Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusûq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan
ibunya.”[11]
Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama,
bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihrâm.
Fusûq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla , apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala
bentuk maksiat adalah fusûq yang dimaksudkan dalam hadits di atas.
Jidâl adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.
Ketiga hal ini dilarang selama ihrâm. Adapun di luar waktu ihrâm, bersenggama dengan pasangan kembali
diperbolehkan, sedangkan larangan yang lain tetap tidak boleh.
Demikian juga, haji yang mabrûr juga harus meninggalkan semua bentuk dosa selama perjalanan ibadah haji,
baik berupa syirik, bid’ah maupun maksiyat.
Kelima: Pulang dari haji dengan keadaan lebih baik.
Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah Azza wa Jalla adalah diberikan taufik untuk
melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal shaleh melakukan
perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah Azza wa Jalla tidak menerima amalannya.[12]
Ibadah haji adalah madrasah. Selama kurang lebih satu bulan para jama`ah haji disibukkan oleh berbagai
ibadah dan pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla . Untuk sementara, mereka terjauhkan dari hiruk pikuk
urusan duniawi yang melalaikan. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama
yang murni dari para Ulama tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.
Logikanya, setiap orang yang menjalankan ibadah haji akan pulang dari tanah suci dalam keadaan yang lebih
baik. Namun yang terjadi tidak demikian, apalagi setelah tenggang waktu yang lama dari waktu berhaji. Banyak
yang tidak terlihat lagi pengaruh baik haji pada dirinya. Karena itu, bertaubat setelah haji, berubah menjadi
lebih baik, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal yang lebih mantap dan benar, kemudian
istiqâmah di atas kebaikan itu adalah salah satu tanda haji mabrûr.
Orang yang hajinya mabrûr menjadikan ibadah haji sebagai titik tolak untuk membuka lembaran baru dalam
menggapai ridha Allah Azza wa Jalla ; ia akan semakin mendekat ke akhirat dan menjauhi dunia. Al-Hasan al-
Bashri rahimahullah mengatakan: “Haji mabrûr adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan
mencintai akhirat.”[13] Ia juga mengatakan: “Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang
dilakukan sebelum haji.”[14]
Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah mengatakan: “Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah
meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang
baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran.”
PENUTUP
Sekali lagi, yang menilai mabrûr tidaknya haji seseorang hanya Allah Azza wa Jalla. Para Ulama hanya
menjelaskan tanda-tandanya sesuai dengan ilmu yang telah Allah Azza wa Jalla berikan kepada mereka. Jika
tanda-tanda ini ada dalam ibadah haji anda, maka hendaknya anda bersyukur atas taufik dari Allah Azza wa
Jalla . Anda boleh berharap ibadah anda diterima oleh Allah Azza wa Jalla , dan teruslah berdoa agar ibadah
anda benar-benar diterima. Adapun jika tanda-tanda itu tidak ada, maka anda harus mawas diri, istighfâr dan
memperbaiki amalan anda. Wallâhu a’lam.
Sumber: https://almanhaj.or.id/3370-tanda-tanda-haji-mabrur.html
Langkah-Langkah untuk Menggapai Derajat
Haji Mabrur
Bisa menggapai derajat mulia sebagai haji mabrur adalah idaman setiap muslim. Semua
tamu Allah yang berangkat ke Tanah Suci inginmendapatkannya. Sayangnya, banyak hal
bisa menggagalkan seseorang untuk merasakan nikmatnya haji mabrur. Nah, langkah-
langkah apa saja yang harus kita lakukan untuk meraihhaji mabrur dan membuat ibadah
haji ini semakin mendekatkan diri kita kepada Sang Pencipta? Mari kita bahas.
Secara umum, seseorang dinilai hajinya mabrur jika setelah melaksanakan ibadah haji,
akhlak dan ibadahnya terlihat jauh lebih baik daripada sebelumnya. Apa saja yang harus
kita lakukan agar ibadah haji kita menjadi mabrur?
