Anda di halaman 1dari 19

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembengkakan (engorgement) payudara terjadi karena ASI tidak diisap oleh

bayi secara adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang

mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Gejala pembengkakan ini adalah

payudara yang mengalami pembengkakan. Pembengkakan ini ditandai dengan

bentuk aerola yang lebih menonjol dan putting lebih mendatar, sehingga payudara

sukar diisap oleh bayi. Bila keadaan sudah demikian, kulit pada payudara tampak

lebih mengilap, ibu mengalami demam, dan payudara terasa nyeri. Payudara

bengkak adalah suatu hal yang sangat biasa pada wanita yang pernah hamil.

Payudara bengkak ini terjadi pada hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan

(Bahiyatun, 2009).

Diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di dunia (38%) didapati tidak

menyusui bayinya kerena terjadi pembengkakan payudara (WHO, 2010).

Berdasarkan laporan dari data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun

2012 (SDKI, 2012), menunjukan bahwa 27% bayi di Indonesia mendapatkan ASI

eksklusif sampai 4-5 bulan. Sedangkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013

(Riskesdas, 2013) mendapatkan 30,2% bayi 0-6 bulan mendapatkan ASI saja pada

24 jam terakhir. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008-

2009 menunjukan bahwa 55% ibu menyusui mengalami payudara bengkak dan

mastitis, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan

payudara selama kehamilan.


2

Pada umumnya, terdapat beberapa penatalaksanaan payudara bengkak yaitu

seperti massase payudara dan ASI diperas sebelum menyusui, kompres dingin

untuk mengurangi statis pembuluh darah vena dan rasa nyeri, dapat dilakukan

secara bergantian dengan kompres panas untuk melancarkan aliran darah,

menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang bengkak untuk

melancarkan aliran ASI dan menurunkan tegangan payudara (Bahiyatun, 2009).

Adapun peran perawat dalam memberikan tindakan keperawatan pada ibu

postpartum yang mengalami payudara bengkak adalah mengkaji keefektifan

menyusui pada klien, mengkaji tingkat nyeri klien akibat payudara bengkak,

mengkaji pengetahuan klien tentang pentingnya ASI bagi bayi, menjelaskan pada

klien penyebab terjadinya payudara bengkak, mengajarkan klien cara perawatan

payudara dan cara mengosongkan payudara, mengajarkan kompres kol,

mengajarkan cara massase pada payudara bengkak dan rolling massage,

menganjurkan klien untuk menyusui setiap 2 jam.

Dalam penelitian Utami etal. (2008) dikemukakan bahwa massage payudara

terhadap kelancaran ekskresi ASI pada ibu post partum memiliki hasil yaitu,

terdapat pengaruh massage payudara terhadap kelancaran ekskresi ASI pada ibu

post partum di Puskesmas Jatinom dengan nilai P=0,039<0,05.

Pada penelitian ini, penulis sebagai perawat akan menerapkan salah satu

intervensi non-farmakologis pada ibu post partum yang mengalami bendungan

ASI atau pembengkakan payudara yaitu dengan massage payudara atau pemijatan

payudara untuk mengetahui perbandingan sebelum dan setelah dilakukan

penerapan teknik massage payudara.


3

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun penelitian yang berjudul

“Penerapan Teknik Massage Payudara pada Ibu Post Partum yang Mengalami

bendungan ASI di Ruang Delima Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Hi.Abdul

Moeloek Provinsi Lampung”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah bendungan ASI yang dialami oleh ibu post partum sebelum

dan setelah diberikan teknik massage payudara?

1.3 Tujuan

Mengidentifikasi perubahan bendungan ASI pada ibu post partum setelah

diberikan teknik massage payudara

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman secara

langsung bagi peneliti yaitu dengan mengetahui kesenjangan antara berbagai teori

dan konsep yang didapatkan dari perkuliahan dengan kejadian nyata, serta dapat

mengembangkan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam terkait penerapan

teknik massage payudara pada ibu post partum yang mengalami bendungan ASI.
4

1.4.2 Manfaat Pengembangan

1.4.2.1 Bagi Institusi

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah dan memperkaya ilmu

keperawatan dan dapat pula dijadikan referensi penelitian selanjutnya dengan

topik yang sama yaitu “Penerapan teknik massage payudara pada ibu post

partum yang mengalami bendungan ASI”

1.4.2.2 Bagi Klien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu post

partum tentang perawatan payudara terutama massage payudara dan dapat

melakukan secara berkala untuk mengurangi kembalinya terjadi bendungan ASI.

