Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

HIFEMA

Disusun oleh:

Claudia Husin (112017012)

Anthonius R.M. Charlos Ora Adja (112017062)

Cesil Raras Pambajeng (112016240)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA

RS BAYUKARTA

KARAWANG

PERIODE 10 DESEMBER 2018 - 12 JANUARI 2019


PENDAHULUAN

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata
terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat. Kelopak mata bisa
segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi
benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.Meskipun demikian, mata dan struktur di
sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi
kebutaan atau mata harus diangkat. Trauma pada mata harus diperiksa untuk menentukan
pengobatan dan menilai fungsi penglihatan.1

Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah
trauma tumpul pada mata. Walaupun trauma yang mengenai mata tidak selalu merupakan
penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan
hilangnya penglihatan unilateral. Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang
sehingga kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sclera,
kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di
dalam Camera Oculi Anterior (COA) yang disebut dengan hifema merupakan masalah yang
serius dan harus segera ditangani.2

Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan
hifema, 80% hifema terjadi pada pria, perkiraan rata-rata kejadian di Amerika utara adalah
17-20/100.000 populasi pertahun. Sering pada pasien yang berumur kurang dari 20 tahun
dan pertengahan 30 tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1. Penelitian yang
dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, menunjukan pada tahun 2002-2006 terdapat
50 kasus hifema. Kasus terbanyak pada usia 1-12 tahun. Penyebab terbanyak akibat trauma
benda tumpul.3

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara
akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya
terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-
cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.4

Pada gejala klinik pasien akan mengeluh nyeri pada mata, disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Pengelihatan pasien kabur dan akan sangat menurun. Terdapat penumpukan
darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. 4,5

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas dua yaitu hifema primer: terjadi
langsung setelah trauma, dapat sedikit dapat pula banyak. Hifema sekunder: biasanya timbul
pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat dari pada yang primer.
Penderita sebaiknya di rawat di rumah sakit, karena ditakutkan terjadi perdarahan sekunder
yang lebih hebat dari pada perdarahan primer. Perdarahan ulang dapat terjadi pada 16-20%
kasus dalam 2-3 hari.6

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma dan hemosiderosis disamping komplikasi traumanya sendiri berupa
dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak, dan iridodialysis. Besarnya komplikasi tergantung
pada tingginya hifema.7,8

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli
anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma,
prognosisnya baik karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa
hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada
seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila
tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosisnya penderita adalah
buruk kerena dapat menyebabkan kebutaan.7,8
Definisi

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata)
yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata
telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan
penglihatan.

Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.2,3

Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pengihatan
pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian
bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2,3

Klasifikasi

a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi2,3:

1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)

3. hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah

4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah

5. hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)

b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:

1. hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata

2. hifema sekunder terjadi 3-5hari setelah trauma pada mata

c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:


1. makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang

2. mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop

d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:

 Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan


 Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
 Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan
 Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,
blackball atau 8-ball hyphema

Gambar 1. Pembagian hifema berdasarkan darah yang berada di bilik mata depan.

Patofisiologi

Kontusio atau benturan yang mengakibatkan penekanan bola mata anteroposterior,


pengembangan bagian tengah skleral, limbus menegang dan perubahan letak lensa/ iris
posterior dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak pada sudut bola mata.2,5
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa
menyeb abkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris
dan merusak sudut COA. Tetapi juga dapat terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler
okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea.6

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut hifema primer. Hifema
sekunder biasanya timbul pada hari ke 3 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat
dari perdarahan primer. Oleh karena itu seorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 3-5
hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi dari bekuan darah terjadi
terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi
kembali.9,10

Penyembuhan darah dari hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah
melalui sudut COA menuju canal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui
permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah
ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat
penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan
kornea menjadi berwarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya
dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema
yang penuh disertai glaukoma.9,10

Penegakan Diagnosis

Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya


hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa
dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-
tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar),
penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat,
kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.5-8

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan
mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat
terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot
sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi
pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil.5-8
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu
media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan
tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah.
Kenaikan tekanan intra okuler ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga
dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi
membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama
berada di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan
kerusakan jaringan kornea.5-8

Diagnosis Banding

Endoftalmitis

Endoftalmitis merukapan peradangan berat dalam bola mata, akibat infeksi setelah
trauma atau bedah. Berbentuk radang supuratif di dalam bola mata akan memberikan abses
didalam badan kaca penyebabnya adalah kuman atau jamur yang masuk bersama trauma
tembus atau melalui peredaran darah. Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma atau
infeksi akibat pembedahan bola mata sedangkan yang endogen terjadi akibat penyebaran
bakteri, jamur ataupun parasite dari focus infeksi di dalam tubuh.

Gambaran kliniknya rasa sakit yang sangat, kelopak merah dan bengkak, kelopak
sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan merah, kornea keruh, bilik mata di depan keruh
disertai hipopion. Bila terlihat hipopion prognosis menjadi lebih buruk. Endoftalmitis diobati
dengan antibiotic periokilar atau subkonjungtiva dan tetes mata kortikosteroid ( AB:
Ampisilin, Kortikosteroid: Siklopegik).

Penyulit endoftalmitis bila proses perdangan mengenai 3 lapisan mata (retina koroid
dan sclera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan panoftalmitis. Prognosisnya akan
lebih buruk bila disebabkan jamur ataupun parasit.11

Uveitis Anterior

Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar biasanya
unilateral dengan onset akut. Uveitis terjadi mendadak atau akut berupa mata merah dan sakit
ataupun datng perlahan dengan mata merah dan sakit ringan dengan penglihatan yang turun
perlahan lahan. Biasanya pasien dengan uveitis anterior mengeluhkan mata sakit, merah
fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair, dan mata merah. Keluhannya
penurunan pengliahatan akibat meradangnya otot otot akomodasi.

