GAYUNG HWASUBUN
Oleh
Megadini Nurbella
14/365548/SA/17503
YOGYAKARTA
2016
1
GAYUNG HWASUBUN
Oleh
Megadini Nurbella
1. Pendahuluan
Cerita rakyat merupakan prosa lama berupa tradisi lisan yang asal muasalnya
lampau. Karena diceritakan secara lisan, cerita rakyat tidak pernah diketahui siapa
pengarangnya. Hakikat lahirnya suatu cerita rakyat bukan semata-mata di dorong oleh
itu, cerita rakyat memiliki fungsi kultural yang cukup besar dan dapat mempengaruhi
Korea merupakan salah satu negara di dunia yang selalu berusaha memelihara
dan melestarikan cerita rakyatnya. Korea sendiri memiliki berbagai jenis cerita rakyat,
mulai dari dongeng, fabel sampai legenda. Salah satu bentuk karya sastra lisan
tradisional Korea yang perlu diteliti adalah cerita rakyat Gayung Hwasubun. Cerita
rakyat ini merupakan salah satu bentuk sastra lisan yang cukup terkenal di Korea.
Perwujudan moral dalam cerita rakyat Gayung Hwasubun ini menarik penulis untuk
pragmatik dapat memberikan manfaat kepada pembaca yang bertujuan dalam hal
pendidikan, moral, agama, politik, dan lainnya. Adapun sudut pandang yang penulis
gunakan dalam menganalisis cerita ini adalah sudut pandang dari ajaran Konfusianisme.
dengan agama, karena Konfusianisme tidak memiliki tuhan untuk diimani dan hanyalah
suatu ajaran hidup layaknya Taoisme. Karakteristik lain yang khas dari Konfusianisme
adalah ajaran ini sangat menekankan nilai-nilai pendidikan dan keharmonisan ataupun
keseimbangan. Seseorang akan dinilai memiliki sifat dan watak baik, apabila ia
Cinta Kasih - Ren (仁), Kesusilaan - Li (禮), Bijaksana - Zhi (智), Layak Dipercaya -
Xin (信), Setia dan Tenggang Rasa - Zhong Shu (忠 恕), Takdir - Tian Ming - (天 命),
Manusia Budiman - Jun Zi (君 子), Tiga Hubungan Tata Krama - San Gang (三 綱),
dan Lima Norma Kesopanan - Wu Lun (五 倫). Melalui kesepuluh nilai tersebut,
penulis mencoba mencari nilai-nilai Konfusianisme yang terdapat dalam cerita Gayung
2. Analisis
Pada cerita ini, dikisahkan bahwa desa tempat tinggal sang petani mengalami
kekeringan yang parah sehingga kesulitan dalam mendapatkan bahan pangan. Alhasil
sang petani harus menjual barang yang ada di rumahnya demi mendapatkan beras. Hal
…”Lalu datanglah suatu tahun yang buruk di musim panas ketika bahan
makanan terus berkurang. Apa daya sang petani akhirnya menjual perabot rumah
tangga yang ada di rumah, tidak terkecuali ceret, sendok, dan sumpit pun dibawa untuk
dijual.” (Paragraf 2)
berusaha menggunakan cara yang baik dan benar untuk memenuhi kebutuhannya.
Biarpun dilanda kesusahan, hal itu tidak menjadikan sang petani menggunakan cara
…”Kodok-kodok itu juga ingin hidup di dunia ini dan mereka pasti tidak ingin
mati dan hanya bertahan satu musim panas ini, karena itu jualah kodok-kodok itu ke
padaku.” (Paragraf 4)
disekitarnya. Jika sang petani tidak memiliki nilai cinta kasih, mungkin ia akan
Selain itu sikap sang suami yang menunjukan cinta kasih pada istrinya dapat
…”Sebagai ganti beras aku mendapatkan satu buah gayung kosong. Gayungnya
Biarpun sang petani tidak pulang membawa apa yang diinginkannya, ia tetap
bersikap lembut terhadap istrinya dan tidak menunjukan kekesalan atau penyesalan pada
istrinya. Sang petani itu juga mencoba menyenangkan hati istrinya dengan mengatakan
bahwa ia membawa sebuah gayung yang bisa digunakan. Sikap sang suami ini didasari
Nilai Kesusilaan - Li (禮) dalam bersikap juga tercermin dari perbuatan sang
Dengan sabar sang petani melepaskan kodok-kodok itu satu persatu, karena ia
…”Kalau sampai musim ini berlalu bisa-bisa semua kodok yang hidup akan
Nilai ajaran Konfusianisme yang dapat kita tangkap dari kalimat di atas adalah
Bijaksana - Zhi (智). Sifat bijaksana yang dimiliki petani membuatnya berpikir secara
panjang tentang dampak suatu tindakan. Dengan sifat ini sang petani tidak hanya
memikirkan dirinya sendiri tapi juga orang lain serta lingkungan sekitarnya.