1.4.2.3 Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Hi.Abdul Moeloek Provinsi

Lampung

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar acuan

peningkatan program yang sudah berjalan dan guna memberikan informasi

tentang teknik massage payudara pada ibu post partum yang mengalami

bendungan ASI.
5

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Postpartum

2.1.1 Definisi

Menurut Ladewig et al. (2006), Post Partum atau Pasca Partum adalah

masa (kira-kira 6 minggu) setelah kelahiran bayi, selama tubuh beradaptasi ke

keadaan sebelum hamil.

2.1.2 Perubahan Fisiologis Masa Post Partum

1. Perubahan Uterus

Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini

menyebabkan iskemia pada lokai perlekatan plasenta (placental site) sehingga

jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus mengalami nekrosis dan

lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi

sekitar umbilicus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali

pada ukuran sebelum hamil).

2. Perubahan vagina dan perineum

Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan

atau kerutan-kerutan) kembali. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan

dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah

persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan

cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada
6

dinding lateral dan beru terlihat pada pemeriksaan speculum. Terjadi robekan

perineum pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada

persalinan berikutnya.

3. Sistem Pencernaan

Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya

disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat selama persalinan.

Disamping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jumlah

jahitan pada perineum, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri.

Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalinan.

4. Perubahan Perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu,

tergantung pada keadaan/status sebelum persalinan, lamanya partus kala 2

dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan saat persalinan.

5. Perubahan Sistem Muskuloskeletal atau Diatesis Rectie Abdominis

Setiap wanita memiliki derajat diathesis/konstitusi yakni keadaan tubuh

yang membuat jaringan-jaringan tubuh bereaksi secara luar biasa terhadap

rangsangan-rangsangan luar tertentu, sehingga membuat orang itu lebih peka

terhadap penyakit-penyakit tertentu. Kemudian demikian adanya juga

rectie/muskulus rektus yang terpisah dari abdomen. Seberapa diathesis terpisah

ini tergantung dan beberapa faktor termasuk kondisi umum dan tonus otot.

Sebagian besar wanita melakukan ambulasi (ambulation=bisa berjalan) 4-8 jam


7

postpartum. Ambulasi dini dianjurkan untuk menghindari komplikasi

meningkatkan involusi dan meningkatkan cara pandang emosional. Terdapat

perubahan pula pada dinding abdomen, dinding abdomen tetap kendor untuk

sementara waktu. Hal ini disebabkan karena sebagai konsekuensi dari putusnya

serat-serat elastis kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat pembesaran

uterus selama hamil.

6. Perubahan Tanda-Tanda Vital

Suhu badan, sekitar hari ke-4 setelah persalinan suhu ibi mungkin naik

sedikit, antara 37,2oC-37,5oC. Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar

60x/menit. Tekanan darah ibu <140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut dapat

meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Respirasi, pada

umumnya respirasi lambat atau bahkan normal.

2.2 Konsep Bendungan ASI

2.2.1 Definisi

Menurut Rasjidi (2013), bendungan ASI diartikan sebagai pembengkakan

pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe. Bendungan ASI terjadi

sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara

normal dihasilkan.

Gejala bendungan ASI dapat diketahui dari beberapa tanda, seperti

payudara membengkak, nyeri bila ditekan, warna [ayudara menjadi kemerahan,

dan temperature tinggi hingga mencapai 38oC. Ini bersifat fisiologis. Dengan

teknik pengisapan dan pengeluaran ASI yang efektif oleh bayi, rasa penuh
8

tersebut pulih dengan cepat. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara tepat

dapat menyebabkan mastitis (peradangan payudara).

2.2.2 Etiologi

Pembengkakan payudara dapat terjadi jika proses menyusui ditunda atau

dibatasi, atau jika bayi tidak mampu disusui secara efisien karena tidak

menempel dengan baik ke payudara (Fraser dkk, 2009). Payudara bengkak juga

dapat disebabkan oleh menyusui yang tidak kontinu sehingga sisa ASI

terkumpul pada daerah duktus. Hal ini sering terjadi karena antara lain produksi

sering ASI dikeluarkan, dan mungkin juga ada pembatasan waktu menyusui. Hal

ini dapat terjadi pada hari ketiga setelah melahirkan. Selain itu, penggunaan bra

yang ketat serta keadaan putting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan

sumbatan pada duktus (Dewi & Sunarsih, 2012).

