Anda di halaman 1dari 98

MENANGKAL BERBAGAI

MACAM FITNAH DENGAN


AL-QUR’AN DAN SUNNAH
Dr. Marfat binti Kamil bin Abdillah Usrah

Diterjemahkan Oleh
Isnan Efendi Abu Abdus Syahid
www.assunnah-qatar.com
1

Kata Pengantar Penerjemah

Alhamdulillah seluruh pujian hanya milik Allah subhanahu wata’aala semata yang dengan nikmat-
nikmatNya sempurna segala kebaikan yang kita rasakan.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam
beserta keluarga dan sahabat-sahabat beliau tanpa terkecuali.
Ikhwani akhawati saudara-saudari sekalian semoga kita selalu dalam lindungan Allah subhanahu
wata’aala
Kita semua yakin hidup ini cepat atau lambat akan berakhir dengan datangnya kematian, dan Allah
menciptkan kehidupan dan kematian sebagai ujian bagi kita, sebagaiman Allah sebutkan dalam
firmannya:

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. [QS. Al-Mulk ayat 2].
Dalam ayat lain Allah subhanahu wata’aala berfirman:

ۖ
(3)

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman",
sedang mereka tidak diuji lagi?” Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.” [QS. Al-Ankabut ayat:2-3].
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapati ada orang-orang yang paham akan hakikat ujian ini dan
mengerjakan amalan yang bisa menyelamatkan mereka dari ujian itu. Namun ada juga sebagian
orang tidak tahu dirinya sedang dalam ujian, dan ada diantara kita tahu tapi lupa dan lalai.
Nau’dzubillah.
Sebab itu, kembali kepada ilmu agama menjadi kewajiban mutlak bagi setiap orang yang ingin
selamat dan sukses menghadapi berbagi rentetan ujian kehidupan dan kematian.
Kembali ke ilmu agama dengan cara meluangkan waktu menuntutnya dari ulama yang sudah diakui
keilmuan dan keteguhannya dalam memegang Sunnah dan membaca karya tulis mereka.
Diantara karya tulis ilmiah yang membahas mengenai hakikat berbagi macam fitnah dan ujian adalah
buku yang tulis oleh Dr. Marfat binti Kamil bin Abdullah Usrah yang berjudul Almanhaj Assyari fi
Muwajahatil Fitan. Sebuah karya tulis ilmiah yang tidak begitu tebal tapi bahasannya meyeluruh
seputar hakikat, sebab, solusi berbagai fitnah (ujian) baik yang sudah berlau, sedang dan akan
datang.
2

Sehubungan dengan diadakannya dauroh melayu As-sunnah Qatar yang ke-10 saya mencoba untuk
menterjemahkan kitab tersebut sebagai bahan bahasan di dalam dauroh.
Dalam hal ini saya berterima kasih kepada tim Assunnah Qatar yang telah membantu saya dan
meluangkan waktunya untuk menulis dan mengedit hasil terjemahan ini sehingga bisa dibagikan
kepada peserta dauroh.
Dengan keterbatasan waktu dan ilmu yang saya miliki tentunya dalam terjemah terdapat banyak
kekurang, dari itu saya mohon maaf dan untuk lebih jelasnya silahkan merujuk ke buku aslinya.
Mudah-mudahan terjemahan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan juga menjadi amal soleh
bagi penulisnya, penterjemah beserta timnya.

Ditulis oleh:
Isnan Efendi Abu Abdus Syahid
Izghawa Qatar, 15 Safar 1438 H [15 November 2016]
3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Penerjemah 1


Kata Pengantar .................................................................................................................................................................. 5
Mukaddimah ........................................................................................................................................................................... 6

Pendahuluan
Bahasan pertama: Definisi Fitnah secara bahasa dan istilah. ....................................................................... 9
Bahasan kedua: Bahaya Fitnah dalam agama. ..................................................................................................... 9
Bahasan ketiga: Manhaj yang benar dalam menghadapi fitnah. .................................................................. 9

Bab Pertama: Fitnah yang sudah berlalu


Pasal pertama: Contoh Fitnah-fitnah yang telah Terjadi di Antara Para Sahabat
RadhiAllahu’anhum .......................................................................................................................................................... 21
Bahasan Pertama: Perang Jamal. ................................................................................................................................ 21
Bahasan Kedua: Perang Sifin. ...................................................................................................................................... 22
Pasal Kedua: Aqidah Ahlussnunnah Wal Jamaah Kepada Para Sahabat Rasulullah
Sholallahu’alaihi wasallam. ........................................................................................................................................... 23

Bab Kedua: Fitnah yang terus berlangsung


Pasal Pertama: Fitnah dalam agama ................................................................................................................... 28
Bahasan pertama: Fitnah Lisan .................................................................................................................................. 28
Bahasan kedua : Fitnah perselisihan dan perpecahan ..................................................................................... 44
Bahasan ketiga : Fitnah Fanatik dan Mengikuti Hawa Nafsu ........................................................................ 47
Bahasan keempat : Perkara-perkara yang Terjadi Akibat Kedzaliman Pemimpin .............................. 49
Pasal Kedua: Fitnah Dunia ........................................................................................................................................ 51
Bahasan pertama: Fitnah Harta (kekayaan dan Kemiskinan) ....................................................................... 51
Bahasan Kedua: Fitnah Wanita ................................................................................................................................... 59
Bahasan Ketiga: Fitnah Anak-anak............................................................................................................................ 60

Bab ketiga: Fitnah yang akan datang


Pasal Pertama: Fitnatul Haraj (Kekacauan dan pembunuhan) ................................................................... 71
Bahasan Pertama: Menjauhi Fitnah tersebut. .................................................................................................... 71
Bahasan Kedua: Menyarungkan Pedang .............................................................................................................. 73
4

Bahasan Ketiga: Menjaga Lisan dari Membicarakan Fitnah......................................................................... 74


Pasal kedua: Fitnah Dajjal ........................................................................................................................................... 77
Bahasan Pertama: Tanda-tanda Dajjal.................................................................................................................. 77
Bahasan Kedua: Pahala Orang yang Terbunuh Ditangan Dajjal ................................................................. 78
Pasal Ketiga: Fitnah Kematian .................................................................................................................................. 82
Bahasan pertama: Mentalqin dua kalimat syahadah bagi orang yang syakaratul maut.................. 83
Bahasan kedua: Pahala orang yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallah ............................................... 86

Pasal keempat: Fitnah Kubur ................................................................................................................................. 87


Bahasan pertama: Bacaan surat Al-Mulk ............................................................................................................. 92
Bahasan kedua: Mati syahid di jalan Allah .......................................................................................................... 94
Bahasan ketiga: Menjaga perbatasan dijalan Allah.......................................................................................... 95
Bahasan keempat: Meninggal pada hari jum’at atau malamnya ............................................................... 95
Bahasan Kelima: Berlindung kepada Allah dari adzab dan fitnah kubur dalam sholat. ................. 95

Penutup 96
Kesimpulan 97
5

Kata Pengantar
Dr. Hamad bin Nasr bin Abdurrahman Al-Amr

Segala puji bagi Allah subhanahu wata’aala pujian yang layak dengan kemuliaan dan keagunganNya,
Sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wasallam yang telah bersabda dalam
riwayat Abu Hurairah radhiAllahu’anhu: |Akan terjadi berbagai fitnah (Kekacauan dan permusuhan).
Pada saat itu, orang yang duduk lebih baik dari pada orang yang berdiri. Orang yang berdiri lebih baik
dari pada orang yang berjalan. Orang yang berjalan lebih baik dari pada orang yang berlari.
Barangsiapa yang ikut serta di dalamnya niscaya dia kan binasa. Dan barangsiapa yang mendapatkan
tempat berlindung maka hendaklah dia berlindung dengannya (menjauh dari fitnah).”1
Sungguh bagi orang yang mencermati keadaan dunia modern saat ini akan mendapati berbagai
macam fitnah yang sulit yang terus menerus menimpa muslim dan muslimah. Fitnah-fitnah itu sangat
gencar menjerumuskan mereka ke dalam alam kehancuran dan gelap gulitanya keburukan. Tidak
ada yang selamat darinya kecuali: pertama dengan perlindungan Allah subhanahu wata’aala kepada
seseorang, kedua berpegang teguh kepada manhaj sahih yang telah diserukan oleh Al-qur’an dan
Sunnah serta yang telah dipahami dan diamalkan oleh salaful ummah (generasi pendahulu yang salih
dari umat ini). Semoga ridha Allah subhanahu wata’aala kepada mereka.
Sesungguhnya keburukan di zaman kita saat ini telah berwarna-warni dan dijajakan oleh pengikut-
pengikutnya dengan berbagai macam cara dan kemasan yang indah dan menarik, baik itu yang
berkaitan dengan fitnah dalam akidah maupun yang berkaitan dengan akhlak dan perilaku. Saya
mendapatkan saudari kami, penulis yang mulia Saudari Marfat binti Kamil bin Abdillah Usrah telah
menyuguhkan suatu pandangan ilmiah melalui karya tulis ilmiah yang berharga ini. Beliau
menerangkan di dalamnya apa itu fitnah dan bahaya-bahayanya kemudian beliau menjelaskan
manhaj (metode) syar’i dalam menghadapinya. Dan sungguh beliau telah diberikan taufik oleh Allah
subhanahu wata’aala dalam paparan bahasan, dekomentasi rujukan serta analisa . Inilah langkah
ilmiah yang diberkati di dalam bidang terapi dan menghadapi permasalan. Dan tulisan ini sangatlah
patut untuk dibaca dan di ambil faedah darinya.
Akhirnya, aku memohon kepada Allah subhanahu wata’aala dengan kebesaran kekuatanNya untuk
menjaga agama kita yang merupakan benteng urusan kita serta memberikan penulis balasan dengan
sebaik-baik balasan. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Sholallohu’alaihi
wasallam, keluarga dan seluruh sahabat-sahabatnya.

Ditulis oleh
Dr. Hamad bin Nasr bin Abdurrahman Al-Amr
Dekan Kuliah Dakwah Universitas Imam Muhammad Bin Saud Al-Islamiyyah
Riyadh, 24 Rabi’ul awal 1421 H.

1
Hadist Riwayat Muslim no.2886.
6

Mukaddimah

Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya,
kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami.
Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa
yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah
saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba dan
Rasul-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya,
dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari diri yang
satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembang-
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(menggunakan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisaa’: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang
benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.
Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan
yang besar.” (QS. Al-Ahzaab: 70-71)

2
Surat Ali-Imron ayat 102.
3
Surat An-Nisa ayat 1.
4
Surat Al-Ahzab ayat 70-71. Lihat: Khutbatul Haajah Allatii kaana Rosulullah sholallohu’alaihi wasallam yu’allimuha
ashaabahu hal. 10.
7

Amma ba’du:
Sungguh perjalanan hidup ini sangat singkat, karena itu wajib bagi setiap muslim mengambil bekal
ilmu syar’i didalamnya yang menerangi segala urusan-urusannya baik dunia maupun akhirat. Dalam
perjalan kehidupan, gelombang besar fitnah sering menenggelamkan seseorang dan tiada yang bisa
menyelematkannya setelah perlindungan dari Allah subhanahu wata’aala kecuali dengan berpegang
teguh kepada kitabullah dan sunnah Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam dan juga mengikuti
manhaj syar’i yang benar di dalam menghadapinya.
Dalam tulisan ilmiah ini, penulis berupaya dengan sungguh-sungguh memfokuskan bahasan seputar
ketentuan-ketentuan syariat dalam menghadapi fitnah baik yang telah berlalu, sedang terjadi
maupun yang akan datang sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah serta petunjuk salaful ummah.
Selanjutnya Penulis membagi topik bahasan ini sebagai berikut:
Pendahuluan

Bahasan pertama: Definisi Fitnah secara bahasa dan istilah.


Bahasan kedua: Bahaya fitnah dalam agama.
Bahasan ketiga: Manhaj yang benar dalam menghadapi fitnah.

Bab Pertama: Fitnah yang sudah berlalu

Pasal pertama: Contoh-contoh fitnah yang telah terjadi di antara para sahabat (semoga Allah
meridhai mereka).
Bahasan Pertama: Perang Jamal.
Bahasan kedua: Perang Sifin.
Pasal Kedua: Aqidah Ahlussnunnah Wal jamaah dalam menyikapi peristiwa yang terjadi di antara
para sahabat.

Bab Kedua: Fitnah yang terus berlangsung

Pasal Pertama: Fitnah dalam agama


Bahasan pertama: Fitnah Lisan
Bahasan kedua: Fitnah perselisihan antara kelompok.
Bahasan ketiga: Fitnah ta’asub dan taklid buta.
Bahasan keempat: Kedzaliman yang terjadi di kalangan pemimpin.

Pasal Kedua: Fitnah Dunia.


Bahasan Pertama: Fitnah Harta
Bahasan Kedua: Fitnah wanita
Bahasan ketiga: Fitnah anak

Bab ketiga: Fitnah yang akan datang.

Pasal Pertama: Fitnah Al-Haroj (Saling membunuh)


Bahasan pertama: Menjauhi fitnah
Bahasan kedua: Menyarungkan pedang
8

Bahasan ketiga: Menjaga lisan dari membicarakannya.


Pasal kedua: Fitnah Dajal
Bahasan pertama: Tanda-tanda dajjal
Bahasan kedua: Pahala bagi orang yang terbunuh di tangan dajjal

Pasal ketiga: Fitnah kematian


Bahasan pertama: Mentalqin dua kalimat syahadat bagi orang yang sakaratul maut
Bahasan kedua: Pahala orang yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallah

Pasal keempat: Fitnah Kubur


Bahasan pertama: Bacaan surat Al-Mulk
Bahasan kedua: Mati syahid di jalan Allah
Bahasan ketiga: Menjaga perbatasan dijalan Allah
Bahasan keempat: Meninggal pada hari jum’at atau malamnya
Bahasan Kelima: Berlindung kepada Allah dari adzab dan fitnah kubur dalam sholat.

Penutup

Apa yang benar dari tulisan ini hanya dari taufiq Allah subhanahu wata’aala semata tiada sekutu
bagiNya. Dan Apa yang salah dan kurang dari syaitan, Allah dan rasulNya berlepas darinya. Penulis
memohon kepada Allah subhanahu wata’aala ampunan dan maghfirah serta menjadikan tulisan ini
ikhlas hanya mengharap wajahNya yang mulia dan menjadikannya sebagai hujjah untukku tidak
sebagai hujjah atasku.
Washolallahu alaa nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi washohbihi amiin.
9

Pendahuluan

Bahasan pertama:
Definisi Fitnah secara bahasa dan istilah.

Bahasan kedua:
Bahaya fitnah dalam agama.

Bahasan ketiga:
Manhaj (metode) yang benar dalam menghadapi fitnah.
10

Pendahuluan
Bahasan Pertama: Definisi Fitnah secara bahasa dan istilah.

Definisi Fitnah secara bahasa


Alfitanu (Fitnah-fitnah) merupakan jamak dari fitnatu (fitnah), asal kata Alfitanu adalah memasukan
emas ke dalam api agar terpisah antara yang berkualitas baik dan yang buruk, juga bermakna
memasukan manusia ke dalam api.5
Kata fitnah memiliki banyak makna di antaranya: bencana dan ujian. Disebutkan fitnah harta, fitnah
anak-anak, fitnah dalam arti kufur, fitnah dalam perbedaan pandangan manusia, fitnah juga berarti
membakar dengan api. Juga berarti kegelapan atau kedzaliman, juga bermakna membanggakan diri
dengan sesuatu, juga bermakna menyesatkan, fitnah juga berarti gila, juga bermakna
mempermalukan, juga berarti adzab, juga bisa berarti peperangan di antara manusia6 dan banyak
digunakan untuk sesuatu yang menunjukan adanya ujian yang tidak disukai dan menunjukkan
makna dosa, kufur, peperangan, pembakaran, melenyapkan dan memalingkan dari sesuatu. 7

Definisi Fitnah secara Istilah


Ahli tafsir menyebutkan banyak makna fitnah, diantaranya yang paling terkenal adalah:
1. Kufur
Allah subhanahu wata’aala berfirman:

“…maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih.” [QS.An-nur:63].
Imam Thobari rahimahullah menyebutkan: Makna fitnah dalam ayat ini adalah kufur.8
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam menafsirkan ayat tersebut: yaitu ada dalam
hati-hati mereka kekufuran, kemunafikan atau bid’ah.9
2. Syirik

Allah subhanahu wata’aala berfirman:

5
Lihat: Al-Mufrodaat fii ghoriibil qur’an halaman 371, pada kata: fatana.
6
Lisaanul Arab (Juz 5 halaman 3344-346) Kata Fatana
7
Annihayah fii ghoriibil Haditsi wal atsar (Jilid 3/411) kata fatana
8
Jaami’ul bayan fii tafsiiril Qur’an (18/135)
9
Tafsiiril Qur’aanil ‘adziim (6/97)
11

ۖ ۖ

ۖ ۖ

ۖ
191. “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka
telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnahitu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah
kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika
mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-
orang kafir.” 192. “Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 193. “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah
lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi
kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” [QS.Al-Baqaroh:
191-193]

Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan hatta laa takuuna fitnatun yaitu syirik.10

3. Penyesatan
Allah subhanahu wata’aala berfirman:

ۖ ۖ

ۖ ۖ

ۖ ۖ ۖ

ۖ ۖ

ۖ ۖ
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang
muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahgian ayat-
ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya,
padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan

10
Tafsiiril Qur’aanil ‘adziim (1/329)
12

kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”
[QS. Al- Imran: 7].
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan (ibtighooal fitnati) yaitu menyesatkan pengikut-
pengikut mereka dengan menipu mereka seolah-olah berdalil dengan Al-Qur’an atas bid’ah mereka
padahal itu adalah bantahan kepada mereka dan bukan dalil untuk mereka.11
Allah subhanahu wata’aala berfirman:

161 “Maka sesungguhnya kamu dan apa-apa yang kamu sembah itu,” 162 “Sekali-kali tidak dapat
menyesatkan (seseorang) terhadap Allah,” [QS. As-Shofat: 161-162]
Syaikh As-Sa’di Rahimahullah menafsirkan ayat ini: Yaitu sesungguhnya kalian wahai orang-orang
musyrik dan orang yang kalian sembah selain Allah ta’aala mereka tidak mampu menyesatkan
seorang pun kecuali yang Allah Subhaanahu wata’aala telah tentukan bahwa ia menjadi ahli neraka.12

4. Memalingkan dari kebenaran.


Allah subhanahu wata’aala berfirman:

ۖ
ۖ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya
mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika
mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” [QS. Al-Maidah: 49].
Al-Hafidz Ibnu katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini: Hati-hatilah dari musuh-musuh kalian yaitu
orang-orang yahudi dari memalingkan kalian dari yang haq yang telah dilarang bagi kalian dari
perkara-perkara agama. Maka janganlah tertipu karena mereka sesungguhnya pendusta, kafir dan
penghianat.13

11
Tafsiiril Qur’aanil ‘adziim (2/5)
12
Taysiirul Kariimurrohman fii tafsiiri kalaamil manaan (Dalam kumpulan lengkap karya Syaikh Abdurrahman As-
Sa’di rahimahullah (6/402)
13
Tafsiiril Qur’aanil ‘adziim (3/122)
13

5. Samarnya antara Haq dan Bathil.


Allah subhanahu wata’aala berfirman:

ۖ
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika
kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan
terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” [QA. Al-Anfal:73].
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan: Apabila kalian tidak menjauhi orang-orang
musyrik serta berpaling dari orang-orang mukmin maka akan terjadi fitnah di antara manusia, yaitu
samarnya masalah serta bercampurnya orang mukmin dan orang kafir. Maka terjadilah antara
manusia kerusakan yang menyebar, memanjang dan meluas. 14
Syaikh As-Sa’di Rahimahullah menafsirkan ayat ini: Maka akan terjadi dengan sebab yang demikian
keburukan yang tidak bisa dihitung dari bercampurnya kebenaran dan kebathilan, bercampurnya
orang mukmin dan orang kafir, hilangnya banyak ibadah-ibadah yang besar seperti jihad, hijrah dan
lainnya dari tujuan syariat dan agama dimana ibadah-ibadah tersebut bisa hilang apabila kaum
mukminin tidak menjadikan mukmin yang lainnya wali-wali mereka.15

6. Terjatuh dalam Maksiat


Allah subhanahu wata’aala berfirman:

“Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: "Bukankah kami
dahulu bersama-sama dengan kamu?" Mereka menjawab: "Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu
sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu- ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong
sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat
penipu.” [QS. Al-Hadid: 14].

َ ُ‫( فَت َنت ُ ْم أَنف‬kamu mencelakakan dirimu):


Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsir firman Allah ‫س ُك ْم‬
Sebagian ulama salaf mengatakan yaitu kalian memfitnah diri kalian sendiri dengan kenikmatan-
kenikmatan dan juga maksiat dan syahwat. Imam Qotadah rahimahullah mengatakan: ‫صت ُ ْم‬ ْ َّ‫( َوت ََرب‬dan
menunggu (kehancuran kami ) yaitu kebenaran dan orang-orangnya. 16

7. Menyiksa
Allah subhanahu wata’aala berfirman:

14
Tafsiiril Qur’aanil ‘adziim (4/42)
15
Taysiirul Kariimurrohman fii tafsiiri kalaamil manaan (3/194)
16
Tafsiiril Qur’aanil ‘adziim (8/44)
14

“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki
dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka
azab (neraka) yang membakar.” [QS. Al-Buruuj: 10].
Al-Imam At-Thobari rahimahullah dalam tafsir ayat yang mulia ini menyebutkan riwayat dari
Mujahid dalam tafsir ayat ‫( إِنَّ الَّ ِذينَ فَتَنُوا‬mendatangkan cobaan ) ia mengatakan maknanya: orang-
orang yang menyiksa.17

8. Pembunuhan atau Tawanan


Allah subhanahu wata’aala berfirman:

ۖ
)101(

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu
adalah musuh yang nyata bagimu.” [QS. AN-Nisa: 101].
Imam At-Thobari rahimahullah mengatakan tidak ada dosa bagi kalian untuk mengqashar sholat
apabila kalian takut mendapatkan fitnah dari orang-orang kafir. Maksudnya adalah jika kalian takut
orang-orang kafir memfitnah kalian dalam sholat kalian dan fitnah mereka kepada kalian berupa
menyerang kalian tatkala sujud sehingga membunuh atau menawan kalian.18

9. Permusuhan
Allah subhanahu wata’aala berfirman:

47. “Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari
kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk
mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka
mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.” 48. “Sesungguhnya
dari dahulupun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur pelbagai macam tipu
daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah agama
Allah, padahal mereka tidak menyukainya.” [QS. At-Taubah Ayat: 47-48].
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsir ayat ini: yaitu mereka (orang-orang
munafik) bergegas menuju kalian lalu mengadu domba, menyebarkan kebencian dan fitnah di antara

17
Jaami’ul bayaan fii Tafsiiril Qur’an [30/87].
18
Jaami’ul bayaan fii Tafsiiril Qur’an [5/154].
15

kalian.19

Syaikh As-Sa’di Rahimahullah menafsirkan ayat َ‫( يَ ْبغُونَ ُك ُم ا ْل ِفتْنَة‬mereka akan bergegas maju ke muka)
yaitu mereka semangat untuk menyebarkan fitnah pada kalian dan menyebarkan permusuhan di
antara kalian.20

10. Cobaan dan Ujian


Allah subhanahu wata’aala berfirman:

2. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman",
sedang mereka tidak diuji lagi?” 3. “Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.” [QS. Al-Ankabut ayat:2-3].
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan makna ayat ini adalah bahwa Allah
subhanahuwata’aala pasti akan menguji hambanya yang beriman sesuai dengan keimanan yang ada
pada mereka. 21

Bahasan Kedua: Bahaya Fitnah Dalam Agama

Sesungguhnya orang yang mencermati nash-nash yang ada tentang ancaman keras dari fitnah, maka
ia sepenuhnya akan memahami akan bahayanya kepada agama seorang muslim. Fitnah itu bisa
menghabiskan agama sebagaimana api membakar kayu sampai naudzubillah menjadikannya abu.
Walaupun fitnah itu tidak melenyapkan agama secara total tapi dia akan menjadikan seorang muslim
dalam kebimbangan di antara kekufuran dan keimanan.
Dari Abu Hurairah RadhiAllahu’anhu Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam bersabda: “Bersegaralah
beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seseorang
diwaktu pagi menjadi mukmin dan di waktu sorenya menjadi kafir. Dan diwaktu sore beriman, pagi
hari menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia”.22
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan makna hadits ini adalah anjuran untuk bersegera
melakukan amalan-amalan sholeh sebelum ada yang menghalanginya dan juga sebelum datang
kesibukan yang disebabkan oleh terjadinya fitnah-fitnah yang banyak dan bertumpuk-tumpuk
sebagaimana tumpukan kegelapan malam yang gelap gulita. Nabi Sholallahu’alaihi wasallam

19
Tafsiiril Qur’aanil ‘adziim (4/100)
20
Taysiirul Kariimurrohman fii tafsiiri kalaamil manaan (3/243)
21
Tafsiiril Qur’aanil ‘adziim (6/273)
22
HR. Muslim, Kitabul Iman, babul Hatsi ‘alal mubaadaroti bil a’mal qobla tadhohari alfitan (1/110 nomor. 187).
16

mensifati jenis dahsyatnya fitnah tersebut berupa seorang pada sore harinya mukmin dan pagi
menjadi kafir atau kebalikannya. (keraguan perawi). Ini disebabkan karena dahsyatnya fitnah
tersebut sehingga bisa merubah manusia dalam satu hari seperti perubahan yang telah disebutkan.
Wallahu’alam. 23
Oleh karena itu Nabi Sholallahu’alaihi wasallam telah memberikan peringatan keras dari mengikuti
fitnah yang menghancurkan atau yang membinasakan. Dari Hudzaifah ibnul Yaman
RadhiAllahu’anhu ia mengatakan Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam pernah bersabda: “Akan
muncul fitnah-fitnah dan di depan pintu-pintunya ada penyeru ke neraka, jika kamu mati dalam
keadaan menggigit batang pohon itu akan lebih baik bagimu dari pada mengikuti salah seorang dari
mereka”.24
Di antara bentuk besarnya kekhawatiran Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam terhadap fitnah maka
beliau memohon kepada Allah ‘azzawajalla untuk mewafatkannya jika Allah menghendaki untuk
menimpakan ujian atau fitnah bagi hamba-hambanya.
Dari Ibnu Abbas RadhiAllahu’anhuma Dia mengatakan Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam
bersabda: “Rabb-ku mendatangiku pada malam hari dalam bentuk yang paling indah.” Ibnu Abbas
mengatakan: Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam menyebutkan dalam mimpinya. Allah
Subhaanahu wata’aala berfirman: “Apabila kamu sholat berdo’alah: Ya Alloh aku memohon kepadaMu
taufik untuk bisa mengamalkan semua kebaikan, meninggalkan semua kemungkaran dan bisa
mencintai orang miskin. Jika engkau menghendaki untuk menimpakan ujian (fitnah) bagi hamba-
hambaku maka wafatkanlah aku tanpa terkena fitnah itu”.25
Dan yang patut diperhatikan dalam hal ini: bahwa menginginkan kematian tanpa adanya fitnah besar
yang menimpanya lalu menginginkan kematian dengan sebab masalah yang remeh maka ini tidak
disyariatkan. Karena Nabi Sholallahu’alaihi wasallam telah melarang hal tersebut.
Dari Anas bin Malik RadhiAllahu’anhu ia mengatakan Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam telah
bersabda: “Janganlah kalian mengharap kematian karena suatu masalah yang menimpanya, tapi jika
terpaksa mengharap kematian, maka berdo’alah: Ya Alloh hidupkanlah aku jika hidup ini baik bagiku
namun wafatkanlah aku jika kematian itu baik bagiku”. 26
Karena di dalam keinginan manusia untuk meninggal dunia dengan sebab suatu masalah yang
menimpanya terdapat unsur tergesa-gesa agar Allah Subhaanahu wata’aala mematikannya. Dan
kemungkinan dengan sebab ini dia tidak mendapatkan kebaikan yang banyak, juga akan
menghalanginya dari taubat dan menambah amalan-amalan sholeh. Keadaan ini tidak akan terjadi
kecuali kepada orang yang tidak memilik kesabaran. Maka sudah menjadi kewajiban atas manusia
untuk bersabar dalam menghadapi musibah dan mengharap pahala dari Allah Subhaanahu

23
Syarah Sahih Muslim oleh Nawawi (2/133).
24
HR. Ibnu Majah dalam kitab Sunan, Kitabul fitan babul Uzlah (2/1318 no. 3981), Disohihkan oleh Syeikh Albani
dalam Sohih Sunan Ibnu Majah. (2/361 no. 3216).
25
Hadits ini bagian dari potongan hadits yang panjang diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam Sunannya (Kitab Tafsir
Qur’an bab Surat Shod: 5/44 no. 3286), Imam Malik dalam Muwatho Bab Al’amal Fi dhu’a (1/170) dan disahihkan
oleh Al-Albani dalam Sahih Targhib wa Tarhib (1/164 no. 405) dan Sahih Al-Jami’ (1/72 no. 59).
26
H.R Bukhari Kitabu Da’awaat, Bab Do’a bil mauti wal hayati (8/94).
17

wata’aala. Karena sungguh masalah yang menimpanya dari rasa gundah, sakit dan lainnya akan
menjadi penghapus dosa dan mengangkat derajatnya. 27
Hadist sahih menyebutkan bahwa Nabi Sholallahu’alaihi wasallam bersabda: ”"Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya dan kebaikan itu tidak dimiliki
kecuali oleh seorang mukmin. Apa bila ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik
untuknya.Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya."28

Bahasan Ketiga: Manhaj (metode) yang benar dalam menghadapi fitnah.

Jika berbagai fitnah terjadi di hadapan seorang muslim, maka tidak ada yang lebih tepat dalam
membendungnya kecuali dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah, karena itulah
pokok utama dari dasar-dasar agama dan juga manhaj penutup para nabi dan rasul terlebih lagi
ketika terjadi perselisihan.
Dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah, seluruhnya menunjukkan dasar ini. Allah subhanahu wata’aala
berfirman:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,
dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
[QS. Al-Imran ayat: 103].
Al-Kirmani Rahimahullah mengatakan: Yang dimaksud dengan tali Allah adalah Al-kitab dan Sunnah
dan yang dimaksud dengan Kitab adalah Al-Qur’an yang bacaanya merupakan ibadah. Dan yang
dimaksud dengan Sunnah adalah apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam
baik berupa ucapan beliau, perbuatan, ketetapan dan keinginan yang belum sempat beliau
laksanakan.
Ibnu Bathol Rahimahullah mengatakan: Tidak ada keselamatan bagi seseorang kecuali dengan
berpegang teguh kepada kitabullah atau kepada Sunnah Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam atau
kepada kesepakatan ulama tentang makna salah satu keduanya.29

27
Lihat Syarah Riadhus Shalihin (1/190)
28
H.R Muslim, Kitabu Zuhdy Warroqooiq, Baabul mu’min amruhu kulluhu khoir (4/2295 no. 64).
29
Al-I’tishom wa Sunnah, halaman 12.
18

Allah subhanahu wata’aala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [QS. An-Nisaa: 59].
Dalam ayat yang mulia di atas Allah subhanahu wata’aala memerintahkan untuk mengembalikan
apa-apa yang diperselisihkan manusia dari masalah pokok agama dan cabangnya kepada Allah dan
rasulNya. Karena di dalam keduanya terdapat putusan dari semua masalah yang diperselisihkan,
baik yang disebutkan secara langsung atau umum atau melalui syarat dan peringatan atau melalui
kesimpulan pemahaman makna, atau dengan kiasan yang serupa dengannya, karena bangunan
agama itu tegak di atas Al-Quran dan Sunnah. Iman tidak akan lurus kecuali dengan keduanya, maka
oleh karena itu kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah merupakan syarat keimanan.30
Sesungguhnya masalah-masalah yang diperselisihkan umat Islam baik mengenai pokok-pokok
agama maupun cabang-cabangnya, apabila tidak dikembalikan kepada Al-Qur’an dan hadits yang
sahih, maka kebenaran di dalamnya tidak akan jelas. Bahkan orang-orang yang berseteru itu, tidak
memilik landasan dalam pendapat mereka, dan kemungkinan sebagian dari mereka mendzalimi yang
lain baik itu dalam bentuk ucapan seperti mengkafirkan dan menyebutkan yang lain fasik atau
mendzalimi dengan perbuatan, misalnya dengan memukul atau membunuhnya. Lalu fitnah mana
yang lebih dahsyat dari fitnah ini? Na’uudzubillah.31
Di dalam hadits Irbath bin Syariah RadhiAllahu’anhu, dia meriwayatkan Rasulullah Sholallahu’alaihi
wasallam pernah menasehati kami dengan suatu nasehat yang membuat air mata kami berlinang dan
hati-hati kami bergetar, kami pun mengatakan, Wahai Rasulullah, sesungguhnya nasehat ini seperti
nasehat orang yang akan mengucapkan selamat tinggal, karena itu berilah wasiat kepada kami, beliau
pun bersabda: “Sungguh aku telah meninggalkan kalian di atas jalan yang putih yang terang
benderang, malamnya seperti siangnya, tiada yang menyimpang darinya setelahku kecuali akan
binasa, barangsiapa di antara kalian yang hidup setelahku maka akan mendapati perselisihan yang
banyak. Oleh karena itu hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnahku yang kalian ketahui
walaupun engkau dipimpin oleh seorang budak habayah. Karena sesungguhnya seorang mukmin
ibarat unta yang telah dimasukkan tali pelana di dalam hidungnya, kemanapun tali pelana itu
diarahkan dia akan tunduk (manut).”32

30
Taysiirul Kariimurrohman fii tafsiiri kalaamil manaan (2/89)
31
Al-Fitnatu wamaufiqul muslim minha fil qur’an halaman 430.
32
Riwayat Ibnu Majah dalam Sunanya (Almukadimah bab Ittiba khulafaurrasyidin almahdiyyiin), (1/15 no. 42),
disahihkan oleh Al-albani dalam Sahih Sunan Ibnu Majah (1/31 No. 40).
19

Diriwayatkan dari Imam Azzuhri Rahimahullah bahwasanya beliau telah mengatakan: “Berpegang
teguh dengan sunnah adalah keselamatan.”33 Karena berpaling dari Al-Qur’an dan sunnah serta
menyelisihi keduanya akan menyebabkan terjadinya fitnah dan mendatangkan bencana.34
Tidaklah ada suatu fitnah yang menimpa kaum muslimin setelah zaman Rasulullah Sholallahu’alaihi
wasallam kecuali disebabkan karena mereka menyelisihi perintah Rasulullah Sholallahu’alaihi
wasallam atau mereka meninggalkan salah satu sunnah diantara sunnah-sunnah beliau
Sholallahu’alaihi wasallam.35
Oleh karena itu bersungguh-sungguh dalam berpegang teguh dengan sunnah untuk diri sendiri
menjadi hal yang sangat luar biasa. Dari Ibnu Mas’ud RadhiAllahu’anhu ia mengatakan Rasulullah
Sholallahu’alaihi wasallam bersabda: “Orang yang berpegang teguh dengan sunnahku ketika terjadi
perselisihan dalam umatku seperti halnya orang yang menggenggam bara api.”36

33
Dinukilkan oleh Al-Lalakai dalam Syarah Ushul I’tiqad ahlussunnah wal jama’ah (1/56 no. 15) Dan Aajury Di
dalam Asyari’ah halaman 313 dan dinukilkan dengan panjang oleh Abu Nu’aim di dalam Al Hilyah (3/369) dan Ibnul
Mubarak dalam kitab Azuhd wa kitab Raqaaiq (no. 818 halaman 281), Al-Lalakai dalam kitab syarah ushul I’tikad
Ahlussunnati waljamaah yang telah disebutkan di atas nomor(1/94, 95 nomor 136-137)
34
Lihat Alfitnah wa mauqifil muslim minha fii dhouil qur’an halaman 428.
35
Al-“awaashim minal fitan fii suratil Kahfi halaman 19.
36
Riwayat Al-Hakim, At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani dalam sahih aljami’ asshoghir wa ziyaadatihi (6/10
halaman 6552).
20

Bab Pertama
Fitnah-fitnah yang Telah Terjadi

Pasal pertama:
Contoh Fitnah-fitnah yang telah Terjadi di Antara Para Sahabat RadhiAllahu’anhum

Bahasan Pertama: Perang Jamal.