Dan ia juga menyadari bahwa ada hak orang lain juga dalam hartanya. Oleh karena itu,
yang membutuhkan.
Nilai Layak Dipercaya - Xin (信) juga dapat ditemui dalam cerita ini. Ketika ia
asing yang menangkap kodok-kodok itu pun tak percaya dengan ucapannya. Akhirnya
…”Tidak ada gunanya aku bohong, kan? Ayo kita tukar.” (Paragraf 4)
6
kejujuran dan ketika ia benar-benar menukar beras yang dimilikinya dengan kodok-
kodok tersebut, barulah kita mengetahui bahwa sang petani adalah orang yang dapat
dipercaya.
Pada awal cerita, kita dapat mengetahui bahwa sang tokoh utama merupakan
seorang petani yang hidupnya sangat susah dari dulu sampai sekarang. Hal ini
“Pada jaman dulu, hiduplah seorang petani yang sangat miskin. Dari dulu
Dari kalimat ini, biarpun tokoh sang istri belum disebutkan dalam cerita, kita
dapat menyimpulkan bahwa si istri adalah orang yang sangat setia mendampingi
suaminya biarpun sang suami adalah seorang petani miskin yang hidupnya tidak
berubah dari dulu sampai sekarang. Hal ini mencerminkan nilai Setia dan Tenggang
…”Karena tahun yang buruk datang dan untuk hidup pun sulit, orang-orang
Kalimat ini juga menunjukan nilai tenggang rasa, dapat dilihat petani tersebut
mencoba memahami alasan di balik sikap orang asing tersebut dan mencoba berpikir
…”Karena tahun yang buruk datang dan untuk hidup pun sulit, orang-orang
Hal ini mencerminkan kepercayaan sang petani terhadap Takdir - Tian Ming (天
命). Petani tersebut tidak menyalahkan apapun atau siapapun ketika keadaan menjadi
tersebut akhirnya membawa kepada sikap yang budiman. Sikap ini ditunjukan pada
kalimat :
“Karena berpikir seperti itu akhirnya petani tersebut dengan murah hati
Karena desas-desus menyebar di mana pun ketika persediaan beras berkurang, orang-
orang mencari petani tersebut.” Dari kalimat tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa
kebaikan hati sang petani telah membuatnya dikenal sebagai Manusia Budiman - Jun Zi
Sikap seorang istri pada suaminya pun ditunjukan dalam cerpen ini. Dikisahkan
sang istri menunggu sang petani pulang dari pasar pada kalimat :
“Setelah sampai di rumah, ternyata istrinya yang menunggu beras dari hasil
Seorang istri sudah selayaknya menunggu si suami dan tidak keluar tanpa izin
suami, hal ini merupakan tata krama dasar dalam hubungan suami-istri.
“Sebagai ganti beras aku mendapatkan satu buah gayung kosong. Gayungnya
Nilai kejujuran yang merupakan salah satu tata krama bersikap juga ditunjukan
pada kalimat di atas. Sang petani mengatakan apa adanya hal yang terjadi dan tidak
Setelah sang petani mengatakan bahwa ia tidak membawa apa-apa selain gayung
kosong, sang istri lantas tidak langsung marah ataupun protes. Ia tanpa mengeluh
menerima apapun yang dibawa sang suami pada hari itu. Hal ini ditunjukan pada
kalimat :
Nilai tata krama terhadap suami jelas ditunjukan disini. Seorang istri memang
seharusnya dituntut untuk dapat selalu bersyukur dengan apa yang diberikan suami dan
Di paragraf ketiga ditunjukkan dialog antara si petani dan orang asing yang
Jika kita melihat teks asli dalam bahasa Korea, petani tersebut menggunakan
bahasa yang sopan ketika berbicara dengan orang yang baru ditemuinya. Penggunaan
9
bahasa yang sopan dalam kalimat tersebut merepresentasikan nilai Norma Kesopanan
“Sebagai ganti beras aku mendapatkan satu buah gayung kosong. Gayungnya
Kalimat tersebut juga dapat menunjukan nilai kesopanan suami kepada istrinya.
Sang suami, biarpun setelah bekerja keras seharian dan tidak mendapatkan apa-apa pada
akhirnya, ia tetap menggunakan kalimat yang lembut ketika berbicara pada istrinya.
Bahkan ia menaruh sendiri gayung yang dibawa ke dapur karena tidak ingin merepotkan
sang istri.