Diperlukan pengobatan segera untuk mencegah kebutaan. Pengobatan uveitis anterior


adalah dengan steroid yang di berikan pada siang hari bentuk tetes dan malah hari berbentuk
saleb. Steroidnya dapat juga diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian steroid
jangka panjang dapat menyebabkan katarak, glaucoma, dan midrasis pada pupil.

Penyulit uveitis anterior adalah terbentuknya sinekia posterior dan anterior perifer
yang akan menyebakan glaucoma sekunder. Glaucoma sekunder sering terjadi akibat
tertutupnya trabekulum oleh sel radang atau sisa sel radang. Bila terdapat glaucoma sekunder
diberi asetazolamid. Pada umumnya penyulit uveitis: kornea keruh, glaucoma, katarak,
kekeruhan vitreus, makulopati, ablasi retina, neuritis optic, dan cyclitic pupillary
membrane.11

Komplikasi

Komplikasi dari hifema traumatik berkaitan erat dengan retensi darah di bilik mata
depan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain sinekia posterior, sinekia anterior perifer,
pewarnaan kornea (corneal bloodstaining), dan atrofi optik. Komplikasi lainnya melibatkan
kerusakan segmen posterior seperti ruptur koroid, ablasio retina, perdarahan vitreus, dan
dialisis zonular.12

Sinekia Posterior

Sinekia posterior atau adhesi iris terhadap lensadapat terjadi pada pasien dengan
hifema traumatik karena efek dari terjadinya iritis atau iridosiklitis. Akan tetapi, komplikasi
ini jarang terjadi pada pasien yang mendapat tatalaksana dengan baik. Sinekia posterior lebih
banyak terjadi pada pasien hifema yang menjalani evakuasi lewat pembedahan.12

Sinekia Anterior Perifer

Sinekia anterior perifer, dimana iris menempel ke kornea, sering terjadi pada pasien
dengan hifema yang menetap pada periode yang panjang, biasanya mencapai 9 hari atau
lebih. Hal ini disebabkanoleh adanya iritis kronik akibat trauma awal atau adanya iritis
kimiawikarena adanya darah di bilik mata depan. Kemungkinan penyebab lainnya adalah
adanya bekuan di sudut bilik yang mengakibatkan fibrosis trabecular meshwork sehingga
menutup sudut tersebut.12
Pewarnaan Kornea (Corneal Bloodstaining)

Pewarnaan kornea/corneal bloodstaining/hemosiderosis korneaterutama terjadi pada


pasien dengan hifema total dan terkait pula dengan peningkatan TIO. Kemungkinan
kemunculan komplikasi ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi integritas
endotel seperti:12

 Kondisi endotel kornea awal

 Trauma bedah pada endotel

 Banyaknya bekuan yang mengalami kontak dengan endotel

 Peningkatan TIO berkepanjangan

Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan TIO, baik akut maupun kronik. Atrofi optik
nonglaukomatosa yang terjadi pada pasien hifema dapat disebabkan oleh trauma inisial
ataupun periode transien dari peningkatan TIO.12

Penatalaksanaan

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian
maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini
masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah 5,6:

1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Perawatan Konservatif

1. Tirah baring (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi
alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi
tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini
sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema.
Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi
dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.5,6

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara
para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi
pergerakan bola mata yang sakit. 5,6

3. Pemakaian obat-obatan

 Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan. Pada hifema yang baru dan terisi
darah segar diberi obat anti fibrinolitik sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap
dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh.
Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. 5,6

 Midriatika Miotika

Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika


atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-
sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan
midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila
didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa
pemberian midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua
kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat
saja.5,6

 Ocular Hypotensive Drug

Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral


sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
 Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis
dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.5,6

Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila
hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi
bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah
sebagai berikut:
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining
3. Total dengan tekanan intra okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari 3/4 COA selama 6 hari dengan
tekanan 25 mmHg
5. Hifema mengisi lebih dari 1/2 COA yang menetap lebih dari 8-9 hari
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan
tekanan intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika tekanan intra ocular
menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh
ditunda.3,7

Prognosis

Prognosis visus akhir pasien dengan hifema bergantung kepada tiga faktor utama, yaitu
kerusakan organ mata lain, apakah terjadi perdarahan sekunder, serta apakah terjadi
komplikasi layaknya glaukoma. Lebih dari 75% pasien dengan hifema memiliki visus
akhir>20/40.11 Besar hifema tidak memengaruhi prognosis hifema. Perdarahan berulang
sering dihubungkan dengan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler, blood staining,
indikasioperasi, dan visus akhir yang buruk. Namun, sebenarnya penurunan visus pada pasien
hifema lebih dipengaruhi oleh kerusakan segmen posterior (terutama retina) dibanding
gangguan pada segmen anterior.12
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.com


2. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005
3. Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3. FKUI:
Jakarta. 2005
4. Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Available
at URL: www.uod.ac
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16th
ed.USA:McGraw-Hill. 2010
6. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular
trauma principles and practice. New York:Thieme.2002.
7. Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular TraumatologyUSA:Springer.2008.
8. Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam Studi Journal
of Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006
9. Kanski JJ. 2010, Clinical Ophtalmologhy. 7th edition. Oxford: Butterworth-
Heinemann.
10. Resse M. Eye trauma. University of Illinois [online]. Diunduh dari:
www.uic.edu/com/eye/LearningAboutVisionFacts/EyeTrauma.Shtml
11. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke 5. Jakarta: BPFKUI; 2015.h.
180-4, 284.
12. Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari
http://emedicine.medspace.com/article/1190165-overview

Anda mungkin juga menyukai