Anda di halaman 1dari 4

🌻 SPIRIT TAHAJUD (174) 2306🌻

Indikator Capaian Haji Mabrur. Haji Mabrur itu tidak ada balasannya kecuali Surga. Istilah
Haji Mabrur sudah sangat sering kita dengar, seperti ucapan seseorang: "Semoga menjadi haji
Mabrur." atau "Insyaallah anda menjadi Haji Mabrur." Lalu apakah arti dan maksud Haji Mabrur itu ?
Para Ulama berbeda pendapat dalam memaknai haji mabrur. Sebagian berpendapat bahwa ia
adalah amalan haji yang diterima di sisi Allah, dan sebagiannya lagi berpendapat yaitu haji yang
buahnya tampak pada pelakunya dengan indikasi keadaannya setelah berhaji jauh lebih baik
sebelum ia berhaji. (lihat Fathul Allam oleh Shiddiq Hasan Khan 1/594).

Salah seorang Ulama Hadis Al Hafidh Ibn Hajar al’ Asqalani dalam kitab Fathul Baarii, syarah
Bukhari-Muslim menjelaskan: “Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh
Allah Subhanahu waTa’ala.” Kesimpulan bahwa yang dimaksud haji mabrur adalah haji yang diterima
dan diridhai oleh Allah swt. karena ibadah hajinya telah dilakukan dengan baik dan benar serta
dengan bekal yang halal, suci dan bersih.

Bagaimana Petunjuk Rasul Saw. Dalam Memperoleh Haji Mabrur ? Meskipun pada hakikatnya,
bahwa hanya Allah-lah yang menentukan dan mengetahui apakah diterima dan tidaknya haji yang
kita tunaikan. Namun melalui penjelasan yang bersumber dari Rasulullah saw. telah dijelaskan
kriteria untuk mencapainya, antara lain:

1. Niat Lurus. Tunaikanlah ibadah haji dengan benar-benar berangkat dari motivasi dan niat
yang ikhlas karena Allah swt.. Kedudukan niat dalam setiap ibadah dalam Islam menempati
posisi yang sangat penting, bahkan niat menjadi penilaian dari setiap arah dan tujuah ibadah
yang kita yang tunaikan.

‫َوَم آ ُأِم ُر ٓو ْا ِإاَّل ِلَيۡع ُبُدوْا ٱَهَّلل ُم ۡخ ِلِص يَن َلُه ٱلِّد يَن‬

“Dan tidaklah mereka disuruh kecuali melainkan untuk menyembah Allah SWT dan
mengikhlaskan agama (semata-mata) karena Allah.” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Penegasan niat di atas dikuatkan lagi oleh Rasulullah saw. yang dijelaskan dalam sabdanya:
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung dari niatnya dan masing-masing mendapat
pahala dari niatnya itu.” (Muttafaq’ Alaihi).
2. Rezeki Halal. Segala biaya dan nafkah yang digunakan untuk menunaikan ibadah haji
haruslah benar-benar bersumber dari yang halal. Rasulullah saw. bersabda: :” Jika seseorang
pergi menunaikan haji dengan biaya dari harta yang halal dan kemudian diucapkannya,
“Labbaikallaahumma labbaik ( ya Allah, inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu). Maka
berkata penyeru dari langit: “Allah menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga
kamu berbahagia. Pembekalanmu halal, pengangkutanmu juga halal, maka hajimu mabrur,
tidak dicampuri dosa.” Sebaliknya, jika ia pergi dengan harta yang haram, dan ia
mengucapkan: “Labbaik”. Maka penyeru dari langit berseru: “Tidak diterima kunjunganmu
dan engkau tidak berbahagia. Pembekalanmu haram, pembelanjaanmu juga haram, maka
hajimu ma’zur (mendatangkan dosa) atau tidak diterima.” (HR. Tabrani).
3. Mencontoh Manasik Rasulullah saw. Melakukan manasik hajinya dengan meneladani dan
mempedomani manasik haji Rasulullah saw.. Ini sudah pasti dan dapat dipahami, karena
ibadah haji merupakan ibadah mahdhah yang cara pelaksanaanya mutlak harus
mempedomani Rasulullah saw.sebagaimana sabdanya: “Hendaklah kamu mengambil
manasik hajimu dari aku.” (HR. Muslim).
4. Menjaga Lisan. Hendaknya ia menjauhi rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan
birahi/bersetubuh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan. Allah berfirman:

‫َفَم ن َفَر َض ِفيِهَّن اْلَح َّج َفَال َر َفَث َو َال ُفُسوَق َو َال ِج َداَل ِفي اْلَح ج‬

Artinya: ‘Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji,
Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan
haji. (QS. Al-Baqarah 197).

5. Membawa Perbaikan. Ibadah haji yang ditunaikan harus mampu memperbaiki akhlak dan
tingkah laku. Sesudah kembali dari tanah suci. maka itu semua menjadi sarana untuk
merefungsionalisasikan tujuan hidup kita agar kembali kepada fitrah yang sebenarnya, yakni
menjadi manusia yang memiliki akhlak yang terpuji. Kita harus mengingat bahwa tujuan
ibadah dalam Islam, tidak terkecuali ibadah haji adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada
Allah.

# Dengan demikian Kita dapat katakan bahwa sifat haji mabrur ada lima:

1. Ikhlas mengharap wajah Allah, tidak riya‘ dan sum’ah. Jadi haji bukanlah untuk cari titel atau
gelar “Haji”. Tetapi semata-mata ingin mengharap ganjaran dari Allah.
2. Berhaji dengan rezeki yang halal karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َهَّللا َطِّيٌب َال َيْقَبُل ِإَّال َطِّيًبا‬ ‫ِإَّن‬


“Allah itu thoyyib (baik) dan tidaklah menerima kecuali dari yang baik” (HR. Muslim no. 1015).

3. Menjauh dari maksiat, dosa, dan hal-hal yang menyelisihi syari’at. Hal-hal tadi jika dilakukan
dapat berpengaruh pada amalan sholeh dan bisa membuat amalannya tidak diterima. Lebih-
lebih lagi dalam melakukan haji. Dalam ayat suci Al Qur’an disebutkan firman Allah,

‫اْلَح ُّج َأْش ُهٌر َم ْع ُلوَم اٌت َفَم ْن َفَر َض ِفيِهَّن اْلَح َّج َفاَل َر َفَث َو اَل ُفُسوَق َو اَل ِج َداَل ِفي اْلَح ِّج‬
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata kotor), berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS. Al Baqarah: 197).

4. Berakhlak yang mulia dan bersikap lemah lembut, juga bersikap tawadhu’ (rendah hati)
ketika di kendaraan, tempat tinggal, saat bergaul dengan lainnya dan bahkan di setiap
keadaan.
5. Mengagungkan syi’ar Allah. Orang yang berhaji hendaknya benar-benar mengagungkan
syi’ar Allah. Ketika melaksanakan ritual manasik, hendaklah ia menunaikannya dengan
penuh pengagungan dan tunduk pada Allah. Hendaklah ia menunaikan kegiatan haji dengan
penuh ketenangan dan tidak tergesa-gesa dalam berkata atau berbuat. Jangan bersikap
terburu-buru sebagaimana yang dilakukan banyak orang di saat haji. Hendaklah punya sikap
sabar yang tinggi karena hal ini sangat berpengaruh besar pada diterimanya amalan dan
besarnya pahala.
Di antara bentuk mengagungkan syi’ar Allah, hendaklah ketika berhaji menyibukkan diri
dengan dzikir, yaitu memperbanyak takbir, tasbih, tahmid dan istighfar. Karena orang yang
berhaji sedang dalam ibadah dan berada dalam waktu-waktu yang mulia. (Dirangkum dari
Syarh Riyâdus Shâlihin oleh Syaikh Ibnu Utsaimin 3/113).

Anda mungkin juga menyukai