Bahasan kedua: Perang Sifin.

Pasal Kedua:
Aqidah Ahlussnunnah Wal Jamaah terhadap para sahabat Rasulullah.
21

Bab Pertama
Fitnah-fitnah yang Telah Terjadi

Pasal pertama: Contoh Fitnah-fitnah yang telah Terjadi di Antara


Para Sahabat RadhiAllahu’anhum

Bahasan Pertama: Perang Jamal.

Kitab-kitab sejarah telah menyebutkan bahwa setelah terbunuhnya Khalifatur Rasyid Utsman bin
Affan RadhiAllahu’anhu dan dibaiatnya Khalifatur Rasyid Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu
terjadilah fitnah besar dikalangan kaum muslimin di mana dua pasukan besar berperang. Pasukan
pertama adalah pasukan Ummul Mukminin ‘Aisyah RadhiAllahu’anha dimana beliau pada awalnya
pergi ke Bashrah dengan tujuan menuntut pembunuh Utsman bin Affan RadhiAllahu’anhu. Pasukan
kedua adalah pasukan Ali bin Abi Thalib RadhiAllahu’anhu.

Peperangan tersebut terjadi di suatu tempat sebelum Bashrah yang terkenal dengan nama Perang
Jamal, nama ini diambil dari kata ‘Jamal’ berarti Unta yaitu unta yang membawa ‘Rengga’ (tempat
duduk di atas hewan) Ummul Mukminin ‘Aisyah RadhiAllahu’anha. Peperangan ini selesai dengan
kekalahan pasukan Ummul Mukminin ‘Aisyah RadhiAllahu’anha. Setelah peperangan usai Khalifatur
Rasyid Ali bin Abi Thalib RadhiallAhu’anhu memerintahkan beberapa prajurit untuk mengambil
‘rengga’ tersebut yang tergeletak di tengah-tengah korban perang dan selanjutnya rengga tersebut
dibawa ke Bashrah.

Setiap kali Khalifatur Rasyid Ali bin Abi Thalib RadhiAllahu’anhu melewati korban perang yang beliau
kenal, beliau mendo’akan rahmat kepadanya seraya berucap: ‘Hati Ali tersentuh menyaksikan korban-
korban dari kalangan Quraisy’. Dan manakala beliau melewati jasad Tolhah bin Ubaidillah
RadhiAllahu’anhu Ali bin Abi Thalib mengatakan: ‘Alangkah sedih dan menyesalnya aku Wahai Abu
Muhammad, inna lillahi wainna ilaihi rooji’uun’. Kemudian setelah itu Ali RadhiAllahu’anhu
mensholati korban perang dari kedua belah pasukan.

Hal yang sama juga dilakukan oleh ‘Aisyah RadhiAllahu’anha beliau menanyakan, siapa saja yang
menjadi korban dari pasukan beliau dan pasukan Ali RadhiAllahu’anhu’. Setiap satu nama korban
yang disebutkan beliau mendo’akan kebaikan dan rahmat untuknya.

Tatkala Aisyah RadhiAllahu’anha ingin meninggalkan Bashrah, Ali RadhiAllahu’anhu mengirimkan


kepadanya perbekalan yang cukup seperti kendaraan, makanan dan lain-lain. Adapun yang
menemani perjalanan ‘Aisyah RadhiAllahu’anha adalah saudara laki-laki beliau yaitu Muhammad bin
Abu Bakr.
22

Pada hari ‘Aisyah RadhiAllahu’anha meninggalkan Bashrah beliau berpamitan kepada seluruh
masyarakat Bashrah dan mengucapkan kata-kata perpisahan, beliau mengatakan: ‘Wahai anak-
anakku, janganlah di antara kita ada yang saling menyalahkan, sungguh demi Allah, hubunganku
dengan Ali sejak dahulu seperti hubungan antara wanita dengan menantu-menantunya’. Ali bin Abi
Thalib RadhiAllahu’anhu berujar: ‘Ia benar, demi Allah hubunganku dengan beliau seperti tu dan
sesungguhnya ‘Aisyah RadhiAllahu’anha adalah isteri Nabi kalian di dunia maupun di akhirat.’
Kemudian Ali bin Abi Thalib berpisah dan ikut mengantarkan ‘Aisyah RadhiAllahu’anha keluar
beberapa mil dari Bashrah dan selanjutnya Aisyah RadhiAllahu’anha melanjutkan perjalanan menuju
ke Mekah.37

Penting untuk diketahui bahwa Abdullah bin Saba’ dan kelompoknya adalah provokator dan
penyebab utama fitnah ini. Mereka menyebar dan menyusup ke dua pasukan lalu menyebarkan
kebencian dan isu-isu yang tidak benar agar setiap pasukan takut kepada pasukan yang lain.38 Setiap
kali dua pasukan ini ingin berdamai, maka pada saat itu Abdullah bin Saba’ menolak perdamaian
tersebut. Dalam peristiwa ini dia bersama pasukan Khalifatur Rasyid Ali bin Abi Thalib
RadhiAllahu’anhu.39

Bahasan Kedua: Perang Sifin.

Peristiwa ini terjadinya berkaitan dengan fitnah-fitnah yang lain yaitu menuntut hukuman mati
pembunuh Khalifatur Rasyid Utsman bin Affan RadhAllahu’anhu. Di mana pada mulanya Muawiyah
bin Abu Sufyan RadhiAllahu’anhu belum mau membaiat Khalifatur Rasyid Ali bin Abi Thalib
RadhiAllahu’anhu sebagai khalifah sampai Ali bin Abi Thalib RadhiAllahu’anhu membunuh
pembunuh Utsman bin Affan RadhiAllahu’anhu. Melihat keadaan ini Ali bin Abi Thalib
RadhiAllahu’anhu keluar bersama pasukannya menuju Syam untuk memerangi Muawiyah
RadhiAllahu’anhu kemudian meletuslah peperangan antara dua pasukan tersebut. Sebelumnya telah
bergabung dengan pasukan Ali bin Abi Thalib RadhiAllahu’anhu pasukan Ammar bin Yaasir
RadhiAllahu’anhu yang Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam telah berkata kepadanya: “Kamu akan
di bunuh oleh kelompok pemberontak”.40

Pada peperangan ini Ammar bin Yaasir RadhiAllahu’anhu terbunuh di tangan orang-orang Syam,
maka khalifah Ali bin Abi Thalib RadhiAllahu’anhu dengan pasukannya bertekad menuntut balas atas
kematian beliau. Peperangan terus berkecamuk sampai hampir saja pasukan Ali bin Abi Thalib
RadhiAllahu’anhu mengalahkan mereka. Tetapi ketika itu di tengah berkecamuknya peperangan,
orang-orang Syam mengangkat AL-Qur’an yang telah ditancapkan di atas tombak seraya berkata:
“Inilah perdamaian antara kami dan kalian, sungguh telah banyak korban berjatuhan lalu siapa yang
akan menjaga perbatasan? siapa yang akan berjihad melawan orang-orang musyrik dan kafir?”.

Setelah itu berlangsunglah perundingan yang panjang diantara dua pasukan ini, yang pada akhirnya
masing-masing pemimpin pasukan yaitu Ali bin Abi Thalib RadhiAllahu’anhu dan dan Muawiyah

37
Lihat detail kisah peperangan ini di Albidayah Wan Nihayah fitarikh (7/250-269).
38
Lihat Atsar Ahlul kitab fil fitan walhurubi ahliyyah fi qornil awwal alhijri halaman 275.
39
Lihat Abdullah bin Saba’ wa atsaruhu fii ahaaditsil fitnatu fi shodril Islam halaman 190.
40
Hadits Riwayat Muslim dalam Sohehnya, Kitabul FItan Wa Asyrootu As saa’ati, bab Laa taquumussaa’ata hatta
yamuururojulu bi qobrur rojuli (4/2236 nomer 72).
23

RadhiAllahu’anhu sepakat untuk menunjuk satu orang dari pihak masing-masing guna memutuskan
putusan yang berpihak pada kemaslahatan kaum muslimin. Dari pihak Khalifatur Rasyid Ali bin Abi
Thalib RadhiAllahu’anhu menunjuk Abu Musa Al-‘asy’ari RadhiAllahu’anhu sedangkan Muawiyah bin
Abu Sufyan RadhiAllahu’anhu menunjuk Amr bin Ash RadhiAllahu’anhu. Kemudian keduanya
menulis surat keputusan yang termaktub di dalamnya: Bahwa apa yang diperselisihkan oleh Ali bin
Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan hendaklah dikembalikan ke Al-Qur’an, kalau tidak ada di
Al-Qur’an, hendaklah dikembalikan ke As-sunnah dan wajib tunduk kepada hukum Allah. Setelah itu,
keduanya mengambil perjanjian dari Ali bin Abi Thalib, dan Muawiyah bin Abu Sufyan beserta
pasukan keduanya untuk berjanji dan sepakat menjaga keamanan diri dan keluarga mereka.41

Pasal Kedua: Aqidah Ahlussnunnah Wal Jamaah terhadap Para


Sahabat Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam.

Setelah kita ketahui beberapa contoh fitnah yang telah terjadi diantara para sahabat
RadhiAllahu’anhum kita juga harus mengetahui sikap dan kewajiban kita terhadap mereka. Karena
termasuk dari pokok dasar aqidah Ahlussunnah wal Jamaah mencintai sahabat Nabi Sholallahu’alaihi
wasallam tanpa terkecuali, dan memposisikan kedudukan tinggi mereka berdasarkan Al-Qur’an dan
sunnah.
Allah Subhanahu wata’aala berfirman:

ۖ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS.
At-Taubah: 100].
Nabi Sholallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Manusia yang paling baik adalah manusia pada kurun waktuku [para sahabat], kemudian orang-
orang setelah mereka [tabi’in] kemudian orang-orang setelah mereka [tabi’it tabi’in].”42
Dan Beliau Sholallahu’alaihi wasallam juga bersabda: “Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku,
karena seandainya salah seorang di antara kalian berinfak emas sebesar gunung uhud maka
pahalanya tidak akan menyamai ukuran satu mud [takaran dua genggam tangan normal] infak salah
seorang diantara mereka dan tidak juga setengahnya”.43
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RadhiAllahu’anhuma dia berkata: “Kalian jangan mencela sahabat-
sahabat Nabi Sholallahu’alaihi wasallam, pertemuan mereka dengan Nabi Sholallahu’alaihi wasallam

41
Untuk tambahan rincian keterangan ini, Lihat Al-Bidayah wan Nihayah Fi Tarikh (7/276-303)
42
Hadits Riwayat Bukhari, bab Fadhoilus Shohaabah (5/2)
43
Hadits Riwayat Bukhari, bab Fadhoilus Shohaabah (5/10)
24

walaupun sesaat lebih baik dari 40 tahun amalan kalian”. Dalam riwayat lain,beliau mengatakan:
“lebih baik dari pada ibadah kalian seumur hidup”.44
Imam Ahmad berkata: “Madzhab Ahlussunnah yang haq adalah baik sangka kepada sahabat-sahabat
Nabi Sholallahu’alaihi wasallam, menahan ucapan dari membahas perseteruan yang telah terjadi di
antara mereka, serta mengatakan mengenai peperangan mereka bahwa mereka keluar atas dasar
ijtihad atau pendapat mereka. Masing-masing kelompok berpendapat bahwa kelompok merekalah
yang benar dan yang lain termasuk pemberontak yang wajib diperangi agar kembali ke jalan Allah”.45
Imam At-Thohawi Rahimahullah berkata: “Kami mencintai semua sahabat Rasulullah
Sholallahu’alaihi wasallam, dan kami tidak melebihkan cinta kepada salah seorang dari mereka dan
tidak pula berlepas diri dari satu orang pun dari mereka, kami membenci siapa saja yang membenci
mereka dan siapa saja yang menyebut kejelekan mereka. Kami tidak menyebut mereka kecuali
dengan kebaikan. Cinta mereka bagian dari agama, iman dan ihsan. Sedangkan membenci mereka
termasuk kufur, nifak dan kedzaliman”.46
Dalam keterangannya tentang kaidah syariat di atas, Ibnu Taimiyah Rahimahullah merincikan: Di
antara pokok-pokok dasar Aqidah Ahlussunnah waljama’ah adalah: “Selamatnya hati dan ucapan
dari mengucapkan keburukan kepada sahabat-sahabat Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam
sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an tentang mereka: Dan orang-orang yang datang
sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." [QS. Al-Hasyr:10].
Juga sebagai bentuk ketaatan kepada Nabi Sholallahu’alaihi wasallam dalam sabdanya: “Janganlah
kalian mencela sahabat-sahabatku, karena seandainya salah seorang di antara kalian berinfak emas
sebesar gunung uhud maka pahalanya tidak akan menyamai ukuran satu mud [takaran dua genggam
tangan normal] infak salah seorang diantara mereka dan tidak juga setengahnya”. Serta menerima
apa-apa yang ada di dalam Al-Qur’an, sunnah dan Ijma’ mengenai keutamaan dan kedudukan mereka
masing-masing. Ahlussunnah Waljama’ah lebih mengutamakan Sahabat Rasulullah Sholallahu’alaihi
wasallam yang berinfak sebelum pembukaan kota Mekah yaitu perdamaian Hudaibiyah dan ikut
berperang dari pada sahabat-sahabat yang berinfak setelah itu. Juga mereka lebih mengutamakan
orang-orang Muhajirin dari pada Anshor dan beriman bahwa Allah Subhaanahu wata’aala telah
berfirman kepada Ahli Badr yang jumlah mereka 300 lebih dengan firmanNya: “Lakukanlah apa yang
kalian kehendaki, karena aku telah mengampuni kalian”. Dan Ahlussunnah meyakini tidak akan
masuk neraka orang yang berbai’at di bawah pohon [Baitul Aqobah] sebagaimana yang telah
diberitakan oleh Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam. Bahkan mereka telah mendapatkan
keridhoan Allah subhanahu wata’aala.
Sampai kepada penjelasan beliau: Bahwa Ahlussunnah waljama’ah menahan diri dari membicarakan
perselisihan di antara para sahabat Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam dan mereka mengatakan

44
Dinukilkan oleh pensyarah At-Thohawiyah dan disahihkan oleh Al-Albani.Lihat syarah Aqidah Thohawiyah
halaman 531.
45
Sahih Muslim syarah An-Nawawi (18/11).
46
Matan Aqidah Thohawiyah halaman 14.
25

riwayat-riwayat yang ada tentang keburukan mereka ada yang dusta, ditambah, dikurangi dan
dirubah menjadi cerita yang tidak benar.
Yang benar adalah: “Dalam hal ini, sahabat-sahabat Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam
dimaafkan” karena mereka termasuk ahli ijtihad yang bisa benar dan bisa salah, walaupun demikian
Ahlussunnah waljama’ah tidak meyakini para sahabat terbebas dari dosa baik besar maupun kecil.
Mereka bisa terjatuh ke dalamnya tapi mereka memiliki kelebihan dan keutamaan yang
menghapuskan dosa mereka jika ada, bahkan mereka memiliki dosa yang diampuni dimana orang-
orang setelah mereka tidak mendapatkan ampunan dariNya. Karena mereka memiliki kebaikan-
kebaikan sebagai penghapus dosa yang mana orang-orang setelah mereka tidak memiliki kebaikan-
kebaikan tersebut. Sabda Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam telah menetapkan mereka sebagai
generasi terbaik dan satu mud sedekah salah seorang diantara mereka lebih afdhol dari sedekah
orang yang datang setelahnya walaupun emas sebesar gunung uhud. Lalu kalaupun ada satu dosa
yang mereka telah perbuat, mereka telah bertaubat darinya atau mereka lakukan kebaikan-kebaikan
yang menghapus dosa tersebut atau dosanya terampuni karena sebab keutaman menjadi sahabat
Nabi atau mendapatkan syafaat Nabi di mana para sahabat Beliau adalah orang yang paling berhak
mendapatkan syafaat beliau Sholallohu’alaihi wasallam. Atau dengan ujian yang menimpanya di
dunia, dengan itu dosanya terampuni. Apabila ini pada dosa-dosa yang jelas lalu bagaimana dengan
perkara-perkara yang mereka ijtihad di dalamnya, maka jika dalam ijtihad mereka benar mereka
mendapat dua pahala dan jika ijtihad mereka salah maka mereka mendapat satu pahala dan
kesalahannya diampuni, Nabi Sholallahu’alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang hakim memutuskan
dengan ijtihadnya, maka apabila tepat, baginya dua pahala jika salah baginya satu pahala”.47
Sesungguhnya jumlah hal-hal yang diingkari dari sahabat sangatlah sedikit dan tidak tak terlihat di
dalam keutamaan dan kebaikan mereka berupa iman kepada Allah dan Rasulnya, Jihad fii sabilillah,
hijrah serta menolong agama, ilmu dan amal sholeh. Maka siapa saja yang mendalami perjalanan
hidup sahabat-sahabat Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam dengan segala karunia yang Allah
berikan berupa keutamaan-keutamaan, maka mereka akan meyakini bahwa mereka adalah makhluk
terbaik setelah para Nabi yang tidak ada tandingannya baik dari umat terdahulu maupun yang akan
datang. Dan sungguh mereka adalah orang-orang terpilih dari generasi umat ini, dimana umat ini
adalah sebaik-baik umat yang paling mulia di sisi Allah ‘azza wajalla.48

Sikap Ahlussunnah waljaama’ah terhadap peristiwa yang disandarkan kepada para sahabat:

Dari kaedah-kaedah syariat di atas mengenai sikap Ahlussunnah waljama’ah terhadap apa-apa yang
disandarkan kepada sahabat-sahabat Nabi Sholallahu’alaihi wasallam dan juga terhadap
perselisihan-perselisihan mereka, terbagi menjadi dua bagian utama:

1. Menjaga diri terhadap perselisihan yang terjadi di antara para sahabat RadhiAllahu’anhum
dengan cara tidak mencari-cari perselisihan mereka karena itu salah satu dosa besar, maka
jalan yang terbaik dan selamat adalah diam dan tidak komentar tentang hal tersebut.

47
Riwayat Imam Bukhari Kitab Kitabul I’tishom (9/132)
48
Matan Aqidah Washitiyah halaman 71-82.
26

2. Baik sangka terhadap riwayat-riwayat yang menyebutkan keburukan mereka dengan cara
yang telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah di atas karena itu
merupakan bentuk pembelaan dan bantahan kepada tipu muslihat musuh-musuh mereka.49

Inilah manhaj haq yang wajib atas setiap muslim untuk menempuhnya tatkala mensikapi
perselisihan di antara para sahabat Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam hendaknya ia menjaga hati,
akal dan lisanya dari ikut campur, komentar atau merendahkan mereka dan hendaknya mereka
mengambil contoh dari generasi pendahulu umat ini dengan menahan diri dari komentar buruk
terhadap para sahabat Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam.

Untuk diketahui bahwa sesungguhnya Allah subhanahu wata'aala tidak akan bertanya pada hari
kiamat kecuali apa yang ada pada diri seseorang dari niat, amalan dan ucapannya. Dan Allah
subhanahu wata'aala tidak akan bertanya tentang amalan orang lain baik yang terhadulu maupun
yang akan datang. Dengan demikian untuk apa seorang muslim ikut campur dalam urusan-urusan
yang dapat menyeretnya kedalam kehancuran dan kerugian?

Dan penulis menutup ulasan bahasan ini dengan wasiat berharga dari Al-Qadhi Ibnul ‘Arobi
rahimahullah beliau berwasiat:

“Jagalah lisan-lisan kalian dari berucap tentang generasi terdahulu dari umat ini. Hati-hatilah
janganlah kalian pada hari kiamat termasuk orang-orang yang binasa karena bermusuhan dengan
sahabat-sahabat Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam. Sungguh telah binasa orang yang menjadikan
sahabat-sahabat Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam sebagai musuhnya. Tinggalkanlah apa-apa
yang telah terjadi karena Allah subhanahu wata'aala telah menetapkan takdirnya terhadap apa-apa
yang telah lampau. Dan hendaklah kalian sungguh-sungguh mencari hal yang wajib kalian yakini dan
amalkan. Janganlah lisan-lisan ikut menyeloteh mengucapkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi
kalian bersama dengan orang yang menjadikan agama ini sia-sia, karena sesungguhnya Allah
subhanahu wata'aala tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan”.

Rahmat Allah kepada Ar-Robi’ bin Haitsam karena ketika dikatakan kepada beliau Hussain telah
terbunuh, beliau bertanya “Apakah mereka yang membunuhnya? Mereka menjawab iya, Lalu Arrobi’
bin Haitam membaca firman Allah: “Katakanlah: "Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang
mengetahui barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan antara hamba-hamba-Mu
tentang apa yang selalu mereka memperselisihkannya." [QS. Az-Zumar:46]. Dan beliau tidak
menambah kata-katanya. Inilah bentuk akal dan agama yaitu menjaga lisan dari berbicara tentang
keburukan keadaan kaum muslimin, Dan menyerahkan sepenuhnya kepada Alloh Rabbul
‘aalamiin.50

49
Lihat Rincian masalah ini di Syarah Aqidah Washithiyah oleh Syaikh Dr. Soleh Fauzan Halaman 203-206.
50
Al ‘awashim minal qowaashimi fii tahqiq mawaaqifu asshohaabah ba’da wafaatin Nabi sholallohu’alaihi
wasallam, halaman 170.
27

BAB KEDUA
Fitnah-fitnah yang Terus Berlangsung
Pasal Pertama: Fitnah dalam agama
Bahasan pertama: Fitnah Lisan
Bahasan kedua:Fitnah Perselisihan dan Perpecahan.
Bahasan ketiga: Fitnah Ta’asub dan Hawa Nafsu.
Bahasan keempat: Kedzaliman yang terjadi karena pemimpin.

Pasal Kedua: Fitnah Dunia.


Bahasan Pertama: Fitnah Harta
Bahasan Kedua: Fitnah Wanita
Bahasan ketiga: Fitnah Anak
28

BAB KEDUA
Fitnah-fitnah yang Terus Berlangsung
Pasal Pertama: Fitnah dalam Agama

Bahasan pertama: Fitnah Lisan

Sungguh lisan (lidah) adalah bagian tubuh manusia yang paling berbahaya baginya, ukurannya kecil
dan bentuknya lunak namun bisa menjerumuskan pemiliknya ke dalam kehancuran. Dalam Hadits
Muadz bin Jabal ia mengisahkan : “Aku pernah bersama Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam dalam
suatu safar. Pada suatu hari aku berdekatan dengan beliau, sambil berjalan aku bertanya, wahai
Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam beritaulah aku amalan yang memasukanku ke dalam surga dan
menjauhkanku dari neraka.”
Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam menjawab: “Sungguh kamu telah bertanya tentang sesuatu
yang berat tapi akan mudah bagi siapa saja yang dimudahkan oleh Allah Subhaanahu wata’aala, yaitu
kamu sembahlah Allah, jangan menyekutukanNya dengan sesuatu dan dirikanlah sholat, sampai
kepada sabda Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam: Maukah kamu aku beritahukan yang tidak kalah
penting dari itu semua?” Aku menjawab: ‘Tentu, ya Rasulullah’. Lalu Rasulullah Sholallahu’alaihi
wasallam menunjuk ke lidahnya seraya bersabda ‘Jagalah lisanmu ini’. Aku bertanya Ya nabi Allah,
‘Apakah kita akan dihisab kelak dari apa yang kita katakan?’ Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam
menjawab, “Dengar dan perhatikan wahai Muadz, bukankah tidak ada orang yang menjerumuskan ke
dalam neraka selain buah lisannya?”. 51

Fitnah Lisan memiliki beragam bentuk diantaranya:

1. Ghibah
Sungguh kerusakan lisan yang paling mematikan bagi pemiliknya adalah ghibah, di mana Allah
mengumpamakannya dengan memakan mayat seorang muslim.
Allah Subhanahu wata’aala berfirman:

51
Hadits riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya, Kitaabul Fitan, Bab Kaful Lisan fil fitnah, disahihkan oleh Syaikh Al-
Albani dalam Sahih Sunan Ibnu Majah dengan sanad yang diringkas (2/359 nomor 3209).
29

ۖ ۖ
ۖ ۖ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati?Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.[QS. Al-Hujurat:12]
Secara normal dan manusiawi memakan daging manusia adalah hal yang paling menjijikan bagi anak
adam walaupun itu daging orang kafir atau musuh, lalu bagaimana dengan daging satu keturunan
atau saudara seagama? Lalu bagaimana jika telah menjadi menjadi bangkai karena daging yang bagus
lagi halal pun akan menjijikan jika telah menjadi bangkai?.52
Kemudian bagaimana dengan keadaan ini (perumpamaan dalam ayat) terkumpul padanya dua hal
yang menjijikan, jijik menurut tinjauan syariat dan jijik secara manusiawi. Maka sudah pasti perkara
ini sangat menjijikan bagi jiwa manusia.
Manakala balasan itu sesuai dengan perbuatan maka balasan orang yang makan daging manusia
dengan cara ghibah sangat menakutkan, sehingga jiwa pun menjauh dan lari darinya. Dalam hadits
yang diriwayatkan dari Anas bin Malik RadhiAllahu’anhu ia mengatakan: “Rasulullah
Sholallohu’alaihi wasallam bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati suatu kaum yang
berkuku panjang dari tembaga seraya mencakar wajah dan dada mereka. Aku pun bertanya kepada
Jibril, siapakah mereka? Jibril menjawab: merekalah orang yang memakan daging-daging manusia dan
merusak kehormatan mereka”.53
Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam bersabda: “Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram
darah, harta dan kehormatannya....”54 Dan ghibah merusak kehormatan.55

Masalah-masalah yang Berkaitan dengan Ghibah

1. Ghibah dengan Sindirian


Ghibah bukan hanya mengucapkan aib-aib orang lain saja sebagaimana dipahami dari hadits Nabi
Sholallahu’alaihi wasallam: “Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan
RasulNya yang lebih mengetahui”. Rasulullah bersabda (ghibah itu): “Kamu menyebutka hal-hal yang
berkaitan dengan saudaramu yang dia tidak sukai”. Lalu beliau ditanya, ”Bagaimana jika yang aku
sebutkan itu memang benar ada pada saudaraku?” Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam menjawab:

52
Kasyfur riibah wa maa la yajuuzu minal ghiibah halaman 47.
53
Riwayat Abu Daud di sunannya, Kitaabul Adab, Bab Fil Ghiibati (5/195 no. 4878) dn disahihkan oleh Al-Albani
dalam Sahih Sunan Abu Daud dengan sanad yang diringkas (3/923 no. 4082)
54
Hadits riwayat Muslim dalam sahihnya, Kitabul Birri wasshilah Al-Adaab, Babu Tahriimi dhulmil muslim
wakhudzlih (4/1986 no. 32).
55
Tahdzib Mau’idzotul Mu’minin min ihya ulumuddin (2/247).
30

“Kalau apa yang kamu sebutkan tentang dirinya benar, maka kamu telah berbuat ghibah kepadanya,
tapi jika tidak benar maka kamu telah membuat-buat kedustaan pada dirinya”.56
Masuk ke dalam hukum ghibah setiap sindiran dengan tujuan ghibah baik dengan cara menunjuk,
membisik, menganggukan kepala, mengedipkan mata menulis dan bergerak-gerak. Maka siapa saja
yang menunjukan pendek atau tinggi badan seseorang, atau memperagakan cara jalannya atau
menulis tentang kekurang seseorang atau dengan sindiran kata yang dipahami oleh pendengar
misalnya mengatakan “siapa yang tiba dari safar”, atau “bagaimana dengan orang yang melewati
kami” atau dengan mengucapkan do’a: “Alhamdulillah atas selamatnya kami dari ini dan itu seraya
mengatakan sikap buruk orang lain yang dikenal oleh pendengar” atau dengan ucapan terkesan
memuji seperti mengucapkan “alangkah baiknya keadaan si-dia tapi masih melakukan masalah yang
sama-sama kita lakukan”, lalu dia sebutkan masalah yang dilakukan dirinya, tapi maksud sebenarnya
dia ingin mencela orang lain, atau menyebut nama Allah sebelum ghibah, misalnya mengatakan
“Subhanallah, hal ini sangat mengherankan sampai ucapannya didengar baru dia menyebutkan:
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kawan kita, dari sikap meremehkan sangat menyakitiku”.
Maka dia ini bohong dalam pengakuan kesedihannya, karena kalau benar dia bersedih tentu dia tidak
akan menampakkan sesuatu yang dibenci oleh kawannya. Sama halnya dengan ucapan “kasihan dia
telah melakukan kerusakan yang besar, semoga Allah mengampuni kita dan dia”.
Termasuk ghibah ikut komentar tentang orang yang dighibahi agar orang yang mengghibah lebih
semangat dalam ghibahnya contohnya ucapan, “Sungguh aneh, aku tak tahu dia ternyata begitu,
padahal aku sebelumnya menganggapnya tidak seperti itu. Semoga Allah menyelamatkan kita dari
perbuatannya”. Karena hal ini termasuk membenarkan ghibah, kecuali dia mengingkarinya dengan
lisan atau dengan hatinya kalau dia tidak mampu dengan lisan.57
Bahaya ghibah akan bertambah kepada pelakunya berupa Allah akan membuka aib-aibnya sebagai
balasan kepadanya yang telah membuka aib saudaranya sesama muslim.
Di dalam hadits Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam bersabda: “Wahai orang-orang yang beriman
dengan lisannya, akan tetap iman itu tidak masuk kedalam hatinya, jangan kalain ghibahi orang-
orang islam, janganlah mencari-cari aib mereka, karena barangsiapa mencari aib mereka maka Allah
akan buka aibnya. Dan barangsiapa Allah buka aibnya maka Allah akan mempermalukannya walau
dia berada di dalam rumahnya”.58
Perkara ini sangat berbahaya, karena mengucapkan kata-kata untuk merendahkan kehormatan
orang lain, serta menyebutkan keburukan mereka di belakang termasuk fitnah besar yang
menjerumuskan ke dalam kehancuran, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Muadz bin
Jabal RadhiAllahu’anhu di atas: “Bukankah yang paling banyak menjerumuskan orang ke dalam
neraka adalah buah dari lisannya (akibat ucapannya) ?”.59
Manakala sangsi kepada pelaku ghibah sangat keras, maka pahala membela saudaranya yang
dighibahi pun sangat besar, karena dengan itu dia telah keluar dari ikut campur dalam perkara ini.

