Anda di halaman 1dari 6

PELUANG PENGEMBANGAN FEROMON SEKS

DALAM PENGENDALIAN HAMA ULAT BAWANG


(Spodoptera exigua) PADA BAWANG MERAH
Yati Haryati dan Agus Nurawan

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, Jalan Kayuambon No. 80 Kotak Pos 8495 Lembang 4039
Telp. (022) 2786238, Faks. (022) 2789846, E-mail: bptp-jabar@litbang.deptan.go.id; dotyhry@yahoo.com

Diajukan: 17 Juli 2008; Diterima: 23 April 2009

ABSTRAK
Permasalahan utama dalam budi daya bawang merah adalah serangan hama ulat bawang (Spodoptera exigua).
Serangan hama tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang cukup merugikan, bahkan mencapai 100% bila tidak
dilakukan upaya pengendalian. Dalam mengendalikan hama ulat bawang, petani biasanya menggunakan insektisida
sintetis secara intensif dan dengan dosis tinggi sehingga tidak efisien dan berpotensi mencemari lingkungan. Oleh
karena itu perlu terobosan teknologi, antara lain pengendalian dengan menggunakan feromon seks. Teknologi
tersebut telah dikembangkan dan dikaji baik dalam skala laboratorium maupun lapang. Penerapan inovasi teknologi
feromon seks dapat mengurangi penggunaan insektisida, menurunkan biaya produksi, yang pada gilirannya
meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, feromon seks berpeluang untuk dikembangkan pada areal yang
lebih luas, terutama pada sentra produksi bawang merah dan endemis serangan hama ulat bawang.
Kata kunci: Bawang merah, Spodoptera exigua, pengendalian hama, feromon seks

ABSTRACT
Prospect of pheromone sex development in controlling Spodoptera exigua on shallot

The main contraint in shallot cultivation is the high incidence of Spodoptera exigua. The pest causes significant
damage on plant. To control the pest, farmers commonly use insecticides excessively. The intensive use of
insecticides results in inefficiency and polluted environment. Therefore, breakthrough in controlling S. exigua is
needed by using sex pheromone. Sex pheromone technology has been developed and tested in laboratory and in
field and gave prospective results. Application of sex pheromone decreases the use of insecticide and production
cost and increase farmers' income. Therefore, utilization of pheromone sex is prospective to be developed
especially in shallot production centers and endemic for S. exigua.
Keywords: Shallot, Spodoptera exigua, pest control, sex pheromone

B awang merah merupakan tanaman


semusim, memiliki umbi berlapis,
berakar serabut, dengan daun berbentuk
Gebang, Karang Sembung, Sedong,
Astanajapura, Pangenan, Mundu, Beber,
Palimanan, Plumbon, dan Susukan. Luas
bawang merah menghadapi berbagai
kendala, antara lain: 1) ketersediaan benih
bermutu belum mencukupi secara tepat
silinder berongga. Umbi bawang merah tanam bawang merah di Cirebon tercatat waktu, jumlah, dan mutu, 2) teknik budi
terbentuk dari pangkal daun yang bersatu 3.873 ha dan luas panen 3.665 ha. Produksi daya yang baik dan benar belum diterap-
dan membentuk batang yang kemudian mencapai 35.271 ton atau produktivitas kan secara optimal, 3) sarana dan pra-
berubah bentuk dan fungsinya, membesar rata-rata 9,09 t/ha (Dinas Pertanian dan sarana masih terbatas, 4) kelembagaan
dan akhirnya membentuk umbi berlapis. Perkebunan Kabupaten Cirebon 2007). usaha di tingkat petani belum dapat
Umbi bawang merah mengandung vitamin Produksi tersebut dapat memenuhi kebu- mendukung usaha budi daya, 5) skala
C, kalium, serat dan asid folic, sulfur, serta tuhan Kabupaten Cirebon, bahkan seba- usaha relatif kecil akibat sempitnya
kalsium dan zat besi yang tinggi. gian dipasarkan ke luar daerah. Oleh kepemilikan lahan dan lemahnya per-
Bawang merah merupakan komoditas karena itu, pengembangan bawang merah modalan, 6) produktivitas mengalami pe-
unggulan bernilai ekonomi tinggi di Kabu- memberikan kontribusi besar terhadap nurunan, 7) harga berfluktuasi dan masih
paten Cirebon. Wilayah sentra pengem- pendapatan petani. dikuasai oleh tengkulak, dan 8) serangan
bangannya meliputi Waled, Ciledug, Minat petani untuk menanam bawang organisme pengganggu tanaman (OPT)
Pabuaran, Losari, Pabedilan, Babakan, merah cukup besar. Namun, budi daya makin bertambah (Suastika et al. 2006).