3. Kesimpulan
Dari hasil analisis cerita rakyat Gayung Hwasubun, dapat ditarik kesimpulan
bahwa cerita rakyat Korea tersebut banyak mengandung pesan-pesan atau nilai-nilai
yang banyak dianut sebagai tuntunan bersikap masyarakat Korea. Nilai-nilai dalam
cerita rakyat tersebut selain memang ingin disampaikan oleh sang penutur, juga
Eratnya pengaruh kultural dalam suatu karya sastra lisan menjadikan cerita rakyat
DAFTAR PUSTAKA
University Press.
11
LAMPIRAN
Gayung Hwasubun
Pernah mendengar cerita tentang Hwasubun? Dulu ada pot harta karun yang
terus menerus mengeluarkan tanpa berhenti sekalipun yang disebut Hwasubun. Hari ini
Pada jaman dulu, hiduplah seorang petani yang sangat miskin. Dari dulu sampai
sekarang hidup petani tersebut susah. Lalu datanglah suatu tahun yang buruk di musim
panas ketika bahan makanan terus berkurang. Apa daya sang petani akhirnya menjual
perabot rumah tangga yang ada di rumah, tidak terkecuali ceret, sendok, dan sumpit pun
dibawa untuk dijual. Setelah menjual perabotan rumah tangganya, sang petani pun
berhasil mendapatkan satu kotak beras. Di perjalanan pulang, tidak disangka ia bertemu
dengan seorang lelaki yang sedang mengumpulkan kodok yang terperangkap di sebuah
lubang besar.
“Di rumah bahan makan semakin berkurang, jadi aku menangkap kodok-kodok
ini untuk dibakar dan dimakan.” Ujarnya. Karena tahun yang buruk datang dan untuk
12
hidup pun sulit, orang-orang sampai berpikir untuk menangkap kodok untuk dimakan.
Kalau sampai musim ini berlalu bisa-bisa semua kodok yang hidup akan ditangkap
pikirnya.
Kodok-kodok itu juga ingin hidup di dunia ini dan mereka pasti tidak ingin mati
dan hanya bertahan satu musim panas ini, karena itu juallah kodok-kodok itu ke padaku.
“Juallah kodok-kodok itu padaku. Sebagai gantinya akan kuberikan satu kotak
beras ini.”
Orang yang menangkap kodok di dunia mana yang tidak ingin rezeki nomplok
seperti ini.
“Benarkah?”
Akhirnya petani tersebut menukar satu kotak beras miliknya dengan kodok
tersebut. Setelah memberikan berasnya, petani tersebut lalu membawa kodok yang
lalu dengan semangat berenang masuk ke dalam air. Setelah semua kodok masuk ke
dalam kolam dan hendak kembali, tiba-tiba para kodok tersebut keluar dari air lagi
“Kodok-kodok, ayo masuk ke dalam air lagi. Kalau kesini kalian bisa ditangkap
lagi.”
Meskipun begitu, para kodok tidak mau pergi dan terus bersuara. Untuk suatu
alasan, ternyata diam-diam seekor kodok keluar dan muncul dengan sebuah gayung.
13
kebaikanku. Baiklah, aku akan menerima gayung ini dengan senang hati.”
Sang petani berpikir seperti itu dan membawa pulang gayung yang diberikan.
Setelah seperti itu kodok-kodok tersebut masuk ke dalam air sambil melompat-lompat
dengan gembira.
Si petani yang membawa satu buah gayung itu pun sampai di rumah. Setelah
sampai di rumah, ternyata istrinya yang menunggu beras dari hasil menjual perabot
rumah tangga.
“Sebagai ganti beras aku mendapatkan satu buah gayung kosong. Gayungnya
“Eii, pintar bercanda juga kamu. Apanya yang gayung kosong, ini ada isinya,
loh.”
A, setelah mendengar seperti itu. Karena terasa aneh ia pergi ke dapur untuk
melihat keadaan. Ternyata benar kata istrinya, gayung yang tadinya benar-benar kosong
kini berisi melimpah ruah beras putih yang sangat bagus kualitasnya. Akhirnya sang
Pada pagi esoknya, sang istri pergi ke dapur. Betapa kagetnya ketika ia melihat
tersebut. Ternyata lagi-lagi gayung tersebut berisi beras lagi yang melimpah ruah.
14
Karena berpikir seperti itu akhirnya petani tersebut dengan murah hati
Karena desas-desus menyebar di mana pun ketika persediaan beras berkurang, orang-
orang mencari petani tersebut. Karena itu si petani membagikan beras di depan
juga, kalau ada satu gayung seperti itu betapa bagusnya. Tapi, setelah petani tersebut