56
Hadits riwayat Muslim dalam sahihnya, Kitaabul Birri wasshilah, Bab Tahriimul Ghibah (4/2001 no. 70).
57
Tahdziib mau’idhotul mu’minin halaman 247 (sedikit perubahan), dan lihat Fatawa Syaikhul Islam (Mas’alah fil
ghibah di dalam Tsalaatsu Rosail Fil Ghibah halaman 24).
58
Diriwayatkan Abu Daud dalam Sunannya, Kitabul Adab, Babun Fil Ghiibah, 5/195 nomer 4880). Al-Albani
mengatakan di dalam Sahih Sunan Abu Daud dengan ringkasan sanad hassan sahih (3/923 no. 4083).
59
Telah berlalu takhrij hadits ini pada permulaan pembahasan fitnah lisan.
31

Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam bersabda, “Barangiapa yang membela kehormatan saudaranya


dari ghibah, maka Allah akan membebaskan dia dari api neraka”.60
Dalam riwayat lain disebutkan, “Barangiapa yang membela kehormatan saudaranya, maka Allah akan
menjauhkan dia dari api neraka pada hari kiamat”.61

2. Ghibah Terhadap Pemimpin


Di antara macam-macam fitnah besar pada pribadi maupun masyarakat adalah ghibah terhadap
pemimpin dengan mengkritik dan menyebarkan kesalahan-kesalahan mereka. Yang mulia, Syaikh
Abdul Aziz bin Baaz pernah ditanya pertanyaan berikut: “Apakah termasuk manhaj (metode) salaf
dalam mengkritik pemimpin diatas mimbar?”. Beliau menjawab: ”Bukan dari manhaj salaf
menyebarkan keburukan-keburukan pemimpin dan menyebutkannya di atas mimbar, karena itu
akan membawa kepada kekacauan dan hilangnya kaidah mendengar dan taat dalam hal kebaikan
kepada pemimpin. Juga menyebabkan ikut campur dalam perbincangan yang tidak bermanfaat dan
berdampak buruk.62
Tidak samar lagi bahwa kritikan terhadap pemimpin di atas mimbar termasuk ghibah dan juga
menyebutkan keburukan-keburukan di belakang mereka.
Masuk dalam makna pemimpin ulama. Sedangkan ghibah terhadap mereka di antara permasalahan
yang menimpa umat Islam di akhir zaman ini, wa laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adziim
(Tiada daya dan kekuatan kecuali Alloh yang maha tinggi dan maha agung), misalnya: jika ada
seorang ulama yang dikenal mengikuti sunnah dan fatwanya sesuai dengan dalil syariat, kemudian
berfatwa dengan fatwanya menyelisihi fatwa ulama sunnah lainnya, maka muncul orang-orang yang
fanatik membicarakannya (ghibah), mencela dan menghalangi manusia darinya, bahkan sampai
masalah ini kepada menyesatkan dan membid’ahkannya. Padahal Allah Subhaanahu wata’aala telah
memberikan pahala kepadanya atas ijtihadnya, kalaupun dia salah. Di dalam hadits Nabi
Sholallahu’alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang hakim memutuskan hukuman dengan ijtihadnya,
apabila tepat, baginya dua pahala dan jika salah baginya satu pahala”.63
Seputar masalah ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ditanya pertanyaan
berikut: “Apa pandangan Syaikh terhadap sebagian pemuda bahkan ada diantara mereka dikalangan
penuntut ilmu agama- yang mana mereka menjadikan saling mencela dan menghasut di antara
mereka sebagai suatu hal yang lumrah. Apakah ini termasuk amalan yang mendapat pahala atau
mendapat dosa?”.
Beliau menjawab:

60
Hadits Riwayat Ahmad dan Thobroni, Al-Haitsami mengatakan hassan, Majma’ Zawaaid Wamanba’ul Fawaaid
(8/95) Disahihkan oleh l-Albani dalam Sahih Al-Jami’ As-shogir waziyaadatihi (5/290 nomor. 6116).
61
Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Sunannya, Kitab AlBir wa Shilah, Bab Maa Jaa fi dzabi ‘anil muslim (3/219 no. 1996)
Dia mengatakan: Hadits ini Hassan dan Disahihkan Al-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi dengan ringkasan sanad
(1/181 no. 1575).
62
Alma’lum fii wajibil ‘alaaqoti Bainal Haakim wal mahkum, halaman 22.
63
Telah berlalu keterangan hadits ini dalam bahasan Aqidah Ahlussunnah Waljamaah terhadap Para Sahabat
Rasulullah sholallohu’alaihi wasallam.
32

“Pendapatku perbuatan ini haram, karena jika seseorang tidak boleh berbuat ghibah kepada
saudaranya yang beriman walaupun bukan ulama, lalu bagaimana dia boleh ghibah kepada saudara-
saudaranya yang menjadi ulama dan beriman, maka wajib bagi setiap mukmin untuk menjaga
lisannya dari ghibah terhadap saudara-saudaranya yang beriman”. Allah Subhanahu wataala
berfirman:

ۖ ۖ
ۖ ۖ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati?Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.[QS. Al-Hujurat:12]
Untuk diketahui oleh orang yang ditimpa masalah seperti ini, bahwa apabila ia mengkritik seorang
ulama bisa menyebabkan ditolaknya kebenaran ucapan ulama itu, maka masalah penolakan dan dosa
orang yang menolak menjadi tanggung jawab orang yang mengkritik, karena kritik mereka terhadap
ulama bukan hanya tertuju kepada pribadi ulama itu tetapi juga terhadap warisan
RasulullahSholallahu’alaihi wasallam karena ulama itu adalah pewaris para nabi jadi jika para ulama
dikritik dan direndahkan, manusia tidak percaya kepada ilmu agama mereka yang itu merupakan
warisan dari Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam. Ketika hal ini terjadi, maka manusia tidak akan
percaya lagi dengan satu ajaran syariat pun yang dibawa oleh ulama yang dikritik dan dihinakan
tersebut.
Sampai ke jawaban beliau: Intinya saya memperingatkan saudara-saudaraku dari bencana dan
penyakit seperti ini, dan aku memohon kepada Allah agar menyembuhkanku dan saudara-saudaraku
dari semua penyakit yang mencoreng dan merusak agama dan dunia kita.64

3. Ghibah Terhadap Petugas-petugas Al-Hisbah (Petugas Amar Ma’ruf Nahi Munkar)


Di antara masalah yang tersebar di antara manusia di zaman sekarang ini adalah ghibah terhadap
petugas Al-Hisbah (Petugas Amar Ma’ruf Nahi Munkar) dan mencari-cari kesalahan mereka dalam
bertugas, lalu menyebarkannya ke khalayak ramai, kemudian menjadikannya sebagai bahan lelucon
pada pertemuan-pertemuan agar orang-orang tidak menyukai mereka. Bahaya masalah ini tidak
boleh diremehkan oleh pribadi-pribadi dalam masyarakat, karena seorang petugas al-hisbah ketika
menjalankan tugasnya di pasar atau di tempat umum dan lainnya, tidak atas nama dirinya pribadi
akan tetapi sebagai petugas yang diangkat Departmen Agama pemerintah yang diberi kuasa untuk
menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Tidaklah dia menyerukan kepada kebaikan dan mencegah
dari kemungkaran, melainkan berdasarkan agama yang suci ini, sementara mengganggu tugas
mereka pada hakekatnya mengganggu agama yaitu sebagian ajaran yang diserukan olehnya tatkala
menjalankan amar ma’ruf dan melarang bagian yang tidak dibolehkan tatkala menjalankan nahi

64
Fatawa Islamiyah (4/277) dengan sedikit ringkasan.
33

munkar. Dan juga tidak suka dengan tugasnya merupakan ketidaksukaan terhadap ajaran syariat
yang diserukan oleh petugas-petugas tersebut.
Kalalulah manusia mengetahui banyaknya bencana yang tidak diturunkan Allah dengan sebab
mereka menjalankan tugasnya (Petugas Al-Hisbah) yaitu amar ma’ruf nahi munkar, pasti orang-
orang itu akan memiliki sikap lain.
Disebutkan dalam hadits riwayat An-Nu’man bin Basyir RadhiAllahu’anhu Nabi Sholallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Perumpamaan orang yang menegakkan hukum-hukum Allah dengan orang yang
melanggarnya, seperti suatu kaum yang berada pada sebuah kapal. Maka sebagian penumpang berada
di atas dan sebagian yang lain di bawah. Sedangkan penumpang bagian bawah jika ingin mengambil
air, melewati penumpang bagian atas. Suatu saat mereka berkata: “Kalau kita lubangkan kapal ini
untuk mengambil air, mungkin tidak akan mengganggu orang yang di atas”. Jika mereka membiarkan
saja orang melubangi kapal, maka semuanya akan tenggelam, jika dilarang maka semua akan
selamat.65
Jadi orang yang menegakkan hukum Allah adalah orang yang menyeru kepada kebaikan dan orang
yang melanggarnya adalah orang yang bermaksiat.66
Kesimpulannya hadits ini menunjukan bahwa sebab dan jalan keselamatan adalah mencegah orang
yang menyebabkan kerusakan dengan cara terus menerus menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.67

4. Ghibah Terhadap orang-orang bermaksiat yang Sembunyi-sembunyi.


Di sisi lain sangat disayangkan sebagian orang-orang baik dan sholeh juga dijangkiti wabak ghibah
terhadap orang-orang yang melakukan kemaksiatan dan kemungkaran (walaupun mereka tidak
menampakan maksiatnya). Mereka sangka itu termasuk ke dalam amar ma’ruf nahi munkar. Anda
menyaksikan mereka dalam pertemuan-pertemuan merendahkan aib-aib orang Islam, merendahkan
kehormatan mereka dan menjadikannya bahan lelucon sementara mereka menganggap sedang
mencegah kemungkaran.68
Padahal wajib bagi mereka menjadi manusia yang paling jauh dari ghibah terhadap orang lain dan
tidak menjadi korban perangkap syetan yang mengelabuhi mereka bahwa apa yang mereka perbuat
itu adalah jalan keluar menurut syariat, yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Akan tetapi hal ini termasuk
ke dalam belitan iblis, semoga Allah Subhaanahu wata’aala menyelamatkan kita darinya.
Menjalankan amar ma’ruf nahi munkar yang sebenarnya adalah dengan cara bertemu langsung
dengan orangnya dan bukan membicarakannya di belakang atau membicarakannya dengan orang
lain.
Perlu diketahui ada keadaan-keadaan di mana ghibah dibolehkan diantaranya:
1. Melaporkan kedzaliman yang menimpanya.
2. Meminta pertolongan untuk mencegah kemungkaran.
3. Meminta fatwa.

65
HR. Bukhari dalam sahihnya, Kitaabus Syarikah, Babu Hal Yaqrou fil qismati wal istihaami fiihi (2/182).
66
Lihat Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari (5/295)
67
Maqosidu Ahlil hisbah halaman 66 (dengan diringkas)
68
Lihat Majalisuna ilaa aina halaman 44.
34

4. Memperingatkan kaum muslimin dari kejahatan.


5. Terhadap para pelaku maksiat atau bid’ah secara terang-terangan.
6. Menyebutkan julukan seseorang yang menjadi identitasnya.Contohnya: Al-a’masy [rabun],
Al-a’ma [buta], Al-a’roj [pincang], dan lain-lain. 69

2. Merusak Tali Persaudaraan


Sungguh merusak hubungan persaudaraan termasuk fitnah lisan yang paling mematikan dalam
tatanan masyarakat muslim, karenanya ia memporak-porandakan unsur cinta dan kasih serta
memutuskan tali persaudaraan diantara kaum muslimin sehingga hancurlah persaudaraan
masyarakat muslim, Na’uudzubillahi min dzaalik..
Inilah dampak buruk bagi masyarakat, adapun keburukannya bagi pribadi lebih parah lagi karena
bisa menghancurkan agama seseorang seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Abu Hurairah
RadhiAllahu’anhu bahwasanya Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah kalian dari
menyebabkan putusnya hubungan persaudaraan karena itu adalah Al-haaliqoh (pemotong)”. Abu Isa
At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan “Merusak hubungan persaudaraan” maksudnya adalah
permusuhan dan kebencian. Dan maksud sabda Nabi Sholallahu’alaihi wasallam “Al-haaliqoh”
(pemotong) adalah dia memotong agama.70
Dari Zubir bin ‘Awwam RadhiAllahu’anhu, ia mengatakan Nabi Sholallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Telah menjalar kepada kalian penyakit umat-umat sebelum kalian, yaitu dengki dan kebencian, itulah
pemotong. Aku tidak mengatakan memotong rambut tapi ia memotong agama, sungguh demi dzat
yang jiwaku dalam genggamannya kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman dan tidak
sempurna iman kalian hingga kalian berkasih sayang. Maukah kalian aku beritahukan sesuatu yang
mendatangkan itu bagi kalian? Tebarkanlah salam diantara kalian”.71
Hasad dan kebencian walaupun termasuk perbuatan hati, tapi keduanya mempengaruhi lisan
dengan mengucapkan ucapan yang mengungkapkan maksud keduanya. Juga berupa perbuatan-
perbuatan yang tumbuh dari pengaruh kontrol Hasad dan kebencian bagi pelakunya baik itu dalam
kehidupan keluarga ataupun masyarakat yang memunculkan keretakan besar dalam kehidupan
sosial masyarakat. Yang demikian itu sama sekali tidak menyejukan mata kecuali akan menenangkan
musuh-musuh terutama pemimpin mereka yaitu iblis. Semoga Allah Subhanahu wata’aala
melindungi kita dari bisikan-bisikannya.
Oleh karena itu harus bagi orang yang diuji dengan fitnah ini untuk menghadapinya dengan ikatan
hati yang kuat, bersungguh-sungguh dan dengan penuh kejujuran kembali kepada Allah, minta
tolong kepadaNya agar membebaskan dirinya dari penyakit ini. Allah Subhanahu wataala berfirman:

69
Lihat rincian masalah ini dalam kitab Kasyfur riibah wa maa la yajuuzu minal ghiibah [Dalam Tsalatsu rosail fil
ghibah] halaman 48.
70
HR. Tirmidzi dalam Sunannya Kitab Shifatul Qiyaamah Bab 20 (4/73 nomor. 2625).Beliau mengatakan hadits ini
Sahih ghorib.Disahihkan oleh AL-Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi (2/307 no. 2036).
71
HR. Tirmidzi dalam Sunannya Kitab Shifatul Qiyaamah Bab 20 (4/73 nomor. 2628).Disahihkan oleh AL-Albani
dalam Sahih Sunan Tirmidzi (2/307 no. 2038).
35

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya
Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." [QS. Al-Hasyr ayat:10].
Permusuhan, iri dan dengki adalah kejahatan yang darinya berkobarnya api keretakan hubungan
persaudaraan. Jadi kertakan tersebut bersumber dari iri, dengki, permusuhan dan kebencian yang
bisa memotong agama dengan memotong amal-amal pelakunya sampai habis tak tersisa.
Di dalam hadits RasulullahSholallohu’alaihi wasallam bersabda: “Tahukah kalian siapakah orang
yang bangkrut?” Para sahabat menjawab, menurut kami orang yang bangkrut adalah orang yang
tidak mempunyai uang dan harta benda. Nabi bersabda, “orang yang bangkrut di antara umatku ialah
seseorang yang kelak di hari kiamat datang lengkap dengan membawa paha ibadah sholatnya, pahala
puasanya dan pahala zakatnya. Disamping itu, ia juga membawa dosa makian pada orang ini menuduh
menumpahkan darah serta menyiksanya. Lalu diberikanlah bagian pahala kepada yang ini dan juga
kepada yang lain. Saat kebaikannya sudah habis, padahal dosanya belum diselesaikan maka diambillah
dosa-dosa mereka semua dan ditimpakan kepada dirinya, lalu dia campakkan ke dalam neraka”.72
Jika permusuhan dan kebencian yang mendorong seseorang melakukan cacian, tuduhan, pukulan
dan pembunuhan terhitung sebagai bukti yang paling nyata bentuk kerusakan memecah belah
hubungan persaudaraan dalam tatanan masyarakat muslim dan juga sekaligus menjadi penyebab
utama meruginya seseorang yaitu dia tidak mendapatkan pahala amal-amal sholehnya kelak pada
hari kiamat. Maka bagian lain dari perilaku yang baik seperti mendamaikan perselisihan diantara
manusia -sebagaimana Allah Subhaanahu wata’aala telah perintahkan sebagaimana dalam
firmanNya-:

ۖ
“Perbaikilah perhubungan di antara sesamamu." [QS. Al-Anfaal ayat:1].
Di antara pilar-pilar utama bangunan masyarakat muslim dan yang menghantarkan kederajat tinggi
yang dituju. Ummu Darda meriwayatkan dari Abu Darda radhiAllahu’anhuma bahwa Rasulullah
Sholallahu’alaihi wasallam bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan dengan sesuatu yang lebih
tinggi derajatnya dari puasa, sholat dan sedekah. Para sahabat menjawab, tentu ya Rasulullah.
Kemudian Beliau Sholallohu’alaihi wasallam bersabda “Mendamaikan orang-orang yang bermusuhan.
Sedangkan permusuhan dan kebencian adalah pemotong”.73
Hadits di atas menunjukan agungnya kedudukan mendamaikan permusuhan di dalam kehidupan
masyarakat muslim. Sampai-sampai melebihi kedudukan puasa, sholat di sisi Allah Subhaanahu
wata’aala. Yang demikian karena puasa, sholat dan sedekah manfaatnya hanya untuk pribadi berupa
ganjaran pahala bagi yang mengamalkannya. Adapun mendamaikan mereka yang bermusuhan,

72
Hadits riwayat Muslim dalam sahihnya, Kitaabul Birri wasshilah, Babu Tahriimi dhulm(4/1997 no. 59).
73
Riwayat Abu Daud di sunannya, Kitaabul Adab, Bab Fii Islaahi Dzaatil Bayan (5/218 no. 4919) dan disahihkan oleh
Al-Albani dalam Sahih Sunan Abu Daud dengan sanad yang diringkas (3/929 no. 4111)
36

manfaatnya dirasakan oleh pribadi dan masyarakat berupa persatuan yang merupakan corak utama
masyarakat muslim, sebagai modal kuat menghadapi musuh-musuh.

3. Namimah (Adu Domba)


Adu domba yaitu menyebarkan atau menyampaikan ucapan orang lain di antara manusia dengan
tujuan merusak hubungan mereka. Adu domba Adalah kerusakan yang paling parah dan pemecah
belah persatuan, betapa banyak rumah tangga yang hancur dan hati-hati berubah gara-gara ucapan
si pengadu domba.Oleh karena itu Islam melarang mengikuti dan mempercayai adu domba itu. Allah
Subhanahu wataala berfirman:

10. “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, 11. yang banyak
mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,”
Namimah (Adu domba) kebanyakannya berupa menyampaikan ucapan seseorang kepada orang lain
contohnya: Dia mengatakan,“Si-fulan mengatakan kepadamu ini dan itu”.74
Dari penjelasan ini diketahui bahwa namimah merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari
permusuhan dan kebencian sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Bagi orang yang mengadu domba, akan mendapatkan siksa di kubur dan di akhirat. Adapun siksa
kubur disebutkan dalilhya dari Ibnu Abbas RadhiAllahu’anhuma dia menceritakan Rasulullah
Sholallahu’alaihi wasallam pernah melewati salah satu sudut kota Madinah kemudian beliau
mendengar ada dua penghuni kubur yang disiksa, kemudian beliau bersabda, “Mereka berdua sedang
disiksa, mereka disiksa karena perkara yang dianggap remeh, namun itu perkara besar: Pertama
disiksa karena tidak hati-hati tatkala buang air kecil dan yang kedua disiksa karena suka menebarkan
adu domba”. Kemudian Rasulullah Sholallahu’alaihi wasallam meminta pelepah kurma dan
memotong menjadi dua potongan, kemudian beliau menancapkan kedua pelepah itu ke masing-
masing kuburan seraya bersabda, “Semoga ini meringankan adzab keduanya selama pelapah kurma
ini masih basah”.75
Adapun siksa di akhirat Nabi Sholallahu’alaihi wasallam bersabda,”Tidak akan masuk surga
Qottaat”76 Qottat adalah pengadu domba. 77
Keterangan ini saja sudah cukup untuk takut serta menjauhi dari sifat adu domba bagi yang ada di
dalam hatinya setitik keimanan.
Terjadinya namimah atau adu domba diantara manusia dipicu oleh beberapa sebab, di antaranya
sebagai berikut :

74
Mukhtasor Minhaajul Qoshidiin halaman 174.
75
Hadits riwayat Muslim dalam sahihnya, Kitaabul Adaab, Bab Annamimatu Minal Kabaair (8/21).
76
Hadits riwayat Muslim dalam sahihnya, Kitaabul Adaab, Bab Maa Yukrahu Min Namimati (8/21).
77
Fathul Baari Syarh Sahih Bukhari (10/473).
37

1. Sebagian orang tidak tahu haramnya adu domba.


2. Keinginan menghabisi orang lain dan melegakan jiwanya karena adanya rasa permusuhan
dan kedengkian.
3. Meniru-niru teman, berpura pura di hadapannya serta mendekat kepada mereka dengan
memberitahukan berita baru dan sesuatu yang ingin mereka dengar.
4. Keinginan jahat kepada teman yang disebutkan seperti menceritakan ucapannya kepada
orang yang memiliki kekuasaan atau kekuatan dengan tujuan mem-mudharatkannya dengan
cara apapun.
5. Menampakan kesukaan dan pendekatan kepada orang yang diceritakan seolah olah ia
menjadi kaki tangan dan orang kesayangannya, karena iapun tidak suka apa yang diceritakan
oleh si fulan maka dia menceritakan semua ucapan si fulan dan bahkan ini menambah
kesukaan orang yang diceritakan tersebut.
6. Main-main dan bergurau, karena ada pertemuan- pertemuan hanya diadakan untuk tertawa
, bergurau atau menyebarkan gosip.
7. Keinginan untuk mengetahui rahasia orang lain dan membentangkan keadaan mereka,
selanjutnya menyebutkan tentang si fulan dan membuka aibnya 78
Melihat penyebab di atas secara umum itulah tipu daya sekaligus celah masuk setan ke dalam
manusia untuk memecah belah kaum muslimin dan melemahkan kekuatan mereka. Oleh karena itu
sudah seharusnya bagi setiap muslimin waspada sepenuhnya dari jenis manusia seperti ini karena
menimbang pengaruh buruk kepada agama seorang muslim dengan bergaul bersama mereka.
Jika seorang muslim diuji dengan memiliki teman pengadu domba, maka dalam bergaul hendaknya
dia bersikap sebagai berikut :
1. Tidak percaya kepadanya karena pengadu domba adalah termasuk ahli maksiat, maka
kesaksian mereka pun tertolak. Allah berfirman 79

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita,
maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum.”

2. Melarang serta menasehatinya dengan menyebutkan keburukan perbuatannya itu. Allah


berfirman 80

“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar”

3. Tidak berburuk sangka kepada teman yang disebutkannya berdasarkan firman Allah 81

78
Al-Namimah halaman 15
79
QS Al Hujarat ayat 6
80
QS Al Luqman ayat 17
81
QS Al-Hujarat ayat 12
38

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena


sebagian dari purba-sangka itu dosa.”

4. Tidak menjadikan cerita yang didengar sebagai bahan untuk memata – matai, sebagai bentuk
pengamalan firman Allah 82
ۖ

“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang”

5. Tidak menerima apa yang dilarang oleh pengadu domba tersebut dan juga tidak
menceritakan apa yang disebutkannya. Maka jangan ceritakan bahwa fulan telah
menceritakan kepadanya ini dan itu lalu dengan ini dia telah menjadi tukang adu domba atau
tukang ghibah, serta telah mentaati larangan pengadu domba itu83

4. Dusta
Di antara sifat sifat tercela yang dilarang oleh islam adalah sifat dusta, karena menyebabkan
malapetaka bagi orangnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :
“Sesunnguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan menghantarkan seseorang ke
surga. Dan apabila seseorang berlaku jujur dan tetap memilih jujur maka akan dicatat di sisi Allah
sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta karena dusta membawa seorang
kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan seorang ke dalam neraka. Dan jika seorang
senantiasa dusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta” 84
Dan Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :
“Tanda tanda munafik itu ada tiga ; jika berkata daia berdusta / berbohong, jika berjanji dia ingkari,
jika dipercayai dia khianat “85
Dan Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda :
“Barang siapa yang ada pada dirinya empat sifat maka dia benar-benar seorang munafik. Dan barang
siapa yang ada pada dirinya salah satu empat sifat tersebut, maka dalam dirinya tertanam satu
kemunafikan sampai dia meninggalkan yaitu : (1) apabila dia berbicara dia berdusta, (2) apabila dia
membuat kesepakatan dia mengkhianati, (3) apabila berjanji dia mengingkari, (4) apabila berdebat
dia tidak jujur” 86

82
QS Al-Hujarat ayat 12
83
An-Namimah 17 (dengan sedikit ringkasan)
84
HR Bukhari dalam shahihnya, Kitab Adab, Bab Firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”
(QS At-Taubah ; 119) - 8/30
85
HR Bukhari dalam shahihnya, Kitab Iman, Bab Ciri – ciri orang Munafik (1/15)
86
HR Bukhari dalam shahihnya, kitab Iman, Bab Ciri – ciri orang Minafik (1/15)
39

Sifat munfik yang dimaksud dalam hadits tersebut di atas adalah nifaq amali (perbuatan), bukan
I’tiqadi (keyakinan). Berkata Al Hassan Al Basri: ‘Disebutkan: “munafik itu suatu sifat bertolak
belakangnya antara keadaan di saat menyendiri dan di saat ramai, antara berkataan dengan
perbuatan, dan antara tempat masuk dan keluar.’ Bahkan disebutkan: ‘Pondasi sifat munafik yang
dibangun di atasnya kemunafikan adalah dusta.’ 87
Sahabat-sahabat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam sangat takut pada diri mereka akan sifat
munafik dengan ketakutan yang luar biasa.
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan dalam shahihnya: ‘Bahwa Ibnu Mulaikah menceritakan:
“Aku pernah bertemu tiga puluh orang dari kalangan sahabat Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam
mereka semua takut dari kemunafikan pada diri mereka. Tidak ada seorangpun dari mereka
mengatakan kalau keimanannya seperti imannya Jibril dan Mikail.” Dan disebutkan dari Hassan Al
Basri, dia mengatakan: “Tidak ada yang takut dari kemunafikan kecuali orang yang beriman, dan
tidak ada orang yang merasa aman dari kemunafikan, kecuali orang munafik, dan peringatan keras
dari terus menerus berada di atas kemunafikan dan kemaksiatan tanpa bertaubat.” Berdasarkan
firman Allah :

“Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui” 88 89
Dan Hasan Al-Basri menyebutkan orang yang ada pada dirinya sifat munafik amali (perbuatan)
sebagai orang munafik. Ucapan senada juga diriwayatkan dari Hudzaifah. As-Sa’di berkata :
“Barangsiapa yang berdusta , maka dia munafik” 90
Hal – hal yang banyak menimpa kaum muslimin dan masuk dalam katagori dusta sebagai berikut
1. Menceritakan setiap apa yang didengar. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam melarang
keras dari hal itu karena bisa menyebabkan jatuh ke dalam dusta. Didalam hadits disebutkan
dari Abu Hurairah RadhiAllahu anhu dia mengatakan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam
bersabda: “Cukuplah seseorang dianggap pendusta ketika dia menceritakan setiap apa saja
yang dia dengar” 91
2. Cerita fiktif dengan tujuan jenaka. Fenomena ini sangat disesalkan. Inilah yang banyak
menyebar di banyak kalangan kaum muslimin pada zaman kita sekarang. Mereka membuat
kreasi cerita lucu tapi bohong, agar orang lain tertawa, bahkan ada di antara mereka menulis
buku untuk itu. Semoga Allah menyelamatkan kita. Sungguh Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassalam telah mengancam pelakunya dengan “Wail” yaitu suatu lembah di dalam neraka
jahanam 92

87
Jami’ Al-Ulu wal Hikam fii Syarkh Khamsin Haditsan min Jawaami’ Al-Kalim (2/337)
88
QS Ali-Imron ayat 135
89
HR Bukhari dalam shahihnya, Kitab Iman, Bab Khauf Al-Mu’min min Anyabitha’amaluhu wa huwa laa yasy’ur
90
Jami’ Al-‘Uluum wa Al-Hikam (2/343)
91
HR Muslim dalam shahihnya, Mukadimah, Bab Al-Nahii ‘An Alkadzib Bikuli Maa Sami’
92
Lihat : Tafsiiril Qur’anil Adziim (1/168)
40

Dari Muawiyyah RadhiAllahu anhu dia mengatakan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam
bersabda: “Celaka bagi orang yang bercerita agar orang – orang tertawa tapi dengan cerita bohong.
Celaka, celaka dia, celaka dia 93. Wal’aayadzubillah.
Dan tidak ada ucapan dusta manusia yang mendapatkan pengecualian kecuali dalam tiga keadaan;
(1) mendamaikan antara manusia, (2) dalam perang, (3) ucapan suami kepada istrinya 94
Ini berdasarkan hadist Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam: “Tidak disebut pendusta jika bertujuan
untuk mendamaikan di antara pihak yang berselisih dimana dia berkata yang baik atau mengucapkan
yang baik (demi mendamaikan pihak yang berselisih).”
Ibnu Shihab mengatakan aku tidak pernah mendengar keringanan atau pengecualian pada suatu
kebohongan yang diucapkan manusia kecuali pada tiga keadaan: Peperang, mendamaikan antara
dua manusia, ucapan laki laki pada istrinya dan ucapan istri pada suaminya 95
Di antara masalah masalah yang masuk dalam bahasan ini adalah masalah “Ma’aridh” (permainan
kata) yaitu seseorang mengucapkan perkataan yang tidak seperti dipahami oleh pendengar atau
lawan bicaranya, maksudnya: Kalimatnya tersebut bisa bermakna seperti yang dia maksudkan
walaupun berlawanan dengan apa yang dipahami oleh pendengar, maka ini termasuk dusta , dari
segi pemahaman pendengarnya walaupun dari segi tujuan pembicara tidak dusta, dan ini dibolehkan
oleh syariat apabila ada tujuan syar’i.
Contohnya sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam: “Nabi Ibrahim alaihissalam tidak pernah
berdusta kecuali sebanyak tiga kali semuanya masuk ke dalam yang diijinkan oleh Allah :
- Ucapan beliau kepada Sarah : “Saudari perempuanku”,

- Ucapan Beliau : ‫ير ُه ْم َٰ َهذَا‬


ُ ِ‫" قَا َل بَ ْل فَعَلَهُ َكب‬Sebenarnya patung yang besar itulah yang
melakukannya”96,
- Ucapan beliau : ‫سقِيم‬
َ ‫" إِنِي‬Sesungguhnya aku sakit"97
dan ini semua termasuk katagori “Ma’ariidh” (permainan kata”)98
Al Imam Bukhari meriwayatkan dari Annas radhiAllahu anhu : Pada waktu anak Abu Thalha
meninggal dunia, sebelumnya Abu Thalha bertanya kepada Ummu Sulaim, “Bagaimana keadaan anak
kita?”, Ummu Sulaim menjawab, “Dia dalam keadaan tenang, aku berharap dia sudah istirahat”. Abu
Thalha menganggap bahwa Ummu Sulaim jujur dalam ucapannya. 99

93
HR Tarmidzi dalam sunannya, Kitab Zuhd, Bab Man Takalama bil kalimati liyudzhikan naas (3/381/ nomor2416),
dan dihasankan oleh Albani dalam shahih sunan At-tarmidzi dengan riangkasan sanadz (2/268/ nomor 1885)
94
Futya Shaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Masalah Ghibah) termasuk tsalatsa rasaa-il fii ghibah halaman 33 ( dengan
sedikit ringkasan)
95
HR Muslim dalam shahihnya, kitab AlBiri, Bab Tahriimul Kadzab (4/2011/ nomor 101.
96
Al Anbiya ayat 63
97
Surat Ashshofat ayat 89
98
Lihat ; Futya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ( Masalah Ghibah) dalam tsalatsa rasaa-il fii ghibah halaman 22
99
HR Bukhari dalam shahihnya , Kitab Al-Adab, Bab Al Ma’aariidh mandhuhatu ‘anil kadzib (8/57).
41

5. At-Tahrisy (Mengadu)
At-Tahris secara bahasa adalah mengadu domba antara suatu kaum, dan juga bisa mengadu binatang
sebagaimana dilakukan pada onta – onta, kambing , ayam dan lain lain. Jadi mengadu manusia
dengan singa agar saling menyakiti dan merusak serta mengadu domba di antara mereka. 100 Dalam
hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Sesungguhnya setan telah putus asa untuk
disembah oleh orang – orang yang sholat di jazirah Arab, akan tetapi dia mengadu domba di antara
mereka.” 101 Yaitu membawa mereka kepada huru hara dan peperangan 102
Oleh karena syaitan menghiasi perbuatan buruk banyak manusia dengan memprovokasi dan
mengadu domba serta merusak hubungan diantara kaum muslimin dengan menyulut api fitnah yang
di awali dengan persaudaraan dan persatuan di antara mereka sehingga mereka beralih menjadi
bermusuhan dan saling menjauh. Dengan itu mereka telah berhasil mewujudkan sebagian besar
keinginan musuh-musuh islam yang mana persatuan dan bahu membahunya kaum muslimin telah
membuat mereka tidak tenang. Wa hasbunallah wa ni’mal wakil (Dan Allah lah sebagai penolong dan
sebaik baik pelindung).
Maka wajib bagi setiap muslim menyadari tipuan setan ini dan untuk melawannya dengan banyak
berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, juga bersungguh-sungguh dalam diri untuk tidak
megikuti bisikan bisikan setan dan adu dombanya. Juga dengan memaafkan kaum muslimin dalam
banyak perkara yang bisa melonggarkan ikatan persaudaraan antara kaum muslimin, serta tetap
mengingat firman Allah Ta’ala 103

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara “


Sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam: “Muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak
boleh mendzoliminya atau menghinakannya. Barang siapa yang membantu keperluan saudaranya,
maka Allah akan memenuhi keperluannya, barang siapa yang melapangkan satu kegelisahan seorang
muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan kesusahan di hari kiamat nanti. Dan barang
siapa yang menutup aib seorang muslim , maka Allah akan menutupi aib nya pada hari kiamat”. 104
Barang siapa ditimpa dengan kerusakan yang disebabkan oleh lisan maka hendaklah dia segera
bertaubat dengan memenuhi syarat – syarat nya.:
1. Melepaskan diri dari maksiat seketika itu
2. Menyesali perbuatannya itu.
3. Bertekat kuat untuk tidak mengulangi perbuatan itu
4. Mengembalikan kezaliman (sesuatu yang pernah diambil dari orang lain) dan meminta maaf
kepada yang pernah dizalimi.

