PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Agama Islam betugas mendidik dzahir manusia. mensucikan jiwa manusia .dan
membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni
sesuai kehendak Allah. Insya Allah menjadi orang yang beruntung. Ibadah dalam Agama Islam
banyak macamnya. Haji dan Umroh salah satunya Haji merupakan rukun isalm yang kelima setelah
syahadat, sholat, zakat, puasa, dan ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan
hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya namun juga semangat dan harta.
Dalam mengerjakan haji, di perlukan penempuhan jarak yang demikian jauh untuk mencapai
baitullah. Dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga
hanya dengan satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, kami mencoba memberi penjelasan secara singkat
mengenai pengertian Puasa Haji dan Umroh. Syarat, rukun-rukun, dan wajib haji dan umroh.
B.RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Adapun secara bahasa, haji itu berarti menuju ke suatu tempat berulang kali atau berkunjung
kepada suatu tempat yang di besarkan.
“Dan sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah” (Q.S AL BAQARAH : 196)[2]
Namun demikian ibnu qayyim menguatkan pendapat kewajiban haji itu di mulai pada tahun ke-9
atau ke-10 hijriah.
Adapun Umroh artinya menurut bahasa ialah berziarah atau berkunjung. Sedangkan menurut istilah
syara’ umroh bermakna menziarahi ka’bah dan thawaf di sekelilingnya.sa’i antara shafa dan
Marwah, kemudian memenuhi tahallul dengan bercukur atau menggunting rambut.
Para fuqaha sependapat bahwa yang wajib pergi haji itu ialah orang-orang memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut
1.Beragama islam
2.Baliqh
3.Berakal
4.Merdeka
5.Berkesanggupan
Syarat-syarat islam, baliqh dan berakal adalah syarat yang menentukan taklif (di bebani hukum)
dalam segala macam jenis ibadah. Orang yang tidak islam , belum baliqh dan tidak berakal, maka
mereka tidak di bebani hukum dan kewajiban untuk melaksanakan suatu ibadah.dan adapun soal
merdeka yang dijadikan syarat adalah karena ibadah haji itu menghendaki waktu yang panjang dan
kesempatan yang luas, sedangkang seorang hamba sibuk dengan urusan tuan nya dan tidak mungkin
dapat pergi berhari-hari berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan .[3]
“ Dan menjadi kewajiban bagi manusia terhadap Allah berhaji ke Baitullaah, yakni orang-orang yang
sanggup mengunjunginya di antara mereka” (Q.S. ALI IMRAN : 97).
Di dalam beberapa kitab tafsir nya dan kitab fiqih disimpulkan bahwa yang dimaksud
1.Sehat jasmani dan ruhani. Sebab itu orang yang sudah sangat tua lagi udzur orang yang ia wajib
cacat, orang-orang keadaan phisiknya tidak mengizinkan lagi maka tidaklah untuk pergi haji.
2.Keamanan terjamin, jiwa, harta benda dan kehormatannya, baik selama dalam perjalanan maupun
di tempat yang di tuju.
3.Memiliki perbelanjaan yang cukup bagi keperluan memelihara kesehatan tubuhnya dan kebutuhan
orang-orang yang menjadi tanggung jawab nya, baik yang ikut menunaikan ibadah ibadah haji itu,
maupun yang ditinggalkan. Janganlah karena keinginan hendak pergi haji lantas ia menjual harta
bendanya yang di perlukan dalam menjamin nafkah hidupnya sekeluarga, sehingga sepulangnya dari
haji nanti ia menjadi fakir dan miskin. Dan janganlah berhutang atau mengemis –ngemis ke sana ke
mari untuk keperluan haji itu.
)ال (رواه البيهق: ساءلت رسول هللا عن الرجل لم يحج اؤيستقر ض للحج ؟ قال
Sa-altu rasulallaahi s,a,w ‘anir rajuli lam yahujja, awayastaqridlu lilhajji ?. Qaala : Laa.
(Rawaahul Baihaqi)
“Saya bertanya kepada rasulallah saw mengenai orang yang belum menunaikan haji, apakah ia
boleh berhutang buat berhaji ?. Jawab Rasulallah s.a.w. : “Tidak!!! ( H.R. BAIHAQI ).
4. Ada alat pengangkutan untuk pergi dan pulang, baik di darat, laut dan udara. Sebab itu tidak lah
wajib haji bagi orang yang tidak sanggup berjalan kaki, karena jauh nya jarak yang wajib di tempuh.
5. Tidak ada ritangan dan halangan yang menghambat perjalanan nya ke tanah suci Makkah
misalnya karena penguasa dzalim dan lain sebagainya. Menurut yang di tafsirkan oleh para ahli tafsir
dan menurut yang disimpulkan oleh ahli-ahli fiqih.