2.2.3 Patofisiologi

Setelah partus, lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum

membuat estrogen dan progesterone berkurang, ditambah dengan adanya isapan

bayi yang merangsang putting susu dan kalang payudara yang akan merangsang

ujung-ujung saraf sensori yang berfungsi sebagai resptor mekanik. Rangsangan

ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus yang akan

menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan

sebaliknya merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi

prolaktin. Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang

hipofisis anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel


9

alveoli yang berfungsi membuat air susu. Hubungan utuh antara hipotalamus dan

hipofisis akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormone-

hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran permulaan dan pemeliharaan

penyediaan air susu selama menyusui. Bila susu tidak dikeluarkan akan

mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan

terlambatnya proses menyusui dan berkurangnya rangsangan menyusui oleh

bayi misalnya kekuatan isapan yang kurang, serta singkatnya waktu menyusui.

2.2.4 Pencegahan

1. Bila memungkinkan, susukan bayi segera setelah lahir

2. Susukan bayi tanpa dijadwal

3. Keluarkan ASI secara manual atau dengan pompa, bila produksi ASI

melebihi kebutuhan bayi

4. Lakukan perawatan payudara pascanatal secara teratur

2.2.5 Penatalaksanaan

Berikut ini penanganan bendungan ASI :

1. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, dimulai dari luar

kemudian perlahan-lahan bergerak kearah puting susu. Berhati-hatilah

pada area yang mengeras.

2. Susui bayi sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin.

Susui bayi dengan payudara yang sakit jika anda kuat menahannya

karena bayi akan menyusu dengan penuh semangat pada awal sesi

menyusui sehingga bisa meringankannya dengan efektif.


10

3. Lanjutkan mengeluarkan ASI dari payudara yang sakit setiap selesai

menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara

yang sakit tersebut.

4. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi air hangat pada

payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari atau mandi dengan air

hangat beberapa kali. Lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area

yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan

turun kea rah putting susu.

5. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.

6. Bila diperlukan, berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

2.3 Konsep Massase Payudara

Menurut Dewi dan Sunarsih (2012), payudara (mammae) adalah kelenjar

yang terletak di bawah kulit, dia atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah

memproduksi susu untuk nutrisi pada bayi. Manusia mempunyai sepasang

kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram,

dan saat menyusui 800 gram. Payudara disebut pula glandulla mamalia yang ada

baik pada wanita maupun pria. Pada pria secara normal tidak berkembang,

kecuali jika dirangsang menggunakan hormone. Pada wanita terus berkembang

pada pubertas, sedangkan pada kehamilan terutama pada masa menyusui.

Pada ibu postpartum banyak terdapat masalah pada payudara ibu, salah

satunya Mastitis yaitu peradangan payudara. Menurut Dewi dan Sunarsih

(2012), untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul pada ibu post partum
11

yaitu dengan perawatan payudara. Indikasi perawatan payudara ini antara lain

putting tidak menonjol ataupun bendungan susu, seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya bahwa Mastitis diakibatkan oleh sumbatan ataupun bendungan susu

yang berlanjut. Perawatan payudara untuk ibu yang mengalami mastitis adalah

Massage Payudara, yang dilakukan untuk memperlancar pengeluaran ASI saat

menyusui dan mengurangi nyeri khususnya pada ibu post partum yang

mengalami mastitis. Menurut Bahiyatun (2009), massage payudara juga disebut

dengan pengurutan.

Menurut Suherni etal. (2009), berikut ini kiat massase payudara yang dapat

dipraktekan sejak hari ke-2 usai persalinan, sebanyak 2 kali sehari :

1. Cuci tangan sebelum massase, lalu tuangkan minyak kedua telapak

tangan secukupnya.

2. Sokong payudara kiri dengan tangan kiri. Lakukan gerakan kecil

dengan dua atau tiga jari tangan kanan, mulai dari pangkal payudara

dan berakhir dengan gerakan spiral pada daerah putting.

3. Buatlah gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan

berakhir pada putting susu diseluruh bagian payudara. Lakukan juga

pada payudara kanan.

4. Gerakan selanjutnya letakkan kedua telapak tangan antara dua

payudara. Urutlah dari tengah ke atas sambil mengangkat kedua

payudara dan lepaskan keduanya perlahan. Lakukan gerakan ini

kurang lebih 30 kali. Variasi lainnya adalah gerakan payudara kiri

dengan kedua tangan, ibu jari di atas dan empat jari lainnya di bawah.
12

Peras dengan lembut payudara sambil meluncurkan kedua tangan ke

depan kea rah putting susu. Lakukan hal yang sama pada payudara

kanan.