100
Lisanal Arab, kata : (‫( )حرش‬2/834) (dengan sedikit perubahan)
101
HR Muslim dengan shahihnya, Kitab Shifatul Munafiqin Uahkaamihim, Bab Tahrisy Asysyaithon (4/2166 nomor
62)
102
Lisanul Arab , kata : (‫( )حرش‬2/843)
103
Al Hujarat ayat 10
104
HR Muslim dalam shahihnya, Kitab Biri wal shilah wal adab, bab tahrimul dholmi (4/1996 nomor58)
42

Di dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia mengatakan Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassalam bersabda : “Siapa saja yang merasa pernah berbuat aniaya atau kedzaliman kepada
saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lainnya, hendaknya segera meminta halal
atau maaf sekarang juga. Sebelum datang suatu hari yang tiada harta, dinar atau dirham, jika dia
punya amal shaleh, maka akan diambil sesuai dengan ukaran kedzalimanya. Jika tidak mempunyai
kebaikan, maka diambilkan dari kejahatan orang yang didzalimi untuk diberikan kepadanya”.105
Maka hendaklah seorang muslim untuk bersegera meminta maaf kepada orang yang pernah
disakitnya baik dengan cara ghibah, adu domba atau merusak hubungan persaudaraan atau
mengadukan dan meminta maaf selama masih hidup. Jangan sampai maut mendatanginya sebelum
bertaubat dari maksiat ini, karena apabila dia tidak melakukan syarat taubat yang terakhir akan
menyebabkan taubatnya tidak diterima, naudzubillah. Maka segeralah, segeralah.

6. Ketentuan Syariat dalam mengatasi fitnah lisan


Islam tidak meninggalkan perkara besar ataupun kecil dalam kehidupan kecuali perkara-perkara itu
telah ditentukan aturan dengan ketentuannya oleh syariat, dengan itu maka setiap muslim bisa
mewujudkan stabilitas dalam setiap urusanya baik urusan dunia maupun akhirat.
Di antara masalah yang paling menonjol yang telah ditentukan aturannya oleh islam adalah masalah
lisan (ucapan) sebagai upaya selamat dari fitnah lisan dengan berbagai macam cabangnya yang telah
dijelaskan diatas.
Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam telah membatasi dengan batasan aqidah untuk
pencegah dari terjatuh ke dalamnya melalui sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam: “Barang
siapa yang beriman kepada hari akhir maka hendaklah dia mengucapkan kebaikan atau diam” 106
Ibnu Hajar dalam menjelaskan hadits di atas mengatakan hadits ini termasuk jawamiul kalim
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam (ucapan singkat tapi padat makna). Karena seluruh perkataan
itu bisa baik, bisa buruk atau mengarah ke salah satu di antara keduanya. Masuk ke dalam katagori
baik, setiap ucapan yang diperlukan, baik itu hukumnya wajib atau sunnah, maka ini dibolehkan
dengan berbagai macam bentuknya. Dan termasuk dalam hal ini adalah setiap ucapan yang
membawa kebaikan. Selain dari itu semua maka masuk dalam katagori ucapan buruk atau membawa
keburukan. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam memerintahkan ketika ada keinginan untuk itu
agar untuk diam.
Kesimpulannya bahwa barang siapa yang beriman maka dia memiliki sifat kasih sayang terhadap
makhluk Allah dengan mengucapkan perkataan baik atau diam dari mengucapkan keburukan, serta
melakukan sesuatu yang bermanfaat dan meninggalkan apa – apa yang memudharatkan107
Imam Nawawi juga menjelaskan: Adapun sabda nabi Shalallahu Alaihi Wassalam hendaklah berkata
baik atau diam maknanya adalah bahwa ketika seseorang ingin berbicara lalu yang dia akan
bicarakan itu suatu kebaikan yang mendapatkan pahala baik hukumnya wajib atau Sunnah, maka
bicaralah, tapi apabila belum jelas baginya perkataan itu baik yang menghasilkan pahala, maka

105
HR Bukhari dalam shahihya, Kitab madholim ,bab man kanat lahumadhlomatun ‘inda arrojulun (3/ 150)
106
HR Bukhari dalam shahihnya, Kitab Arroqoiq, Bab khifdhol lisan (8/124)
107
Fathul Bahri Syarah Shahih Bukhari (10/446) ( dengan sedkit ringkasan)
43

hendaklah tahan diri dari mengucapkannya baik ketika ia mengetahui hukumnya haram atau
makruh atau mubah (boleh) , atau seimbang antara keduanya. Maka dari itu perkataan mubah
(boleh) dianjurkan untuk ditinggalkan, dan sunnah hukumnya menahan diri dari mengucapkannya,
karena khawatir terseret ke sesuatu yang haram atau makruh, dan ini banyak terjadi pada ucapan
keseharian 108
Timbangan syariat ini membutuhkan kesungguhan dan instropeksi diri terus-menerus sehingga
mudah bagi sesorang untuk membiasakan control lisan dari ucapan yang tidak bermanfaat karena
siapa saja yang melepaskan lisannya tanpa control, maka dia lebih rentan jatuh ke dalam kesalahan
dan fitnah lisan dari pada orang lain, dimana hal itu bisa menjerumuskannya ke dalam kebinasaan
sebagaimana hadits Mu’adz bin Jabal yang telah disebutkan sebelumnya: “Bukankah tidak ada yang
menjerumuskan orang ke dalam neraka selain buah lisannya. “109
Inti dalilnya adalah sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam: Bukankah tidak ada yang
menjerumuskan orang ke dalam neraka selain buah lisannya, maka jadi lisan dengan bentuk yang
kecil menentukan akhir tempat kembali pemiliknya oleh karena itu Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassalam mewasiatkan kita untuk menahan diri dan mengontrol lisan. Dari Uqbah bin Amir
radhiallahu ‘anhu, dia mengatakan aku pernah bertanya “Ya Rasulullah apakah keselamatan itu?”,
beliau menjawab: “Jagalah lisanmu, lapangkanlah rumahmu dan menangislah atas dosa – dosamu” 110
Diriwayatkan dari Luqman Al-Hakim radhiallahu ‘anhu, dia pernah mengatakan kepada anaknya:
“Barang siapa yang bersahabat dengan orang jahat, maka dia tidak akan selamat, barang siapa yang
masuk ke tempat yang buruk, maka dia akan tertuduh, dan barang siapa yang tidak mengontrol
lisannya, maka akan menyesal.”
Dari Al Hasan Al-Basri radhiallahu ‘anhu, dia mengatakan, “Bahwa lisan orang yang bijaksana ada di
belakang hatinya, apabila ia mau berbicara lisan itu kembali ke hatinya, jika baik baginya dia akan
ucapkan, dan jika merugikan maka dia diam. Sesungguhnya seorang yang bodoh hatinya diujung
lidahnya, tidak kembali hatinya. Apa saja yang datang ke lisannya yang ingin dia ucapkan, maka dia
ucapkan.”111
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’ anhu berkata: “Demi Allah tidak ada Ilah yang berhak disembah
kecuali Dia, tidak ada sesuatu yang berhak dipenjara dalam waktu yang lama kecuali lisan.”
Thaus rahimahullah juga mengatakan : “Lidahku adalah binatang buas, jika aku lepaskan maka ia
akan memangsaku“.112
Dan fitnah lisan ini akan bertambah berbahaya jika yang dibicarakannya itu seputar ulama
sebagaimana yang telah disebutkan dalam ghibah terhadap pemimpin, karena mereka itu adalah

108
Shahih Muslim Syarah Nawawi (Al Khasyiah) (2/19).
109
Keterangan hadits ini telah berlalu ketika permulaan pembahasan fitnah lisan
110
HR Tarmidzi dalam sunannya, kitab Zuhd, Bab Maa Jaa-a fii hafdhol lisan (4/30/ nomor2517) (dia mengatakan
hadits ini hasan, dan dishahihkan oleh Albani dan shahih sunan Tarmidzi dengan ringaksan sanadz (2/287/ nomor
1921)
111
Tanbihul Ghaafiliin (1/233)
112
Tahdziib Mau’adhotul Mu’minin min Ikhyaa ‘uluul mudiin halaman 235
44

penghulu ummat ini yang memimpinnya dan meneranginya. Maka tidak ada kebaikan suatu kaum
yang tidak mengakui kedudukan ulama 113 . Karena sesungguhnya daging ulama itu beracun 114
Tidak cara melepaskan diri dari tali bencana ini kecuali dengan menahan lisan sebaik – baiknya dari
ikut campur ke dalamnya, dan semua itu terkumpul dalam sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassalam: “Siapa yang diam, maka dia pasti selamat.”115
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa ukuran dan timbangan syariat yang wajib atas muslim untuk
menimbang perkataannya sebelum dia ucapkan dalam setiap urusan sehingga dia tidak terjerumus
ke dalam lembah fitnah yang menghancurkan adalah: “Ucapkanlah yang baik atau diam.”

Bahasan kedua : Fitnah perselisihan dan perpecahan

Sesungguhnya yang membuat hati sedih dan sakit adalah peristiwa yang melanda kaum muslimin
berupa perpecahan dan perselisihan yang menyebabkan dada sebagian mereka penuh dengan
perselisihan dan permusuhan, fahasbunaallah wa ni’mal waqil, tidaklah yang demikan itu terjadi
karena menyelisihi petunjuk Al-Qur’an dan Assunnah. Allah ta’ala berfirman 116

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai “
Dari Al-Nu’man bin Basyir radhiallahu’anhu, dia mengatakan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam
bersabda di atas kayu kayu ini atau mimbar ini : “Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit
maka dia tidak akan mampu mensyukuri yang banyak. Dan barang siapa yang tidak berterima kasih
pada manusia maka dia belum dikatakan bersyukur kepada Allah Subhana wa Ta’ala menceritakan
dan menceritakan akan nikmat-nikmat Allah Subhanallahu wa Ta’ala termasuk bersyukur dan
meninggalkannya termasuk pengingkaran dan jamaah adalah rahmat dan perpecahan merupakan
azab.”117
Maka perpecahan dengan segala macamnya baik dalam pemikiran, ucapan dan perbuatan adalah
azab. Dengan itu Allah mengazab siapa saja yang menyelisihi perintahnya dan mengambil petunjuk
selain petunjuknya 118
Manakala kaum muslimin menjauh dari jalan ini, lalu bersandar kepada norma-norma yang
menyesatkan juga slogan-slogan tak berguna lagi memecah belah, dan perselisihan-perselisihan
yang memporak-porandakan maka tubuh mereka akan tercabik-cabik dan terpotong-potong,
kekuatan mereka akan hilang dan wilayah mereka akan menjadi sempit, hawa nafsu mengontrol dan

113
Lihat : Manhajul Ahlis sunnati wal Jamaati fii taquumur rijaal wa mualafaatahim halaman 10
114
Lihat : Siyar A’lamin nubalaa’ (10/94).
115
HR Tarmidzi dalam sunannya (kitab Shifatul Qiyamah bab 16) (3/70/ nomor 2618), dan dishahihkan oleh Albani
dalam shahih Sunan At-Tarmidzi dengan ringaksan sanadz (2/306 nomor2031)
116
QS Ali Imron ayat 103
117
HR Ahmad, Al-Bazar dan Aththabroni, AlHaisyami mengatakan perawi – perawinya tsiqoh, Majmal Alzawaid wa
manbaul fawaid (5/217), dan dihasankan oleh Albani dalam Dhilalil Jannah fii tahrijus Sunnah ( Dalam kitab
Assunnah Liibni Abii ‘Adhim) (5/430)
118
Adhdhawaa bith Asysyar’iyah Limauqifil Muslim minal Fitan halaman 26
45

memecah belah mereka, mereka menjadi sasaran empuk bagi musuh-musuh dan menjadi hina di
hadapan umat yang paling hina dan tak berguna. Kelompok ajaran dan sekte mengeroyok memerangi
mereka di tengah-tengah rumah mereka lalu membagi harta kekayaan mereka dan menghinakan
mereka, mereka diserang tapi tidak menyerang, dianiaya tapi tidak membalas, direndahkan tapi
tidak berbuat apa-apa. Dahulu mereka menjadi orang-orang yang kokoh lagi mulia, memiliki
semangat yang menjulang tinggi lagi pantang mundur. Inna lillahi wainna ilaihi raaji’uun.119

1. Sebab-sebab Perpecahan dan Perselisihan


Melihat penjelasan di atas, jelas bagi kita bahwa terjadinya perpecahan dan permusuhan memiliki
banyak penyebab, yang paling penting di antaranya adalah:
1. Berbuat bid’ah
Karena sesungguhnya bid’ah penyebab setiap masalah dan fitnah. Pada zaman Rasulullah
Sholallahu’alaihi wasallam kaum muslimin adalah umat dan jamaah yang satu bersatu di atas aqidah
dan manhaj yang satu, kemudian diteruskan pada masa khalifah Abu Bakar Radhiallahu’anhu dan
khalifah Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu, tapi setelah kematian khalifah kedua (Umar bin Khattab
Radhiallahu’anhu) fitnah mulai menampakkan diri dan terus menerus penjahat-penjahat
melancarkan aksinya sehingga terbunuhlah khalifah Utsman bin Affan Radhiallahu’anhu. Maka
setelah itu muncul fitnah bertubi-tubi muncul kelompok-kelompok ahlul bid’ah dan pengikut hawa
nafsu, dengan demikian persatuan kaum muslimin terpecah dan keretakan mulai muncul dalam
jamaah kaum muslimin. Hasbunallohu wani’mal wakil.
2. Mengikuti hawa nafsu
Ahli bid’ah dan maksiat mengutamakan hawa nafsu daripada Al-Qur’an dan Sunnah, mereka berdalil
dengan syariat untuk menuruti hawa nafsu mereka. Bahkan mereka merubah nash-nash dan dalil
agar cocok dengan perbuatan bid’ah mereka. Maka dari sini Salafus shalih menamakan ahlu bid’ah
dengan Ahlul Ahwa (pengikut hawa nafsu).120
3. Agenda yang matang dan gerakan tersembunyi dari musuh-musuh Islam menjadikan
Perpecahan di antara kaum muslimin dan membuat keraguan dalam tubuh umat Islam melalui
propaganda.
Mereka dan orang-orang semisalnya adalah alat yang paling tajam untuk menyiksa kaum muslimin
dan menghancurkannya. Dan juga menyebarkan ajaran-ajaran yang tidak bermanfaat, bid’ah dan
hawa nafsu antara mereka.
4. Jauhnya kaum muslimin dari ajaran pokok dan akidah yang benar.
Disebabkan oleh kebodohan tentang hukum-hukum syariat juga bahaya bid’ah, tahayul, perdukunan
dan orang-orang pengkultus kuburan. Orang-orang yang mengaku wali dikalangan sufi dan ahli
bid’ah yang mencoreng syariat agama, memalsukan hakekatnya lalu menutup cahaya Islam dari
kaum muslimin serta mencegah mereka dari sumber Islam yang bersih dan jernih.

119
Al-I’tilaf wal Ikhtilaf Ususuhu wa Dhowabatuhu halaman 8.
120
Al-Fitnatu wa mauqiful muslim minha fi dhouil qur’an halaman 436-438 dengan sedikit ringkasan.
46

5. Keras atau berlebihan yang terlarang.


Berdasarkan hadits Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam, “Celakalah orang yang berlebih-lebihan”121 dan
memasukan kaum muslimin ke dalam kebingungan dalam urusan agama mereka, maka tidaklah kita
dapatkan keretakan atau perpecahan seperti yang terjadi di antara umat kita. Yang demikian itu
karena sebab berlebihan dalam agama dan fanatik buta dari sebagian orang. Semoga Allah
Subhaanahu wata’aala memberikan hidayah kepada mereka.
Keras yang bertujuan menyempitkan jiwa orang lain dalam hukum syariat atau memboikot orang
lain atau bergaul bersama mereka yang tidak sejalan dengan kaidah-kaidah syariat dan tujuan agama
karena agama didasari atas mengambil hukum-hukum syariat dengan memperhatikan kemudahan
dan tidak menyulitkan serta mengambil keluasan dan keringanan pada tempatnya, baik sangka pada
manusia dan mengasihi mereka dengan tidak mengambil hukum hudud jika ada syubhat
(kerancuan). Menasehati kaum muslimin, memaafkan orang yang bersalah dan mencari udzur atau
alasan baginya selain dalam hukum hudud. Diantara tanda-tanda berlebihan: Tergesa-gesa dalam
menentukan hukum dan banyak mengkafirkan yang menyebabkan keluar dari ciri ulama serta keluar
dari hukum dan pendapat mereka.
6. Terpengaruhnya kaum muslimin dari filsafat yang diadopsi serta merujuk pemikiran, wawasan
dan pergerakan dengan dalih pembaharuan agama dan mengikuti perkembangan zaman dan
modernisasi.
Dan ini perkara bahaya yang mengancam bangunan dasar warisan petunjuk Nabi Shalallahu Alaihi
Wassalam, sahabat-sahabatnya dan tabi’in.
7. Meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar serta tidak menasehati penguasa dan
pemimpin dan orang-orang yang berkedudukan tinggi dalam umat serta adanya kepura-puraan
dalam agama.122

8. Fanatik kepada tokoh tertentu dengan fanatik buta.


Di mana bagi mereka ucapan tokoh-tokoh yang dia ikuti benar semua walaupun ada sebagian yang
menyelisihi kebenaran. Bahkan ada orang yang loyal dan membenci atas dasar tokoh-tokoh tersebut.
Dalam hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Dan tidak ada seorangpun
yang berhak mengangkat dalam umat ini lalu menyeru untuk mengikuti ajarannya kemudian loyal,
meyukai dan membenci atas dasar tersebut selain Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam, dan juga tidak
pula menjadikan ucapan mereka sebagai dasar berkasih sayang atau bermusuhan kecuali atas dasar
firman Allah dan hadits Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam dan apa yang telah disepakati oleh umat ini.
Maka ini termasuk perbuatan ahlu bid’ah dengan menjadikan tokoh atau pendapat yang dengannya
mereka memecah belah umat berdasarkan pendapat itu atau bermusuhan di atasnya”.123

121
HAdits Riwayat Muslim dalam sahihnya, Kitaabul ‘Ilm, Halakal Mutatho’uun (4/2055 no. 7)
122
Al-I’tilaf wal Ikhtilaf Ususuhu wa Dhowabatuhu halaman 52-55 dengan perubahan.
123
Majmu’ fatawa (30/164)
47

2. Jalan Keluar dari Fitnah Perselisihan dan Perpecahan


Mencermati sebab-sebab fitnah di atas maka jelas bahwa obat yang paling mujarab terhadap
penyakit ini bertumpu kepada ketetapan bersama jamaah kaum muslimin. Dalam Hadits Nabi
Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda, “Hendaklah kalian tetap dalam jama’ah dan jauhilah dari
bercerai-berai karena setan bersama satu orang dan lebih jauh dari bersama dua orang, barangsiapa
yang ingin mendapatkan tempat yang terbaik di dalam surga, maka hendaklah berpegang tegug pada
jama’ah dan barangsiapa yang kebaikannya membuat dia bahagia dan keburukannya membuat dia
bersedih, maka dialah orang yang beriman”. 124
Dan Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda, “Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, 1 golongan
masuk surga dan 70 di neraka dan nashrani terpecah menjadi 72 golongan, 71 golongan di neraka
dan yang 1 di surga dan demi yang jiwa Muhammad berada di tangannya, umatku benar-benar
terpecah menjadi 73 golongan, 1 golongan masuk surga dan 72 golongan di neraka. Ditanyakan
kepada beliau, siapakah mereka (1 golongan yang masuk surga) wahai Rasulullah?, beliau menjawab
Al-Jamaah. 125
Adapun tafsir Al-Jama’ah di kalangan ulama adalah: Ahli fiqh, dan Ahli hadits. Oleh sebab itu Imam
Bukhari menulis bab dalam kitab sahihnya bab firman Allah Subhaanahu wata’aala:

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan…” [QS.
Al-Baqarah: 143].
Dan Rasulullah sholallahu’alaihiwasallam memerintahkan untuk senantiasa bersama jama’ah yaitu
ahli ilmu agama.126

Bahasan ketiga : Fitnah Fanatik dan Mengikuti Hawa Nafsu

Sesungguhnya di antara ujian yang menimpa kaum muslimin dalam agama mereka di akhir zaman
ini adalah fanatik terhadap pendapat dan tokoh dengan fanatik buta dimana seorang itu bergantung
kepada apa-apa yang keluar dari orang yang ia ikuti itu berupa pendapat. Baik itu sesuai dengan
kebenaran atau menyelisihinya, di sisi lain dia menolak selainnya dan membantah seluruh pendapat
mereka walaupun sesuai dengan kebenaran. Itu karena orang lain menyelisihi pendapat tokoh-tokoh
yang mereka ikuti. Semoga Allah Subhaanahu wata’aala menyelamatkan kita. Dan masalah ini telah
dijelaskan di atas.
Sementara itu di sana juga ada yang mengikuti hawa nafsunya, siapa saja yang cocok dengan
pendapatnya, ia terima dan puji dan ia sebutkan kebaikan-kebaikannya pada orang lain, adapun yang
tidak sependapat dengannya serta tidak cocok dengan hawa nafsunya, maka ia bantah pendapat

124
Bagian dari hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam sunannya, Kitab Alfitan, Bab Luzumul Jamaa’ati
4/315 no. 2253, dan beliau mengatakan hadits hasan sahih ghorib, dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih
Sunan Tirmidzi (2/232 no. 1758).
125
Diriwayatkan Ibnu Majah dalam sunannya, Kitaabul Fitan, Bab Iftiraaqul Umam (2/1322 no. 3992). dan
disahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Ibnu Majah (2/364 no. 3226).
126
Shahih Bukhari, kitabul I’tisham bil kitabi wassunnah (9/132).
48

tersebut walaupun benar dan melecehkannya. Fanatik dan mengikuti hawa nafsu merupakan dua
sifat tercela yang menunjukkan sedikitnya pemahaman ilmu orangnya.

Untuk selamat dari fitnah ini, maka harus mengikuti hal-hal berikut:
1. Berlepas diri.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman akan berlepas diri dari kepentingan dirinya dan hawa
nafsunya dan tidak fanatik kecuali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta mengambil kebenaran dari
siapapun asalkan mengikuti dalil. Dan inilah manhaj atau metode Salafus Shalih.
Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata: Tidak ada seorangpun setelah Nabi, kecuali pendapatnya
boleh diambil dan boleh ditolak kecuali Nabi Sholallohu’alaihi wasallam.127
Maka ia tidak mengutamakan pendapat manapun atas firman Alloh dan Sabda Rasulullah
sholallahu’alaihiwasallam serta pendapat sahabat-sahabat beliau.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Ilmu itu adalah firman Allah dan Sabda Rasulullah
sholallahu’alaihiwasallam serta perkataan-perkataan sahabat. Ini adalah suatu hal yang jelas,
bukanlah dinamakan ilmu, sikapmu yang dengan kebodohan mempertentangkan hadits Rasulullah
sholallahu’alaihiwasallam dengan pendapat ulama. Sekali-kali tidak bukanlah termasuk ilmu,
menolak dan mengingkari sifat Allah karena khawatir menyamakan dan menyerupakan Allah dengan
makhluknya.128
Jika seorang muslim melepaskan diri dari hawa nafsunya, maka setelah itu mudah baginya menerima
kebenaran dari siapa pun walaupun itu menyelisihi banyak pendapatnya.
2. Meninggalkan Debat dan Berbantah-bantahan.
Debat [Al-Miraa’] adalah membantah orang lain dengan menungkapakan kelemahan pendapat
tersebut baik dari sisi struktur kata atau makna atau maksud pembicara.129
Dampak debat antara kaum muslimin sangat buruk, bisa menjadi penyebab kesesatan setelah
mendapatkan hidayah. Wal ‘iyaadzubillah.
Dari Abi Umamah Radhiallahu’anhu ia berkata Rasulullah sholallahu’alaihiwasallam bersabda
“Tidaklah suatu kaum tersesat setelah mendapatkan petunjuk yang ada pada mereka melainkan
karena mereka suka berbantah-bantahan”. 130
Karena seorang pendebat tidak bermaksud dari perdebatannya itu menampakan kebenaran, tapi
maksudnya untuk mengalahkan lawan debatnya serta memperlihatkan kekurangannya, yang
menyebabkan tersulutnya api kemarahan di antara dua belah pihak. dimana keduanya disatukan
oleh aqidah. Maka mulailah fitnah muncul di antara keduanya dan api kemarahan menghanguskan
perasaan kasih sayang dan persaudaraan di antara keduanya.

127
Fatawa Subky (1/148)
128
Al-Qosidah An-Nuuniyah Al-Kaafiyah As-Syaafiyah Lil Firqotun Naajiyah, halaman 161.
129
Tahdzib Mau’idhotil Mu’miniin halaman 238.
130
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya (Al-Muqadimah) (1/19 no. 48) Dihasankan oleh Al-Albani dalam
Sahih Sunan Ibnu Majah dengan ringkasan sanad (1/14 no. 45).
49

Hendaknya seorang muslim menjauh dari debat dalam diskusi bersama saudaranya sesama muslim
dalam masalah apapun, hendaklah perbincangannya membangun berdasarkan norma-norma adat
Islami yang tinggi sehingga pendapatnya lebih bisa diterima dan meyakinkan.

Bahasan keempat : Perkara-perkara yang Terjadi Akibat Kedzaliman


Pemimpin

Di antara perkara yang menimpa sebagian kaum muslimin pada sebagian negeri di belahan dunia
Islam, berkuasanya sebagian pemimpin yang dzalim kepada mereka dengan segala macam
kedzaliman kemanusiaan. Jika rakyat diuji dengan pemimpin dzalim, maka rakyat tidak boleh dalam
keadaan apapun melawan kedzalimannya dengan memberontak kepadanya. Karena api tidak bisa
memadamkan api.
Maka manhaj syar’i dalam keadaan seperti itu adalah bersabar.
Di dalam hadits Rasulullah sholallahu’alaihiwasallam bersabda, “Kalian akan melihat sepeninggalku
perkara-perkara yang kalian ingkari”.131 Dan Nabi sholallohu’alaihiwasallam bersabda, “Bersabarlah,
sampai kalian menjumpaiku di telaga”.132
Dan juga sabda Nabi sholallahu’alaihiwasallam “Sesungguhnya kalian akan melihat sepeninggalku
kesewenang-wenangan dan perkara-perkara yang kalian ingkari”. Para sahabat bertanya, “Lalu, apa
yang Engkau perintahkan kepada Kami ya Rasulullah?”. Nabi sholallahu’alaihiwasallam menjawab,
“Tunaikan hak mereka atas kalian dan mintalah hak kalian kepada Allah subhanahu wata’aala”.133
Maksud “Al-Atsarah” (sewenang-wenang) maksudnya adalah menguasai harta mereka di mana ada
hak bagian mereka di dalamnya.134
Di dalam hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma dia mengatakan Nabi
sholallahu’alaihiwasallam bersabda, “Barangsiapa yang melihat dari pemimpinnya sesuatu yang dia
tidak sukai, maka hendaklah bersabar karena sesungguhnya tidaklah seseorang yang keluar
memisahkan diri dari jama’ah lalu mati. Maka matinya dalam keadaan mati jahiliyyah”.135
Dari ‘Ubadah bin Shomit Radhiyallahu’anhu ia berkata Rasulullah sholallahu’alaihiwasallam
bersabda “Dengar dan taat baik dalam keadaan sulit ataupun mudah, dalam keadaan semangat atau

131
Hadits riwayat Bukhari dalam sahihnya, Kitabul Fitan, Bab perkataan Nabi sholallohu’alaihiwasallam “Sataruuna
ba’di umuuran Tunkiruunaha (9/59).
132
Hadits riwayat Bukhari dalam sahihnya, Kitabul Fitan, Bab perkataan Nabi sholallohu’alaihiwasallam “Sataruuna
ba’di umuuran Tunkiruunaha (9/59).
133
Hadits riwayat Bukhari dalam sahihnya, Kitabul Fitan, Bab perkataan Nabi sholallohu’alaihiwasallam “Sataruuna
ba’di umuuran Tunkiruunaha (9/59).
134
Fathul baari, Syarah Sahih Bukhari (8/52).
135
Hadits riwayat Bukhari dalam sahihnya, Kitabul Fitan, Bab perkataan Nabi sholallohu’alaihiwasallam “Sataruuna
ba’di umuuran Tunkiruunaha (9/59).
50

tidak suka, walaupun ia sewenang-wenang terhadapmu dan walaupun mereka merampas hartamu
serta memukul punggungmu”.136
Maka hadits-hadits tersebut di atas menunjukan bahwa manhaj, metode, syar’i dalam mensikapi
kedzaliman pemimpin-pemimpin kaum muslimin adalah sabar dan tidak menggoyang atau
merampas kekuasaan mereka, tapi mendo’akan kebaikan untuk mereka.
Imam At-Thohawi Rohimahullah ta’ala mengatakan “Kami tidak berpendapat berontak kepada
pemimpin dan penguasa kami, walaupun mereka berbuat aniaya. kami tidak mendo’akan keburukan
terhadap mereka dan kami tidak melepas keta’atan dari mereka dan kami memandang taat kepada
mereka termasuk ketaatan yang wajib kepada Allah selama mereka tidak memerintahkan kepada
yang maksiat dan mendoakan mereka untuk mendapatkan kebaikan dan keselamatan”.137
Dan juga Imam Muhammad bin Abdul Wahab Rohimahullah ta’ala menjelaskan manhaj tersebut
beliau menyebutkan :
Pendapat Ahlussunah Waljamaah “bahwa pemimpin-pemimpin yang dzalim termasuk ke dalam hal-
hal yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk mentaatinya, diantaranya sholat
dibelakang mereka, berjihad bersama mereka dan minta bantuan mereka dalam perkara amar ma’ruf
nahi mungkar. Barang siapa diantara mereka memutuskan hukum dengan adil, maka hukumnya
dijalankan dan apabila memungkinkan mengangkat pemimpin yang baik maka tidak boleh
mengangkat pemimpin yang dzalim.
Ahlussunah Waljamaah bersungguh-sungguh dalam mentaati mereka sesuai dengan kemampuan,
sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wata’ala dalam QS At-Taghobun ayat 16:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…”
Jika terkumpul kebaikan dan keburukan maka mereka memilih yang paling jelas diantara keduanya.
Tidak sedikit orang yang berontak trehadap pemimpin kecuali dari perbuataanya itu akan
menimbulkan keburukan yang lebih besar dari kebaikan yang dia inginkan. Mereka tidak menegakan
agama dan tidak pula melestarikan dunia walaupun ada diantara mereka ada segolongan ahli ilmu
dan agama. Dan ini memperjelas bahwa yang diperintahkan Rasulallahu Salallahu a’laihi Wasalam
yaitu bersabar diatas kedzoliman pemimpin itulah yang lebih bermanfaat. Maka syariat
memerintahkan kepada setiap yang lebih bermanfaaat baginya atau bagi kaum muslimin. Syariat
memerintahkan para pemimpin untuk berlaku adil dan juga memerintahkan kepada rakyat untuk
mentaati mereka. memerintahkan bersabar kepada mereka diatas kesewenangannya dan bersabar
untuk tidak merebut kekuasaaannya. Fitnah-fitnah yang ada pada setiap masa sesuai dengan orang-
orangnya dan fitnah itu mencegah dari mengetahui kebenaran, menuntutnya dan mengamalkannya.
Di dalam fitnah tersebut ada subhat-subhat yang mencampurkan kebenaran dengan kebathilan
sehingga tidak bisa dibedakan oleh banyak manusia dan juga di dalamnya ada hawa nafsu yang
mencegah dari mencari kebenaraan, ada kekuataan jahat yang melemahkan kekuatan dari
melakukan amalan kebaikan. Oleh karena itu disebutkan fitnah itu membutakan dan menulikan.138
Naudzubillah.