Mengenai kebolehan menggantikan orang lain untuk mengerjakan haji, karena yang
bersanggkutan telah meninggal dunia sebelum haji atau karena sudah terlalu tua dan ‘udzur
sehingga keadaan jasmaninya tidak mengizinkan lagi untuk melakukan perjalanan jauh atau
menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang meminta ketahanan jasmaninya ,terdapat dalil-dalilnya
dalam hadist-hadits nabi.
Antaranya :
“Bahwa seorang wanita dari juhainah datang ke pada Nabi saw bertanya : “Ibuku telah bernazar
untuk haji, tetapi ia meninggal sebelum menunaikannya. Apakah saya boleh haji atas namanya ?
Nabi menjawab : “ya, hajilah engkau menggantikan nya. Bagaimana mana pendapatmu, jika ibu
berhutang, apakah engkau akan membayarkannya ?. Bayarlah hutang kepada Allah, karena hutang
kepada Allah itu lebih patut untuk dibayar”. ( H.R. BUKHARI )
“Bahwa seorang wanita dari khats’am bertanya : Ya, Rasulallah, kewajiban haji yang di fardlukan
oleh Allah atas hamba-Nya, kebetulan bapakku sudah tua bangka sehingga tidak sanggup lagi naik
kenderaan, apakah saya boleh haji atas namanya ?. “ Boleh “ Jawab Rasul. Dan peristiwa itu terjadi
pada haji wada’ “.( H.R. JAMA’AH, menurut turmudzi : hadits hasan lagi shahih ). Para ulama berbeda
pendapat dalam hal ini.
a.Menurut Turmudzi, bahwa Ats Tsauri, Ibnu Mubarak, Syafi’i, Ahmad dan ishaq berpendapat boleh
menghajikan orang yang sudah mati.
b.Golongan syafi’i berpendapat, bahwa haji itu dapat diganti, karena itu wajib atas orang yang tidak
sanggup berhaji, menggantikan diri nya dengan orang lain untuk mengerjakan haji itu, baik dengan
cara mengupah ataupun dengan cara memberikan biaya secukupnya untuk ongkos haji. ketidak
sanggupan ada karena berpenyakit, karen sangat tua, karena sakit yang tidak dapat lagi
disembuhkan berdasarkan keterangan dokter atau dengan pengetahuan sendiri.
c.Golongan Hanafi, haji dapat diganti. Karenanya barang siapa yang tidak sanggup mengerjakan haji
sendiri, Wajib menyuruh oang lain menggantikanya (mengerjakan atas nama nya). Dan haji itu sah
untuknya dengan syarat-syarat tertentu.[4]
Dalam penjelasan kita tentang haji yang mabrur telah di kemukakan, bahwa salah satu dari faktor
yang dapat menentukan haji itu mabrur atau ma’zur (tidak mabrur) ditentukan antara lainnya oleh
biaya yang dipergunakan untuk menunaikan ibadat haji itu. Hendaklah segala perbelanjaan yang
digunakan untuk keperluan naik haji itu, mulai dari ONH, perbekalan, persiapan-persiapan lain nya
sampai kepada keperluan yang sekecil-kecilnya yang mempunyai kaitan dengan haji itu, haruslah
berasal dari sumber duit yang halal.
Namun demikian di kalangan para ulama timbul perbedaan faham, apakah haji itu dengan harta
yang tidak halal itu sah atau tidak.
Sebagian ulama menyatakan haji nya sah, tetapi dia berdosa. Sebagian ulama lainnya, terutama
Imam Ahmad dengan tegas menyatakan, bahwa haji orang yang bersangkutan tidak sah. Pendapat
ini yang lebih kuat, karena di dasarkan kepada hadits :
“Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai kebaikan, bersih, menyukai kebersihan, pemurah, suka
kepada kepemurahan, dermawan, suka kepada kedermawanan. Sebab itu bersihkan lah pekarangan
rumah mu dan janganlah kamu menyerupai yahudi”.
Sebab itu jika ingin haji nya diterima, mabrur, ma’jur dan maqbul, maka usahakanlah supaya segala
perbekalan dan perbelanjaan yang di pakai untuk haji itu berasal dari sumber dan duit yang jelas
halal nya.
C.Rukun Haji.
Yang dimaksud rukun disini ialah ketentua-ketentuan pelaksanaan haji dan’ umrah yang apabila
salah satu rukun tersebut ditinggalkan, maka ibadah haji dan umrah nya tidak sah.
a.Mnurut golongan Syafi’i Maliki dan ahmad rukun haji itu terdiri dari :
1.Ihrom
2.Wuquf di Arafah.
3.Thawaf.
1.Wuquf di ‘Arafah.
2.Thowaf haji. [5]
D.Rukun Umrah.
Telah di kemukan bahwa ‘ umrah itu maknanya ialah menziarahi atau mengunjungi Ka’bah
( Baitullah ) dan melakukan thawaf di kelilingnya, Sa’i antara Shafa dan Marwah, tahallul dengan
bergunting/bercukur.
sama hanya saja Umroh tidak mengerjakan wuquf di Arafah, dan lontar Jumrah di Mina.