Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia merupakan masalah medis dan masalah kesehatan utama masyarakat yang sering

di jumpai di dunia, terutama negara berkembang , seperti Indonesia. Kejadian ini merupakan

pemyebab debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap kesehatan, ekonomi dan

kesejahteraan sosial. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1,5 miliar orang

menderita anemia dengan sebagian besar diantaranya tinggal di daerah tropis. 1 Prevalensi

anemia secara global sekitar 51%. Menurut Departemen Kesehatan tahun 2014, prevalensi

anemia pada remaja dan usia produktif sekitar 17-18%. 2 Anemia merupakan penurunan kadar

hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit sehingga jumlah eritrosit dan/atau kadar

hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi

seluruh tubuh.4 Biasanya anemia di tandai dengan penurunan kadar hemoglobin kurang dari

13,5g/dl pada pria dewasa dan kurang dari 11,5g/dl pada wanita dewasa. Penyebab terjadinya

anemia yaitu : asupan yang tidak adekuat, hilangnya sel darah merah yang di sebabkan oleh

trauma, infeksi, perdarahan kronis, menstruasi dan penurunan atau kelaina pembentukan sel

seperti : hemoglobinopati, talasemia, sferositosis herediter, dan defisiensi glukosa 6 fosfat

dihidrogenase.5

Besi (Fe) merupakan zat mikro yang diperlukan tubuh. Umumnya zat besi dihasilkan dari

sumber pangan nabati ( non heme ) seperti : kacang dan sayur yang mempunyai proporsi

absorbsi yang rendah dibandingkan dengan zat besi yang berasal dari sumber pangan hewani

( heme ) seperti : daging, telur dan ikan.6 Menurut World Health Organization ( WHO )

kekurangan zat besi merupakan satu dari sepuluh masalah kesehatan yang paling serius.7
Remaja adalah salah satu kelompok yang rentan terhadap defisiensi zat besi dan dapat

mengenai semua kelompok status ekonomi terutama ekonomi rendah.8 Menurut Riset

Kesehatan Daerah ( Riskesdas ) yang dilakukan pada tahun 2013 didapatkan bahwa

prevalensi anemia zat besi pada remaja menurut jenis kelamin, yaitu : pada anak perempuan

sekitar 22,7% dan anak laki-laki sekitar 12,4% sedangkan menurut tempat tinggal, yaitu :

pedesaan 18,5% dan perkotaan 17,3%.9 Penelitian yang dilakukan Manipiring Survei di

empat provinsi ( Bengkulu, Sumatera Barat, Riau dan Lampung ) ditemukan bahwa anak usia

sekolah termasuk remaja `yang menderita anemia sebanyak 54,31%.10 Menurut Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 terdapat 1.833 murid SMP dan 1.718 murid

SMA yang menderita anemia. Data ini di ambil dari penjaringan beberapa kota di Provinsi

Sumatera Barat.11 Menurut Riskesdas tahun 2013 penduduk Provinsi Sumatera Barat usia >10

tahun kurang makan sayur dan buah dengan proporsi sebesar 97,5%.

Data prevalensi anemia pada remaja putri untuk Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera

Barat belum ada, begitu juga prevalensi untuk kota Pariman, hal ini kemungkinan di

sebabkan karena kegiatan pemantauan kejadian anemia secara rutin belum sepenuhnya

dilakukan. Namun jika dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) yang

dilakukan oleh petugas Puskesmas Kurai taji pada remaja putri di 3 sekolah menengah

pertama dan sederajat di wilayah kerja puskesmas Kurai taji di dapatkan 28,2% di SMP 3

Pariaman, 17,1% di MTSN 2 Kota Pariaman dan 52,4% di MTSN Muhammadyah menderita

anemia. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut tampak angka tertinggi terdapat pada MTSN

Muhammadyah sehingga membuat peneliti tertarik untuk melakukan intervensi. Sebelum

dilakukan intervensi siswi di berikan kuesioner mengenai pengetahuan tentang anemia dan

penggunaan tablet besi namun hasil yang di dapatkan relatif rendah sehingga hal ini semakin

menguatkan alasan untuk melakukan intervensi berupa penyuluhan, pembagian tablet besi,

pembagian kartu kontrol Tablet Tambah Darah (TTD) dan pemilihan duta anti anemia.

Anda mungkin juga menyukai