136
Hadits Riwayat Abi ‘ashim dalam Kitabus Sunnah Bab Fi dzikri sam’i wa tho’ah (2/492 nomor. 1026), disahihkan
oleh Al-Albani dalam Dhilalil Jannati fi Takhriiji Sunnati bi maudho’inafsihi.
137
Matan Aqidah Atowahiyah halaman 11.
138
Karya Muhammad bin Abdul Wahab, Mulhaq Mushanafat halaman 50, masalah no. 73.
51

Maka wajib bagi setiap muslim yang hidup di atas bumi untuk bertaqwa kepada Allah dalam
menyikapi para pemimpin untuk berhati-hati dari tergelincir dalam huru-hara fitnah dan hendaknya
dia selalu mengingat bahwa pertolongan datang setelah kesabaran.
Al Hasan Basri Rohimahullahu Ta’ala mengatakan “Demi Allah kalaulah manusia jika diuji dengan
pemimpin-pemimpin mereka lalu mereka sabar, maka Allah akan segera mengangkat ujian tersebut
dari mereka, tapi mereka mengangkat pedang lalu urusan mereka disandarkan kepadanya. Demi
Allah mereka tidak mendatangkan dalam satu hari kebaikan kebaikan apapun. Kemudian beliau
membacakan firman Allah Subhanahu wa ta’ala QS Al-Araf ayat 137:
“Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan
kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang
telah dibangun mereka.” 139

Pasal Kedua: Fitnah Dunia

Bahasan pertama: Fitnah Harta [kekayaan dan Kemiskinan]

1. Fitnah Kekayaan
Allah Subhanahu wata’aala menjadikan harta sebagai perhiasan dalam hidup ini. Allah Subhanahu
wata’aala berfirman:
‫ا ْل َما ُل َوا ْلبَنُونَ ِزينَةُ ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا ۖ َوا ْلبَاقِيَاتُ الصَّا ِلحَاتُ َخي ٌْر عِن َد َربِكَ ث َ َوابًا َو َخ ْي ٌر أ َ َم ًل‬
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh
adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. [QS. Al-
Kahfi:46].
Harta itu sebagai sarana untuk mencapai keinginan, mencukupi kebutuhan-kebutuhan dan untuk
mendapatkan keinginan. Harta itu bisa menjadi sumber kebahagiaan ataupun bisa menjadi sumber
kesengsaraan, Naudzubillah, Jika pemiliknya menggunakan harta tersebut dalam kebaikan maka dia
bahagia, namun apabila menggunakannya dalam keburukan maka dia sengsara. Dan harta itu akan
menjadi fitnah atau ujian baginya.
Allah Subhanahu wata’aala berfirman:

ۖ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala
yang besar.” [QS. At-Taghaabun ayat 15].

139
Asyariah halaman 38.
52

Al-Hafidz Ibnu katsir rahimahullah mengatakan dalam menafsirkan ayat tersebut: “Maksudnya
sebagai ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wata’aala kepada makhluknya agar jelas siapa yang
mentaatinya dan siapa yang bermaksiat kepadaNya.
Di dalam hadits Rasulullah Salallahu a’laihi Wasalam bersabda, “Setiap umat memiliki fitnah dan
fitnah dalam umatku adalah fitnah memiliki harta”.140

Beberapa Tanda Fitnah Harta:


1. Riya Ketika Berinfak
Jika Allah subhanahu wata’aala memberikan nikmat harta maka wajib baginya menunaikan sebagian
hak Allah Subhaanahu wata’aala dalam harta tersebut berupa zakat. Dan hendaknya ia bersegera
untuk bersedekah, berinfak di jalan Allah sebagai bentuk syukur kepada Allah subhanahu wata’aala
atas nikmat ini. Akan tetapi jika infak itu tercampur riya’ atau sum’ah maka harta dalam keadaan ini
akan menjadi fitnah bagi pemiliknya.

Di dalam hadits disebutkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu ia mengatakan, aku mendengar
Rasulullah Salallahu a’laihi Wasalam bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada
hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya
kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya
kepadanya, Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu? Ia menjawab, Aku
berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.”

Allah berfirman, Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani.
Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu). Kemudian diperintahkan (malaikat)
agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.

Selanjutnya Rasulullah Sahallahu alaihi wasallam melanjutkan sabdanya, "Berikutnya orang (yang di
adili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’an. Ia
didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya.
Kemudian Allah menanyakannya, amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-
kenikmatan itu? Ia menjawab, Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Qur-an
hanyalah karena Engkau. Allah berfirman, Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan
seorang alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari (pembaca
al-Qur-an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu). Kemudian diperintahkan
(malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.”

Rasulullah Sahallahu alaihi wa sallam menceritakan orang selanjutnya yang pertama kali masuk
neraka, "Berikutnya (yang di adili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai
macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka

140
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam sunannya, (Al-Fitan, Bab Maa jaa’a Anna fitnata haadzihil ummatu al maal)
(3/389 no. 2439), dan beliau mengatakan ini hadits hasan sahih gharib, dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih
Sunan Tirmidzi (2/273 no. 1905).
53

ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-
nikmat itu? Dia menjawab, Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang
Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau. Allah berfirman,
Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati)
dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu). Kemudian diperintahkan (malaikat) agar
menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka." 141

2. Lalai mengingat Allah karena sibuk dengan harta


Manakala hati manusia tidak pernah kosong dari kesibukan mencari harta, dengan demikian hal itu
menjadi sumber fitnah baginya. 142 Anda mendapati orang-orang yang memilik harta sangat sibuk
sehingga hartanya melalaikannya dari mengingat Allah subhanahu wata’aala, kecuali orang yang
dirahmati Allah.
Allah Subhanahu wata’aala berfirman:

َ‫َّللاِ ۚ َو َمن يَ ْف َع ْل َٰذَلِكَ فَأُو َٰلَئِكَ ُه ُم ْالخَاس ُِرون‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ََل ت ُ ْل ِه ُك ْم أ َ ْم َوالُ ُك ْم َو ََل أ َ ْو ََل ُد ُك ْم‬
َّ ‫عن ِذ ْك ِر‬
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat
Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” [QS. Al-
Munafiquun: 9].
Pemilik harta sibuk untuk mengumpulkan dan memperbanyak hartanya sampai seluruh waktu dan
perhatiannya dipergunakan untuk itu. Maka orang yang rugi adalah orang yang diperhamba hartanya
dimana harta itu mengontrol atau menguasai perilaku-perilakunya, pergerakannya dan
perasaannya.
Di dalam hadits disebutkan dari Abu Hurairah Radhiyallohu’anhu ia mengatakan, aku mendengar
Rasulullah Salallahu a’laihi Wasalam bersabda, “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham,
celakalah hamba khamisah (jenis pakaian). Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah,
celaka dan tersungkurlah dia jika terkena duri ia tidak bisa mencabutnya (Kalau terkena musibah ia
putus asa dan tidak mampu melepaskan diri darinya). Berbahagialah seorang hamba yang
mengambil tali kekang kudanya, rambutnya kusut dan kedua kakinya berdebu, jika ditugaskan
dibarisan pengawalan, maka ia berada di barisan pengawalan. Jia ia ditugaskan di barisan belakang,
iapun ada di barisan belakang. Apabila ia meminta izin ke pemimpin ia tidak diberi izin, apabila dia
membantu orang (menjadi orang tengah) maka bantuannya tidak sampai”.143
Dan contoh yang paling benar dalam kecelakaan pemilik harta adalah seperti yang disebutkan Allah
Subhanahu wata’aala tentang Fir’aun dalam firmanNya di Surat Al-Qashash ayat 76-82 yang
bermaksud:

ۖ
ۖ ۖ ۖ

141
Hadits Riwayat Muslim dalam sahihnya, Kitaabul Imarati, Babu Man qotala lirriyaai was sum’ati Istihaqonnar
(3/1513 no. 152).
142
Lihat Al-Fitan Halaman 125
143
Hadits Riwayat Bukhari dalam sahihnya, Kitaabul Jihad, Baabul Khirasati fil ghuzuwwi fii sabiilillah (4/41).
54

ۖ ۖ ۖ
ۖ
ۖ

ۖ ۖ
(82)

76. Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan
Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat
dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya:
"Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri." 77. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan. 78. Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena
ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan
harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
79. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang
menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan
kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." 80. Berkatalah
orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih
baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh
orang- orang yang sabar." 81. Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi.
Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia
termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). 82. Dan jadilah orang-orang yang kemarin
mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa
yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak
beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah)."
Di dalam ayat-ayat ini Allah Subhanahu wata’aala mengkhabarkan keadaan Qarun, seseorang dari
golongan Bani Israil dimana mereka diutamakan atas seluruh umat. tapi qarun menyimpang dari
jalan kaumnya dan melampaui batas. Sementara Allah Subhanahu wata’aala telah memberikan
Qarun (Harta yang banyak) sampai kunci-kunci gudang hartanya terasa berat dipikul oleh
sekelompok orang yang kuat. Ini baru kuncinya, lalu bagaimana dengan gudang-gudangnya?.
Kaumnya telah menasehatinya dengan memberi peringatan kepada Qarun agar tak melampaui batas,
tidak terlalu gembira terhadap harta dunia yang banyak, karena Allah Subhanahu wata’aala tidak
menyukai orang-orang yang terlalu mencintainya. Juga agar Qarun bersedekah dan mengharap
pahala dari Allah serta tidak cukup hanya melampiaskan hawa nafsu , tidak sombong, tidak
tersibukan dengan hal yang melalaikan. Tapi Qarun menolak nasehat mereka dan mengingkari
55

nikmat Allah Subhanahu wata’aala keatasnya dengan alasan harta yang ia dapatkan adalah hasil jerih
payah dan kepintarannya. Kemudian Allah Subhanahu wata’aala membantahnya dengan
menyebutkan pemberiannya tidak menjadi ciri baiknya keadaan orang yang diberi. Sebagaimana
Allah telah membinasakan Qarun terdahulu, maka tidak ada yang bisa mencegahnya untuk
membinasakan Qarun yang semisal denganya. Tapi lagi-lagi Qarun terus-menerus membantah,
dzalim dan tidak menerima nasehat kaumnya seraya bangga dan sombong.
Pada suatu hari Qarun keluar dengan kecongkakan yang dimilikinya, dimana terkumpulnya
perhiasan dunia keindahan dan kilauannya, maka pandangan mata pun tertuju kepadanya. Lalu
pandangan orang-orang yang melihat terbagi menjadi dua: Bagian yang keinginannya tertumpu
kepadanya lalu menjadi puncak keinginan mereka, sehingga mereka mempercayai bahwa Qarun
benar-benar mendapat bagian yang besar. Kedua, orang-orang yang mengetahui hakekat sesuatu
meningkari hal itu, mereka melihat batin dunia tempat berbaringnya mereka itu, seraya
menererangkan bahwa kelezatan ibadah di dunia dan surga itulah sebaik-baik yang kalian inginkan.
Setelah habisnya batas waktu Qarun dari melampaui batas dengan kesombongan, Allah Subhanahu
wata’aala tiba-tiba mengazabnya dengan azab yang setimpal dengan perbuatannya yaitu
sebagaimana dia mengangkat dirinya di atas hamba, maka Allah menurunkan Qarun ke tempat yang
paling bawah bersama harta yang ia sombongkan dari rumah dan perhiasannya. Dengan demikian,
orang-orang yang sebelumnya menginginkan dunia mengambil pelajaran dan yakin bahwa keluasan
rezeki yang Allah limpahkan kepada Qarun tidak menunjukan kebaikan yang ada di dalamnya. Jikalau
bukan karena kenikmatan dan rahmat Allah pasti mereka akan mendapatkan azab atas apa yang
mereka katakan sebelumnya. Maka kebinasaan Qarun menjadi siksa baginya dan pelajaran dan
nasehat bagi orang lain. 144
3. Penghasilan dan pengeluaran yang haram
Sungguh diantara tanda-tanda terjangkiti fitnah harta ini adalah penghasilan dari semua cara yang
haram dan betapa banyak keadaan seperti ini, sebagai contoh diantaranya riba, sogok, mencuri,
korupsi, jual beli haram, menipu dan mengurangi timbangan. Termasuk di dalam hal ini tidak
disiplinnya seorang pegawai dalam waktu tugasnya padahal dia menerima gaji sempurna.
Bentuk-bentuk terkena dampak fitnah ini diantaranya:
a. Terhalang dari terkabulnya doa apabila dia berdoa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu ia mengatakan Rasulallah Salallahu alaihi wasalam bersabda
“Wahai sekalian manusia sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali sesuatu yang
baik. Dan Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum mukminin dengan perintah yang Allah
gunakan untuk memerintahkan para rasul.”
Maka Allah berfirman dalam QS Al-Mu’minun ayat 51:

ۖ
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

144
Lihat Taisiirul Kariimurrohman fii tafsiiril kallaamil manaan (6/56-61).
56

Dan juga firmanNya QS; Al-Baqoroh ayat 172:

‫يَا‬

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan
kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”
Kemudian Rasulallah Salallahu Alaihi Wasalam menyebutkan tentang sesorang yang melakukan
perjalanan panjang, rambutnya kusut kemudian mengangkat tangan lalu berdoa “Ya Tuhanku, ya
Tuhanku, sedangkan makanannya haram, minumanya haram, perutnya diisi suatu yang haram, lalu
bagaimana kami mengabulkan doanya”145
Lalu siapakah yang tidak butuh dengan bermunajat kepada Rabbul ‘Alamin di dalam urusan dunia
maupun agama?
b. Hisab / Perhitungan
Dari Abu Barzah al-Aslami dari Nabi Salallhu Alaihi wasalam, “Tidak bergeser dua telapak kaki
seorang hamba pada hari kiamat sampai diminta pertanggung jawaban tentang umurnya kemana
dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya darimana
diperolehnya dan kemana dibelanjakannya, serta tubuhnya untuk apa digunakannya.” 146
Maka hendaknya orang yang memiliki harta mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan di atas yang
dengannya dia bisa meraih ridha Allah Subahanahu Wa Ta’ala selama masih ada kesempatan, umur
dan bisa beramal.
4. Bakhil
Sesunngguhnya diantara ujian besar yang kadang ditimpakan kepada orang yang memiliki harta
adalah sifat pelit dalam memberi, sampai-sampai dia tidak menunaikan hak-hak harta tersebut yang
telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti menuanaikan zakat dan sedekah bahkan dia
pelit kepada dirinya, keluarga serta anak-anaknya, dia tidak memberikan sesuatu kecuali sedikit dan
tidaklah yang demikian itu melainkan menunjukkan besarnya kecintaan dunia dan terus menerus
ingin mendapatkanya di dalam hati orang yang pelit dengan melupakan mengingat akhirat dan
beramal untuknya. Ini merupakan akibat dari lemahnya iman dalam hati dan sedikitnya rasa takut
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sungguh Allah telah mengancam orang-orang pelit dalam mengeluarkan harta pada hari kiamat
dengan azab yang sangat keras. Allah berfirman dalam QS Al-Imran ayat 180:

ۖ ۖ
ۖ ۖ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah
buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari

145
HR Muslim dalam sohehnya kitabu Azzakah bab Al-Qobuulu Shodaqoh Minal Kasabi thoyyib (2/307 no. 65).
146
HR Tarmidzi dalam Sunanya (4/36 no. 2532) dan disahihkan oleh Al-Albani.
57

kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
5. Al-Isrof (boros dan menghamburkan harta)
Sungguh mengalirnya harta banyak membawa pemiliknya kedalam perbuatan mubazir dan
melampaui batas dalam membelanjakan harta. Orang yang mencermati keadaaan kebanyakan
manusia akan mengetahui dengan baik. Cukuplah peringatan keras dari perbuatan boros ini, firman
Allah subhanahu wa ta’ala dalam QS Al-Araf ayat 31:

ۖ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.”

2. Fitnah Kefakiran atau Kemiskinan


Jika melimpahnya harta membawa pemiliknya kedalam fitnah maka sedikitnya penghasilan atau
harta pun tidak lepas dari fitnah. Kemiskinan dan kekayaan adalah marabahaya bagi seorang muslim
jika dia tidak bertakwa kepada Allah Azza wa jaala.
Ciri-ciri terfitnah oleh kefakiran:
1. Tidak sabar atas ujian kefakiran dan kemiskinan.
Berupa marah, keluh kesah disertai dengan tidak ridha dan menolak takdir Allah. Maka kefakiran
atau kemiskinan ini merupakan musibah besar yang wajib bagi orang yang diuji oleh Allah
dengannya untuk bersabar dan sama halnya dengan ujian-ujian yang lain. Allah berfirman dalam QS
Al-baqoroh ayat 155-157.

ۖ
(157) ۖ
155. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar.” 156. “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi
wa innaa ilaihi raaji'uun" 157. “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat
dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
2. Lancang terhadap harta orang lain:
Sesungguhnya tidak terima terhadap takdir Allah berupa kefakiran dan kemiskinan kadang-kadang
mendorong orangnya berani mengintip bahkan menyentuh harta orang lain. Maka orang ini menjadi
mangsa setan yang telah menggodanya sehingga ia dengki, menipu dan mencaci. Dampak yang
demikian itu sangat buruk bagi pelakunya. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu sesungguhnya nabi
Salallahu alaihi wasalam bersabda: “Kalian jangan saling mendengki, jangan saling memata-matai,
jangan saling membenci dan jangan saling membelakangi. Janganlah sebagian dari kalian membeli
58

barang yang sedang ditawar orang lain dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang
bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka dia tidak boleh
mendzaliminya, menelantarkannya, dan menghinaakaanya. Takwa itu disini, beliau member isyarat ke
dadanya tiga kali. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang muslim.
Setiap seorang muslim terhadap muslim yang lainnya haram darahnya, hartanya, dan
kehormatannya.”
Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulaallah Salallahu alaihi wasalam bersabda “Barang
siapa merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka
dan mengharamkan baginya surga.” Salah seorang bertanya; “Meskipun sedikit wahai rasulallah?”
Rasulullah Salallahu alaihi wasalam menjawab, “meskipun hanya setangkai kayu siwak.”147
3. Hilangnya rasa malu
Sesungguhnya sedikit penghasilan bisa menyeret keperbuatan meminta-minta kepada manusia
kecuali yang diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala kehormatan diri. Seperti yang diisyaratkan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firmannya QS al Baqoroh ayat 273.

ۖ
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat
(berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari
minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang
secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.”
Banyak minta-minta kepada manusia bisa mendorong pelakunya terbiasa dengan masalah ini,
walaupun dia telah berkecukupan. Dari sini sumber bahaya dan penyebab fitnah. Nabi Salallahu
alaihi wasalam bersabda “Barang siapa yang meminta-minta padahal dia yang berkecukupan, maka
sesungguhnya dia memperbanyak meminta neraka jahanam”. Para sahabat bertanya apakah ukuran
yang menjadikan seseorang berkecukupan? Rasulallahu salallahu alaaihi wasalam menjawab, “Apa
yang bias membuat dia makan dan menyambung hidupnya”.148

Peringatan :
Suatu hal yang patut diingat disini bahwa fitnah harta itu pasti menjangkiti manusia, namun
kewajiban setiap muslim untuk membentengi diri dari fitnah ini dengan bertakwa kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala dan selalu merasa diawasi olehNya juga kembali kepada Allah dengan meminta
perlindungan dari fitnah kemiskinan dan kekayaan sebagai bentuk mengikuti contoh rasulallahu
alaihi wasalam sebagaiman dalam hadist Aisyah Rodiallahu ta’ala Anha, ia meriwayatkan Rasulullah
salallahu alaihi wasalam berdoa:

147
HR. Muslim dalam Kitabul Iman Bab Wa’iid Min Aqtha’u haqun muslim (1/122 no. 218)
148
HR abu Daud dalam sunanya Kitabu Zakah (2/280 no. 1629) Disahihkan Al-Albani dalam Sahih Sunan Abu Daud
dengan ringkasan sanad (1/36 no. 1435)
59

“Ya Allah seesungguhnya aku berlindung kepadamu dari fitnah api neraka dan dari azab neraka dan
aku berlindung kepadamu dari azab kubur dan aku berlindung kepadamu dari fitnah kekayaan, dan
aku berlindung kepadamu dari fitnah kefakiran / kemiskinan, dan aku berlindung kepadamu dari
fitnah al-masihi dajal”.149

Bahasan Kedua: Fitnah Wanita

Wanita dengan karunia yang diberikan oleh Allah subahanahu wa ta’ala kepadanya berupa
keistimewaan-keistimewaan dan bentuk rupa, biasa menjadi sumber fitnah bagi banyak laki-laki jika
wanita itu tidak bertakwa kepada Allah. Bahkan fitnah yang disebabkan oleh wanita lebih dahsyat
dari fitnah lainnya. Nabi salallahu alaihi wasalam bersabda “Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun
yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.”150
Maka fitnah wanita adalah penyakit yang mematikan bagi hati laki-laki sebagaimana halnya kanker
dalam tubuh, jika tidak mendapatkan ampunan dan taufik dari Allah Subhanahu wa ta’ala.151
Fitnah ini akan bertambah besar aapabila wanita itu menambah pada dirinya sedikit tabarruj
(memperlihatkan kecantikannya) maka ketika itu fitnah menjadi lebih dahsyat dan ujian menjadi
lebih besar.152
1. Al-Hijab
Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan jalan keluar untuk mencegah terjadinya fitnah wanita
ini, diantaranya yang paling penting adalah perintah memakai hijab, dimana Allah subhanahu wa
ta’ala memerintahkan kaum muslimah untuk memakai hijab yang menutupi pandangan laki-laki
yang bukan mahram sebagai bentuk penjagaan diri dan kemuliannya. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman dalam QS Al-Ahzab ayat 59:

ۖ ۖ

”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”

149
HR Bukhori dalam sahihnya, Kitabu Da’waat (8/100)
150
HR Muslim dalam sahihnya, Kitaabu Riqaaq (4/2098 no. 98).
151
Lihat Tafsir “Yaa nisaaan Nabiy” oleh Syeik ibnu utsaimin halaman 26
152
lihat ya fataatul islam Iqroi laa takhda’I halaman 80.
60

QS An-Nur ayat 31:

ۖ
ۖ

ۖ ۖ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-
putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.”
Jilbab adalah pakaian di atas himar dan fungsinya sama dengan ‘izar pada masa sekarang ini153 atau
abaya.
Yang dimaksud dengan himar adalah sesuatu yang menutup kepala yang dinamakan orang sekarang
sebagai almaqonii’.154

Bahasan Ketiga: Fitnah Anak-anak

Sesungguhnya nikmat Allah yang dicintai oleh jiwa adalah nikmat anak- anak, merekalah perhiasan
dan keceriaan hidup. Allah berfirman 155

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh
adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”
Tapi nikmat ini tidak terlepas dari menjadi sumber fitnah dari pemiliknya. Allah berfirman 156

153
Tafsir Quranul ‘adzim 6/470 (muhtasoron)
154
Tafsir Quranul ‘adzim 6/48
155
QS Al-Kahfi ayat 46
156
QS Attaghabun ayat 15
61

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala
yang besar.”
Yaitu ujian dan cobaan dari Allah Ta’ala bagi makhluknya agar jelas siapa yang taat kepada-Nya dan
siapa yang bermaksiat kepada-Nya.157
Ada sebagian orang yang bertaqwa kepada Allah Ta’ala dalam nikmat anak anak ini, mereka
memberikan perhatian atau dia mengayomi mereka dengan mendidik mereka dengan didikan yang
sholeh dan dalam lingkungan islami, sehingga mereka menjadi individu-individu sholeh dan menjadi
penolong orang tua mereka dalam ketaatan kepada Allah. Ada sebagian orang yang tidak
memberikan perhatian pendidikan islami, lalu melepaskan anak-anaknya bebas sehingga mereka
menjadi sumber kecelakaan dan kesengsaraan dan fitnah bagi kedua orang tua mereka, oleh karena
itu Allah Ta’ala berfirman 158

“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi
musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak
memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Musuh dalam ayat ini memiliki banyak makna di antaranya:
1. Dia lalai dari amal sholeh dengan sebab anak anak mereka
2. Anak anak mereka membawanya memutuskan tali silaturahim atau maksiat. Orang tua
dengan kecintaan kepada anak anak mereka, terpaksa mengikutinya 159
Dalam rangka kehati-hatian dari terjatuh dari fitnah ini, hendaknya kedua orang tua mengamalkan
atau memperhatikan dua sisi berikut:
Sisi Pertama: Al-Ihtisab (Mengharap Pahala)
Jika seorang muslim memahami dengan pemahan yang menyeluruh makna ibadah seperti yang
disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahmatallah Ta’ala: Ibadah itu adalah satu kata yang
mencakup seluruh aktifitas yang dicintai dan diridhoi oleh Allah baik yang berupa kata- kata suatu
ucapan, ataupun perbutan yang dhohir maupun batin 160
Maka diketahui bahwa seluruh aktifitas duniawi yang dilakukannya masuk ke dalam katagori ibadah
apabila dia mengharapkan pahala dari Allah. Di antara aktifitas-aktifitas tersebut adalah mengayomi
dan mendidik anak anak. Di antara nikmat-nikmat Allah kepada hambanya adalah diberikakannya
taufik untuk Ihtisaab (mengharap pahala dari Allah atas perbuatannya itu), karena tidak ada orang
merasa sempit dari tanggung jawab keluarga dan anak anak kecuali akan tercegah dari mendapatkan
pahala.

157
Tafsilul Quranil adhiim (8/165)
158
QS Attaghabun ayat 14
159
Tafsirul Quranil Adhiim (8/195)
160
Al-“Ubudiyah halaman 38
62

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu: Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam
bersabda: “Jika manusia meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara : sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak sholeh yang mendoakannya.” 161
Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Bahwa sesorang ditinggikan derajatnya pada di
surga pada hari kiamat, lalu dia bertanya dari mana aku mendapatkan ini, dikatakan kepadanya, itu
disebutkan istighfar (permohonan ampun) dari anakmu untukmu.” 162
Apabila kedua orang tua merasakan keutamaan yang besar ini maka kedua nya akan mengerahkan
kemampuannya untuk mendidik anaknya agar mereka tumbuh dan berkembang di atas istiqomah
dan keshalehan kemudian kedua orang tuanya dapat keuntungan atau manfaat dalam kehidupan
dunia dengan bakti mereka kepadanya dan setelah meninggal dunia dengan doa dan istighfar dari
mereka dengan terus menuerus mengharapkan pahala dari Allah atas kesulitan dan kepayahan dari
mendidik anak.
Seorang Ibu diutamakan oleh Allah dari ayah dengan tiga aderajat kelebihan. Dari hadits Abu
Hurairah, dia menceritakan ada seorang yang datang menghadap Rasulullah dan bertanya: “Ya
Rasulullah siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku?”, jawab Rasulullah Salallahu Alaihi
Wassalam : Ibumu, dia bertanya lagi : lalu siapa?, dijawab lagi : Ibumu, dia bertanya lagi : lalu siapa ?,
jawabnya : ibumu, dia bertanya lagi : lalu siapa ?, jawabnya : ayahmu.” 163
Itu karena beban yang dipikul dan pengorbanan yang berlipat-lipat yang seorang ibu berikan kepada
anak daripada sang ayah, yaitu berupa mengandung , menyusui, menjaga, mendidik , maka jika
seorang ibu mengharap pahala dalam menyusui anaknya, menyiapkan makanan dan langsung turun
tangan menjaganya, sedikit istirahat, mengayomi, memperhatikan dan mengajak bermain anaknya ,
mengajarkan, memberikan jalan solusi bagi masalahnya, maka kesulitan – kesuiitan akan terasa
ringan baginya, bahkan kepenatan itu akan berubah menjadi kenikmatan, apabila ia merasa
mendapat pahala atas setiap ucapan dan perbuatan yang dia berikan kepada anak – anak, baik yang
kecil maupun yang besar.
Demikian juga dengan ayah, yang di atas pundaknya beban besar dalam usaha mencari penghasilan
yang halal untuk menunaikan kewajiban menghidupi keluarganya apabila dia menharapkan pahala
dalam pekerjaan dan lelahnya dan merasakan bahwa setiap nafkah yang dia berikan kepada istri dan
anak-anaknya mendapatkan ganjaran pahala, maka ringan baginya keletihandan kesusahan
pekerjaan.
Diantara perkara perkara penting yang harus diiringi dengan ihtsab (mengharap pahala):
1. Infaq
Di dalam hadits riwayat Saad bin Abi Waqaash radhiallahu’anhu, dia menceritakan : “Pada saat haji
wada’ Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam menjengukku yang sedang terbaring sakit, lalu saya
mengatakan : “Wahai Rasulullah, keadaan saya semakin parah yang telah engkau lihat saat ini,
sedangkan saya adalah orang yang memiliki banyak harta dan saya hanya memiliki seorang
perempuan yang akan mewaris harta peninggalan saya, maka bolehkah saya menyedekahkan dua per

161
HR Abu Dawud dalam sunannya, Kitabul Washooyaa, bab shodoqati alal mayit (3/300 nomor 2880), dishahihkan
oleh Albani dalam shahih sunan Abu Dawud (2/557/nomor 2504)
162
Hr Ahmad dan lainnya, dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih al Jaami’ al Shoghiir wa zyadatuh (1/63/
nomor 1613)
163
HR Muslim , Kitab Bir, Bab Birul waalidaiin (4/1974/ nomor 1)
63

tiga dari harta saya, beliau menjawab: Jangan!, saya bertanya lagi: bagaimana dengan setengahnya?,
beliau menjawab : Jangan!, tapi sedekahkanlah sepertiganya saja, dan sepertiga pun sudah banyak.
Sebenarnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada kamu
meninggalkan mereka dalam keadaan yang serba kekurangan dan meminta-meminta pada orang lain,
tidakkah kamu menafkahkan suatu nafkah dengan tujuan untuk mencari ridho Allah melainkan kamu
akan mendapatkan pahala karena pemberianmu itu, hingga sesuap makanan yang kamu suapkan ke
mulut istrimu juga merupakan sedekah darimu.”164

Bahkan menafkahi keluarga lebih besar pahalanya dari pada pahala infaq untuk jihad fii sabilillah
atau untuk membebaskan hamba sahaya atau untuk bersedekah. Dari Abu Hurairah radhiallahu
anhu, dia mengatakan: Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Satu dinar yang kamu
infaqkan di jalan Allah dan satu dinar yang kamu infaqkan untuk memerdekan hamba sahaya, satu
dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin dan satu dinar yang kau belanjakan atau berikan
kepada keluargamu lebih besar pahala dari semua itu yaitu engkau membelanjakan untuk
keluargamu.” 165

Dalam riwayat Tsauban radhiallahu anhu, dia berkata : Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam
bersabda : “Dinar yang paling utama yang dibelanjakan oleh seorang laki laki adalah dinar yang dia
belanjakan untuk keluarganya, dinar yang dia belanjakan keduanya dijalan Allah yakni perlengkapan
jihad, dinar yang dia belanjakan untuk sahabat sahabat di jalan Allah.” Abu Qilaabah mengatakan: dan
beliau mulai dari keluarga, kemudai Abu Qilabah mengatakan manakah orang yang lebih banyak
pahala dari seorang laki-laki yang membelanjakan hartanya atau menafkahkan anak anak yang kecil
sehingga mereka tidak meminta-minta ata Allah Ta’ala memberikan manfaat dengannya mencukupi
mereka.” 166

Lawan dari itu ialah orang yang menahan tangannya dari memberi kepada orang yang menjadi
tanggungannya, dia pelit kepada mereka. Allah mengancamnya dengan ancaman yang keras,
Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda; “Cukuplah seorang itu dikatakan berdosa karena ia
tidak memberikan nafkah kepada orang- orang yang ditanggungnya.”167

Hadits-hadits ini anjuran untuk menafkahi anggota keluarga dan keterangan besarnya pahala yang
ada di dalammya.168

Maka wajib atas seorang muslim untuk bermurah tangan kepada keluarga dan anak anaknya
memberikan nafkah harta yang bisa mencukupi hajat atau keperluan keperluan mereka, makan,
minum, pakaian, pelajaran dan lainnya, sehingga mereka tidak memiliki keperluan lagi. Hendaknya
mereka memiliki prioritas dalam berinfaq keseluruh jalan-jalan kebaikan yang terkadang dia
lakukan. Apabila infaq dijalan Allah, memerdekan budak atau hamba sahaya, sedekah pada fakir
miskin tidak lebih utama walaupun di dalammnya ganjaran pahala yang besar, maka yang lebih
utama pahalanya yaitu menafkahi istri dan anak anak, sudah pasti menjadi jalan paling selamat untuk
meraih ridha Allah yang merupakan keinginan seorang muslim yang paling tinggi.

164
HR Muslim dalam shahihnya, kitab Wasiah, bab wasiati bil tsuluts (3/1250/ nomor5)
165
HR Muslim dalam shahihnya, Kitab Zakat, bab Fadholul Nafqah alaa al’ayaalu wal mamluka (2/692/ nomor 39)
166
HR Muslim dalam shahihnya, kitab zakat, Bab Fadhili alai iyat wam mamluk (2/692/ nomor 38)
167
HR Muslim dalam shahihnya, kitab Zakal (2/692/ nomor 40)
168
Lihat : Shahih Muslim dalam syarah AnNawawi ( 7/81)
64

Dan tidak ada yang lebih utama dari yang utama, kecuali orang yang diberikan taufik oleh Allah,
berupa semangat yang tinggi yang selalu membawanya ke tempat yang tinggi, dan ini diperlukan
bekal yang banyak berupa mengharap dari Allah semata dalam setiap nafkah yang dia berikan
kepada keluarganya sedikit atau banyak sehingga harta itu keluar dari jiwa yang ridha dan qana’ah
(rasa cukup).

2. Melahirkan anak perempuan

Di antara hal yang pantas dari seorang ayah untuk mengharapkan pahala di dalamnya adalah
kelahiran anak perempuannya, karena ada di antara ayah-ayah yang beda dengan kelahiran anak
laiki laki dan tidak gembira dengan kelahiran anak perempuan. Bahkan ada di antara mereka benci
dengan anak-anak perempuan yang terkadang marah kepada istrinya, bahkan menceraikannya
apabila dia melahirkan anak perempuan, seakan akan urusan ini adalah di tangan istrinya atau dia.
Tidaklah yang demikan itu kecuali hanyalah sifat jahiliyah yang mematikan , maka semua urusan
hanya milik Allah Sang Maha Pencipta. Allah Ta’ala berfirman 169

ۖ ۖ
ۖ ۖ
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia
memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak
lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, “atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan
perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”

Jika seorang ayah merasakan bahwa anak anak perempuannya merupakan nikmat besar yang Allah
istimewakan untuknya agar dengan sebab mereka dia mendapatkan kebaikan yang banyak dan
keutamaan yang besar. Dimana kemungkinan dia tidak akan mendapatkannya jikalau Allah tidak
memberikan rizki berupa anak anak perempuan. Maka dia bersyukur atas nikmat Allah dan
bergembira dan mengharap pahala dari Allah atas pemeliharaannya serta didiknya kepada mereka
yang Islami maka dia termasuk orang orang yang beruntung.

