PENDAHULUAN
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah
lebih rendah dari pada nilai normal. Sebagian besar penyebab anemia di indonesia
adalah kekurangan besi yang berasal dari makanan yang di makan setiap hari dan di
Pada umumnya, anemia lebih sering terjadi pada wanita dan remaja putri
dibandingkan dengan pria. Anemia sering menyerang remaja putri disebabkan karena
keadaan stress, haid, atau terlambat makan. Selain itu penyebab anemia dipengaruhi
oleh kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan
besar untuk kasus anemia, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc
setaip harinya.
prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang adalah keadaan sosial ekonomi
rendah meliputi pendidikan orang tua dan penghasilan yang rendah serta kesehatan
pribadi di lingkungan yang buruk. Meskipun anemia disebabkan oleh berbagai faktor,
namun lebih dari 50 % kasus anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara langsung
Anemia menyebabkan darah tidak cukup mengikat dan mengangkut oksigen dari
paru-paru ke seluruh tubuh. Bila oksigen yang diperlukan tidak cukup, maka akan
berakibat pada sulitnya berkonsentrasi, sehingga prestasi belajar menurun, daya tahan
fisik rendah sehingga mudah lelah, aktivitas fisik menurun, mudah sakit karena daya
tahan tubuh rendah, akibatnya jarang masuk sekolah atau bekerja.
mengalami anemia berjumlah sekitar 30% atau 2,20% miliar orang dengan sebagian
besar di antaranya tinggal di daerah tropis. Prevalensi anemia secara global sekitar
51%. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi anemia defisiensi besi banyak
ditemukan pada remaja perempuan sebesar 22,7%, sedangkan anemia defisiensi besi
Gejala anemia secara umum menurut University of North Calorina (2002) adalah
cepat lelah, pucat (kuku, bibir, gusi, mata, kulit kuku, dan telapak tangan), jantung
berdenyut kencang saat melakukan aktivitas ringan, napas tersengal atau pendek saat
melakukan aktivitas ringan, nyeri dada, pusing, mata berkunang, cepat marah (mudah
Nutrisi dan usia adalah sebagian faktor penting yang mempengaruhi proses
terjadinya anemia, khsusnya pada proses penurunan produksi sel darah merah. Pada
pasien dengan status nutrisi yang kurang, terjadi penurunan intake zat-zat yang
diperlukan untuk melakukan hematopoiesis seperti zat besi, folat, vitamin B12, seng,
dan riboflavin sehingga terjadilah anemia. Terdapat kelainan regulasi serta nutrisi
dalam tubuh pada pasien anemia. Kelainan nutrisi ini berupa kekurangan albumin,
folat, dan mikronutrisi. Anemia terjadi ketika asupan nutrisi tertentu tidak mencukupi
untuk memenuhi permintaan sintesis hemoglobin dan eritrosit. Anemia juga dapat
infeksi parasit, infeksi kronis, perdarahan yang terkait dengan persalinan atau
menstruensi berat), gangguan penyerapan (misalnya kekurangan faktor instrinsik
untuk membantu penyerapan vitamin B12 atau asupan antinutrien yang tinggi seperti
fitrat, gangguan penyerapan zat besi), serta metabolisme nutrisi yang berubah
Hal hal tersebut diperparah oleh timbulnya anemia pada kanker kolorektal. Pada
pasien kanker kolorektal, adanya perdarahan yang sedikit tetapi kronis atau
utama terjadinya anemia. Anemia pada pasien kanker kolorektal tentu harus
Kanker kolorektal (KKR) adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar
dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) sampai rektum (bagian kecil terakhir
dari usus besar sebelum anus). Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal
(KKR) adalah kanker ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian
Menurut World Cancer Report 2014, terdapat 8,2 juta kanker yang
mengakibatkan mortalitas pada tahun 2012 salah satunya kanker kolorektal 694.000
jiwa. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit keganasan dengan prevalensi dan
insidensi tertinggi di seluruh dunia dan diperkirakan sebanyak 1,2 juta orang di
penduduk.
