphyria porfiria-keturunan dan porfiria mencat-dapat
berupa akut atau kulit, atau keduanya.
Types of Porphyria
Type of Porphyria Deficient Enzyme
Acute Porphyrias
ALAD porphyria delta-aminolevulinic acid
dehydratase
Porfiria 8
acute intermittent porphyria porphobilinogen deaminase
hereditary coproporphyria coproporphyrinogen oxidase
variegate porphyria protoporphyrinogen oxidase
Cutaneous Porphyrias
congenital erythropoietic uroporphyrinogen III cosynthase
porphyria
2.1.5. Patofisiologi
2.1.6. Patogenesis
Diagnosa
Jika dicurigai suatu porfiria akut, maka dilakukan pengukuran kadar asam
delta-aminolevulenat dan porfobilinogen dalam air kemih. Jika diduga suatu porfiria
kutaneus, dilakukan pemeriksaan kadar porfirin dalam plasma darah. Pemeriksaan
lainnya (termasuk pengukuran enzim sel darah merah) dilakukan jika hasil dari salah
satu tes penyaringan tersebut abnormal.
Porfiria 9
• Kelemahan di lengan dan kaki
• Gelap dan penebalan kulit.
• Mual
• Pertumbuhan rambut di dahi
• Sakit pada dada
• Pembengkakan
• Depresi
• Nekrosis kulit dan gusi
• Muntah
• gangguan mental
• Gigi memiliki warna kemerahan.
• Diare
• halusinasi
• Perubahan kepribadian
• distensi abdomen
• Gatal
2.1.9. Penatalaksanaan
Diagnosis porfiria sangat sulit karena berbagai gejala yang sangat umum banyak gangguan
dan interpretasi tes kompleks. Setiap bentuk diperlakukan berbeda.
• Diagnosis porfiria dilakukan melalui analisis spektroskopi dan biokimia darah, urine, dan
tinja.
• Urine tes skrining telah dilakukan untuk mendeteksi penyakit porfiria.
• biokimia tes digunakan untuk mengidentifikasi penyakit ginjal.
• porfiria akut diobati dengan suntikan glukosa intravena, khusus minuman glukosa yang
tinggi dan obat-obatan heme seperti Panhematin.
• The beta karoten antioksidan s digunakan untuk mengurangi kerusakan jaringan dari
pemaparan dari reaksi kimia yang membantu mengurangi gejala porfiria kulit.
Porfiria 10
• hormonal pengobatan dilakukan pada wanita yang memiliki penyakit porfiria.
• Porphyria kejang perawatan digunakan untuk menyembuhkan beberapa gejala.
• Ambil diet tinggi karbohidrat untuk menyembuhkan porfiria.
• Menghindari overexposure dengan sinar matahari.
• Beberapa obat yang berbeda dapat digunakan dalam pengobatan Porphyria yang terdiri dari
klorpromazin, chlorpromanyl, largactil, novochlorpromazine, ormazine, Thora-Dex,
Thorazine, SR dll Thorazine
2.1.10. Diagnosis Banding
2.1.11. Prognosis
Menghindari jaringan parut sinar matahari dan meminimalkan mutasi.
2.1.12. Pencegahan
• Hindari sinar matahari keluar hanya pada malam hari.
• Hindari puasa.
• Hindari konsumsi anggur, bir dan zat alkohol.
• Hindari dehidrasi.
• Hindari suplemen zat besi dan vitamin yang mengandung zat besi
2.1.2. Etiologi
Porfiria kutanea tarda terjadi di seluruh dunia dan merupakan satu-satunya bentuk porfiria
yang bukan herediter (penyakit keturunan).
Penyakit ini merupakan suatu porfiria hepatik, terjadi bila uroporfirinogen dekarboksilase
(salah satu enzim di hati yang penting untuk pembentukan heme), menjadi tidak aktif. Faktor
penyokong terjadinya penyakit ini adalah:
- zat besi
- alcohol
- esterogen
Porfiria 11
- infeksi virus hepatitis C.
Kadang porfiria kutanea tarda terjadi pada penderita yang terinfeksi oleh HIV.
Walaupun penyakit ini tidak diturunkan, kadang-kadang kekurangan enzim uroporfirinogen
karboksilase yang bersifat parsial, diwariskan oleh salah satu dari kedua orang tuanya dan
menjadikan seseorang mudah untuk menderita penyakit ini. Kasus seperti ini disebut porfiria
kutanea tarda familial.