Di dalam hadits Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Barang siapa yang diuji dengan
anak anak perempuan kemudian dia berbuat baik kepada mereka, maka anak anak perempuan
tersebut menjadi penghalangdari siksa api neraka”. 170

Dan juga Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Barang siapa yang mengayomi dua anak
perempuan hingga dewasa maka dia akan datang pada hari liamat bersamaku lalu Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wassalam mendekatkan dua jari beliau” 171

169
QS Al-Asyura ayat 49 -50
170
HR Muslim dalam shahihnya , Kitab Birri, Bab Fadhol Insan ila bannati (4/2027/ nomor148)
171
HR Muslim dalam shahihnya , Kitab Birri, Bab Fadhol Insan ila bannati (4/2028/ nomor149)
65

Dan jalan menuju keutamaan tersebut adalah mengharap pahala dari Allah Ta’ala atas mendidik
mereka.

3. Kematian anak-anak

Di antara masalah yang paling besar di mana kedua orang tua hendaknya mengharap pahala di
dalamnya adalah kematian anak-anak. Seorang anak baik laki-laki atau perempuan merupakan buah
hati yang berjalan di atas bumi bagi kedua orang tuanya, dan merupakan bagian dari tubuh keduanya,
dengan adanya mereka, maka kehidupan menjadi indah dan ceria. Dan meninggalnya mereka adalah
musibah paling besar yang dialami oleh kedua orang tua, dan menggoncang perasaan keduanya,
seakan musibah tersebut menyalakan api dalam hati, menyemburkan larva air mata dimana tidak
ada yang menghentikan derasnya kecuali air harapan pahala atas musibah itu dari Allah Ta’ala . Di
dalam hadits disebutkan, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Rasulullah Salallahu Alaihi
Wassalam bersabda : “Barang siapa yang tiga orang anaknya meninggal dunia sebelum usia baligh,
maka mereka bertiga akan menjadi tabir atau pelindung dari dari siksa neraka (atau perawi agak
ragu) dia akan dimasukan kedalam surga.” 172

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwasannya Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam mengatakan
wanita wanita dari Anshar: “Tidaklah salah seorang di antara kalian, tiga anaknya meninggal dunia
lalu bersabat kecuali ia akan masuk surga, Salah satu diantara mereka bertanya : Atau dua Ya
Rasulullah ?, Rasulullah menjawab : dua.” 173

Dan darinya juga : Dia mengatakan Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda : “Tidaklah
seorang muslim ditinggal mati oleh tiga anaknya yang belum mencapai umur baligh, melainkan Allah
akan memasukannya ke dalam surga karena karunia dan rahmatnya kepada mereka.” Dia
mengatakan: “Dikatakan kepada mereka masuklah kedalam surga, lalu mereka mengatakan: Kami
tidak akan masuk surga sehingga sampai ayah ayah kami, lalu dikatakan kepada mereka : Masuklah
ke dalam surge kalian bersama orang tua kalian.” 174
Dari Hamad bin Salamah, dari Abu Sinan yaitu Eisa bin Sinan Al Qosamli, dia menceritakan, “Aku
menguburkan anakku Sinan, sementara Abu Tolhah al-Khaulani duduk di tepi lubang kubur. Ketika
aku mau keluar dari lubang kubur ia menarik tangan ku lalu mengatakan : ‘Maukah kamu aku
berikan kabar gembira wahai Abu Sinan?”, maka aku jawab, “Tentu”, lalu ia mengatakan, Adhhoha
bin Abd Rahman bin Ahzab telah meriwayatkan kepadaku dari Abu Musa al Atssari bahwa Rasulullah
Solallohu’alaihi wasallam bersabda : “Jika putra seorang hamba meninggal dunia, ALLAH subhanahu
wa ta’ala berfirman kepada malaikat : kalian telah mengambil putra hamba Ku mereka berkata :
yaa,….Allah berfirman : kalian telah mengambil buah hati hamba Ku ? Mereka berkata : Yaa, Allah
berfirman : apa yang diucapkan oleh hamba Ku ? mereka berkata : ia memuji Mu dan mengembalikan

172
HR Bukhari dalam shahihnya secara ta’liq, kitabul Janaiz, bab maaqila fii auladil muslimiin (2/125)
173
HR Muslim dalam shshihnya , Kitab Birri, Bab Fadhli man yamuud bi maut lahu waladun fayahtasibuhu (4/2028/
nomor 151)
174
HR An-Nasai dalam sunannya, kitab Janaiz, bab man yatwalahu tsalatsatun (4/25) dan dishahihkan oleh Albani
dalam shahih sunan An-Nasai dengan sanadz yang diringkas (2/405/ nomor 1770)
66

kepada Mu maka Allah berfirman: bangunkanlah rumah disurga dan berilah nama dengan Baitul
Hamd “ 175
Begitulah hadits-hadits di atas menerangkan bahwa pahala kesabaran hamba atas meninggalnya
anak-anak sangat besar dan ganjarannya didalam timbangan pada hari kiamat sangat berat. 176
Yang demikian itu bisa meringankan kedua orang tua bila diuji dengan ujian itu, mereka jika diuji
dengan ujian itu keduanya memakaikan musibah tersebut dengan pakaian atau perhiasan ridha
dengan qodha dan qodar dari Allah Subhanahuwataala.

Sisi Kedua: Memuaskan Anak-anak dari Segi Kasih Sayang dan Materi
Sesungguhnya anak-anak baik laki-laki dan perempuan khususnya pada zaman sekarang banyak
berhadapan dengan berbagai macam fitnah, ancaman dan ajaran yang menyeleweng dengan ajaran
pendidikan islami, maka apa-apa yang dibangun disekolah dan dirumah berupa norma dan ajaran-
ajaran yang mulia bertahun-tahun bisa dihancurkan oleh teman-teman buruk beberapa saat, oleh
karena itu harus bagi kedua orang tua melawan bahaya teman-teman buruk baik laki-laki maupun
perempuan dengan merangkul/memberikan kepuasan sempurna kepada mereka dan
menghilangkan perasaan dahaga jiwa dan materi serta membentuk persahabatan dekat dengan
mereka sehingga tidak meninggalkan celah bagi teman-teman yang jahat dalam jiwa anak-anak
mereka yang mana melalui celah tersebut mereka masuk kedalamnya.
Diantara unsur-unsur penting dalam memuaskan anak adalah sebagai berikut:
1. Memuaskan perasaan
Dengan memberikan kasih sayang kepada mereka dengan sepuas-puasnya dengan kasih sayang dan
kelembutan, karena ada beberapa orang tua beranggapan hanya anak saja yang membutuhkan
belaian kasih sayang, ini tentu kesalahan fatal dalam dunia pendidikan karena anak-anak itu
senantiasa membutuhkan kepuasan belaian kasih sayang sekalipun sudah mencapai masa pubertas
dan remaja. Akan tetapi dengan keseimbangan karena berlebihan dalam meluapkan perasaan kasih
sayang akan menyebebkan manja sedang pelit juga bisa menimbulkan dengki dan kekerasan. Dua
masalah ini terhitung fitnah (masalah) bagi anak-anak karena kedua sikap tersebut akan membawa
pada perilaku yang tidak benar.
Tidak seorangpun yang lebih penyayang kepada anak-anak daripada Rasulullah Solallohu’alaihi
wasallam, Aisha radhiallahu‘anha menceritakan bahwa telah datang pada Rasulullah Solallohu’alaihi
wasallam sekelompok orang badui, mereka mengatakan: “Apakah kalian mencium anak-anak
kalian?” Mereka menjawab : “Yaa,” tapi mreka mengatakan kami tidak mencium. Maka Rasulullah
Solallohu’alaihi wasallam bersabda, “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa kasih
sayang dari hati mu.”177

175
H.R Tirmidzi kitab Janaiz bab fadlul musibah idah tatsab 243 Hadist ini hassan Gharib dihasankan oleh hassan
albanni dlm shoheh sunan tirmidzi dg ringkasan sanad 1299 no 814
176
Bardul akbaad anfakdil aulad hal 66
177
HR. Muslim BAB kitabul fadhoil bab rohmattuhu Sholallohu’alaihi wasallam bisshobiyan wal iyaal 4/1808 no 64
67

2. Berlaku adil dan tidak pilih kasih


Sebagaimana Nabi Solallohu’alaihi wasallam menyeru untuk berkasih saying kepada anaik-anak baik
dengan ucapan dan perbuatan, beliau juga menyerukan untuk berbuat adil kepada mereka dalam
setiap sesuatu.178
Bersikap adil kepada anak-anak adalah diantara faktor penguat rasa kasih sayang dalam diri mereka,
namun ada sebagian bapak dan ibu-ibu semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka tidak
bersikap adil kepada mereka dalam bergaul dan berinteraksi, mereka melebihkan sebagian anak di
antara mereka, lebih mengutamakan anak laki-laki daripada perempuan atau ada yang melebihkan
anak-anak yang kecil daripada yang besar, mereka memberikannya berdasarkan perasaan tersebut
dengan perbedaan pemberian yang sangat mencolok dalam memberikan materi dan kasih saying.
Dengan cara ini orang tua telah memfitnah (merusak) anak-anak mereka sekaligus mendorong
kepada anak-anak berprilaku berlebihan tanpa kontrol dan tanggung jawab kepada saudara-saudara
mereka. Bahkan tidak bersikap adil kepada anak-anak termasuk sebab terbesar hancur leburnya jiwa
anak-anak, oleh karena itu Nabi Solallohu’alaihi wasallam memberikan peringatan keras dari
perbuatan ini.
Rasulullah Salallohu’alaihi wasallam dalam hadits diriwayatkan dari Annu’man bin Batsir
Radhiallahu’anha : Ia mengatakan diatas mimbar, bapakku telah memberikan aku hadiah lalu Amroh
binti Rowahah mengatakan aku tidak rela sehingga Rasulullah Solallohu’alaihi wasallam
menyaksikannya, lalu bapak Num’an Batsir mengatakan kepada Rasulullah Solallohu’alaihi
wasallam; “Sesungguhnya aku telah memberikan anakku hadiah lalu Amroh binti Amir menyuruhku
agar engkau menyaksikannya yaa Rasulullah.” Lalu Rosulullah Sholallohu’alaihi wasallam bersabda :
“Apakah kamu memberikan semua anakmu seperti ini?” kemudian dia menjawab tidak maka
Rasulullah Salallahu’alaihi wasallam bersabda,”Maka bertaqwalah kepada Allah dan berbuat adillah
diantra anak-anak kamu.”179
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan Nu’man bin Basyir radhiallahu anhuma mengatakan maka
ayahku membawaku ke Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam dan berkata, “Wahai Rasulullah aku
bersaksi bahwa aku telah memberikan Nu’man ini dan itu dari hartaku,” dan Rasulullah Salallahu
Alaihi Wassalam bertanya : “Apakah setiap anakmu kamu berikan seperti Nu’man?”, ayahku menjawab
: “Tidak!”, lalu Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam mengatakan: “Carilah saksi selainku, apakah
kamu ingin anak anakmu berbuat bakti kepadamu?”, ayahku menjawab: “Tentu!”, lalu Rasulullah
Salallahu Alaihi Wassalam mengatakan : “Maka jangan lakukan hal itu (tidak berbuat adil).” 180

Begitulah dua hadits di atas menunjukan bahwa siapa yang membeda-bedakan anaknya dalam
pemberiaan, maka dia menanam benih buah pahit di antara mereka. Maka setelah itu jangan lah
tunggu lama, pasti ada di antara anak-anaknya yang tidak berbakti kepadanya sebagaimana
mestinya, atau minimal berbakti kepadanya hanya sekedar mengikuti keinginan ayah tersebut. 181

Karena sesungguhnya tidak memberikan menyebabkan kekasaran oleh karena itu tidak boleh
seorang ayah manapun melebihkan pemberian lebih kepada sebagian anaknya karena membawa

178
Al usroh al mutsla fiidhoil qurani washhanah hal 11
179
HR. Bukhari, kitabul hibah babul ishaad bil hibaah 3/206
180
Shahih Muslim, kitabul Hibaat, babul Karohyati Tafdhili ba’dhil aulad fiil hibaat (3/1243/ nomor 17)
181
Lihat : Attarbiyah fiil islam halaman 204
68

konsekuensi berupa menanamkan permusuhan diantara mereka, Maka dia dituntut berlaku adil
kepada mereka dalam memberikan hadiah / hibah, mmeberikan pakaian, peralatan atau bermain
dengan mereka, mencium bahkan memandang mereka.182

Demikian itu demi mewujudkan pendidikan jiwa dan kasih sayang yang benar untuk anak-anak
dengan tujuan membentuk pribadi islam yang sempurna dan seimbang 183 , apabila perasaan itu
teratur dan terkontrol akan membentuk kepribadian sempurna bagi pemiliknya, dimana akan
menjadi unsur utama dan berpengaruh dalam masyarakat.

3. Seorang Ayah Meluangkan Waktu untuk Anak – anaknya

Di antara aktifitas – aktifitas yang bisa memuaskan anak-anak adalah seorang ayah meluangkan
waktu untuk anak-anak nya, walaupun sebentar, maka hendaknya dia memberikan waktu khusus
istrinya dan anak-anaknya, duduk bersama, mendidik dan mengajarkan , menceritakan kepada
mereka kisah-kisah yang bermanfaat, dia pun mendengar keinginan-keinginan dan keluh-kesah
mereka, dan mengabulkan keinginan tersebut serta memberikan jalan keluar masalah mereka,
dengan itu dia mengubah kesedihan mereka menjadi kegembiraan untuk mendapatkan kecintaan
Allah Ta’ala, Di dalam hadits Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda : “Hamba yang paling
dicintai oleh Allah Ta’ala adalah hamba yang paling bermanfaat bagi keluarganya.” 184

Kebutuhan anak-anak akan keberadaan orang tua mereka sangat dibutuhkan. Untuk mewujudkan
keselarasan jiwa dan perilaku, maka para ayah yang dekat dengan anak- anak mereka merasakan
keberadaan mereka dan duduk berbincang-bincang bersama akan meluruskan tabiat anak-anak
mereka, jiwa mereka stabil dan menjadi pendidikan yang baik bagi mereka. Adapun bapak-bapak
yang sibuk dengan pekerjaan dan melupakan anak-anak mereka, maka mereka tumbuh, sementara
dunia menjadi gelap-gulta di hadapan mereka, jiwa mereka goncang dan mereka menjauh dari
kebenaran dan jalan yang lurus, maka mereka membenci kedua orang tuanya dan tidak menutup
kemungkinan lari dari rumah-rumah mereka dan terjeremus ke dalam bahaya kejahatan dan
kerusakan.185

Begitulah tanggung jawah ayah pada zaman ini semakin besar dimana gelombang fitnah semakin
besar dimana gelombang fitnah saling menghempas dan agama semakin terasing, ayah bersama
anak-anaknya ibarat penggembala kambing di tengah-tengah daratan hewan buas dan mematikan,
jika dia lengah dalam mengawasi anak- anaknya , maka serigala serigala akan memangsanya 186

182
Lihat : Aththiflu fiisy syariatil islamiyati halaman 228
183
Lihat : Tarniyatul aulad fiil islam (1/299)
184
Hadist hasan , lihat Al-Jami’ Ashshagir wa zyaadatih (1/109/ nomor 170)
185
Lihat : Wajibatul aabaa nahwal lubnaa halaman 23
186
Lihat : Tadkiirul Ibaad bihuquuqil aulad halaman 9
69

Kafarah (tebusan) Fitnah Ini


Sesungguhnya amal sholeh bisa menebus fitnah manusia dalam dunianya dengan berbagai macam
bentuknya dan Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam dalam hadits yang panjang telah
mengumpulkan fitnah keluarga, fitnah harta dan fitnah anak, serta dengan menyebutkan kafarahnya
(tebusannya). Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Fitnah laki-laki dalam keluarganya,
hartanya dan anaknya serta tetangganya bisa ditebus dengan sholat, sedekah, amal ma’ruf dan nahi
mungkar.” 187

187
Bagian daripada Hadits riwayat Bukhari dalam shohihnya, kitabul fitan, babul fitnah alatii tamuju kamujul bakhr
(9/68)
70

Bab Ketiga
Fitnah yang Akan Datang

Pasal Pertama: Fitnah Al-Haroj (Saling membunuh)


Pasal kedua: Fitnah Dajjal
Pasal ketiga: Fitnah Kematian
Pasal keempat: Fitnah dalam Kubur
71

Bab Ketiga
Fitnah yang Akan Datang
Pasal Pertama: Fitnatul Haraj (Kekacauan)

Di antara fitnah-fitnah akhir zaman yang telah dijelaskan atau diterangkan oleh Rasulullah
Solallahu’alaihi wasallam adalah banyaknya kekacauan diantara manusia, dan alharaj (kekacuan)
yang dimaksud adalah pembunuhan sperti yang diterangkan dalam hadits Beliau Salallahu’alaihi
wasallam, “Sesungguhnya menjelang hari kiamat tiba, aka nada hari-hari atau masa di mana
merajalelanya kebodohan di mana-mana, serta ilmu agama di angkat (atau ditarik). Dan terjadi
berbagai bentuk alharaj (kekacauan). Kekacauan yang dimaksud adalah Alqadru (pembunuhan).”188

Oleh karena banyaknya pembunuhan yang terjadi diantara kaum muslimin di akhir zaman yang
membunuh dan yang terbunuh sama-sama tidak mengetahui sebab pembunuhan itu.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia mengatakaan, Rasullullah Salallohu’alaihi wasallam
bersabda; “Demi Zat yang jiwa ku berada ditanganNya, kiamat tidak akan terjadi sehingga datang satu
hari kepada manusia, dimana orang yang membunuh tidak tahu kenapa ia membunuh, dan orang yang
terbunuh tidak tahu kenapa ia dibunuh”. Lalu dikatakan kepada Rasullullah Salallohu’alaihi wasallam
“Bagaimana hal itu terjadi?”. Rasullullah Salallohu’alaihi wasallam menjawab “Alharaj (kekacauan),
pembunuh dan yang terbunuh, keduanya masuk kedalam neraka”.189
Dan manhaj atau metode syar’i dalam menghadapi fitnah ini apabila telah berkecamuk diantara
kaum muslimin terangkum dalam hal-hal berikut ini.

Bahasan Pertama: Menjauhi fitnah tersebut.

Jika api fitnah telah berkobar diantara kaum muslimin lalu diantara mereka saling membunuh dan
darah-darah mereka yang berharga mengalir yang telah dijaga oleh Islam maka mereka menyia-
nyiakannya, keselamatan bagi seorang muslim pada waktu itu ada pada lari dan menjauhnya dia dari
fitnah tersebut dan orang-orangnya
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia mengatakaan, Rasullullah Sholallohu’alaihi wasallam
bersabda;
“Akan terjadi berbagai macam fitnah, pada masa itu orang yang duduk lebih baik daripada orang yang
berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, orang yang berjalan lebih baik

188
HR Bukhari dalam Sahihnya Kitabul Fitan bab Dhurulil Fitan, 9/61
189
HR Muslim dalam Shaihnya Kitabul Fitan Wasyratul Sa’ah, bab Latakumu Sa’atu Hatta … (4/2231, 9/61/ Raqim
56)
72

dari pada orang yang berlari, barang siapa yang ikut serta didalamnya akan binasa, barang siapa
menemukan tempat berlindung, maka hendaklah dia berlindung diri disana.”190
Makna kata ‫ تشرف لها‬adalah ‘mengikuti perkembangannya dengan ikut serta dan menceburkan diri di
dalamnya serta tidak berpaling darinya’.
Dan makna ‫ تستشرفه‬adalah ‘membinasakannya dengan bersiap diri untuk binasa dengannya atau
darinya.
Kesimpulannya, barang siapa yang mengikutkan diri ikut serta di dalamnya maka dia akan binasa.
Adapun sabda Beliau ‫ فلىعذ به‬maknanya adalah ‘hendaknya ia menjauh darinya agar selamat dari
keburukan atau kejahatan fitnah itu’191
Ini menujnjukan bahwa keburukan fitnah tersebut akan mengenai seseorang sesuai dengan
keikutsertaannya dan ketergantungannya dengan fitnah tersebut192
Nabi Salallohu’alaihi wasallam telah menganjurkan ketika berkecamuknya fitnah untuk lari darinya
dan menyibukkan diri dengan mengembala kambing untuk mata pencaharian. Nabi Sholallohu’alaihi
wasallam bersabada;
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, dimana harta terbaik yang dimiliki oleh seorang muslim
adalah kambing. Dia membawa kambing-kambingnya menelurusi puncak-puncak bukit dan tempat-
tempat turunnya hujan untuk menyelamatkan agamanya dari fitnah.”193

Dan tujuan dari menjauhi fitnah itu adalah berhati-hati dari terjatuh ke dalam kesudahan atau akibat
yang buruk yang telah diancamkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala kepada kaum muslimin
dengannya jika mereka saling membunuh. Didalam hadits Rasullullah Sholallohu’alaihi wasallam
bersabda; “Apabila dua orang muslim berhadaan atau berkelahi dan masing mempergunakan pedang,
maka sipembunuh dan yang terbunuh masuk neraka”. Beliau Salallohu’alaihi wasallam ditanya “Hal
itu bagi pembunuh, bagaimana dengan yang terbunuh?”. Beliau Salallohu’alaihi wasallam menjawab
“karena orang yang terbunuh itu juga berusaha untuk membunuh saudaranya”194
Lalu kerugian manalagi yang akan didapatkan daripada seseorang yang mengorbankan harta dan
hidupnya dengan harga murah untuk kecelakaan dan kesengsaraan. Tapi itulah fitnah yang
membutakan dan menulikan, ‫ وَل حول وَلقوة إَلباهللا‬, ya Allah kami berlindung kepadaMu dari fitnah-
fitnah baik yang dzahir maupun yang bathin.
Oleh karena itu Islam menutup pintu fitnah-fitnah dengan mengharamkan sekedar mengangkat
senjata kepada seorang muslim. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia mengatakaan, Rasullullah

190
HR Bukhari dalam Sahihnya Kitabul Fitan bab Kutubul Fitnatun, Takwin Fitnah … 9/64
191
Lihat Fathul Bahri sarah Bukhari (13/31)
192
Lihat komentar Doktor Al Mubarakhfurry, Assunani Waridah FilFitan Wal Ghawailiha Wassa’ati Wasrathiha
Addaani (1/244)
193
HR Bukhari dalam Sahihnya kitabul Raqa’ik babul ‘Uzlah Rahatun min Khilatushshu’ (8/129)
194
HR Bukhari dalam Sahihnya Kitabul Fitan, bab Idzal taqal Musliman bi Saifihima (9/64)
73

Salallohu’alaihi wasallam bersabda; “Barang siapa yang mangangkat senjata kepada kami (manakut-
nakuti), maka bukan dari golonganku”195
Karena jika fitnah pembunuhan ini telah terjadi diantara kaum muslimin maka terus menerus
kebakaran akan terjadi sampai hari kiamat. Dari Sauban radhiallahu’anhu, Rasullullah
Sholallohu’alaihi wasallam bersabda; “Apabila pedang telah terhunus (saling membunuh) dalam
umatku, maka tidak akan diangkat sampai hari kiamat”196

Bahasan Kedua: Menyarungkan Pedang

Barang siapa yang tidak mampu menjauh atau berlari dari fitnah-fitnah itu, tidak juga ia memiliki
kambing-kambing yang akan digembala sebagaimana yang telah diarahkan atau diwasiatkan oleh
Rasulullah Salallohu’alaihi Wasallam maka minimal ia tidak ikut serta dalam peperangan didalamnya
untuk memastikan ini Nabi Salallohu’alaihi wasallam telah memerintahkan untuk mematahkan
pedang-pedang di zaman fitnah.
Nabi Salallohu’alaihi wasallam bersabda; “Sesungguhnya akan terjadi berbagai macam fitnah dan
ketahuilah akan terjadi berbagai macam fitnah orang yang duduk didalamnya lebih baik dari pada
orang yang berjalan dan orang yang berjalan lebih baik dari pada orang yang berlari, ketahuilah jika
fitnah telah datang maka yang memiliki unta hendaklah membawa untanya menjauh dan barang siapa
yang memiliki kambing-kambing maka hendaklah menjauh dengan kambing-kambingnya, yang
memiliki tanah hendaklah mendatanginya,” lalu seorang bertanya wahai Rasulullah “bagaimana
sekiranya orang yang tidak memiliki kambing ataupun tanah?”, Rosulullah Sholallohu’alaihi
Wasallam menjawab, “Maka hendaklah ia mendatangi pedangnya dan memukulkan matanya kebatu
hingga tumpul kemudian berusaha menyelamatkan diri semampunya, yaa Allah persaksikanlah aku
telah menyampaikannya,” Lalu seorang mengatakan wahai Rasulullah, “Bagaimana jika aku dipaksa
sehingga aku ikut dalam salah satu barisan atau salah satu pasukan sehingga aku ikut serta didalam
satu pasukan/diantara kelompok tersebut, lalu ada yang membunuhku dengan pedangnya atu ada
panah melesat kemudian membunuhku?” kemudian Rasulullah Salallohu’alaihi Wasallam menjawab ;
“Dia menanggung dosanya dan menanggung dosamu dan dia termasuk ahli neraka.” 197
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan disebutkan maksud dari mematahkan pedang adalah
sesuai dengan makna sebenarnya yaitu menurut dzahir hadits tersebut, ini untuk menutup pintu
peperangan dalam dirinya jika ada yang menyebarkannya. Juga ada yang menyebutkan bahwa
makna mematahkan pedang adalah makna kiasan yang bermaksud meninggalkan peperangan, tetapi
pendapat pertama lebih tepat.198

195
HR Muslim dalam Shaihnya Kitabun Iman, bab Qaulan Nabi ‫ﷺ‬, Man Hamala ‘alaina Silah (1/98 no 161)
196
HT Tirmidzi dalam Sunannya, kitab Al FItan, Bab Maja’a Fittikhadi Saifin min Khasyab, (3/335/ no 2298) Hadits
ini Sahih sebagaimana hadits ini dishaihkan oleh Al Abani dalam Sahih Sunan Attirmidzi dengan sanad diringkas
(2/241/ no 1793)
197
HR Muslim dalam sohehnya kitabul fitan wa’ashrotissa’ati bab nujulul fitan kama waaqiil qotr 4/2212/no. 13
198
Soheh Muslim sarah An-nawawi 9/8
74

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu meninggalkan peperangan di zaman fitnah walaupun nampak jelas
baginya salah satu diantara dua kelompok yang benar dan yang lain salah. 199
Dari Abu Musa alAtsaari radhiallahu’anhu ia mengatakan bahwa Rasulullah Salallohu’alaihi
Wasallam bersabda, “Menjelang hari kiamat tiba akan terjadi berbagai macam fitnah seperti potongan
malam yang gelap, pagi harinya seorang menjadi mukmin dan sore hari seorang menjadi kafir dan sore
harinya beriman dan pagi harinya menjadi kafirnya, orang yang duduk pada waktu itu lebih baik
daripada orang yang berdiri dan orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, orang
yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari, maka patahkanlah busur-busur panah kalian,
putuskanlah tali-tali busur kalian dan pukullah pedang-pedang kalian dengan batu, jika salah seorang
dr kalian didatangi fitnah-fitnah itu maka hendaklah ia bersikap seperti anak yang terbaik diantara
dua anak adam, yakni bersikap seperti Khabil, jangan seperti Qobil”. 200
Nabi Salallohu’alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian melihat manusia saling membunuh karena dunia
maka ambillah pedangmu lalu pergilah menuju batu besar di daerah al harroh lalu pukulkan pedang
mu kebatu tersebut sampai patah, kemudian tinggallah didalam rumah mu sampai ada yang
membunuhmu atau sampai datangnya kematian yang telah ditakdirkan.”201
Di antara bentuk keseriusan Rasulullah Salallohu’alaihi wasallam menjauh dari fitnah-fitnah,
meninggalkan peperangan dan mematahkan pedang-pedang, beliau memerintahkan ketika terjadi
fitnah untuk mengambil atau menjadikan pedang-pedang dari kayu untuk memastikan tidak ikut
serta didalamnya.
Didalam hadits Rasulullah Salallahu alaihi wasalam pernah mewasiatkan Ahban bin Soifi al Ghifari
radhiallahu ‘anhu, “Jika terjadi fitnah diantara manusia hendaknya agar membuat pedang dari
kayu”.202

Bahasan Ketiga: Menjaga Lisan dari Membicarakan Fitnah

Jika peperangan dan menghunus pedang pada zaman fitnah termasuk penyebab tersulutnya api
fitnah di antara kaum muslimin maka mengucapkan kalimat di dalamnya tidak kalah bahaya dari
tebasan pedang. Seseorang terkadang mengucapkan suatu kalimat yang di anggap remeh dan itu
menyebabkan kehancuran, naudzubillah. Sebagaimana hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang
mengatakan Rasulallahu salallhu wasalam bersabda “Sesungguhnya seorang tidaklah berbicara yang
dibenci Allah sementara dia menganggapnya suatu yang remeh ternyata dia itu masuk api neraka
jahanam yang jaraknya 70 tahun
Oleh sebab itu Nabi Salallahu alaihi wasalam memastikan pentingnya menjaga lisan di zaman fitnah.
Diriwatyatkan Abdullah bin Amr bin ‘Ash radhiallahu’anhu ia menceritakan ketika kami berada
disekitar Rasulallah Salallahu alaihi wasalam ketika itu beliau menyebutkan tentang fitnah beliau

199
Fathul bari sarah saheh Bukhari 13/47
200
Maksud dari Firman Allah ta’aala dalam QS. Almaidah 28, HR ibnu majah dlm kitabul fithan dalam
baabuttastabut fil fitaan 2/1310/no 3961. Disohehkan oleh Albanii dalam Sahih Ibnu majah.
201
HR atthabrani dalam al autsot, alhaetsami mengatakan perawinya tsiqoh, majma’al jawaaid wamin bail fawaaid
7/300.
202
HR At-Tarmidzi dalam sunannya (3/332 no. 2299), Dia mengatakan hadits hasan gharib. Al-Albani mengatakan
hasan sahih.
75

bersabda, “Jika kalian mendapatkan perjanjian-perjanjian diantara manusia telah rusak serta
amanah-amanah atau tanggung jawab mereka berkurang sedang mereka begini dan begitu beliau
menyatukan jari jemari beliau,” amr bin Abdullah mengatakan lalu aku menuju kepada beliau dan
bertanya apa yang aku lakukan ketika itu semoga Allah menjadikanku sebagai tebusan. Rasulullah
salallahu alaihi wasaalam menjawab, “tetap tinggal di rumahmu dan jaga ucapan dan lakukan apa
yang kamu ketahui dari kebenaran dan tinggalkanlah yang kamu ingkari, focus pada urusan pribadimu
dan tinggalkanlah urusan umum”. 203
Di riwayatkan dari Hudaifah radhiallahu ‘anhu ia mengatakan jauhilah fitnah-fitnah jangan ada
satupun yang ikut campur di dalamnya. Demi Allah tidak ada yang ikut campur didalamnya kecuali
akan terseret seperti air deras menyeret rumah-rumah. Sesungguhnya fitnah itu gelap kemudian
terang sehingga orang bodoh mengatakan urusan ini benar namun setelah selesai maka jelaslah
kesalahan-kesalahannya. Jika kalian melihat fitnah itu kumpulah di dalam rumah-rumah kalian,
patahkan pedang-pedang kalian, putuskan tali-tali busur kalian dan tutuplah wajah-wajah kalian.204
Dari Abu Tufail bahwa Hudifah radhiallahu’anhu pernah mengatakan, “Jadilah kamu pada zaman
fitnah seperti anak unta yang masih menyusu tidak ada belakang yang dapat ditunggangi dan tidak
ada kantong susu yang dapat disusui.205
Kalau ada yang mengatakan zahir hadits-hadits ini bertentangan dengan asas bela diri yang telah
disyariatkan oleh islam, maka jawabannya sebagai berikut:
- Tidak ada pertentangan antara membela diri dan menjauh dari fitnah menahan tangan dan lisan
darinya karena bela diri disyariatkan bukan pada masa huru-hara dan pembunuhan. Adapun
pada masa tersebut disyariatkan menahan tangan dan lisan serta tetap tinggal di dalam rumah.
Jika ada sesorang masuk kedalam rumah seorang muslim dari kalangan ahli fitnah, maka ia
diperintahkan seperti menjadi anak yang baik diantara dua anak adam – Allahu ‘Alam.
- Kebaikan bagi orang pada zaman fitnah menjauh darinya dan mematahkan pedang sehingga dia
tidak ikut campur didalmnya, dia juga menahan tangan dan lisannya dari fitnah itu. Pada zaman
fitnah dia berusaha pergi menuju lereng-lereng gunung dan menyibukan diri dengan
menggembala hewan ternak sebagaimana petunjuk umum hadist-hadist tersebut diatas.
Disamping itu dia beribadah karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Nabi Salallahu
alaihi wasalam bersabda “Pahala ibadah di zaman fitnah di zaman al-haroj, di zaman huru hara,
pembunuhan seperti pahala hijrah kepadaku”.206

Do’a sebaik-baik penangkal fitnah karena do’a merupakan ibadah yang paling afdol sebagaimana
telah disebutkan dalam hadits Anu’man bin Bashir Radhiallahu ‘anhu ia meriwayatkan Rasulullah
Salallahu alaihi wasaalam bersabda, “Ibadah yang paling afdol adalah berdoa”.207

203
HR Abu Dawud dalam sunanya (4/513 no. 4343) Disahihkan Al-Albani dalam sahih sunan Abu Daud (3/819 no.
3649)
204
HR Hakim dalam Mustadrak (4/448).
205
HR Hakim dalam Mustadrak (4/439).
206
HR. Muslim dlm sohehnya kitabul fitaan waashrotol sa’ah 4/2268 no. 130
207
HR Ibnu Sa’ad disahihkan oleh Al-albani dalam Al-Jami’ as-shaghir waziyaadatuhu 1/251 no. 1122
76

Diriwayatkan bahwa Huzaifah pernah mengatakan “Akan datang suatu masa yang tidak ada
seorangpun selamat didalamnya kecuali yang berdo’a seperti do’a orang yang tenggelam”.208
Maka seyogianya pada zaman fitnah seorang muslim berjalan di atas manhaj lurus ini dan lari
menjauh darinya sebagaimana ia baru lari dari kejaran singa seraya mengatakan selamat-selamat,
bebas-bebas karena penyesalan diatas penyesalan ada pada ikut campur dalam fitnah baik dengan
tangan atau lisan ketika itu tidak ada tempat bagi amar ma’ruf nahi mungkar.
Perlu difahami:
Lari menjauh ke lereng-lereng gunung tidak dilakukan kecuali bersamaan dengan terjadinya
kekacauan dan banyak pembunuhan disebabkaan karena urusan duniawi. Adapun dalam keadaan
dimana kaum muslimin berperang melawan selain mereka dari musuh-musuh agama islam untuk
menolong agama Allah dan meninggikan kalimahNya maka tidak boleh menyendiri, menjauh dan lari
dari peperangan, bahkan wajib hukumnya dalam keadaan seperti ini untuk segera berjihad
meninggikan kalimat Allah, menolong agamanya dengan berjuang di antara dua pilihan menang atau
mati syahid. Bahkan lari dari medan perang termasuk dalam tujuh perkara yang membinasakan
berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu yang meriwayatkan Nabi Salallahu alaihi
wasalam bersabda, “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan”, para sahabat bertanya;
wahai Rasulullah apakah perkara-perkara itu? Rasulullah Salallahu alaihi wasalam menjawab,
“Menyekutukan Allah, perbuatan sihir, membunuh orang yang diharamkan Allah membunuhnya
kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakaan harta anak yatim, lari dari medan
perang dan menuduh zina wanita mukmin yang menjaga kehormaatanya.”209
Di sisi lain orang yang berdalil dengan hadist-hadits menyendiri dan menjauh tidak dalam keadaan
fitnah kemudian dia menjauh menuju tempat-tempat sepi dengan alasan konsentrasi ibadah, orang
seperti ini memakai metode sufi. Adapun ahlusunnah waljamaah pergaulan ditengah-tengah
masyarakat dan menjalankan kewajiban dakwah amar ma’ruf nahi munkar termasuk ketaatan yang
paling utama.
Nabi Salallahu alaihi wasalam bersabda, “Seorang muslim yang bergaul dengan masyarakat dan
bersabar dari gangguan mereka, itu lebih baik daripada seorang muslim yang tidak bergaul di tengah
masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka.”210
Jadi tidak benar seorang muslim berdalil dengan hadits-hadits fitnah yang telah disebutkan diatas
yang menyebutkan keutamaan menyendiri bukan pada makna sebenarnya yaitu keadaan fitnah
pembunuhan dan kekacauan diantara kaum muslimin satu sama lainnya – Wallahu a’lam bi shawab.