5. Lalu cobalah posisi tangan parallel. Sangga payudara dengan satu

tangan, sedangkan tangan lain mengurut payudara dengan sisi

kelingking dari arah pangkal payudara kearah putting susu. Lakukan

gerakan ini sekitar 30 kali. Setelah itu, letakkan satu tangan disebelah

atas dan satu lagi di bawah payudara. Luncurkan kedua tangan secara

bersamaan kearah putting susu dengan cara memutar tangan. Ulangi

gerakan ini sampai semua payudara terkena urutan.

Semua gerakan ini bermanfaat melancarkan reflek pengeluaran ASI.

Selain itu juga merupakan cara efektif meningkatkan volume ASI.

Terakhir yang tak kalah penting, mencegah bendungan pada payudara.

Gambar 2.1 Anatomi Payudara


13

2.4 Evidence Based

Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang perawatan

payudara terutama massage payudara :

Penelitian dari Febriyanti etal. (2016), tentang “Hubungan Perilaku

Perawatan Payudara dengan Kelancaran ASI” memiliki hasil, terdapat hubungan

yang signifikan antara perilaku perawatan payudara dengan kelancara ASI di

Desa Puguh Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, dengan nilai p=0,004

(nilai p<0,05).

Penelitian dari Sholichah (2011), tentang “Hubungan Perawatan Payudara

Pada Ibu Post Partum dengan Kelancaran Pengeluaran ASI” memiliki hasil

yaitu, ada hubungan antara perawatan payudara pada ibu post partum dengan

kelancaran pengeluaran ASI di Desa Karangduren Kecamatan Tengaran

Kabupaten Semarang dengan p=0,007.

Penelitian dari Nofitasari dan Taviyanda (2014), tentang “Sikap Positif Ibu

Dalam Perawatan Payudara Mendukung Kelancaran Produksi ASI” memiliki

hasil yaitu, sikap positif ibu nifas melakukan perawatan payudara berhubungan

dengan kelancaran produksi ASI dan sebaliknya.

Penelitian dari Yanti (2017), tentang “Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu

dengan Bendungan ASI di Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru” memiliki hasil

yaitu, ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang perawatan

payudara dengan kejadian bendungan ASI dan untuk variable p value=0,001 <
14

0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara sikap tentang perawatan

payudara dengan kejadian bendungan ASI.

Penelitian dari Rini (2013), tentang “Gambaran Tindakan Breast Care dan

Kejadian Bendungan ASI Pada Ibu Nifas di Wilayah Puskesmas Getasan

Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang” memiliki hasil yaitu, tindakan breast

care sebagian besar responden kadang-kadang melakukan tindakan 44% dan

hanya 25,0% yang sering melakukan. Kejadian bendungan ASI sebagian besar

responden tidak terjadi bendungan ASI 75,0% dan terjadi bendungan ASI

25,0%.

Penelitian dari Murniati etal. (2012), tentang “Hubungan Pengetahuan Ibu

Nifas Tentang Bendungan ASI dengan Praktik Pencegahan Bendungan ASI

(Breast Care) di RB Nur Hikmah Kwaron Gubug” memiliki hasil yaitu, ada

hubungan antara pengetahuan ibu nifas tentang bendungan ASI dengan praktik

pencegahan bendungan ASI (Breast Care) di RB Nur Hikmah Kwaron Gubug

Tahun 2012 (nilai r hitung sebesar 0,564 artinya keeratan korelasi cukup tinggi

dengan p value sebesar 0,001 < 0,05).


15

BAB 3

METODE PENULISAN KTI

3.1 Desain

Penerapan intervensi ini adalah penerapan intervensi untuk mengeksplorasi

masalah penerapan intervensi keperawatan pada klien yang mengalami

bendungan ASI di Ruang Delima Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Hi.Abdul

Moeloek Provinsi Lampung.

3.2 Subyek Studi Kasus (Kriteria Inklusi)

Subyek dalam penerapan intervensi keperawatan ini ditujukan kepada :

1. ibu post partum yang mengalami bendungan ASI pada payudara

2. responden hanya mengikuti penerapan teknik massase payudara penelitian

3. kooperatif

4. responden yang mampu mengikuti penerapan teknik massase payudara

dari awal sampai akhir

5. payudara tegang

6. ada benjolan pada pangkal payudara

7. ASI keluar tidak lancar

8. Nyeri pada payudara

9. Demam (Jika terjadi infeksi pasca partum)


16

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mengukur/menilai variable penelitian, kemudian

memberikan gambaran tentang variable tersebut atau menghubungkannya

(Dharma, 2011). Definisi operasional pada penelitian ini adalah perubahan

Bendungan ASI pada ibu postpartum setelah dilakukan teknik massase payudara

yang diukur menggunakan Lembar Observasi dengan hasil jika terjadi

Bendungan ASI maka akan teraba benjolan pada pangkal payudara disertai

maupun tidak disertai nyeri payudara saat ditekan, payudara tegang, ASI keluar

tidak lancar, temperature mencapai 38oC dan jika tidak terjadi Bendungan ASI

maka tidak ada benjolan payudara, tidak nyeri, payudara lunak, ASI keluar

lancar, dan tidak demam.