2.1.3. Epidemiologi
2.1.5. Patofisiologi
2.1.6. Patogenesis
Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis porfiria kutanea tarda, dilakukan pemeriksaan
plasma darah, air kemih dan tinja terhadap kemungkinan adanya porfirin. Porfiria
yang menyebabkan lesi (luka) pada kulit disertai dengan tingginya kadar porfirin
dalam plasma darah. Pada porfiria kutanea tarda, kadar porfirin dalam air kemih dan
tinja juga meningkat.
Porfiria 12
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
2.1.9. Penatalaksanaan
Porfiria kutanea tarda adalah porfiria yang paling mudah diobati.
Dilakukan suatu prosedur yang disebut phlebotomi, dimana sekitar 0,5 L darah diambil setiap
1-2 minggu.
Phlebotomi akan membuat penderita mengalami kekurangan zat besi yang ringan.
Kadar porfirin di hati dan plasma darah akan turun secara bertahap, kulit akan membaik
dan pada akhirnya menjadi normal kembali.
Biasanya phlebotomi dilakukan hanya 5-6 kali; anemia akan terjadi bila terlalu sering
dilakukan phlebotomi.
2.1.2. Etiologi
Porfiria 13
Porfiria intermiten akut adalah porfiria hepatik yang disebabkan oleh kekurangan enzim
porfobilinogen deaminase, yang juga dikenal sebagai enzim hidroksimetilbilane sintase.
Kekurangan enzim ini diwariskan dari salah satu orangtua, tetapi sebagian besar dari mereka
yang mewarisi kelainan ini tidak pernah menunjukkan gejala-gejala. Porfiria intermiten akut
terjadi pada semua ras, namun lebih sering pada orang-orang Eropa Utara.
Faktor-faktor lainnya (obat-obatan, hormon atau diet) dapat mengaktifkan penyakit ini dan
menimbulkan gejala-gejala.
Berbagai obat (termasuk barbiturat, obat anti kejang dan antibiotik sulfonamid) dapat
menimbulkan serangan.
Hormon (progesteron dan steroid lainnya), diet rendah kalori-rendah karbohidrat serta
pemakaian alkohol yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya gejala.
Ketegangan yang terjadi akibat infeksi, penyakit lain, pembedahan atau tekanan psikis juga
kadang mempengaruhi terjadinya penyakit ini.
Serangan akut sering terjadi sebagai akibat dari pemberian obat-obatan seperti barbiturat,
hormon estrogen dan steroid yang dalam proses metabolismenya memerlukan heme
(sitokrom-P450). Pemakaian heme mengakibatkan konsentrasinya menurun sehingga
hambatan terhadap AmLev sintase menurun akibatnya aktivitas AmLev sintase meningkat,
produksi AmLev dan porfobilinogen juga meningkat
2.1.3. Epidemiologi
2.1.5. Patofisiologi
aktivitas enzim uroporfirinogen I menurun sehingga sintesis AmLev sintase meningkat. Akibatnya terjadi
akumulasi AmLev dan porfobilinogen di jaringan dan cairan tubuh yang kemudian diekskresi melalui urine.
Kedua bahan ini tak berwarna tetapi jika terkena sinar/udara porfobilinogen akan menjadi porfirin yang
berwarna, sehingga urine penderita
menjadi berwarna gelap jika terkena sinar/udara.
Porfiria 14
Akumulasi AmLev dan porfobilinogen menimbulkan efek toksik pada syaraf abdomen dan
SSP, sehingga menimbulkan gejala klinis nyeri perut, muntah-muntah, dan gangguan
neuropsikiatri. Kemungkina AmLev juga dapat menghambat enzim ATP-ase di jaringan
syaraf atau mungkin AmLev diambil jaringan otak sehingga melumpuhkan hantaran impuls
syaraf.
2.1.6. Patogenesis
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan kadar kedua prekursor heme
(asam delta-aminolevulinat dan porfobilinogen) dalam air kemih. Selama serangan,
kadarnya sangat tinggi dan tetap tinggi pada penderita yang mengalami serangan
ulang.
Prekursor ini bisa membentuk porfirin yang berwarna kemerahan dan bahan lainnya
yang berwarna kecoklatan. Karena itu air kemih bisa berubah warna, terutama setelah
berdiri dibawah cahaya. Perubahan warna air kemih ini juga merupakan pentunjuk
diagnostik yang penting.
Porfiria 15
Bisa juga terjadi peningkatan denyut jantung, tekanan darah tinggi, berkeringat dan
kegelisahan.
Penyembuhan bisa terjadi dalam beberapa hari, walaupun penyembuhan total dari
kelemahan otot yang berat memerlukan waktu sampai beberapa bulan atau tahun.