Ibadah haji dijadikan sebagai awal pembuka lembaran baru, bagi yang ingin menggapai
mabrur. Sehingga bisa mendapatkan rida dari Sang Pencipta. Melakukan taubat,
mengubah dirinya menjadi pribadi lebih baik, menjadikan hatinya semakin bersih dan
lembut, merupakan tanda-tanda yang terlihat dari haji mabrur. Mereka semakin mantap
dalam beribadah dan melakukan kebaikan.
Langkah-Langkah untuk Menggapai Derajat Haji Mabrur / Umroh Backpacker
Jadi sepulang dari menunaikan ibadah haji, seseorang pulang dalam kondisi zuhud atau
lebih mencintai akhirat, daripada urusan duniawi. Segala perbuatan buruk yang telah
dilakukannya sebelum beribadah haji, tidak akan diulanginya lagi. Inilah salah satu tanda,
kalau ibadah hajinya diterima Allah Swt.
Setiap jemaah ingin hajinya mabrur, sayangnya tidak semuanya menjalankan ketentuan,
yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Penilaian “mabrur”, hanya Allah yang
mengetahuinya. Namun, melalui perangai dan tindakan, bisa terlihat bagaimana pengaruh
ibadah haji terhadapnya.
Langkah-Langkah untuk Menggapai Derajat Haji Mabrur / Umroh Backpacker
Terus berdoa agar ibadah haji bisa diterima adalah upaya yang wajib dilakukan. Kalau
berbagai tanda kebaikan telah Anda peroleh, harus terus memanjatkan syukur, atas segala
taufik yang dikaruniakan oleh Allah. Kalau berbagai tanda haji mabrur tidak terlihat,
maka harus rajin memperbaiki amalan dan mawas diri.
Mengenal Istilah Haji Mabrur – Pengertian dan Kiat dalam Meraihnya
“Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh Allah swt”.
Imam Nawawi dalam syarah Muslim berkata:
“Haji mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima Allah SWT, yang tidak ada
riya, tidak ada sum’ah, tidak ada rafats dan tidak ada fusuq”.
Didalam kitab Minhajul Muslimin, Abu Bakar Jabir al Jazaari mengungkapkan bahwa:
“Haji mabrur itu ialah haji yang bersih dari segala dosa, penuh dengan amal sholeh dan kebajikan-
kebajikan”.
Berdasarkan hal ini, maka dapat kita simpulkan bahwa haji mabrur bermakna:
“ibadah haji yang diterima oleh Allah swt karena tidak dikotori oleh perbuatan dosa, riya’, sum’ah, rofats dan
fusuq, dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah swt semata, penuh dengan amal sholeh dan kebajikan-
kebajikan didalamnya”.
Tanda-tanda atau Ciri-ciri Haji Mabrur
Di dalam surat al-Hajj ayat 58, Allah swt menjelaskan salah satu tujuan haji adalah:
“Agar mereka (orang-orang yang melaksanakan haji itu) menyaksikan manfaat-manfaat (yang banyak) bagi
mereka”.
Setelah kita memahami sekilas tentang makna atau pengertian haji mabrur ini, baik menurut arti secara bahasa
maupun berdasarkan istilah yang telah disampaikan oleh para ulama, maka kemudian muncul pertanyaan
selanjutnya kepada kita, apa ciri-ciri atau tanda bahwa ibadah haji yang telah dilakukan oleh seseorang itu bisa
disebut haji yang mabrur?
Yang mampu menilai mabrur tidaknya haji seseorang hanyalah Allah SWT. Kita sebagai manusia tidak bisa
memastikan bahwa haji seseorang adalah haji yang mabrur atau tidak. Namun para ulama telah banyak
menyebutkan ada tanda-tanda mabrurnya haji seseorang, berdasarkan keterangan al-Quran dan al-Hadits.