Kejadian kanker kolorektal di Indonesia lebih sering secara sporadik. Kanker sporadik
artinya tidak ada riwayat keluarga, tetapi dalam perjalanannya menjadi kanker.
Kehidupan di kota besar yang membuat banyak orang sulit menyesuaikan gaya hidup
sehat, juga menjadi penyebab terjadinya kanker kolorektal. Kurang olahraga, minum
alkohol, obesitas, dan kebiasaan merokok menjadi pemicu kanker jenis ini sehingga
Resiko terjadinya kanker kolorektal mulai meningkat setelah usia 40 tahun dan
meningkat tajam pada usia 50-55 tahun, lebih dari 90% kasus KKR terjadi di atas usia
50 tahun. Angka kejadian pada usia 60-79 tahun 50 kali lebih tinggi dibandingkan
pada usia kurang dari 40 tahun. Umur median yang paling sering terjadi adalah usia
68 tahun pada laki laki dan 72 tahun pada perempuan. Akan tetapi risiko terjadinya
kanker kolorektal pada saat ini mengalami pergeseran usia, banyak kanker kolorektal
ditemukan pada usia yang lebih muda dibandingkan usia yang lebih tua. Hal ini
disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang diduga kuat adalah gaya hidup yang
kurang sehat.
antara lain faktor genetik. Berdasarkan studi yang dilakukan sekitar 20% kasus kanker
kolorektal diturunkan secara genetik. Faktor lain yang juga turut berkontribusi
terhadap terjadinya kanker kolorektal yaitu kurangnya aktifitas fisik secara obesitas,
keduanya paling sering dilaporkan sebagai faktor yang berhubungan dangan kanker
kolorektal. Faktor-faktor lain seperti pola makan yang tinggi lemak serta rendah serat,
Anemia merupakan salah satu gejala dari kanker kolorektal, baik lokasi tumornya
di kolon kanan maupun di kolon kiri atau rektum.Anemia pada pasien keganasan
secara umum memang sering terjadi terkait dengan penyebab mekanisme yang
cerna yang lain, anemia yang terjadi dikaitkan dengan perdarahan akut ataupun kronik
selain juga merupakan akibat reaksi sel kanker dengan sistem imun dan sistem
inflamasi.
menggunakan variabel lokasi tumor, MCV (Mean Corpuscular Volume) dan atau
antara derajat anemia dengan lokasi tumor pada kanker kolorektal. Anemia derajat
ringan lebih banyak ditemukan pada keganasan di kolon sisi kiri sedangkan anemia
derajat sedang dan berat lebih sering ditemukan pada keganasan di kolon sisi kanan.
Penelitian lain yang membedakan nilai MCV dan kadar hemoglobin berdasarkan
kolon kanan, memiliki kadar hemoglobin dan nilai MCV dibawah normal
dibandingkan dengan pasien dengan lokasi tumor di kolon kiri. Selain itu, penelitian
anemia defisiensi besi dengan hemoglobin <11g% pada pria dan <10g% pada wanita
pasca menopouse serta nilai MCV <78 fL merupakan nilai prediktif tinggi adanya
kanker kolorektal.
Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan usia dan
nutrisi terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal pada pasien di RSI
sebagai berikut. Apakah terdapat hubungan usia dan status nutrisi terhadap kejadian
anemia pada pasien kanker kolorektal pada pasien di RSI Siti Rahmah Padang?