72 Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009


Masalah utama dalam budi daya jenis, individu lain, kelompok, dan untuk bangkan, dan dimanfaatkan untuk mema-
bawang merah adalah hama ulat bawang membantu proses reproduksi. Feromon nipulasi dan memerangkap serangga
(Spodoptera exigua). Hama ini merupakan merupakan senyawa yang dilepas oleh jantan dewasa.
hama utama di sentra produksi bawang salah satu jenis serangga yang dapat Beberapa keunggulan feromon seks
merah. Hasil pengkajian Thamrin et al. mempengaruhi serangga lain yang sejenis adalah: 1) bersifat selektif untuk spesies
(2003) di Sulawesi Selatan menunjukkan, dengan adanya tanggapan fisiologi hama tertentu, 2) mampu menekan po-
S. exigua merupakan hama dominan pada tertentu. Berbeda dengan hormon, fero- pulasi serangga secara nyata, 3) bersifat
pertanaman bawang merah. Selanjutnya, mon menyebar ke luar tubuh dan hanya ramah lingkungan, dan 4) menurunkan
Moekasan et al. (2005) melaporkan, dapat mempengaruhi dan dikenali oleh biaya penggunaan insektisida hingga Rp2
kehilangan hasil panen akibat serangan individu lain yang sejenis (satu spesies). juta/ha dibandingkan dengan tanpa
ulat bawang dapat mencapai 100% jika Istilah feromon (pheromone) berasal menggunakan feromon seks yang men-
tidak dilakukan upaya pengendalian dari bahasa Yunani, yaitu phero yang arti- capai Rp4−6 juta/ha (Samudra 2006).
karena hama ini bersifat polifag. nya “pembawa” dan mone “sensasi”. Sifat Dengan menggunakan feromon seks,
Ngengat betina meletakkan telur se- senyawa feromon adalah tidak dapat intensitas serangan hama ulat bawang
cara berkelompok pada daun bawang atau dilihat oleh mata, volatil (mudah me- menurun hingga 8% dibandingkan dengan
gulma yang tumbuh di sekitarnya. Dalam nguap), tidak dapat diukur, tetapi ada dan cara petani yang mencapai 25%.
waktu 2−3 hari, telur akan menetas dan dapat dirasakan.
ulat masuk ke dalam daun bawang untuk Secara umum, proses perkawinan se-
hidup dan berkembang (Samudra 2006). rangga dipengaruhi oleh feromon seks
Perkembangan dan proses reproduksi S. yang diproduksi oleh serangga betina KAJIAN PEMANFAATAN
exigua dipengaruhi oleh juvenile hormon untuk menarik serangga jantan (Allison FEROMON SEKS
(JH), terutama dalam proses fisiologi (Kim dan Carde 2007). Hasil penelitian pada
et al. 2008). beberapa spesies Lepidoptera di Jepang Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Petani biasanya mengendalikan S. menunjukkan, feromon seks merupakan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
exigua dengan menyemprotkan insekti- hasil proses biosintesis (pheromone Pertanian (BB Biogen) telah mengem-
sida kimiawi dosis tinggi. Penyemprotan biosynthesis activating neroupeptida) bangkan inovasi teknologi feromon seks
dilakukan dua hari sekali agar tanaman pada subeosuphageal ganglion dan di- untuk mengendalikan hama ulat bawang.
aman dari serangan ulat bawang. Peng- gunakan serangga betina untuk menarik Penelitian feromon seks dilakukan secara
gunaan insektisida yang intensif dapat jantan (Kawai et al. 2007). Mekanisme bertahap mulai dari skala laboratorium
menyebabkan hama menjadi resisten dalam feromon seks berbeda di antara sampai skala lapang dan uji coba di bebe-