3.4 Lokasi dan Waktu

1. Lokasi Penelitian

Ruang Delima Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Hi.Abdul Moeloek Provinsi

Lampung.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 11 mei 2017. Sasarannya 2 ibu

postpartum Ny.E dan Ny.M yang mengalami bendungan ASI. Lama

waktu penelitian masing-masing pasien selama 3 hari dan observasi pada

hari ke 4, penelitian dilakukan sampai tanggal 17 mei 2017.


17

3.5 Instrumen KTI

Penelitian ini menggunakan alat ukur Lembar Observasi untuk mengukur

tingkat keparahan bendungan ASI dan lembar observasi akan digunakan

sebelum dan setelah dilakukan teknik massage payudara, kemudian untuk teknik

massage payudara menggunakan panduan SOP (Standar Operasional Prosedur).

Teknik massage payudara akan dilakukan 2 kali dalam 1 hari, setiap pagi dan

sore hari saat mandi selama 3 hari dan akan dilakukan evaluasi pada hari ke-4.

3.6 Pengumpulan Data

1) Tanggal 10 mei 2017, peneliti mengurus surat izin penelitian dari

Akademik Keperawatan Panca Bhakti Bandar Lampung dan RSUD

Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

2) Tanggal 11 mei 2017, peneliti menemukan 1 pasien sesuai kriteria

inklusi yang bernama Ny.E. Peneliti melakukan pengkajian dan

observasi menggunakan lembar observasi, klien telah melalui 3 hari

masa menyusui dan peneliti melakukan informed consent, dan pada

hari itu juga peneliti melakukan tindakan teknik massase payudara

pada subyek pertama yaitu Ny.E yang berusia 31 tahun dan mengalami

bendungan ASI. Peneliti melakukan tindakan massase payudara

selama 3 hari sampai pada tanggal 13 mei 2017. Peneliti melakukan

massase payudara yang sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur)

pada pukul 08.30 wib dan pada soe hari pada pukul 16.00 wib. Pada

hari keempat tanggal 14 mei 2017 pukul 10.00 wib peneliti


18

mengobservasi subyek pertama menggunakan lembar observasi

kembali. Didapatkan hasil yaitu tanda-tanda bendungan ASI tidak ada,

nyeri hilang, benjolan tidak ada, payudara lunak, ASI keluar lancar dan

tidak demam.

3) Tanggal 14 mei 2017, peneliti menemukan subyek kedua dan langsung

melakukan pengkajian dan observasi menggunakan lembar observasi

dan melakukan informed consent, dan pada hari itu juga peneliti

melakukan tindakan massase payudara pada subyek kedua yaitu Ny.M

yang berusia 33 tahun dan mengalami bendungan ASI. Peneliti

melakukan tindakan pada pukul 09.00 wib dan pada pukul 16.00 wib

pada sore hari. Peneliti melakukan penerapan teknik massase payudara

selama 3 hari sampai dengan tanggal 16 mei 2017. Lalu pada hari

keempat tanggal 17 mei 2017, peneliti melakukan observasi

menggunakan lembar observasi kembali dan didapatkan hasil bahwa

tanda-tanda bendungan payudara tidak ada, nyeri hilang, benjolan

tidak ada, ASI lancar, payudara lunak dan tidak demam.

3.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan membandingkan bendungan ASI sesudah

dilakukan penerapan teknik massage payudara terhadap 2 subyek penelitian,

yang diukur dengan :

Jika terjadi bendungan ASI :

1) Teraba benjolan pada pangkal payudara disertai maupun tidak disertai,


19

2) Payudara tegang

3) Nyeri bila ditekan pada payudara

4) Warna payudara kemerahan

5) Temperatur mencapai 38oC (jika terjadi infeksi pasca partum)

Tidak terjadi bendungan ASI, tidak teraba benjolan pada payudara.

3.8 Etika Penerapan KTI

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengajukan lembar persetujuan

untuk responden dan informed consent kepada klien dengan bendungan ASI

pada payudara di Ruang Delima Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Hi.Abdul

Moeloek Provinsi Lampung.

Anda mungkin juga menyukai