Tujuan umum dilakukan peneliti ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
usia dan status nutrisi terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal di RSI
Rahmah
4. Mengetahui hubungan antara usia dan status nutrisi terhadap kejadian anemia
1. Institusi
2. Penulis
Hasil penilitian diharapkan dapat bermanfaat dan digunakan sebagai dasar
3. Masyarakat
terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal di RSI Siti Rahmah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal. Kreamer menyatakan bahwa
penyebab anemia adalah akibat faktor gizi dan non gizi. Faktor gizi terkait dengan
defisiensi protein, vitamin, dan mineral, sedangkan faktor non gizi terkait penyakit
kekurangan protein dalam jangka waktu lama pembentukan sel darah merah dapat
terganggu dan ini yang menyebabkan timbul gejala anemia, sedangkan vitamin yang
terkait dengan defisiensi zat besi adalah vitamin C yang dapat membantu
besi ke dalam darah, mobilisasi simpanan besi terutama hemosiderin dalam limpa.
dunia. Anemia bisa menyerang siapa pun, tak terkecuali remaja yang masih berusia
dini. Anemia lebih sering terjadi pada remaja perempuan dibandingkan dengan remaja
laki-laki. Hal ini dikarenakan remaja putri kehilangan zat besi (Fe) saat menstruensi
sehingga membutuhkan lebih banyak asupan zat besi (Fe). Perilaku remaja putri yang
mengkonsumsi makanan nabati lebih banyak mengakibatkan asupan zat besi belum
mencukupi kebutuhan zat besi harian. Kebiasaan remaja putri yang ingin tampil
penyebab utama anemia adalah berkurangnya kadar hemoglobin dalam darah atau
terjadinya gangguan dalam pembentukan sel darah merah dalam tubuh. Berkurangnya
sel darah merah secara signifikan dapat disebabkan oleh terjadinya perdarahan atau
hancurnya sel darah merah yang berlebihan. Dua kondisi yang dapat memengaruhi
pembentukan hemoglobin dalam darah, yaitu efek keganasan yang tersebar seperti
kanker, radiasi, obat-obatan dan zat toksik, serta penyakit menahun yang melibatkan
gangguan pada ginjal dan hati, infeksi, dan defisiensi hormon endokrin.
hemoglobin dan hematokrit sehingga bisa dianggap telah terjadi anemia. Batasan (cut
off point) ini sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah usia,
jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut, dan lain lain.14Batasan
yang umumnya digunakan adalah cutt off point kriteria WHO 1968, yang selanjutnya
tahun
Anak usia 6 bulan >11 10,0-10,9 7,0-9,9 <7,0
- 5 tahun
*dalam g/dL
pada praktiknya kriteria anemia pada rumah sakit dan klinik di Indonesia
kelompok:
Anemia akibat produksi sel darah merah yang berkurang atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel
darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi akibat
adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang
dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi
yang mengakibatkan anemia ini antara lain Sickle cell anemia, gangguan sumsum
tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12,dan Folat, serta
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuhdan tidak mampu bertahan
terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga
Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapajenis
makanan
Autoimun
Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel darah merah dan
Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau kanker
Usia memiliki keterkaitan dalam proses kejadian anemia. Dalam survey National
Health And Nutrition Examination Survey ketiga (NHANES III), insidensi terjadinya
anemia pada pria dan wanita berusia lebih dari 65 tahun sekitar 11% dan 10%. Hal ini
patut diperhatikan karena kejadian anemia pada usia senja akan memberikan efek
Patofisiologi terjadinya anemia pada pasien usia lanjut saat ini belum bisa
dijelaskan dengan pasti. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa 1/3 dari kasus
anemia pada pasien usia lanjut di Amerika merupakan anemia karena kekurangan
nutrisi, berdasarkan studi kadar besi dalam darah 1/3 lainnya mengalami anemia
karena inflamasi, dan 1/3 sisanya didiagnosis dengan anemia yang tak terjelaskan
(unexplained anemia).
Anemia karena inflamasi lebih dikenal dengan anemia karena penyakit kronis.
Anemia jenis ini diketahui banyak berkaitan dengan timbulnya infeksi, gangguan
yang disintesis oleh hepar yang berfungsi untuk menghambat absorpsi zat besi,
Inflamasi akan memberikan efek negatif pada daya tahan eritrositPada proses
penuaan, sitokin sitokin pro inflamator, IL-6, dan protein fase akut akan
mengalami peningkatan kadar, bahkan pada orang yang sehat. IL-6 diketahui
akan menginduksi pelepasan dari Heptidin. Oleh karena itu peningkatan usia akan
satunya adalah masalah nutrisi. Seseorang dengan status gizi kurang akan memiliki
bermakna antara status gizi dengan pengukuran IMT dengan kadar Hb.