terhadap insektisida yang digunakan spesies (Wang 2008). rapa lokasi.
(Meidiawarman 1992; Negara 2003). Feromon seks serangga dapat diman- Pengkajian pemanfaatan feromon seks
Moekasan dan Basuki (2007) melaporkan, faatkan dalam pengelolaan serangga untuk mengendalikan ulat bawang merah
ulat bawang asal Kecamatan Gebang dan hama, baik secara langsung maupun tidak dilakukan di lima lokasi, yaitu Cirebon,
Losari Kabupaten Cirebon terindikasi langsung, yaitu untuk memantau serangga Brebes, Nganjuk, Bali, dan Samosir. Secara
resisten terhadap insektisida spinosad, hama, sebagai perangkap massal, meng- rinci, teknologi yang diterapkan dalam
klorpirifos, triazofos, betasiflutrin, siroma- ganggu perkawinan (matting distruption), pengkajian disajikan pada Tabel 1.
zin, karbosulfan, tiodikab, dan abamektin. dan bila feromon sebagai atraktan dikom- Feromon sebagai penarik serangga
Sementara itu, Morin (1999) menyatakan, binasikan dengan insektisida dapat ber- jantan dewasa dipasang pada alat perang-
penggunaan pestisida untuk mengendali- sifat sebagai pembunuh (attracticide) kap berupa stoples plastik yang dirancang
kan hama dapat mengurangi keragaman (Badan Penelitian dan Pengembangan khusus (Gambar 1). Cara pengendalian ini
sehingga menyebabkan peledakan hama. Pertanian 2007). Feromon seks memiliki lebih efektif, efisien, murah, dan ramah
Selain meningkatkan biaya pengenda- sifat yang spesifik untuk aktivitas biologis, lingkungan dibandingkan dengan pengen-
lian, penggunaan pestisida secara berle- di mana jantan atau betina dari spesies dalian menggunakan insektisida.
bihan berdampak kurang baik terhadap yang lain tidak akan merespons terhadap Feromon seks mulai diaplikasikan saat
lingkungan, serta menimbulkan residu feromon yang dikeluarkan betina atau tanaman berumur 3 hari setelah tanam. Fe-
yang berlebih pada produk sehingga jantan dari spesies yang berbeda. romon diletakkan pada perangkap dengan
mengganggu kesehatan. Oleh karena itu, Para peneliti telah mengenali lebih dari digantungkan di dalam stoples yang bagi-
perlu ada terobosan teknologi dalam 1.600 feromon pada berbagai serangga, an bawahnya diisi air sabun. Perangkap
pengendalian hama ulat bawang. Makalah termasuk serangga hama. Karena telah berferomon ditempatkan pada pinggiran
ini mengulas prospek pengendalian ulat teridentifikasi, feromon dapat dibuat dalam pertanaman bawang pada ketinggian 30
bawang dengan menggunakan feromon jumlah besar secara sintetis. Feromon cm di atas permukaan tanah dengan jarak
seks. sintetis umumnya digunakan sebagai masing-masing perangkap 15 m.
perangkap serangga (Yahya 2004). Pada Hasil pengkajian menunjukkan bahwa
ulat bawang, feromon seks diproduksi hasil bawang merah dengan menggunakan
FEROMON SEKS oleh serangga betina dewasa, khususnya feromon seks lebih tinggi dibandingkan
pada malam hari, untuk mengundang dengan cara petani (Tabel 2). Hasil
Feromon adalah zat kimia yang berasal dari serangga jantan dewasa untuk datang dan bawang merah di lima lokasi bervariasi,
kelenjar endokrin dan digunakan oleh kawin. Peran feromon seks dalam perilaku bergantung pada lokasi dan teknik budi
makhluk hidup untuk mengenali sesama perkawinan tersebut telah diteliti, dikem- daya yang diterapkan. Hasil tertinggi

Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009 73


diperoleh di Brebes (18−19 t/ha) dan
Tabel 1. Teknologi yang diterapkan dalam pengkajian pengendalian ulat Cirebon (19 t/ha). Hal ini karena kedua
bawang dengan feromon seks. kabupaten tersebut merupakan sentra
bawang merah sehingga teknik budi daya
Komponen teknologi Deskripsi teknologi yang diterapkan tergolong intensif dengan
Varietas Timur
pengaturan pola tanam yang sesuai.
Varietas bawang merah yang ditanam di
Budi daya Pengolahan tanah sempurna tiap lokasi berbeda sesuai dengan kondisi
Jarak tanam 15 m x 15 cm
Pemupukan
wilayah setempat (spesifik lokasi).
Pupuk dasar: SP36 200 kg/ha Budi daya bawang merah di Cirebon,
Pupuk susulan: urea 200 kg/ha, ZA 200 kg/ha, Brebes, Nganjuk, dan Bali dilakukan
dan KCl 100 kg/ha secara intensif. Pengolahan tanah, peme-
Pemupukan susulan I dilakukan pada umur 10−15 hst
dan II 30 hst, masing-masing setengah dosis
liharaan tanaman, dan kebutuhan air untuk
pertumbuhan tanaman terpenuhi sehing-
Sistem tanam Monokultur ga hasil bawang merah tinggi walaupun
Pengendalian OPT Pengendalian secara mekanis pada musim kemarau. Hasil bawang merah
Penggunaan feromon seks di Samosir, Sumatera Utara, lebih rendah
Penggunaan insektisida selektif bila serangan OPT telah dibandingkan dengan di Cirebon, Brebes,
mencapai ambang ekonomi
Nganjuk, dan Bali karena teknik budi
dayanya kurang intensif dan dipengaruhi
oleh sosial budaya setempat.
Hasil bawang merah dipengaruhi oleh
teknik budi daya seperti varietas, pemu-
pukan, dan pengendalian hama/penyakit.
Pemupukan disesuaikan dengan reko-
mendasi setempat (dosis anjuran), namun
petani menggunakan pupuk dengan dosis
yang lebih tinggi. Menurut Asandhi dan
Koestoni (1990), pemupukan dengan
dosis tinggi tidak selamanya memberikan
manfaat bagi pertumbuhan dan hasil
bawang merah, tetapi justru menciptakan
lingkungan yang cocok bagi perkem-
bangan penyakit yang disebabkan oleh
Alternaria porii sehingga mempengaruhi
hasil. Nurjani dan Ramlan (2008) menya-
takan, pada pertanaman bawang merah
yang dipupuk sesuai rekomendasi, jarak
tanam teratur, dan pengendalian hama
intensif, serangan S. exigua berfluktuasi
dari 3,80% hingga 22,28%, sedangkan pada
cara petani, intensitas serangan mencapai
Gambar 1. Perangkap berferomon untuk menangkap ngengat jantan dari ulat 62,15% sehingga hasil bawang rendah.
bawang. Penggunaan pestisida dapat mempe-
ngaruhi proses fisiologi tanaman. Hasil
penelitian menunjukkan, tanaman yang
diaplikasi pestisida mempunyai panjang
dan jumlah daun yang lebih kecil diban-
Tabel 2. Hasil bawang merah di beberapa lokasi dengan menggunakan dingkan dengan yang tidak diaplikasi
feromon seks dan cara petani, MK II 2007. pestisida (Croft 1990 dalam Suheriyanto
2001). Daun yang panjang dan jumlahnya
Hasil bawang merah (t/ha)
Lokasi Varietas banyak akan mempengaruhi umbi yang
Menggunakan feromon seks Cara petani terbentuk. Hal ini berkaitan dengan proses
Bali Bima 1 6− 17 1 12,50−13 1 fotosintesis. Pertumbuhan daun yang
Nganjuk Bima 18,50− 19 1 1 3−14 1 tidak optimal atau terserang hama ber-
Brebes Bima 1 8− 19 1 13,50−14,25 1 pengaruh negatif terhadap proses pem-
Samosir Bima 9− 11 1 6,30−7,70 1 bentukan umbi bawang merah. Penggu-
Cirebon Timur 19 2 15 2
naan feromon seks akan memacu pertum-
Sumber: 1BB Biogen (2007); 2BPTP Jawa Barat (2007). buhan daun yang lebih baik karena
insektisida yang digunakan rendah se-