208
Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam Mustadrok 4/425.
209
HR Bukhori 7/176.
210
HR Ibnu Majah dalam Kitabul Fitan (2/1338 no. 4032)
77

Pasal kedua: Fitnah Dajjal

Fitnah Dajal adalah fitnah terbesar di akhir zaman yang menggoncang pikiran orang-orang yang
berakal. Semoga Allah Subhaanahu wata’aala menyelamatkan kita. Nabi Salallahu’alaihi Wasallam
bersabda, “Tidak ada satupun makhluk sejak Adam diciptakan hingga terjadinya hari kiamat makhluk
yang lebih besar dari pada Dajjal”. Dalam riwayat lain disebutkan fitnah yang lebih besar daripada
fitnah dajjal.211

Bahasan Pertama: Tanda-tanda Dajjal

Dajjal memiliki berbagai tanda yang telah disebutkan di dalam sebagian hadits-hadits di antaranya:

Hadits Abdullah bin Umar Radhiallohu’anhuma Ia meriwayatkan bahwa Rasulullah Salallahu’alaihi


Wasallam bersabda, “Ketika aku sedang tidur aku bermimpi melakukan thowaf di Baitullah (Ka’bah)
lalu aku melihat seorang laki-laki yang berkulit putih kemerah-merahan. Rambutnya lurus dan
kepalanya basah. Aku bertanya siapakah orang ini? Beliau menjawab, “Dialah Isa Ibnu Maryam”.
Kemudian aku pergi sambil menoleh aku melihat seorang laki-laki bertubuh kekar berkulit kemerahan,
berambut keriting dan matanya buta sebelah dan matanya seperti buah anggur yang masak (Tak
bersinar/kabur).“ Para sahabat berkata Dajjal ini lebih menyerupai Ibnu Quthun seorang laki-laki
dari Bani Khuza’ah.212

Dan dari Anas Radhiallahu’anhu Ia meriwayatkan bahwa Rasulullah Salallohu’alaihi Wasallam


bersabda, “Sesungguhnya dajjal itu buta sebelah mata dan sesungguhnya Rabb kalian tidak buta. Dan
di antara kedua mata dajjal tertulis ‘kaafir’.”213

Dari Rib’i bin Khiarsy rahimahullah ia menceritakan, pernah Abu Mas’ud Radhiallohu’anhuma dan
Khudzaifah Radhiallahu’anhu berkumpul, lalu Khudzaifah Radhiallahu’anhu mengatakan
sesungguhnya dajjal itu akan keluar dan sungguh beserta dajjal itu ada air dan api. Adapun yang
dilihat manusia sebagai air maka sebenarnya itu adalah api yang membakar, sedang apa yang dilihat
manusia sebagai api maka sebenarnya itu adalah air yang dingin dan tawar. Maka barangsiapa di
antara kalian yang menjumpai keadaan seperti itu, sementara dia ingin minum maka hendaknya dia
minum yang dia lihat sebagai api karena dia akan mendapatinya berupa air. Abu Mas’ud
Radhiallohu’anhuma mengatakan beginilah yang aku dengar dari Nabi Salallohu’alaihi Wasallam
setelah itu Abu Mas’ud mengatakan, saya pun benar-benar telah mendengar yang seperti itu. 214

211
Hadits Sahih Riwayat Muslim dalam Kitabul Fitan Bab Fii Baqiyyati min Akhaadiitsi Dajal (4/2266 no. 126-127).
212
HR Bukhari dalam shahihnya kitabul Fitan Baabu Dzikri Dajal (9/75).
213
HR Bukhari dalam shahihnya kitabul Fitan Baabu Dzikri Dajal (9/75).
214
HR Muslim dalam shahihnya kitabul Fitan Wa ashroti Saa’ati Baabu Dzikri Dajal wa shifatuhu wa maa ma‘ahu
(4/2250 no. 108).
78

Dari Anas Radhiallohu’anhu Ia meriwayatkan bahwa Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam bersabda,


“Dajjal itu buta terulis di kedua matanya kaafir, kemudian Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam
mengejanya ‘ka-fa-ra’ di mana setiap muslim bisa membacanya”.215

Dari Khudzaifah Radhiallahu’anhu Ia meriwayatkan bahwa Rasulullah Salallohu’alaihi Wasallam


bersabda, “Bahwa dajjal itu buta mata kirinya, berambut lebat 216, ia membawa syurga dan neraka,
nerakanya adalah syurga dan syurganya adalah neraka.”217
Seharusnya bagi seorang muslim lebih semangat untuk mengetahui hadits-hadits seperti ini yang
memberikan gambaran jelas tentang tanda-tanda dajal untuk bekal agamanya sehingga ia memiliki
pengetahuan dalam setiap urusan.

Bahasan Kedua: Pahala Orang yang Terbunuh Ditangan Dajal

Apabila api fitnah ini menyala dan sikap manusia berbeda ada yang meneri dan ada pula yang
menolak, Allah Subhaanahu wata’aala menetapkan dengan karuniaNya, barangsiapa yang
dikehendaki bagi hamba-hambanya yang ikhlas.
Dari Abu Saudri Radhiaallahu’anhu ia mengatakan Rasulullah Salallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Dajjal muncul lalu seseorang dari kalangan kaum mumminin menuju kearah nya, kemudian
balatentara dajjal yang bersenjata218 menemuinya dan mereka bertanya engkau hendak kemana
kemudian mukmin itu menjawab aku hendak menemui orang yang muncul itu mereka bertanya
apakah kamu tidak beriman kepda tuhan kami? Mukmin itu menjawab Rabb kami tidaklah samar, lalu
mereka berkata bunuh dia, lalu mereka mengatakan satu sama lainnya bukan kah tuhan kita melarang
membunuh seorangpun selain izinnya? merekapun membawanya menuju dajjal, saat orang mukmin
melihatnya ia berkata ; wahai sekalian manusia inilah dajjal yang disebutkan Rasulullah
Salallahu’alaihi wasallam, lalu dajjal pun memerintahkan agar di pukul kepalanya219 dan ia berkata
ambil dan pukul kepalanya, lalu dajjal bertany ; apa engkau tidak beriman kepadaku dan mukmin itu
menjawab; engkau adalah almasih yang pendusta, lalu dajjal memerintahkannya untuk digergaji dari
kepala sampai pertengahan antara kedua kaki setelah itu dajal berjalan diantara kedua potongan
tubuh itu dan berkata; berdirilah lalu tubuh itupun berdiri, selanjutnya dajjal bertanya lagi; apakah
kamu beriman kepada ku dan iapun menjawab ; justru aku semakin mengetahui hakekat dirimu lalu
dajjal mengambil nya untuk disembelih, antara leher dan tulang selangkangannya diletakkan tembaga
hingga dajjal tidak mampu membunuhnya, kemudian kedua tangan dan kaki nya diambil, lalu
dilemparkan, orang-orang mengiranya ia telah dilemparkan keneraka, tapi sesungguhnya ia
dilemparkan ke syurga,” setelah itu Rasulullah Salallohu’alaihi wasallam bersabda; “Dialah manusia
yang paling kesaksiannya paling agung disisi Rabbul’alamiin”. 220

215
HR Muslim dalam shahihnya kitabul Fitan Wa ashroti Saa’ati Baabu Dzikri Dajal wa shifatuhu wa maa ma‘ahu
(4/2248 no. 103).
216
Jufalu Sya’ri : yang banyak /tebal
217
HR. Muslim dlm sohehnya kitabul fitaan waashrotol sa’ah bab dikri dajaal washifatihi waamahu 4/2248/104
218
Almasalih ; kaum yg memiliki senjata yg selalu mngawasi benteng-benteng –shaheh muslim sarah nawawi
219
Sujja : yaitu luka dikepala ; soheh muslim sarah nawawi 1873.
220
HR. Muslim dlm sohehnya kitabul fitaan waashrotol sa’ah bab dikri dajal washifatihi waamahu 4/2256 no. 113
79

Untuk selamat dari keburukan fitnah dajal ada beberapa amalan yang seyogyanya bagi setiap muslim
untuk segera mengamalkannya selama masih ada umur dan kesempatan, di antaranya yang paling
penting adalah:
1. Berlindung kepada Allah dari fitnah dajal didalam sholat
Dari Aisha Radhiallahu’anha bahwasanya Rasulullah Salallahu’alaihi wasallam selalu berdoa dalam
sholatnya: “Yaa Allah aku meminta perlindungan padaMu dari siksa kubur, aku memohon
perlindunganMu dari cobaan Almasihi dajal, aku memohon perlindunganMu dari musibah ketika hidup
dan mati, Aku memohon perlindungan Mu dari perbuatan dosa dari terlilit utang.”221 Lalu ada yang
berkata pada beliau Salallahu’alaihi wasallam; “Mengapa engkau sering memohon perlindungan dari
terlilit hutang?” Rosulullah Salallahu’alaihi wasallam menjawab, “Jika orang yang berhutang berkata
dia akan sering berdusta, jika ia berjanji dia akan mengingkari.”222
Dari Aisha Radhiallohu’anha bahwa ia mengatakan aku telah mendengar Rasulullah Salallahu’alaihi
wasallam didalam sholatnya meminta perlindungan dari fitnah dajjal. Untuk memastikan memohon
pelindungan setelah tasyahud akhir.
Do’a memohon perlindungan ini lebih ditekankan setelah tasyahud akhir sebelum salam, sebagimana
dalam hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian
bertasyahud akhir memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari empat perkara: neraka jahanam,
azab kubur, ftnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan dan kejahatan Dajjal, lalu berdoa
untuk dirinya apa yang dia kehendaki.” 223
2. Menghafal Sepuluh Ayat pertama dari Surat Al-Kahfi
Yaitu firman Allah Subhanahu wata’ala: 224

ۖ ۖ

(1) Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia
tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya;
(2) Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah
dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh,
bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik,

221
Al maghrom = hutang ; fathul barri sarah saheh bukhari 2/319
222
HR. Bukhori dalam soheh nya kitabul adzan bab doa qobla salam 1/211
223
HR Nasai dalam sunannya , kitab Sahu, bab nau’ akhor minat ta’awud fii sholati (4/58), dishahihkan oleh Albani
dalam shahih An-Nasai dengan sanadz yang diringkas (1/282/ nomor 1242)
224
QS Al Kahfi ayat 1 – 10
80

(3) Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.


(4) Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: "Allah mengambil seorang anak".
(5) Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang
mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan
(sesuatu) kecuali dusta.
(6) Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka
berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).
(7) Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
(8) Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah
rata lagi tandus.
(9) Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu,
mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?
(10) (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka
berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi
kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)".
Berdasarkan hadits Abu Darda radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda:
“Barang siapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, maka akan selamat dari
fitnah dajjal.
Imam Su’bah rahimahullah mengatakan: ‘Dari sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi,’ Imam Hammam
rahimahullah menjawab: ‘Dari awal surat Al-Kahfi’ 225
Imam Nawawi rahmahullahu ta’ala menjelaskan disebutkan sebab yang demikian itu karena ayat-
ayat yang pertama mengandung keajaiban dan tanda-tanda yang luar biasa, barang siapa yang
mentadaburi nya dan memahaminya, maka tidak akan termakan fitnah dajjal, demikan juga yang
ada di akhir ayatnya dalam firman Allah Subhanahu wata’ala: 226 227

ۖ
“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku
menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat
tinggal bagi orang-orang kafir.“

Dari Nawas bin Sam’aan Alkilaabii radhiallahu‘anhu, ia mengatakan Rasulullah Salallahu Alaihi
Wassalam menyebutkan tentang dajjal: “Jika dajal telah muncul di antara kalian sedangkan aku masih
bersama kalian, maka cukuplah aku jadi pembela kalian dari ancamannya. Namun jika dia muncul
sedangkan aku telah tiada, maka setiap orang menjadi pembela dirinya sendiri, dan Allah adalah

225
HR Muslim dalam shahihnya , kitab shalatul musafirin wa qishriha, babul fadhli sutaul kahfi wa ayatil kursii
(1/555/ nomor 257)
226
QS Al-Kahfi ayat 102
227
Shahih Muslim syarah An-Nawawi (2/93) catatan kaki
81

Khalifahku atas setiap muslim. Barang siapa di antara kalian bertemu dengannya hendaklah dia
membaca permulaan surat Al-Kahfi, sebab bacaan tersebut menjadi benteng bagi kalian dari
fitnahnya.”
Kami bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah berapa lama dia hidup dan tinggal di muka bumi?”
beliau bersabda: “Selama 40 hari, sehari seperti satu tahun, sehari laksana satu bulan, sehari seperti
satu pekan, lalu seluruh harinya seperti hari kalian”, lalu kami bertanya : “Wahai Rasulullah, sehari
yang seperti satu tahun itu apakah kita cukup sholat sehari saja?,” Rasulullah Salallahu Alaihi
Wassalam menjawab : “Tidak! tapi ukurlah seperti hari-hari biasa, kemudian Isa ibnu Maryam, turun
di menara putih sebelah timur di damaskus, lalu dia mendapati dajjal di pintu Luth lalu dia membunuh
dajjal.” 228
Maka hendaknya seorang muslim bersemangat untuk meminta perlindungan kepada Allah dari
fitanh almasihi dajjal dalam setiap sholat mengikuti sunnah Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam,
dan juga untuk menghafal sepuluh ayat pertama surat Al-Kahfi dn menyuruh anak anak dan orang
orang yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk menghafalnya juga, demikian guru baik laki-
laki maupun perempuan hendaknya menganjurkan murid muridnya untuk menghafalnya, dan juga
menyemangati mereka itu untuk menghafal dengan mengadakan musyabaqah atau kegiatan –
kegiatan yang berkaitan dengan hafalan seraya mengingata hadits Rasulullah Salallahu Alaihi
Wassalam: “Barang siapa yang menyuruh kepada suatu petunjuk kebaikan , maka baginya pahala
seperti pahala orang – orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi pahala pahala mereka
sedikitpun. Dan barang siapa yang menyuruh kepada kesesatan maka – maka atasnya dosa seperti
dosa- dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa – dosa mereka sedikitpun.” 229
Dan sabda Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam: “Barangsiapa yang mencontohkan suatu perbuatan
baik di dalam islam maka dia akan memperoleh pahalanya dan orang-orang yang mengamalkannya
setelahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa mencontohkan suatu
perbuatan buruk di dalam islam maka dia akan memperoleh dosa dan dosa orang-orang yang
mngamalkan setelah tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” 230

Yang Patut Diketahui dalam Masalah Ini: Dajjal tidak mampu masuk ke kota Mekah dan Madinah.
Dari Anas Bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Tidak ada
satu negeri pun melainkan akan di datangi oleh dajjal kecuali hanya Mekkah dan Madinah. Tidak ada
satupun lorong lorong Mekah dan Madinah melainkan disitu ada para malaikat yang berbaris rapat
melindunginya, kemudian dajjal turun di satu tanah yang berpasir, lalu kota Madinah bergoncang
sebanyak tiga kali goncangan dan dari goncangan – goncangan itu Allah akan mengeluarkan setiap
orang kafir dan munafik.” 231

228
HR Abu Dawud dalam sunannya, kitab Malaahim, bab khuruj dajal (4/496 nomor 4321) dishahihkan Albani
dalam shahih sunan Abu Dawud dengan sanadz yang ringkas (3/815/ nomor 3631)
229
Hr Muslim dalam shahihnya , kitabul ‘ilmi, babu man sana sunnatan hasanatan au saiatan (4/206/ nomor 6)
230
HR Muslim dalam shahihnya , Kitabul ‘ilmi, babu man sana sunnatan hasanatan au saiatan (4/206/ nomor10)
231
HR Muslim dalam shahihnya , Kitabul ‘Ilmi, babuqushotil Jasaasah (4/2265/ nomor 123)
82

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Dajjal datang
sehingga dia pergi ke sudut kota Madinah, kemudian kota Madinah bergoncang sebanyak tiga kali
goncangan, lalu keluar darinya setiap orang kafir dan munafik“.232
Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu yang meriwayatkan Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam
bersabda: “Rasa takut dari almasihi dajajl tidak akan masuk ke dalam kota Madinah pada hari itu ada
tujuh pintu, pada setiap pintu dijaga oleh dua malaikat.” 233
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang mengatakan Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam
bersabda: “Dalam setiap sudut sudut Madinah ada malaikat yang menjaganya sehingga penyakit ta’un
dan dajjal tidak bisa memasukinya.” 234
Maka sudah sepantasnya bagi kita suadaraku dan saudariku untuk mengamalkan amalan amalan
tersebut dalam rangka menghindarkan diri dari terjatuh ke dlam kesengsaraan fitnah ini, karena kita
tidak tahu kemungkinan fitnah itu telah dekat atau sebentar lagi akan terjadi. Dan tidak ada yang
mengetahui hal yang ghaib kecuali Allah Subhana wa Ta’ala.

Pasal Ketiga: Fitnah kematian

Setiap permulaan pasti ada akhirnya setiap umur pasti ada ajalnya. Jika telah tiba ajal manusia,
malaikat maut ditugaskan datang mencabut nyawa darinya sehingga ia berpisah dengan dunia ini
dengan membawa amal-amalnya di dunia. Dia meninggalkan hati-hati yang bersedih mata-mata yang
menangis dan lisan-lisan yang memanjatkan do’a. Hari-hari pun berjalan silih berganti sehingga
perjalanan hidupnya tinggal kenangan dan selanjutnya hal itu akan terlipat dengan kain lipatan lupa.
Lalu orang-orang pun hampir tidak mengingatnya kecuali sekilas saja. Orang-orang yang berbahagia
itu mereka yang menyiapkan dirinya dalam kehidupan berupa amal-amal sholeh yang bermanfaat
untuk dirinya setelah kematiannya. Sebagaimana dalam sabda Nabi Salallahu Alaihi Wassalam,
“Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara yaitu
sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakannya.”235
Dan sabda Nabi Salallahu Alaihi Wassalam, “Sesungguhnyua diantara amalan dan kebaikan seorang
mukmin yang akan menemaninya setelah kematiannya adalah ilmu yang diajarkan dan
disebarkannya, anak sholeh yang ditinggalkannya, mushaf quran yang diwariskannya, masjid yang
dibangunnya, rumah untuk orang-orang musafir yang dibangunnya, sungai / air yang dialirkan untuk
kepentingan umum, atau sedekah yang dikeluarkan dari hartanya diwaktu sehat semasa hidupnya
semua ini akan menemuinya setelah ia meninggal dunia.”236
Di antara do’a yang selalu Nabi Salallahu Alaihi Wassalam panjatkan didalam sholat beliau sebelum
salam adalah doa memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dari fitnah kematian

232
HR Bukhari dalam shahihnya, Kitabul Fitan, bab dzikri dajal (9/74)
233
HR Bukhari dalam shahihnya, kitabul Fitan, bab dzikri dajal (9/74)
234
HR Bukhari dalam shahihnya,kitabul fitan , babu laa yadkhulul dajal minal Madinah (9/ 76)
235
HR Abu Dawud dlm Kitabul wasoyaa bab shodaqoh ‘anil mayit (3/300/2880 ) dan disohehkan oleh Al-Albani
dalam Soheh Sunan Abu Dawood 2/557/no. 2504
236
HR. Ibnu Majah dalam sunannya ( muqoddimah ) Bab tsawabu mu’aliminnas al khoir (1/88/no.242 ) dan
dihasankan oleh Al-albani dalam sunan Ibnu Majah dg sanad yg diringkas 1/46/no.198.
83

(Telah terdahulu ket. Hadits ini dalam bahasan fitnah dajjal). Imam Nawawi menjelaskan ulama
berbeda pendapat tentang makna kematian, ada yang menyebutkan; fitnah kubur. ada juga yang
menyebutkan ; bermakna fitnah ketika saqarotul maut.237
Di antara dalil yang menunjukan dahsyatnya kematian dan kesakitan yang dialami oleh orang yang
meninggal dunia ketika nyawanya dicabut adalah hadits riwayat Aisha yang menyebutkan keadaan
Nabi Salallahu Alaihi Wassalam ketika akan meninggal dunia, Aisha menceritakan, dihadapan
Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam ada sebuah bejana atau periuk (Umar perawi hadits ini ragu),
kemudian beliau Salallahu Alaihi Wassalam memasukan kedua tangannya ke dalam air lalu beliau
membasuh wajahnya seraya mengucapkan “Laa ilaha illallah, sungguh sakarotul maut itu sakit sekali.
“.238
Jika keadaan seperti ini keadan yang di alami oleh bagi Nabi Salallahu Alaihi Wassalam yang dicabut
nyawanya, bagaimana dengan keadaan kaum muslimin? Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa
ta’ala agar meringankan sakitnya saqaratul maut untuk kita semua.

Diantara sebab-sebab utama selamat dari fitnah kematian:


Bahasan pertama: Mentalqin dua kalimat syahadat bagi orang yang
syakaratul maut

Seorang yang sedang dalam sekarat dia sedang dalam kesulitan yang teramat sulit, karena tiada
kesulitan yang teramat dahsyat selain di cabutnya nyawa dari jasad. Pada waktu yang mencekam itu
ia membutuhkan orang yang mengingatkannya kalimat tauhid “Laailahaaillallah” dengan harapan
kalimah tersebut sebagai bekal terakhir dalam perjalanan hidupnya. Dari Abu Said Al-Khudri ia
meriwayatkan sabda Rasululallah Salallahu Alaihi Wassalam; “Talqinkanlah (tuntunlah) orang-orang
yang sedang saqaratul maut kalimat “Laa ilaha illalah “ .239
Talqin yang dimaksud bukan membaca syahadat didepan mayit, tapi yang dimaksud talqin adalah
menuntut dan memintanya untuk mengucapkan kalimah Laa Ilaha Ilallah dan hal ini berlainan
dengan apa yang difahami sebagian orang.240
Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulallahu salallahu alaihi wasalam pernah
menjenguk seorang laki-laki dari kalangan Ansor yang sedang sakaratul maut, lalu beliau mengatakan
kepadanya “Wahai paman ucapkanlah Laa Ilaha Ilallah” ia bertanya, “Apakah paman dari ibu atau
dari bapak?” Beliu menjawab: “Dari sebelah ibu.” Orang itu bertanya lagi: ‘Apakah baik untuku aku
ucapkan kalimat tersebut?’ Nabi menjawab: “Iya.”241
Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan: Perintah berupa talqin ini hukumnya sunnah ulama telah
sepakat mengenai talqin ini, tetapi mereka memakruhkan banyak mengulangi talqin kepada orang

237
Soheh Muslim Syarah An-nawawi 5/85.
238
HR Bukhari dlm sohehnya kitab, qitaburro’iq bab sakarotul maut 8/33
239
HR. Muslim dalam shohehnya kitabul janaiz, bab talqini mauta laailahaillah 2/631/no. 1
240
Ahkamul Janaiz wa bid’iha halaman 10.
241
HR Ahmad, Abu Ya’la, dan Albazar Al-Haytsami mengatakan perawi hadits ini sahih dalam Majma’ Az-zawaaid
wa manba’ul fawaaid (2/235)
84

sekarat, ini agar dia tidak putus asa dengan kesulitan dan dahsyatnya keadaan yang dia alami lalu
membecinya dalam hatinya dan mengucapkan ucapan yang bukan-bukan.
Ulama mengatakan; apabila sesorang mentalqin orang yang sedang sekarat maka jangan diulang-
ulang talqin tersebut kecuali jika dia mengucapkan kata-kata lain setelah ditalqin, maka talqin
diulangi lagi agar itu menjadi ucapan akhirnya.242
Talqin ini dilakukan karena syetan datang kepada orang yang sedang sekarat dan berusaha merusak
agamanya kemudian bisa jadi menguasainya lalu menyesatkan aqidahnya243 dan ia mati dalam
keadaan suul khotimah. Na’uudzubillah.
Sungguh telah banyak orang yang disesatkan ketika sakarat, diantara mereka ada menjadi kafir, ada
yang menolak dan marah – naudzubillah dari kesesatan. Inilah yang dimaksud dengan suul khotimah
yaitu adanya rasa ragu dan ingkar kepada Allah lebih banyak dalam hati atau tidak menerima takdir
Allah lalu kemudian nyawa dicabut dalam keadaan itu.244
Ini merupakan cara setan merusak orang yang akan meninggal dunia ketika sakarat, oleh karena itu
Rasulullah sallallahi alaihi wasalam sering memohon perlindungan kepada Allah dari kerusakan
setan ketika sakaratul maut. Didalam hadits Abu Bisyir meriwayatkan Nabi Salallahu alaihi wasalam
berdoa:
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kematian karena jatuh dari tempat yang tinggi, tertimpa
reruntuhan, tenggelam dan terbakar. Dan aku berlindung kepadamu dari bujukan setan saat sakaratul
maut, kematian saat lari di jalan perang dan karena mati sengatan binatang”245.

Diantara perkara-perkara yang perlu dipahami dalam hal ini:


- Sesungguhnya talqin itu diperuntukan bagi orang yang akan meninggal dunia ketika sakarat,
adapun setelah meninggal dunia tidak lagi ditalqin, baik sebelum, sedang atau setelah
dikuburkan.246
- Amalan sebagian orang mentalqin orang yang sekarat yaitu memintanya berikrar terhadap Nabi
beserta keluarga, membacakan surat Yasin kepadanya, meletakkan alQur’an di atas kepalanya,
menghadapkannya kearah kiblat dan lain-lain amalan yang tidak ada contohnya (bid’ah) dalam
agama.247 Ini semua tidak boleh diamalkan karena menyelisihi alQur’an dan asSunnah.
- Dari sini diketahui bahwa amalan-amalan orang berupa tahlil dan mengeraskan suara disisi
orang yang sedang sekarat tidak sesuai dengan Sunah, karena Sunah memerintahkan untuk
mengucapkan Laa Ilaaha Ilallah sebagaimana telah dijelaskan diatas. Wallahu ‘Alam.

242
HR Muslim Syarah An-Nawawi 6/219.
243
Lihat Astabat I’ndal mamaat halaman 57
244
Lihat Astabat I’ndal mamaat halaman 78
245
HR An-Nassai Kitaabul Isti’aadati, Baabul Isti’aadati Mina taradi wal hadmi (8/282) dishahihkan oleh Albani
dalam shahih sunan An-Nasai dengan sanadz yang ringkas (3/1123 no. 5104).
246
Rujuk Ahkamul Janaiz wa bid’iha halaman 155.
247
Lihat Ahkamul Janaiz wa bid’iha halaman 243 dan lihat “Al-maut ‘idhotuhu wa ahkaamuhu” halaman 21.
85

Tambahan penting dari masalah:


Bahwa di detik-detik nafas terakhir orang yang sedang sekarat sangat membutuhkan orang yang
mengingatkannya tentang kebaikan yang bisa mengalihkan perhatiannya dari sakitnya sakaratul
maut.
Di antara peringatan yang seyogianya diingatkan kepada orang yang sedang sekarat adalah: Baik
sangka kepada Allah Subhanahu wata’aala. Di dalam hadits disebutkan Jabir radhiallahu‘anhu
meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah salallahu alaihi wassalam bersabda tiga hari
sebelum beliau meninggal dunia, “Janganlah salah seorang diantara kalian meninggal dunia kecuali
dia berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wata’aala”.248
Di dalam hadita qudsi diriwayatkan dari Abu Hurairoh radhiallahu’anhu dia mengatakan, Rasulullah
sallahi alaihi wasalam bersabda, “Allah berfirman Aku sesuai prasangka hambaKu kepadaKu, jika ia
berprasangka baik kepadaKu makanya baginya kebaikan dan jika berprasangka buruk kepadaKu
maka baginya keburukan”.249
Dari Anas radiallahu’anhu bahwasanya Nabi Salallahu alaihi wasalam pernah menjenguk seorang
pemuda yang sedang dalam keadaan sakaratul maut, lalu Rasulullah salallahu alaihi wasalam
bertanya “Bagaimana keadaanmu?” Pemuda itu menjawab “Aku mengharap kepada Allah Subhanahu
wata’aala dan juga takut dengan dosa-dosaku”. Kemudian Rasulallah salallahu alaaihi wasalam
bersabda “Tidaklah terkumpul dalam hati seorang hamba ketika menghadapi situasi seperti ini
melainkan Allah akan mengabulkan apa yang ia harapkan dan Allah memberikan ketenangan dari
apa-apa yang banyak ditakuti”.250
Berikut di antara sebab-sebab yang bisa membantu untuk berbaik sangka kepada Allah di saat
sakaratul maut :
1. Mengingatkan orang yang sakaratul maut tentang kasih sayang Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan ampunanNya sehingga ia merasa rindu berjumpa dengan Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Dari Aisyah radhiallahu ta’ala anha bahwasannya Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda:
“Barang siapa yang senang untuk bertemu dengan Allah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
senang untuk bertemu dengannya. Dan barang siapa yang tidak suka bertemu dengan Allah Subhanahu
wata’aala, maka Allah juga benci untuk bertemu dengannya.” Dikatakan kepada Rasulullah Salallahu
Alaihi Wassalam, “Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan benci bertemu dengan Allah
Subhanahu wata’aala adalah tidak menyukai kematian?” 251 setiap kita tentu tidak menyukai
kematian, Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam menjawab : “Bukan seperti itu melainkan ketika
sakarul maut mendapatkan khabar gembira bahwa dia memperoleh rahmat dan maghfiroh
(ampunan), maka dia senang untuk bertemu kepada Allah, lalu Allah pun senang untuk bertemu
dengannya, Adapun yang ketika sakaratul maut mendapatkan khabar bahwa dia akan mendapatkan

248
HR Muslim dalam sahihnya dalam Kitaabul Janati washifiti Na’imiha waahliha, Babul amri bikhusnidzhonni
billahi ta’aala ‘indal mauti (4/2206 no.82).
249
HR Ahmad dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Jami’ As-shoghir (4/115 no. 4191).
250
HR Ibnu Majah dalam Sunanya, Kitabu Zuhdy, Baabu Dzikril mauti wal isti’daadillahu (1/1423 no. 4261).
Dihasankan oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Ibnu Majah dengan ringkasan sanad (2/420 no. 3436).
251
HR Ibnu Majah dalam sunannya, Kitab Zuhd, BabuDzikrul mauti wal isti’dad (1/1425/ nomor 4264) dishahihkan
oleh Albani dalam shahih sunan Ibnu Majah dengan sanadz yang ringkas ( 2/421/ nomor 3439)
86

azab dan murka Allah, maka dia akan benci untuk bertemu dengan Allah. Allah pun benci untuk
berjumpa dengan nya.”