Status gizi kurang disebabkan oleh asupan makanan yang tidak sesuai dengan
diantaranya ada gangguan dalam absorbsi makanan yang dikonsumsi atau kurangnya
konsumsi sumber makanan tertentu. Diet yang rendah besi, asam folat, atau vitamin
B12 akan menyulitkan tubuh untuk memproduksi cukup sel darah merah karena zat
Konsumsi vitamin C yang cukup juga akan membantu penyerapan zat besi sehingga
Dalam mengukur status nutrisi seseorang diperlukan metode dan ukuran yang
objektif. Indeks Masa Tubuh (IMT) selain merupakan parameter status gizi.
Pengukuran IMT dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan, dan berat badan
Kanker kolorektal adalah suatu penyakit dimana sel-sel pada kolon atau rektum
menjadi abnormal dan membelah tanpa terkontrol membentuk sebuah massa tumor.
Penyebab kanker Kolorektal adalah interaksi antara faktor lingkungan dan faktor
genetik. Kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang terjadi pada
mukosa kolon dimana penyakit ini mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi.
Kanker kolorektal dapat berupa kanker kolon atau kanker rektum, bergantung
pada tempat munculnya kanker pertama kali. Keduanya memiliki banyak kesamaan
seperti proses pertumbuhan dan bentuk kanker. Kanker kolorektal merupakan
penyakit yang memiliki sifat degradatif dan degenaratif sehingga apabila tidak
ditangani dengan baik dan tepat akan dapat mengakibatkan hal yang membahayakan
pada tubuh manusia. Kanker kolorektal pada tahap pertumbuhan awalnya ditandai
2.2.1 Epidemiologi
Kanker kolorektal adalah kanker urutan ketiga yang banyak yang menyerang pria
dengan persentase 10,0% dan yang kedua terbanyak pada wanita dengan persentase
9,2% dari seluruh penderita kanker di seluruh dunia. Hampir 55 % kasus kanker
kolorektal terjadi di negara maju dengan budaya barat. Ada variasi geografis dalam
dan Selandia Baru dengan Age Standardized Rate (ASR) 44,8 pada pria dan 32,2 pada
wanita per 100.000. Hal ini berkaitan karena Australia dan Selandia Baru adalah
Kematian pasien kanker kolorektal lebih banyak terjadi di daerah yang kurang
berkembang dengan persentase 52% dari jumlah kematian pasien kanker kolorektal di
Tengah dan Timurdengan ASR20,3 per 100.000 untuk laki-laki dan11,7 per 100.000
per 100.000 untuk laki-laki dan 3,0 per 100.000 untuk perempuan.
Di Indonesia kanker kolorektal adalah keganasan yang sering terjadi baik pada
pria dan wanita setelah kanker prostat dan kanker payudara dengan persentase 11,5%
produktif. Hal ini berbeda dengan data yang diperoleh di negara berat dimana kanker
biasanya terjadi pada pasien usia lanjut. Perbandingan insidensi pada laki-laki dan
perempuan adalah 3 berbanding 1 dan kurang dari 50% kanker kolon dan rektum di
temukan di rektosigmoid.