74 Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009


hingga berpengaruh positif terhadap setempat, serta agak tahan terhadap itu, penggunaan feromon seks dan pe-
pembentukan umbi bawang merah. serangan hama dan penyakit sehingga mupukan sesuai rekomendasi menghasil-
Budi daya bawang merah cara petani hasilnya cukup tinggi. kan pertumbuhan bawang merah yang
menggunakan pestisida melebihi dosis Biaya budi daya bawang merah di optimal sehingga hasil meningkat, biaya
anjuran sehingga pertumbuhan daun dan Kabupaten Cirebon dengan cara petani produksi lebih murah, yang pada giliran-
proses fotosintesis tidak optimal. Akibat- mencapai Rp36.665.000 (Tabel 3), sedang- nya meningkatkan pendapatan petani.
nya, umbi yang terbentuk sedikit yang kan dengan menggunakan feromon seks
pada akhirnya hasilnya rendah. hanya Rp32.365.000 (Tabel 4.). Penurunan
Varietas bawang merah yang digu- biaya produksi disebabkan penggunaan PELUANG
nakan dalam pengkajian pemanfaatan insektisida lebih sedikit dan dosis pupuk PENGEMBANGAN
feromon seks untuk mengendalikan ulat lebih rendah dibandingkan dengan cara
FEROMON SEKS
bawang adalah Bima dan Timur. Ambar- petani.
wati dan Yudono (2003) menyatakan, Dosis pupuk yang digunakan sesuai
Pengkajian penggunaan feromon seks
varietas Bima beradaptasi kurang baik ter- rekomendasi hasil survei dan analisis tanah
untuk mengendalikan ulat bawang juga
hadap perubahan lingkungan. Dengan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengem-
dilakukan pada tahun 2007 di lokasi Prima
demikian, perubahan lingkungan mempe- bangan Sumberdaya Lahan Pertanian,
Tani Desa Playangan, Kabupaten Cirebon
ngaruhi hasil bawang merah. Oleh karena yaitu urea 200 kg, SP36 200 kg, ZA 200 kg,
pada areal 25 ha. Kegiatan dilaksanakan
itu, hasil varietas Bima di empat lokasi dan KCl 100 kg/ha. Pemupukan cara petani
oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
pengkajian bervariasi sesuai dengan menggunakan urea 400 kg, SP36 200 kg,
Jawa Barat bekerja sama dengan BB
lahan setempat (spesifik lokasi). ZA 200 kg, dan KCl 200 kg/ha. Pemupukan
Biogen dan Kelompok Tani Bahari I. Hasil
Pengkajian di Cirebon menggunakan dengan cara dan dosis sesuai rekomendasi
pengkajian menunjukkan bahwa peng-
varietas Timur, yaitu varietas yang biasa menghasilkan umbi yang besar, sedang-
gunaan feromon seks dapat mengendali-
ditanam petani. Berdasarkan pengalaman, kan pemupukan cara petani dengan dosis
kan hama ulat bawang.
varietas tersebut adaptif terhadap kondisi pupuk yang berlebihan menghasilkan
Pertanaman bawang merah yang tidak
lahan/tanah dan cekaman lingkungan umbi yang berukuran kecil. Oleh karena
menggunakan feromon seks (cara petani)
disemprot insektisida 12 kali untuk me-
ngendalikan ulat bawang dan 3 kali untuk
mengendalikan hama lalat (Lyriomyza sp.).
Tabel 3. Analisis usaha tani bawang merah di Desa Playangan Kabupaten Hal ini berarti selama pertumbuhan ta-
Cirebon (ha/musim) dengan budi daya cara petani. naman, dilakukan penyemprotan insek-
tisida setiap 2 hari sekali. Pada pertanaman
Harga satuan Jumlah yang dipasang feromon seks, setiap malam
Uraian Volume Satuan
(Rp) (Rp)
rata-rata tertangkap 200 serangga jantan
Sarana produksi (Samudra 2006).
Sewa lahan 1 Musim 1.500.000 1.500.000 Pemerintah Kabupaten Cirebon me-
Benih (Timur Warso) 1.500 kg 8.000 12.000.000
Pupuk
nyambut baik aplikasi teknologi tersebut
Urea 400 kg 1.200 480.000 dalam upaya membantu petani untuk
SP36 200 kg 1.700 340.000 memecahkan masalah yang dihadapi
KCl 200 kg 2.800 560.000 dalam budi daya bawang merah. Dalam
ZA 200 kg 1.200 240.000 acara temu lapang pada tanggal 10 Juli 2007
Insektisida dan fungisida 6.000.000
Jumlah 21.120.000
di lokasi pengkajian, Komisi B DPRD
Tenaga kerja
Kabupaten Cirebon mengharapkan tekno-
Pengolahan tanah − Borongan 3.600.000 logi feromon seks dapat dikembangkan di
Tanam 250 HKW 10.000 2.500.000 Kabupaten Cirebon. Pada tahun 2008,
Penyiraman 180 HKP 20.000 3.600.000 Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peter-
Penyiangan 300 HKW 10.000 3.000.000 nakan Kabupaten Cirebon menyediakan
Pemupukan 12 HKP 20.000 240.000
Pengendalian OPT 20 HKP 20.000 400.000
dana bantuan untuk mengadakan feromon
Panen 80 HKW 10.000 800.000 seks untuk areal pertanaman bawang
Pengangkutan 25 HKP 20.000 500.000 merah 50 ha.
Penjemuran 5 HKP 25.000 125.000 Feromon seks berpeluang untuk di-
Pengikatan bawang 3.600 Ikat 150 540.000 kembangkan di Kabupaten Cirebon dan
Jumlah 15.305.000
Brebes karena wilayah tersebut merupakan
Biaya lain-lain
Iuran pengairan/mitra cai 240.000
sentra bawang merah. Kabupaten Brebes
Total biaya 36.665.000 mempunyai areal pertanaman bawang
Produksi 15.000 kg 3.000 45.000.000 merah 20.000 ha dan tingkat serangan
Keuntungan 8.335.000 hama ulat bawang mencapai 21% dari
R/C rasio 1,23 lahan yang ada (Samudra 2006). Oleh
B/C rasio 0,23
karena itu, feromon seks berpeluang untuk
Sumber: BPTP Jawa Barat (2007). dikembangkan pada areal yang lebih luas,
terutama di daerah sentra produksi

Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009 75


Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Tabel 4. Analisis usaha tani bawang merah di Desa Playangan Kabupaten Pertanian (BB Biogen). 2007. Laporan Hasil
Cirebon (ha/musim) dengan menerapkan inovasi teknologi. Kegiatan Penggunaan Feromon Exi untuk
Mengendalikan Hama Ulat Bawang.
Harga satuan Jumlah
Uraian Volume Satuan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
(Rp) (Rp)
Jawa Barat. 2007. Laporan Prima Tani
Sarana produksi Kabupaten Cirebon. Balai Pengkajian
Sewa lahan 1 Musim 1.500.000 1.500.000 Teknologi Pertanian Jawa Barat, Lembang.
Benih (Timur Warso) 1.500 kg 8.000 12.000.000
Pupuk Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
Urea 200 kg 1.200 240.000 Cirebon. 2007. Laporan Tahunan 2006.
SP36 200 kg 1.700 340.000 Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
KCl 100 kg 2.800 280.000 Cirebon. 65 hlm.
ZA 200 kg 1.200 240.000 Kawai, T., A. Ohnishi, G.M. Suzuki, T. Fuji, K.
Insektisida dan fungisida 2.000.000 Matsuoka, A. Kato, S. Matsumoto, and T.
Feromon seks 20 Buah 25.000 500.000 Ando. 2007. Identification of a unique
Jumlah 17.100.000 pheromonotropic neuropeptide including
Tenaga kerja double FXPRL motifs from a geometrid
Pengolahan tanah - Borongan 3.600.000 spesies, Ascotis selenaria cretacea, which
Tanam 250 HKW 10.000 2.500.000 produces an epoxialkenil sex pheromone. J.
Penyiraman 180 HKP 20.000 3.600.000 Insect Biochem. Mol. Biol. 37: 330−337.
Penyiangan 300 HKW 10.000 3.000.000
Pemupukan 12 HKP 20.000 240.000 Kim, Y., S. Jung, and N. Madanagopal. 2008.
Pengendalian OPT 6 HKP 20.000 120.000 Antagonistic effect of juvenile hormone on
Panen 80 HKW 10.000 800.000 homocyte-spreading behavior of Spodoptera
Pengangkutan 25 HKP 20.000 500.000 exigua in response to an insect cytokinine
Penjemuran 5 HKP 25.000 125.000 in its putative membrane action. J. Insect
Pengikatan bawang 3.600 Ikat 150 540.000 Physiol. 54: 909−915.
Jumlah 15.025.000 Meidiawarman. 1992. Perbandingan Tingkat
Biaya lain-lain Resistensi Ulat Grayak Spodoptera exigua
Iuran pengairan/mitra cai 240.000 (Hubner) pada Tanaman Bawang Merah
Total biaya 32.365.000 terhadap Tiga Jenis Insektisida di Pulau
Produksi 19.000 kg 3.000 57.000.000 Lombok. Tesis Fakultas Pertanian Universi-
Keuntungan 24.635.000 tas Gadjah Mada, Yogyakarta. 64 hlm.
R/C rasio 1,76
B/C rasio 0,76 Moekasan, K.T., L. Prabaningrum, dan M.L.
Ratnawati. 2005. Penerapan PHT pada
Sumber: BPTP Jawa Barat (2007). Sistem Tanam Tumpang Gilir Bawang Merah
dan Cabai. Monografi No. 19. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.