2.1.9. Penatalaksanaan
Serangan berat diobati dengan heme secara intravena. Di Amerika, heme tersedia dalam
bentuk hematin. Sediaan lainnya adalah heme arginat, yang memiliki efek samping lebih
kecil namun masih dalam tahap penelitian. Heme akan diambil di hati, sebagai pengganti dari
pembuatan heme yang berkurang. Kadar asam delta-aminolevulinat dan porfobilinogen
dalam darah dan urin akan berkurang dan gejala akan membaik, biasanya dalam beberapa
hari. Jika pengobatan ditunda, penyembuhan akan berlangsung lebih lama dan bisa terjadi
kerusakan saraf yang menetap.
Pemberian gukosa secara intravena dan diet tinggi karbohidrat juga dapat membantu, tetapi
kurang efektif jika dibandingkan dengan pemberian heme. Nyeri dapat diatasi dengan
pemberian obat-obatan sampai penderita memberikan respon terhadap pemberian heme atau
glukosa.
2.1.10. Diagnosis Banding
2.1.11. Prognosis
2.1.12. Pencegahan
Serangan porfiria intermiten akut dapat dicegah dengan mempertahankan asupan makanan
yang baik dan menghindari obat-obatan yang dapat memicu serangan.
Porfiria 16
Mengurangi makanan untuk menurunkan berat badan dengan cepat harus dihindari.
Heme dapat digunakan untuk mencegah serangan, namun sampai saat ini belum ada sediaan
standar.
Serangan premenstrual pada wanita dapat dicegah dengan pemberian salah satu analog GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormon) yang digunakan untuk pengobatan endometriosis, namun
pengobatan ini masih dalam tahap penelitian.
3. PROTOPORFIRIA ERITROPOETIK.
2.1.1. Definisi
penyakit autosomal resesif.
2.1.2. Etiologi
2.1.3. Epidemiologi
2.1.5. Patofisiologi
terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas uroporfirinogen I sintase dan uroporfirinogen III
kosintase, dimana terdapat kekurangan uroporfirinogen III kosintase, sehingga pembentukan
derivat yang simetris lebih besar dari yang asimetris. Karena koproporfirinogen oksidase
tidak dapat bekerja pada koproporfirinogen I (bentuk yang simetris) mengakibatkan
terjadinya akumulasi koproporfirinogen I dan prazat-prazat sebelumnya. Penderita ini
mengekskresi uroporfirinogen I dan koproporfirinogen I dalam urine yang segera dioksidasi
menjadi uroporfirin I dan koproporfirin I yang berwarna merah. Dengan sinar UV gigi
penderita memberikan fluoresensi merah, sedangkan kulitnya menunjukkan fotosensitifitas
yang berlebihan dan kerapuhan yang menyolok. Porfirinogen akan mengalami oksidasi
menjadi porfirin. Derivat porfirin yang bersesuaian akan bereaksi terhadap cahaya tampak
dengan panjang gelombang 400 nm. Pajanan cahaya ini menyebabkan porfirin terangsang
Porfiria 17
dan bereaksi dengan oksigen molekuler sehingga terbentuk radikal oksigen. Karena
reaktifitasnya radikal oksigen yang terbentuk dapat menyerang berbagai komponen sel
termasuk lisosom. Lisosom yang rusak mengeluarkan enzim pengurai yang mengakibatkan
kerusakan dan kecacatan pada kulit.
2.1.6. Patogenesis
Diagnosa
2.1.9. Penatalaksanaan
Pemberian β karoten dan tabir surya dapat mengurangi fotosensitifitas. β karoten bekerja
dengan cara menetralisir radikal oksigen (bertindak sebagai antioksidan) sedangkan tabir
surya dapat menyaring/mengurangi paparan cahaya tampak.
BAB III
Porfiria 18
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Banyak kelainan pada saraf akan memberikan menifestasi klinis berupa gangguan
fungsi Neuromuskuler, walaupun kelainan otak, sumsum tulang belakang dan saraf
parifer sangat kompleks, tetapi manifestasi klinis yang terjadi perlu di ketahui dengan
baik dengan cara mengumpulkan data-data melalui anamesis yang lengkap, pemeriksaan
neurologis, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboaturium,
sehingga kita dapat mengarahkan kecurigaan pada suatu kelainan dan mengambil hasil
yang baik untuk diagnosis.
Jadi kita sebagai seorang dokter harus dapat mengarahkan kecurigaan pada suatu
kelainan dan dapat mengambil hasil yang baik untuk diagnosis untuk seorang pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Porfiria 19
Harsono.2008. Buku Ajar Neurologi Klinis cetakan ke-4t.Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Rasjad, Chairuddin.2009.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Jakarta : Yarsif Watampone.
Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor’s Principles of neurology. 7th edition.
USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. p.1380-87.
àà DD sm pemeriksaan penunjang patogenesisi patofisioSGB !
Porfiria 20