2. Mengingatkannya tentang amal-amal sholeh yang pernah dia lakukan untuk


menguatkan hatinya sehingga rasa ingin bertemu Allah Ta’ala semakin bertambah.
Diriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa mereka menganjurkan mengingatkan orang yang
sedang sekarat tentang amal – amal sholehnya agar dia bisa berbaik sangka kepada Allah Subhanahu
wata’aala. 252
Karena mengingatkan orang yang sekarat tentang hal ini menjadikan pengharapannya kepada Allah
bisa mengalahkan rasa takaut azab Allah yang ia rasakan dari detik detik terakhir sekarat.
Bahkan di antara ulama salaf ada yang menyebutkan amalannya ketika dalam keadaan sekarat
sebagai bentuk ungkapan baik sangka kepada Allah Ta’ala. Diriwayatkan oleh ‘Atho bin Saib
rahimahullah menceritakan: “Kami pernah menjenguk Abu Abdurrahman ketika akan meninggal
dunia di rumahnya, lalu ada sebagian orang mengingatkannya agar banyak berharap kepada Allah
Ta’ala. Lalu Abu Abdurrahman pun mengatakan aku tidak mengharap dari Rabb ku karena aku telah
berpuasa delapan puluh kali dari Ramadhan 253

3. Mengingatkannya tentang keutamaan orang yang mengucapkan Laa ilaha ilallah agar
hati penuh dengan harapan dan baik sangka dan selanjutnya ia semangat untuk
mengucapakannya.
Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bersabda, “Barang siapa yang mengucapkan Laa Ilaha illallah
dengan ikhlas maka dia akan masuk surga”. 254

Bahasan kedua: Pahala orang yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallah

Di antara tanda-tanda khusnul khotimah seorang hamba, Allah mudahkan dia di detik-detik akhir
sekaratnya untuk mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah sesaat nyawanya sebelum keluar dari
tubuhnya. Maka inilah khabar gembira yang besar dan kegembiraan yang luarbiasa yang tiada
bandingnya kepada barang siapa yang diberikan taufik oleh Allah untuk mengucapkannya.
Dalam hadits disbutkan bahwa Mu’adz bin Jabal meriwayatkan Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam
bersabda : “Barang siapa yang akhir ucapannya Laa Ilaha illallah, maka masuk surga.”255
Aduhai, alangkah gembiranya seorang muslim dengan ucapan kalimat Laa ilaha illallah ketika
menghadap Allah, dan alangkah bahagianya dia ketika umurnya diakhiri dengan Laa ilaha illallah.

252
Lihat : Atstsabat ‘indal mamaat halaman 69 - 70
253
Lihat : Atstsabat ‘indal mamaat halaman 70
254
HR Bazaar dan dishshihkan oleh Albani dalam shahih Al jami’ asshagir wa ziaadatih ( 5/332/ nomor 6309)
255
HR Abu Dawud dalam Sunannya, Kitabul Janaiz, Babu fiil talqiin (3/486/ nomor 3116) dan dishahihkan oleh
Albani dalam shahih sunan Abu Dawud dengan sanadz yang ringkas.(2/602/2673)
87

Dan juga kemenangan untuknya ketika kalimat Laa ilaha illallah menghantarkannya ke dalam surga
yang abadi.
Aku mohon pada Allah untuk diriku dan seluruh kaum muslimin dan muslimat agar diberikan oleh
Allah Ta’ala taufik sehingga mampu mengucakan Laa ilaha illallah ketika dalam keadaan sakaratul
maut, lalu menjadi akhir ucapan kita di akhir hayat di dunia fana ini, Amiin.

Pasal keempat: Fitnah dalam Kubur

Setelah meninggalkan dunia, ada fitnah lain yang menunggu dan menimpa seorang muslim fitnah
tersebut adalah fitnah kubur.
Di dalam hadits al Barro bin ‘Azib meriwayatkan: “Kami pernah bersama Rasulullah mengantarkan
jenazah laki-laki dari Ansor, setibanya kami di kuburan liang lahat masih belum di gali, lalu
Rasulullah duduk menghadap kiblat , kami pun duduk mengitari beliau seakan-akan diatas kepala-
kepala kami ada burung (menunjukan tenang dan hening) ditangan Baginda ada sebatang kayu yang
dengannya Baginda menusuk-nusuk tanah. Baginda melihat ke langit kemudian menunduk ke tanah.
Baginda memandang ke atas kemudian ke bawah sebanyak tiga kali. Kemudian Baginda bersabada:
“Berlindunglah dengan Allah daripada azab kubur” (sebanyak dua atau tiga kali).
Lalu Baginda berkata: “Ya Allah, aku berlindung denganMu daripada azab kubur” (tiga kali).
Kemudian Baginda bersabda:
“Sesungguhnya seorang hamba yang beriman ketika hampir berakhir kehidupan dunianya dan
bermulanya kehidupan akhiratnya, turunlah kepadanya malaikat-malaikat yang putih wajahnya
bagaikan matahari. Mereka datang membawa kain kapan dari Surga dan wangian mayat Surga.
Mereka kemudian duduk di depan orang itu sejauh mata memandang. Lalu datang Malaikat Maut a.s.
dan duduk di kepalanya seraya berkata: “Wahai roh yang baik (dalam riwayat lain: jiwa yang tenang),
keluarlah menuju keampunan dan keredaan Allah.”
Lalu roh itu keluar mengalir bagaikan mengalirnya titisan air dari muncung bekas air dan Malaikat
Maut pun mengambilnya.
Dalam riwayat lain: Sampai ketika roh itu keluar maka seluruh malaikat antara langit dan bumi dan
seluruh malaikat di langit bersalawat kepadanya, dan dibuka buatnya pintu-pintu langit. Tidak ada
penjaga pintu-pintu itu melainkan mereka berdoa kepada Allah agar roh itu naik dari arah (pintu)
mereka.
Ketika dia (Malaikat Maut) mengambil roh itu, para malaikat yang lain tidak membiarkannya
walaupun sekelip mata sehingga mereka mengambilnya dan meletakkannya dalam kain kapan serta
wangian itu.
Itulah firman Allah:
88

“Dia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan mereka tidak lalai”256


Dia keluar dari situ dalam keadaan bau aroma kasturi terharum yang ada di atas muka bumi. Mereka
naik membawa roh itu dan setiap kali mereka melewati sekumpulan malaikat, mereka akan berkata,
“Roh siapakah yang baik ini?” Malaikat yang membawa menjawab, “Ini adalah Fulan bin Fulan”.
Disebutkan namanya yang terbaik yang biasa dia dipanggil ketika di dunia. Sehingga mereka tiba di
langit dunia dan mereka minta dibukakan pintu untuk roh yang mereka bawa. Pintu pun dibuka buat
mereka. Roh itu akan diiringi oleh semua penghuni langit itu sehingga tiba di langit yang berikutnya,
sehinggalah sampai ke langit tujuh. Maka Allah pun mengatakan: “Tulislah kitab hamba-Ku ini dalam
Illiyyin”.

“Tahukah kamu apakah itu Illiyyin? Ia kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh para malaikat
pendamping”257
Maka ditulis kitabnya dalam Illiyyin dan dikatakan: Kembalikan dia ke bumi, kerana Aku sudah
berjanji kepada mereka bahawa aku menciptakan mereka daripadanya, kepadanya Aku kembalikan
mereka dan daripadanya Aku akan bangkitkan mereka semula.
Lalu dia dikembalikan ke bumi dan dimasukkan semula rohnya ke dalam jasadnya. Dia mendengar
bunyi derapan kasut sahabat-sahabatnya tatkala mereka meninggalkan perkuburannya.
Setelah itu dua orang malaikat yang kasar bentakannya menyergah dan mendudukkannya seraya
berkata, “Siapa tuhanmu?”
Dia menjawab, “Tuhanku Allah”.
Mereka bertanya lagi, “Apa agamamu?”
Dia menjawab, “Agamaku Islam”.
Mereka bertanya lagi, “Siapa orang yang diutus untuk kalian?”
Dia menjawab, “Dia adalah Rasulullah sallalahu alaihi wasallam”.
Tanya mereka lagi, “Apa amalanmu?” Jawabnya, “Aku membaca Kitab Allah, beriman dengannya dan
membenarkannya.”
Mereka membentaknya dalam pertanyaan, “Siapa tuhanmu, apa agamamu, siapa nabimu?” Itu adalah
fitnah (ujian) terakhir yang dihadapkan kepada seorang mukmin dan itulah yang difirmankan oleh
Allah:

ۖ ۖ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia”258

256
Q.S Al-An'am: 61
257
Q.S Al-Muthaffifin: 19-21.
258
Q.S Ibrahim: 27.
89

Sehingga dia mampu menjawab, “Tuhanku Allah, agamaku Islam dan Nabiku Muhammad sallallahu
‘alaihi wasallam.”
Lalu kedengaran suara panggilan dari langit yang berkata, “Hambaku ini telah berkata benar, maka
bentangkan tilamnya daripada Surga, pakaikan dia pakaian Surga dan bukakan untuknya pintu
menuju ke Surga!” Sehingga dia dapat mencium keharuman bau Surga dan diperluaskan kuburnya
sejauh mata memandang.
Lalu datanglah seorang lelaki yang bagus wajahnya, bagus pakaiannya dan berbau harum yang
berkata, “Bergembiralah dengan apa yang membuatmu senang. Inilah hari yang dijanjikan untukmu.”
Dia berkata kepadanya, “Kamu siapa? Wajahmu adalah wajah yang datang membawa kebaikan.”
Orang itu menjawab, “Aku adalah amal solehmu. Demi Allah, aku tidak mengetahui tentangmu
kecuali engkau cepat melaksanakan perintah Allah dan lambat mengerjakan kemaksiatan terhadap
Allah, maka Allah membalasmu dengan kebaikan.”
Kemudian dibukakan buatnya salah satu pintu Surga dan salah satu pintu Neraka, lalu dikatakan, “Ini
adalah tempatmu kalau kamu bermaksiat terhapa Allah tetapi Allah telah menggantinya dengan yang
ini.” Tatkala dia melihat apa yang ada di dalam Surga dia berkata, “Tuhanku, percepatkanlah Hari
Kiamat, agar aku dapat kembali kepada keluargaku dan hartaku.” Dikatakan kepadanya,
“Bertenanglah.”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam selanjutnya berkata:
“Sedangkan kalau yang mati itu adalah orang kafir, ketika hampir berakhir kehidupan dunianya dan
bermulanya kehidupan akhiratnya, akan datang kepadanya malaikat-malaikat yang kasar lagi bengis.
Mereka berwajah hitam dan mereka membawa bersama mereka pakaian daripada Neraka. Mereka
duduk di hadapan orang kafir itu sejauh mata memandang. Lalu datanglah Malaikat Maut duduk di
kepalanya dan berkata, “Wahai jiwa yang jelek, keluarlah menuju kemurkaan dan kebencian daripada
Allah.”
Lalu rohnya keluar dari jasad dan disentap umpama sabut yang berserat banyak daripada bulu
domba yang basah sehingga banyak keringat dan urat-urat yang terputus bersamanya.
Dia lalu dilaknat oleh sekelian malaikat antara langit dan bumi dan setiap malaikat di langit. Pintu-
pintu langit ditutup buatnya. Tidak ada pintu kecuali penjaganya akan berdoa kepada Allah agar roh
itu tidak naik melewati mereka.
Ketika dia (Malaikat Maut) mengambil roh itu, para malaikat yang lain tidak membiarkannya
walaupun sekelip mata sehingga mereka mengambilnya dan meletakkannya dalam pakaian neraka
itu. Ketika itu keluar daripadanya bau bangkai paling busuk yang pernah ada di atas muka bumi.
Mereka membawanya naik dan setiap kali mereka melewati sekumpulan malaikat mereka akan
berkata, “Roh siapakah yang jelek ini?” Jawab mereka, “Fulan bin Fulan.” Disebutkan nama yang
paling jelek yang pernah diberikan kepadanya ketika di dunia. Sampai akhirnya mereka tiba di langit
dunia dan mereka minta dibukakan pintu untuk roh yang mereka bawa tetapi tidak diperkenankan.
Lalu Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam membaca firman Allah:
90

“Tidak dibuka buat mereka pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk Syurga sehingga unta
masuk ke dalam lubang jarum”259
Allah Azza wa Jalla kemudian bertitah, “Tulislah buku hambKu ini dalam Sijjin dalam perut bumi yang
paling bawah!”
Kemudian dikatakan, “Kembalikan dia ke bumi, kerana Aku sudah berjanji kepada mereka bahawa aku
menciptakan mereka daripadanya, kepadanya Aku kembalikan mereka dan daripadanya Aku akan
bangkitkan mereka semula.”
Kemudian roh itu dilemparkan dari langit sampai menimpa tubuhnya. Kemudian Baginda
membacakan firman Allah

“Barangsiapa menyukutukan sesuatu dengan Allah, maka seolah-olah dia jatuh dari langit lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh”260
Maka dikembalikan roh kepada jasadnya dan dia mendengar derapan kasut teman-temannya tatkala
mereka berpaling meninggalkan perkuburannya.
Selanjutnya, dia didatangi dua malaikat yang keras bentakannya yang langsung membentak dan
mendudukannya, lalu berkata, “Siapa Tuhanmu?”
Dia menjawab, “Aah..aah... aku tidak tahu.”
Malaikat itu bertanya lagi, “Apa agamamu?”
Dia menjawab, “Aah..aah... aku tidak tahu.”
Malaikat bertanya lagi, “Apa pendapatmu tentang orang yang diutus kepada kalian ini?” Dia tidak
dapat mengetahui namanya.
Maka dikatakan kepadanya: “Muhammad!”
Dia menjawab, “Aah..aah... aku tidak tahu. Aku hanya mendengar manusia mengatakan sesuatu lalu
aku mengatakan hal yang sama.”
Lalu dikatakan, “Kamu memang tidak tahu dan tidak membaca.”
Setelah itu kedengaran panggilan dari langit yang mengatakan, “Dia berdusta! Bentangkan buatnya
tilam dari neraka dan bukakan pintu neraka ke arahnya.” Maka ketika itu dia merasai kepanasan
bahangnya dan disempitkan buatunya kuburnya sampai tulang sendinya bersilang-silang.
Kemudian datanglah kepadanya seorang lelaki yang buruk rupanya, berpakaian jelek dan berbau
busuk. Dia berkata kepadanya, “Dengarlah khabar yang akan memburukkanmu, inilah hari yang
dijanjikan untukmu.”
Dia berkata, “Siapa kamu?”

259
Q.S Al-A'raf: 40.
260
Q.S Al-Hajj: 31
91

Orang itu menjawab, “Aku adalah amal burukmu. Demi Allah, aku tidak tahu kecuali engkau lambat
dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah tetapi cepat dalam bermaksiat terhadap Allah. Maka Allah
memberi ganjaran buruk kepadamu.
Kemudian didatangkan kepadanya orang yang bisu, tuli dan di tangannya cemeti besi! Sekiranya
gunung dipukul dengannya nescaya ia akan hancur menjadi tanah. Orang itu lalu memukulnya
dengan sebuah pukulan sampai dia menjadi tanah. Kemudian dia dikembalikan semula seperti
sebelumnya dan dipukul lagi. Dia menjerit dengan jeritan yang akan didengari oleh semua makhluk
kecuali jin dan manusia. Lalu dibukakan buatnya pintu neraka dan dia pun berkata, “Tuhanku, jangan
Engkau datangkan Hari Kiamat.”261
Bentuk fitnah dalam fitnah kubur adalah pertanyaan dua malaikat di tempat sempit, gelap gulita dan
menyeramkan, dimana disitu tiada teman dan pendamping.
Pertanyaan dua malaikat tersebut siapa tuhanmu? Apa agamamu? Dan siapa nabimu?
Tiga perkara besar yang tak terlepskan dalam kehidupan seorang muslim ditanyakan dengan kalimat
pertanyaan yang singkat namun dalam keadaan mencekam kalimat bisa hilangan dan dia tak mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jawaban yang benar kecuali orang yang diberi
Taufiq dan diteguhkan oleh Allah, sebagaimana telah diisyaratkan dalam firmanNya:

ۖ ۖ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan
di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang
Dia kehendaki.”262
Dari Al-Bara bin Azib bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang
mukmin didudukkan di dalam kuburnya, ia akan didatangi (oleh malaikat) lalu dia bersaksi bahwa
tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, itulah
yang dimaksud oleh firman Allah subhanahuwata’aala:

ۖ ۖ

“Aku berdo'a kepada Allah agar agar kita dan orang tua kita dan seluruh kaum muslimin dan muslimat
diteguhkan dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia, ketika sakarat dan setelah
kematian.”
Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam sering memohon keteguhan ini. Dari Anas radhiallahu’anhu dia
mengatakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam banyak berdoa: “Wahai Dzat yg membolak-balikan

261
H.R Ahamad dan lainya. Lihat: takhrij syekh Al-Albani untuk hadits ini dalam kitab Ahkamul Janaiz wa Bida'iha
hal.159.
262
Q.S Ibrahim: 27.
263
H.R Bukhari dalam sahihnya: kitabul janaiz, babu majaa fii a'dzabilqabri (2/122).
264
Q.S Ibrahim: 27.
92

hati teguhkanlah hatiku diatas agamaMu”. Beliau bersabda: “Sesungguhnya hati hati itu berada di
antara dua jari dari jari-jari Allah. Dia membolak-balikannya sesuai dengan kehendakNya.”265
Dari Ibnu ‘Abbas dia meriwayatkan Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam berdoa: “Wahai rabb- ku
tolonglah aku dan jangan Engkau tolong orang yang akan mencelakanku atas diriku. Dan belalah aku
dan jangan Engkau bela (orang yang mencelakanku) atas diriku. Perdayakanlah untuk diriku dan
jangan aku diperdaya orang. Berilah aku petunjuk dan mudahkanlah petunjuk itu untuk ku. Dan
tolonglah aku atas orang yang menzalimi ku. Wahai Rabb-ku, jadikanlah aku orang yang selalu
bersyukur kepadaMu, selalu berzikir kepadaMu, selalu takut kepadaMu, selalu taat kepadaMu, patuh,
banyak berdoa, dan bertaubat kepadaMu. Wahai Rabb-ku, terimalah taubatku, bersihkanlah dosa-
dosaku, kabulkanlah doaku, tetapkanlah hujjahku, beri petunjuk kepada hatiku, luruskanlah lidahku
dan hilangkanlah belenggu hatiku.”266
Hal-hal penting yang harus diketahui oleh keluarga si-mayit:
1- Tidak meratap, mengeraskan suara dan menangis kepada mayit karena dengan sebab itu
dia diazab di dalam kuburnya.
Dari Abdullah ibn Umar radhiallahu’anhuma dia menceritakan:
Ketika Saad bin Ubadah sedang sakit, Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam menjenguknya bersama
‘Abdurrahman bin ‘Auf, Saad bin Abu Waqqash dan ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhum, ketika
beliau menemuinya, beliau mendapatinya sedang dikerumuni keluarganya, beliau bertanya: “Apakah
ia sudah meninggal?”. Mereka menjawab: “Belum, wahai Rasulullah”. Lalu Nabi sallallahu ‘alaihi
wasallam menangis. Ketika orang-orang melihat Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam menangis, mereka
pun turut menangis, maka beliau bersabda: “Tidakkah kalian mendengar bahwa Allah tidak
mengazab dengan tangisan air mata, tidak dengan hati yang bersedih, namun Dia mengazab dengan
ini, ” lalu beliau menunjuk lidahnya, atau dirahmati (karena lisan itu) dan sesungguhnya mayat itu
diazab disebabkan tangisan keluarganya kepadanya.267
Imam Nawawi menyebutkan bahwa ada di antara ulama menafsirkan makna hadits di atas adalah
orang yang mewasiatkan agar ditangisi dan diratapi setelah kematiannya, lalu wasiatnya itu
dijalankan, maka dengan ini dia di siksa karena tangisan dan ratapan keluarganya kepadanya.
Di antara ulama ada yang menafsirkan: Yaitu orang yang tidak berwasiat agar setelah meninggalnya
tidak diratapi, tidak ada yang mengeraskan suara dan tidak juga menangis kepadanya. Barangsiapa
yang meratapinya dari keluarganya tanpa wasiat darinya atau barangsiapa yang melakukan hal itu
walaupun si-mayit telah meninggalkan wasiat, maka dalam hal ini dia tidak disiksa dalam kuburnya
karena ini bukan dari perbuatannya dan juga bukan dari kelalaiannya.

265
H.R Tirmizi dalam Sunanya; kitab: al-qadri, babu majaa fii annalqulub baina ishbai' Ar-Rahaman (3/304/no:
2226) dan dia mengatakan: hadits ini hasan sahih juga di sahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abidaud
(2/225/no.1739).
266
H.R Abu Daud dalam Sunanya; kitabul birri, bab maayaqullurrojuli idza aslama (2/175/no.1510) dan di sahihkan
oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Daud (1/282/no.1337).
267
H.R Bukhari dalam shahihnya, kitabul janaaiz, babul bukaai i'ndal maridhi (2/106).
93

Kesimpulannya, wajib berwasiat untuk meninggalkan meratap. Dan barangsiapa melalaikan wasiat
tersebut dia akan disiksa denganya.268 Yaitu dengan sebab ratapan kepadanya wallahu ‘alam
bissawab.

2- Melunasi hutang si-mayit dari hartanya.


Apabila hartanya dihabiskan sendiri maka dengan hutangnya dia tergadaikan (terikat) dan tidak
akan tertebus dari gadaian tersebut sehingga hutangnya dilunasi. Berdasarkan hadits Nabi sallallahu
‘alaihi wasallam : “Jiwa seorang mukmin tetap terikat dengan hutangnya, sampai dilunasi.”269
Jika hartanya tidak mencukupi untuk melunasi hutang maka hendaknya hutang tersebut segera
dilunasi baik dari harta keluarganya atau dari harta orang-orang yang menderma, dan jangan sampai
dia dimasukkan kedalam kubur sementara hutangnya belum dilunasi dan tanggungjawabnya tidak
terlepas.
3- Memohon ampunan serta berdoa untuk si-mayit langsung setelah dikuburkan.
Berdasarkan hadits riwayat Utsman bin Affan radhiallahu’anhu, dia meriwayatkan Nabi sallallahu
‘alaihi wasallam apabila telah selesai menguburkan mayit beliau berdiri dan berdoa: “Mohonkan
ampun untuk saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya, karena sekarang dia sedang
ditanya.”270
Di antara hal-hal yang disyari’atkan:

 Berdiam sebentar dikuburan setelah menguburkan dan berdoa untuk si-mayit. Dari ‘Amar bin
Ash radhiallahu’anhu bahwasanya dia mengatakan: “Tidak ada seorang pun yang lebih aku
cintai daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mataku senantiasa membayangkan
dirinya. Aku segan menahan pandanganku menatap matanya saat matanya menatap mataku,
yang demikian, karena aku sangat menghormatinya. Kalau sekiranya aku dipinta untuk
menjelaskan fisik beliau, mungkin aku tidak mampu, karena aku tidak pernah menyorotkan
mataku kepadanya karena rasa hormatku untuknya. Jika aku wafat dalam keadaan demikian,
aku berharap aku termasuk penduduk surga. Kemudian terjadilah suatu perkara, yang aku tidak
tahu bagaimana keadaanku kala itu. Tidak bersamaku angin yang berhembus demikian juga api.
Saat kalian menguburkanku dan kalian lempari aku dengan tanah perkuburan, kemudian kalian
berdiri sesaat di pemakamanku, dan aku menunggu apa yang aku akan jawab dari pertanyaan
utusan (malaikat) Rabb-ku271

268
Lihat: al-azdkar al-muntakhabah min kalami saiyyidil abror hal.130 dan lihat: maa yanfa'ul muslim ba'da wafatih
hal.44.
269
H.R Abu Daud dalam Sunannya, kitabul janaaiz, babul istigfari i'ndalqabri lil mayyiti (3/550/no.2758) dan di
shahihkan oleh Al-Albani dalam shahih sunan abi daud (2/620/no.2758).
270
H.R Abu Daud dalam Sunannya, kitabul witri, babu maa yaqulurrajuli idza asalama (2/175/no.1510) dan di
shahihkan oleh Al-Albani dalam shahih sunan abi daud (1/282/no.1337).
271
potongan H.R Muslim dalam Shahihnya, kitabul iman, bab kaunil islam yahdimu maa qablahu...(1/112/no.192).
94

 Disyari’atkan juga kepada orang-orang yang mengenali si-mayit hendaknya melakukan


hal-hal berikut:
a) Bersakasi kebaikan untuknya apabila mayit itu orang baik. Berdasarkan hadits Nabi sallallahu
‘alaihi wasallam: “Jika kalian menyaksikan mayit maka ucapkanlah kebaikan karena malaikat
mengaminkan apa yang kalian ucpakan.”272
Dan sabda beliau:
“Tiadalah empat orang muslim bersaksi bahwa seorang jenazah itu orang baik, maka Allah masukkan
ia ke surga”, maka kami berkata: “Bagaimana jika cuma tiga orang yang bersaksi?,” beliau sallallahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Walau tiga”, lalu kami berkata : “Jika cuma dua?”, beliau bersabda :
“Walau dua”. Lalu kami tak bertanya,”Jika hanya satu?”273
b) Menjaga lisan dari mencela atau menyebutkan keburukan-keburukan si-mayit. Berdasarkan
hadits Ummul Mukminin Aisha radhi Allahu’anha beliau meriwayatkan Nabi sallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Janganlah kalian mencela orang yang telah mati. Sebab mereka telah
mendapat balasan atas perbuatan yang mereka lakukan.”274

Di antara amalan-amalan penting yang bisa menyelamatkan dari fitnah kubur:

Bahasan pertama: Bacaan surat Al-Mulk

Membaca Surah alMulk, Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Surat Tabarak adalah
pelindung/penghalang dari siksa kubur.”275
Oleh kerana itu hendaknya bagi seorang muslim bersemangat untuk membaca dan menghafalnya
dan juga berusaha menyuruh orang yang berada didalam tanggung jawabnya untuk menghafal dan
membacanya terus-menerus.

Bahasan kedua: Mati syahid di jalan Allah


Berdasarkan hadits Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah bersabda: “Bagi orang yang mati
syahid disisi Allah mendapatkan enam keutamaan: diampuni dosanya saat pertama kali darahnya
mengalir, dan ditunjukkan tempatnya di Surga, diselamatkan dari siksa kubur dan diamankan dari

272
H.R Abu Daud dalam Sunannya, kitabul janaaizi, babu maa yustahabbu an yuqolu i'ndal mayyiti minalkalami
(3/486/no.3115) dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam shahih sunan abi daud (2/602/no.2672).
273
H.R Bukhari dalam Shahinya, kitabul janaaizi, bab tsanunnasi a'lal mayyiti (2/122).
274
H.R Bukhari dalam Shahinya, kitabul janaaizi, bab maa yunha min sabbil amwati (2/129).
275
H.R Ibnu Mardawaih dan di sahihkan oleh Al-Albani dalam sahih al-jami' as-sshogir wa ziyadatihi
(3/211/no.3537).
95

guncangan kubur, dan dihias-hiasi dengan perhiasan iman, dan dinikahkan dengan bidadari yang
cantik jelita, dapat mensyafaati tujuh puluh orang keluarganya.” 276

Bahasan ketiga: Menjaga perbatasan dijalan Allah


Berdasarkan hadits Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, “Setiap orang yang mati akan ditutup
(diputuskan) amalannya, kecuali orang yang mati dalam keadaan ribath di jalan Allah. Amalannya
akan dikembangkan sampai datang hari kiamat dan akan diselamatkan dari fitnah kubur.”277

Bahasan keempat: Meninggal pada hari jum’at atau malamnya


Keadaan ini adalah merupakan kekhususan takdir Allah Subhanahu wa ta’ala dan bukan dari
keinginan dan usaha manusia. Barangsiapa yang ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wata’aala,
meninggal dihari atau malam Jum’at, itu adalah tanda kematian yang baik, dan juga tanda selamatnya
dia dari fitnah kubur. Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang
meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.”278
Berdo’a memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wata’aala untuk diselamatkan dari azab
dan fitnah kubur didalam solat, berdasarkan hadits A’isha radhi Allahu’anha, “Tidak ada seorang
muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at kecuali Allah akan menjaganya dari
fitnah kubur.” (2)

Bahasan Kelima: Berlindung kepada Allah dari adzab dan fitnah kubur dalam sholat.
Berdasarkan hadits A’isha yang telah disebutkan sebelumnya.279

276
H.R Tirmizi dalam Sunanya, kitab fadhoil jihad, bab: 25 (3/106/no.1712) dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam
shahih sunnan tirmizi (2/132/no.1358).
277
H.R Tirmizi dalam Sunanya, kitab fadhoil jihad, bab maa jaa fii fadhlil jihad man maata murobithan
(3/89/no.1671) dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam shahih sunnan tirmizi (2/123/no.1320).
278
H.R Tirmizi dalam Sunanya, kitab fadhoil jihad, bab fiiman yamutu yaumal juma'ti (2/268/no.1080) dan di
hasankan oleh Al-Albani dalam shahih sunnan tirmizi (1/321/no.858).
279
teks hadisnya telah disebutkan terdahulu dalam bahsan amalan-amalan yang bisa menyelamatkan dari fitnah
dajal.
96

Penutup
Saudaraku, saudariku sidang pembaca sampai disini, kita telah sampai ke pengujung perjalanan
ilmiah yang ringkas ini. Penulis melalui tulisan ini telah menjelaskan metode syar'i yang wajib atas
setiap muslim menempuhnya dalam menghadapi fitnah-fitnah.
Berikut poin-poin dalam tulisan ilmiah ini:
1. Kaedah dasar dalam menghadapi seluruh fitnah yaitu berpegang teguh dengan al-Qur'an dan
Sunnah.
2. Wajib bagi setiap muslim menahan diri terhadap perselisihan yang terjadi diantara para
sahabat Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam dengan menjaga lisan (tidak berkata buruk) dari
membicarakannya.
3. Seorang muslim di kelilingi oleh berbagai fitnah duniawi diantara fitnah harta, fitnah anak,
dan fitnah wanita. Maka dari itu untuk selamat dari fitnah-fitnah tersebut hendaknya ia
bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan syar'i untuk menghadapi dan
membendungnya.
4. Terkadang lisan menjadi kerusakan yang bisa menyeret seorang muslim kedalam
kebinasaan. Dan timbangan syar'i yang wajib atas setiap muslim menimbang ucapannya
sehingga tidak terseret kedalam fitnah adalah sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam:
“Katakanlah ucapan yang baik atau diam.”
5. Di antra fitnah seorang muslim pada agamanya munculnya perselisihan dan perpecahan di
antara kaum muslimin. Dan tidak ada jalan keluar dari fitnah ini kecuali dengan tetap
bersama jama'ah kaum muslimin.
6. Diantara tanda-tanda menejelang hari kiamat: banyaknya pembunuhan dan sia-sianya darah
berharga orang islam. Tidak ada keselamatan dari huru-hara fitnah yang membinasakan ini
kecuali dengan menjauh darinya.
7. Fitnah terbesar pada akhir zaman adalah fitnah dajal. Penjagaan diri darinya dengan
menghafal sepuluh ayat pertama Surat al-Kahfi.
8. Bilamana telah datang ajal manusia disaat sakarat maka fitnah kematian mengerumuninya,
pada waktu yang sulit itu seorang muslim sangat-sangat membutuhkan orang disekitarnya
untuk mentalqinkannya kalimah syahadat, dan juga mengingatkan kepadanya rahmat dan
ampunan Allah agar ia meninggal dunia dalam keaadan baik sangka kepada Allah subhanahu
wata’aala dan menutup umurnya dengan ucapannya Laa illaha illah.
9. Fitnah terahir yang akan dilalui seorang muslim adalah fitnah kubur. Untuk selamat dari
fitnah ini ada beberpa amalan yang dikerjakan oleh seorang muslim semasa hidupnya antara
lain: membaca surat al-mulk, menjaga perbatasan, mati syahid di medan perang, berdo'a
perlindungan darinya kepada Allah Subhanahu wata’aala.
10. Perisai yang paling penting untuk menjaga muslim dari semua fitnah yang ada adalah
berlindung kepada Allah Subhanahu wata’aala dengan penuh ikhlas dan kejujuran.
97

Kesimpulan
Agar setiap muslim selamat dari segala macam fitnah maka wajib atasnya banyak berdo’a minta
perlindungan kepada Allah subhanahu wata’aala.
Hendaknya berpegang teguh dengan al-Qura'n dan As-Sunnah.
Dan mengembalikan seluruh perkara yang menyinggung agamanya kepada al-Qura'n dan asSunnah
agar sikapnya selalu lurus dan benar.
Sebagaimna halnya, seorang muslim juga harus menempuh metode syar'i yang telah disyariatkan
oleh Allah subhanahu wata’aala sebagai pencegah dari tergelincir ke dalam mara bahaya fitnah
dengan berbagai macamnya. Wallahu'alam
Akhirnya penulis mohon kepada Allah subhanahu wata’aala agar menjadikan tulisan ini ikhlas hanya
untuk mengharap wajahNya yang mulia, dan menjadikannya benar, serta menjadi amal yang
bermanfaat setelah matiku.
Selawat dan salam tercurahkan keatas baginda Nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam,
keluarga, dan seluruh sahabat beliau.
Dan akhir da’wah kami, Alhamdulillah rabbil Aalamiin.

Anda mungkin juga menyukai