Moekasan, K.T. dan R.S. Basuki. 2007. Status


resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada
tanaman bawang merah asal Kabupaten
bawang merah dan endemis serangan ha. Feromon seks mempunyai peluang Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap
hama ulat bawang. untuk dikembangkan di sentra produksi insektisida yang umum digunakan petani di
Kendala pengembangan feromon seks bawang merah, terutama di wilayah daerah tersebut. Jurnal Hortikultura 17(4):
yaitu feromon belum diproduksi secara endemis serangan hama ulat bawang. 21−24.
massal, tetapi masih secara terbatas oleh Morin, P.J. 1999. Community Ecology.
BB Biogen. Ke depan, feromon seks akan Blackwell Science, Inc., New York.
diproduksi dalam jumlah besar bekerja DAFTAR PUSTAKA Negara, A. 2003. Penggunaan analisis probit
sama dengan pihak swasta. Tersedianya untuk pendugaan tingkat kepekaan populasi
feromon seks dalam jumlah yang mencu- Allison, D.J. and T.R. Carde. 2007. Male Spodoptera exigua terhadap deltametrin di
kupi akan memudahkan petani dalam mem- pheromone blend preperence function Daerah Istimewa Yogyakarta. Informatika
peroleh feromon sehingga pengendalian measured in choice and no-choice wind tunnel Pertanian 12: 1−9.
ulat bawang dapat dilakukan tepat waktu. trials with almonds moths, Cadra cautella.
Negeri, M.R. and L.D. Bernik. 2008. Tracking
Anim. Behaviour 75: 259−266.
the sex pheromone of codling moth against
Ambarwati, E. dan P. Yudono. 2003. Keragaan a background of host volatiles with an
stabilitas hasil bawang merah. Ilmu Pertanian electronic nose. Crop Protection 1: 1−8.
KESIMPULAN 10(2): 1−10.
Nurjani dan Ramlan. 2008. Pengendalian hama
Asandhi, A.A. dan T. Koestoni. 1990. Efisiensi Spodoptera exigua Hbn. untuk meningkat-
Penerapan inovasi teknologi feromon seks
pemupukan pada pertanaman tumpang gilir kan produktivitas bawang merah pada lahan
pada pertanaman bawang merah dapat bawang merah dan cabai merah. Buletin sawah tadah hujan di Jeneponto, Sulawesi
mengurangi penggunaan insektisida. Penelitian Hortikultura 9(1): 1−6. Selatan. Jurnal Pengkajian dan Pengembang-
Pengendalian ulat bawang menggunakan an Teknologi Pertanian 11(2): 163−169.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
feromon seks lebih efisien, murah, dan 2007. Feromon Exi Sukses Kendalikan Ulat Samudra. 2006. Pengendalian ulat bawang ramah
ramah lingkungan serta meningkatkan Bawang Merah di Cirebon. Badan Penelitian lingkungan. Warta Penelitian dan Pengem-
pendapatan petani hingga Rp16.300.000/ dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. bangan Pertanian 28(6): 3−5.

76 Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009


Suastika, I.B.K., A.T. Sutiarso, K.I. Kariada, dan tanpa Aplikasi Pestisida. Universitas Brawi- Wang. 2008. Genetic basis of sex pheromone
I.B. Aribawa. 2006. Pengaruh Perangkap djaja, Malang. blend difference between Helicoverpa
Lampu terhadap Intensitas Serangan Hama armigera (Hubner) and Helicoverpa assulta
Thamrin, M., Ramlan, Armiati, Ruchjaningsih,
dan Produksi pada Budi Daya Bawang Merah. (Guenee) (Lepidoptera : Noctuidae). J. Insect
dan Wahdania. 2003. Pengkajian sistem
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Physiol. 54: 813−817.
usaha tani bawang merah di Sulawesi Selatan.
Suheriyanto, D. 2001. Kajian Komunitas Fauna Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Yahya, H. 2004. Menjelajah Dunia Semut. PT
pada Pertanaman Bawang Merah dengan dan Teknologi Pertanian 6(2): 141−153. Harun Yahya International.

Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009 77

Anda mungkin juga menyukai