Walaupun hal ini juga tidak bisa memberikan kepastian mabrur tidaknya haji seseorang, namun begitu, tidak ada
salahnya kita mengambil pelajaran dari tanda-tanda atau ciri-ciri haji mabrur yang telah disebutkan oleh para ulama
tersebut yang telah saya rangkum berikut ini:
Haji yang mabrur adalah haji yang menjadikan pelakunya ketika pulang dari ibadah haji menjadi orang yang semakin
zuhud dalam kehidupan dunia dan semakin condong pada urusan kehidupan akhiratnya.
Ia tidak lagi mau diperbudak oleh hartanya. Dunia boleh saja berada di tangannya namun tidak di hatinya.
Aktifitasnya dalam kehidupan dunia tidak akan lagi mampu melalaikannya dari ingat kepada Allah SWT. Ia tidak
melupakan tanggung jawab mendidik isteri dan anak-anaknya.
Ia senantiasa berusaha agar penghasilannya hanya dari usaha yang halal, bukan dari hasil yang haram seperti
renten, riba, suap, korupsi, mencuri, judi, pungli, memeras, menipu, dan memakan hak orang lain.
2. Hubungan Vertikal dengan Allah SWT Menjadi Lebih Baik dengan Peningkatan Gairah Beribadah
Sekembalinya dari Tanah Suci
Mereka yang meraih haji mabrur akan semakin rajin ke masjid untuk shalat berjama’ah ataupun menghadiri berbagai
kegiatan keagamaan. Sebab selama mereka di tanah suci telah melatih dirinya untuk terus menurus sholat
berjama’ah di masjid.
Bahkan datang lebih awal dari jadwal waktu sholat berjama’ah. Sampai-sampai rela berlari-larian dan berdesak-
desakan untuk meraih tempat yang utama di dalam masjid seperti di Raudhah. Pengalaman itu terus membekas dan
menyatu membentuk karakter dan kebiasaan baru dalam dirinya.
Menjadi lebih baik dalam hal tauhid. Jika ada diantara jamaah haji yang sebelum hajinya masih ada yang suka pergi
ke dukun untuk minta kekayaan, anak, jodoh, cepat naik pangkat dan lain-lain maka setelah pulang dari menunaikan
ibadah hajinya ia tinggalkan hal tersebut dan bertaubat kepada Allah SWT.
Kwalitas ibadahnya kepada Allah SWT menjadi lebih baik, shalat yang lima waktu tidak pernah ditinggalkan, bahkan
selalu tepat pada waktunya. Zakat maal tidak lupa dikeluarkannya dan puasa di bulan Ramadhan sempurna
dijalankannya.
Segala ibadahnya dilaksanakan dengan penuh rasa cinta kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang
tidak terhingga. Ia menjadi seseorang yang selalu siap mengorbankan harta, tenaga dan waktu untuk menggapai
ridha dari Allah SWT.
3. Hubungan Horizontal Semakin Lebih Baik dengan Tumbuhnya Rasa Kepedulian Sosial yang Semakin
Tinggi
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Jabir r.a., Rasulullah SAW pernah bersabada:
Haji yang mabrur tiada lain balasannya kecuali surga”. Lalu beliau ditanya, “apa tanda kemabrurannya ya
Rasulullah?” Beliau menjawab, “memberi makan orang yang kelaparan, dan tutur kata yang santun”.
(HR. Ahmad, Thabraniy, dan lainnya).
Dalam hadis di atas, nilai kepedulian sosial terungkap dalam kalimat “memberi makan orang yang kelaparan”.
Dari sini dapat dipahami secara lebih luas lagi dalam bentuk memberikan berbagai macam bantuan sosial. Bisa
berarti memberikan bantuan pendidikan kepada anak-anak yang putus sekolah; rajin bersedekah kepada para fakir
miskin; suka bergotong royong untuk kemaslahatan bersama.
Orang-orang yang kembali dari tanah suci dan meraih haji yang mabrur akan menjadi pribadi-pribadi dermawan.
Lebih mendahulukan kepentingan umum ketimbang kepentingan dirinya sendiri. Bahkan pada tingkatan yang paling
sempurna adalah ia rela memberikan bantuan kepada orang lain, padahal dirinya juga membutuhkan sesuatu yang
diberikan itu.