Secara anatomi, usus besar (kolon) manusia seperti terlihat pada gambar di bawah
ini, yakni terdiri dari sekum, appendix vermivormis, kolon ascenden, kolon
transversum, kolon descenden, rektum, dan anus, dengan panjang kira-kira 1,5 m
terbentang dari ujung distal ileum hingga anus, usus besar ini memiliki fungsi
interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang
bermacam macam bereaksi dengan presdiposisi genetik atau defek yang didapat dan
1. Kelompok yang diturunkan, dimana mencakup kurang dari 10% kasus kanker
kolorektal
pada salah satu alel dan terjadi mutasi somatik pada alel yang lain, contohnya adalah
Colorectal Cancer). Kelompok sporadik terjadi bila ada dua mutasi somatik, dan satu
FAP & HNPCC dan lebih dari 35% terjadi pada umur muda. Meskipun kelompo
familial dari kanker kolorektal bisa terjadi karena kebetulan, akan tetapi faktor
lingkungan, penetrant mutations yang lemah atau currently germline mutations dapat
berperan.
lingkungan, terutama dalam masalah diet. Pengaruh diet sebagai penyebab karsinoma
kolon berdasar atas pemikiran bahwa makanan yang kontak langsung dengan dinding
diketahui sebagai faktor protektif terhadap kanker kolon dan menurunkan resiko
kanker kolon sebesar 40-50%. Rendahnya konsumsi folat, metionin, dan kalsium juga
diketahui dapat menurunkan resiko terjadinya kanker kolon lewat peningkatan sintesis
dan perbaikan DNA serta efek protektif. Sebaliknya, konsumsi tinggi lemak dan
sehingga setiap polip kolon harus di lihat lagi. Radang kronik pada kolon seperti
kolitis ulseratif atau kronis amoeba kronik juga berisiko tinggi menjadi maligna.
Secara klinis, probabilitas dari suatu polip adenomatosa menjadi sebuah kanker
Kanker berkembang lebih sering pada polip tipe mendatar. Kemungkinan suatu lesi
polipoid pada usus besar mengandung kanker invasif berhubungan dengan ukuran
polip, pada lesi lebih besar dari 2,5 cm kemungkinan mengandung lesi invasif.
Lokasi tumor pada kanker kolorektal mempengaruhi gejala klinis pada pasien.
Kanker kolorektal juga dapat diklasifikasikan berdasarkan bagian kolon, yaitu sekum,
kolon ascenden, kolon tranverse, kolon descenden, kolon sigmoid, dan rektum.
kolon kiri dan sisanya 31% atau 237 pasien terdapat keganasan kolon di kanan.
Mengenai lokasi kanker kolorektal sendiri, dari letaknya paling sering terdapat pada
Letak Persen
Kolon descendens 5%
Rektosigmoid 75%
Penelitian di RSUP Kariadi menunjukkan distribudi lokasi kanker kolorektal pada
tahun 2010 sebagai berikut : kolon ascenden sebesar 12,5% kolon transversum 5,8%
kolon descendens 6,8% kolon sigmoid 14,4% rectum 60% dan anus 1,2%.
Gejala klinis yang timbul biasanya bervariasi sesuai dengan lokasi anatomi lesi.
Lesi pada kolon kanan tidak menimbulkan gejala obstruktif atau perubahan yang
mencolok pada pola defekasi. Karena lesi kolon kanan biasanya berulserasi, maka
timbul kehilangan darah yang kronik namun tersembunyi tanpa adanya perubahan
dalam penampakan feses. Akibatnya pasien dengan lesi keganasan kolon ascendens
biasanya datang dengan gejala anemia seperti kelemahan, palpitasi, bahkan angina
pectoris. Gambaran anemia yang timbul adalah anemia mikrositik hipokromik yang
karakteristik annular konstriktif (apple care dan napkin ring). Keganasan yang timbul
Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan
lokasi dari tumor dan ada tidaknya metastasis. Gejala muncul pada kanker kolorektal
yang terjadi sudah lama dan berprognosis buruk. Umumnya gejala pertama timbul
karena penyulit yaitu gangguan fungsi usus, obstruksi, perbedaan atau akibat
penyebaran.
Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung
tetap bersamar hingga lanjut sekali, sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi
karena lumen usus lebih besar da feses masih encer. Gejala klinis sering berupa sering
Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola
defeksi sebagai akibat iritasi dan refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan
gastrointestinal. Jenis anemia yang umumnya terjadi adalah anemia defisiensi zat besi.
reaksi imun dari keganasan, adanya perdarahan yang sedikit tapi kronis atau
perdarahan akut pada keganasan traktus digestivus diduga menjadi salah satu
tidak berkaitan dengan stadium klinis dari tumor itu sendiri. Lokasi lesi, infusiensi
jantung, hipoproteinemi, dan melena diduga menjadi faktor resiko kejadian anemia
tersebut. Selain itu, insidensi terjadinya anemia akibat kanker kolon meningkat pada
pasien KKR dengan kriteria wanita, tumor dengan lokasi kanan, dan lesi dengan
Anemia pada pasien kanker kolorektal juga bisa disebabkan oleh faktor faktor
lain seperti penyakit kronis, terapi, ataupun kelainan hematologis yang dialami pasien.
Contoh penyakit kronis yang bisa menimbulkan anemia pada pasien kanker kolorektal
diantaranya :
Anemia adalah komplikasi umum yang di alami oleh penderita diabetes, terutama
pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal akibat nefropati diabetikum. Pasien
diabetes dengan mikroalbuminuria dua kali berisiko terjadi anemia dan pasien
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik akan terjadi penurunan fungsi ginjal
hiperfosfatemia dan asidosis metabolik. Penyebab utama anemia pada penyakit ginjal
kronik disebabkan karena defisiensi eritropoetin yang disekresikan oleh ginjal yang
Hiperplenisme adalah keadaan dimana terjadi pembesaran limpa akibat dari suatu
yang disebabkan oleh pembesaran limpa berkembang secara perlahan dan gejalanya
cenderung ringan.
leukemia terjadi jenis anemia hemolitik autoimun. Selain itu anemia pada keganasan
hematologis terjadi karena tidak diproduksinya sel darah merah yang cukup karena
produksi leukosit yang lebih dari batas normal sehingga mengisi sum sum tulang
2.4 Hubungan Usia dan Status Nutrisi terhadap Anemia pada Pasien
Kanker Kolorektal
Usia merupakan faktor resiko KKR yang tidak dapat dimodifikasi. Resiko KKR
mulai meningkat saat usia lebih dari 40 tahun dan meningkat tajam pada umur 50-55
tahun, resiko meningkat dua kali lipat setiap dekade berikutnya. Namun, saat ini
mulai terjadi pergeseran usia dimana pasien KKR ditemukan pada usia yang lebih
muda.
Status nutris juga berkaitan dengan insidensi KKR. Salah satu indikator status
nutrisi adalah dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT yang tinggi dihubungkan
dengan peningkatan resiko kanker kolon sebanyak dua kali lipat. Kurangnya aktifitas
fisik harian dan obesitas sentral diduga berhubungan dengan peningkatan resiko
yang cukup sering. Timbulnya anemia pada pasien kanker akan memberikan
pengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien akibat timbulnya kelelahan yang di
induksi oleh kanker tersebut dan berpengaruh dalam proses terapi pasien. Penelitian di
timbulnya anemia. Usia dan status nutris juga memiliki keterkaitan dalam
bahwa usia dan status nutrisi memiliki nilai yang bermakna dalam kejadian anemia
pada keganasana. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti hubungan antara usia dan
BAB III
Usia
Faktor Genetik
Jhjhhj Lingkungan
Faktor
Diet
Kejadian
Kanker Anemia
Polip
Kolorektal
Adenomatosum
Riwayat Penyakit
Diabetes Melitus
Riwayat Penyakit
Hati Kronik
Riwayat Penyakit
Ginjal Kronik
Diagram 3.1 Kerangka Teori
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia dan nutrisi, variabel terikat
dalam penelitian ini adalah kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal.
Kejadian anemia
Usia dan nutrisi pada pasien
kanker kolorektal
3.3 Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara usia dan nutrisi terhadap kejadian anemia pada
H1 : Ada hubungan antara usia dan nutrisi terhadap kejadian anemia pada kanker
kolorektal