Karena itu, mereka yang meraih haji mabrur tampak pada tutur katanya yang santun. Sebab larangan berkata-kata
kasar, keji dan kotor serta larangan berbantah-bantahan selama menjalankan ibadah haji telah mengajarkan dan
membekas dalam kepribadian mereka selanjutnya.
Ia senantiasa berusaha menjaga perasaan orang lain.Tidak ingin menang sendiri dalam tiap pembicaraan. Atau
dalam ungkapan yang lebih tegas dapat dinyatakan bahwa para peraih haji mabrur adalah pribadi-pribadi yang
berakhlak mulia yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dari sikap maupun perkataan yang kasar, keji dan
kotor.
Bisa jadi haji seseorang sah sehingga kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima
oleh Allah SWT. Berikut beberapa kiat dari sebagian besar ulama yang perlu diperhatikan dan dilakukan agar kita
dapat meraih predikat atau derajat haji yang mabrur ini:
Dan tidaklah mereka disuruh (untuk beribadah) kecuali hanya untuk menyembah Allah SWT dan
mengikhlaskan agama (semata-mata) hanya kepada-Nya”.
(QS. Al-Bayyinah: 5).
Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung dari niatnya dan masing-masing mendapat pahala dari niatnya
itu”.
(Muttafaq’ Alaihi).
Dengan demikian, seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur harus mengetahui dengan benar apa saja rukun,
kewajiban, sunnah, dan larangan haji yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ia juga harus berusaha meninggalkan
tindakan-tindakan yang tidak ada contohnya dari beliau. Karena tidak ada jaminan tindakan-tindakan tersebut akan
mendapat pahala dari Allah SWT.
Di sini, pengetahuan terhadap amalan-amalan haji yang sesuai tuntunan Rasulullah SAW adalah hal mutlak. Sebab
ketidak-tahuan dan sikap yang hanya sekedar ikut-ikutan saja hanya akan menjerumuskan kita pada perbuatan
fusuq atau kefasikan yaitu telah keluar dari jalan yang benar yang telah dituntun oleh baginda Rasululloh SAW.
Haji mabrur tidak akan diraih bila seseorang tidak mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan dan apa yang
harus ditinggalkannya sesuai dengan tuntunan dari Rasululloh SAW ketika berada di tanah suci. Jangan sampai
terjerumus dalam amalan khurafat dan bid’ah yang akhirnya malah akan merusak nilai ibadah haji yang sedang
dikerjakan.
Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik”.
(HR. Muslim)
Bagaimana mungkin akan dikabulkan, doa orang yang makanannya, minumannya, pakaiannya, dan
pendapatannya haram, sekalipun ia terus menerus menengadahkan tangannya ke langit”.
Oleh sebab itu, salah satu kiat untuk bisa meraih haji mabrur adalah memastikan segala biaya dan nafkah yang
digunakan untuk menunaikan ibadah haji haruslah benar-benar bersumber dari harta yang halal lagi baik.
Jika seseorang pergi menunaikan haji dengan biaya dari harta yang halal dan kemudian diucapkannya,
“Labbaikallohumma labbaik ( ya Allah, inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu). Maka berkatalah para
malaikat penyeru dari langit: “Allah menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu berbahagia.
Pembekalanmu halal, pengangkutanmu juga halal, maka hajimu mabrur, tidak dicampuri dosa.” Sebaliknya,
jika ia pergi dengan harta yang haram, dan ia mengucapkan: “Labbaik”. Maka para malaikat penyeru dari
langit berseru: “Tidak diterima kunjunganmu dan engkau tidak berbahagia. Pembekalanmu haram,
pembelanjaanmu juga haram, maka hajimu ma’zur (mendatangkan dosa) atau tidak diterima”.
(HR. Tabrani).
Ibnu Rajab berkata: “Maka haji mabrur adalah yang terkumpul di dalamnya amalan-amalan baik, plus
menghindari perbuatan-perbuatan dosa”.
Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata-kata baik
selama haji. Rasululloh SAW pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab,“Memberi makan
dan berkata-kata baik”.
5. Tidak berbuat Maksiat Selama Sedang Ihram
Maksiat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih
tegas, dan jika dilanggar, maka haji mabrur yang diimpikan akan lepas. Di antara yang dilarang selama haji adalah
rafats, fusuq dan jidal.
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-
bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama
mengerjakan haji”.
Rasululloh SAW bersabda,
Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan
ibunya”.
Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama,
bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihram.
Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah SWT, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat
adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas. Termasuk juga disini adalah amalan-amalan bid’ah yang
dilakukan saat menjalankan ibadah haji yag tidak ada tuntunannya dari Rasululloh SAW.
Jidal adalah berbantah-bantahan secara berlebihan sehingga menimbulkan perdebatan, pertengkaran bahkan
permusuhan. Hal ini sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Muncul dari penyakit hati yang takabbur dan
sombong dan suka memandang rendah orang lain.
Ketiga hal ini dilarang selama ihram. Adapun di luar waktu ihram, bersenggama dengam pasangan kembali
diperbolehkan, sedangkan larangan yang lainnya tetap tidak boleh. Demikian juga, orang yang ingin hajinya mabrur
harus meninggalkan semua bentuk dosa selama perjalanan ibadah haji, baik berupa syirik, bid’ah maupun maksiat.
Perlu diingat bahwa tujuan ibadah dalam Islam, tidak terkecuali ibadah haji adalah untuk lebih mendekatkan diri kita
kepada Allah SWT. Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah SWT adalah diberikan taufik untuk
melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Oleh sebab itu apabila setelah menunaikan suatu ibadah
seseorang masih tetap melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah SWT tidak menerima
amalannya.
Ibadah haji adalah tempat belajar. Selama kurang lebih satu bulan para jamaah haji disibukkan oleh berbagai ibadah
dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Untuk sementara, mereka dijauhkan dari hiruk pikuk urusan duniawi yang
melalaikan. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama yang murni dari para ulama
tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.
Logikanya, setiap orang yang menjalankan ibadah haji akan pulang dari tanah suci dalam keadaan yang lebih baik.
Namun yang terjadi tidak demikian, apalagi setelah tenggang waktu yang lama dari waktu berhaji. Banyak yang tidak
terlihat lagi pengaruh baik ibadah haji tersebut pada dirinya.
Bertaubat setelah haji, berubah menjadi lebih baik, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal yang
lebih mantap dan benar, kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah merupakan salah satu tanda haji mabrur.
Orang yang hajinya mabrur menjadikan ibadah haji sebagai titik tolak untuk membuka lembaran baru dalam
menggapai ridho Allah Ta’ala. Ia akan semakin mendekat ke akhirat dan menjauhi dunia.
Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat.” Ia juga mengatakan,
“Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan sebelum haji”.
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan,
Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti
teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis
dzikir dan kesadaran”.
Kesimpulan
Demikianlah pembahasan singkat tentang topik yang berkaitan dengan istilah haji mabrur ini. Dapat saya simpulkan
bahwa untuk meraih haji mabrur itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh serta kiat yang benar dalam
meraihnya. Namun dari semua yang telah disampaikan, ada tiga hal penting yang harus benar-benar diperhatikan
agar ibadah haji yang kita lakukan meraih predikat atau derajat mabrur disisi Allah SWT.
Tiga hal penting yang saya maksudkan disini adalah yang telah tersurat dan tersirat didalam Al-Qur’an maupun
dalam hadits Rasululloh SAW, antara lain sebagai berikut:
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan kepada kita semua untuk senantiasa ikhlas dalam setiap
ibadah, istiqomah pada jalur yang benar dalam amalan-amalan ibadah kita, dan terhindar dari amalan-amalan yang
diluar dari tuntunan yang benar dari Allah SWT dan Rasul-Nya SAW.