Anda di halaman 1dari 10

1.

Setelah mempelajari Landasan Ilmu Pendidikan, jelaskan benang merah dari buku
Antropologi Pendidikan yang ditulis oleh Imbran Manan, Ph.D, serta apa peran
Pendidikan dalam kebudayaan? Jelaskan juga perbedaan aliras Progresif,
konservatif dan rekonstruksionis tentang kebudayaan.
Jawaban :
A. Benang merah buku Imran Manan :
1) Kebudayaan dan Pendidikan
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan
manifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku,
melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka dari itu, pendidikan sebagai usaha
manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan, dapat diperkirakan memiliki sifat-
sifat yang sejiwa dengan kebudayaan tersebut. Corak-corak baru dari kebudayaan dan
peradaban manusia, yang telah mendasari dan menjiwai sejarah manusia selama ini
mengantarkan manusia ke dalam zaman modern dan ultramodern. Untuk zaman ini,
pendorong-pendorong utamanya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dua lapangan ini, karena sifatnya yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur potensial
yang menimbulkan “revolusi” dalam peradaban manusia, dengan sendirinya dapat
dianggap potensial pula dalam pendidikan (Manan,1990:24).
Kebudayaan disampaikan oleh satu generasi ke generasi berikutnya serta dari satu
kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Dari perspektif generasi muda, kebudayaan
dipelajari oleh generasi muda dari generasi-generasi sebelumnya. Jadi, ada proses
penyampaian kebudayaan (transmision of culture) dan ada proses pemerolehan
kebudayaan (the acquisition of culture). Satu generasi mengajarkan atau memindahkan
kebudayaan dan generasi yang lain atau berikutnya belajar dan menerimanya.
Penyampaian kebudayaan mencakup proses belajar dan mengajar, karena itulah
pemahaman tentang hakikat kebudayaan sangat penting sekali artinya bagi orang-orang
yang bergerak dalam dunia pendidikan khususnya dan orang-orang yang terlibat dalam
pembuat kebijaksanaan pendidikan pada umumnya.
 Tiga Pandangan Tentang Kebudayaan yang Terkait dengan Pendidikan
Jika akan digunakan penemuan antropologi untuk kepentingan pendidikan, maka
harus diajukan dulu suatu pertanyaan pokok. Jenis realita apakah yang dimiliki oleh
kebudayaan? Pertanyaan ini dijawab dengan tiga cara:
1. Menurut pandangan superorganis, kebudayaan adalah realitas super dan ada di
atas dan di luar pendukung individunya dan kebudayaan punya hukum-
hukumnya sendiri.
2. Dalam pandangan konseptualis, kebudayaan bukanlah suatu entitas sama sekali,
tetapi sebuah konsep yang digunakan antropolog untuk menghimpun/
meunifikasikan serangkaian fakta-fakta yang terpisah-pisah.
3. Dalam pandangan para realis, kebudayaan adalah kedua-duanya, yaitu sebuah
konsep dan sebuah entitas empiris. Kebudayaan adalah sebuah konsep sebab ia
bangunan dasar dari ilmu antropologi. Kebudayaan merupakan entitas empiris
sebab konsep ini menunjukkan cara sebenarnya fenomena-fenomena tertentu
diorganisasikan.

 Hubungan antara Kebudayaan dan Pendidikan


Pendidikan, baik yang bersifat formal, informal, maupuan nonformal
mendapat pengaruh dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Di sekolah, para
siswa menerima warisan budaya yang telah dipersiapkan dan dirancang dalam
kurikulum. Dalam lingkungan keluarga, anak-anak mendapatkan pengalaman
budaya langsung dari orang tua, adik kakak, sanak saudara, pengasuh, dan orang-
orang yang dekat dengannya. Di lingkungan, dia mendapat pengaruh budaya dari
masyarakat tempat tinggalnya. Bahkan berkat kemajuan teknologi sekarang ini,
anak-anak mendapatkan pengaruh budaya dari berbagai belahan dunia melalui
internet dan media global lainnya. Di sekolah, bukan berarti anak-anak menerima
warisan budaya saja, tetapi menciptakan bentuk-bentuk budaya baru melalui anak-
anak yang cerdas dan proaktif walaupun kualitas dan kuantitasnya lebih rendah jika
dibandingkan dengan ketika budaya mempengaruhi pribadinya.
Dari kenyataan yang ada nampak bahwa kebudayaan perlu dikembangkan
dengan cara pendidikan. Anak muda tidak akan matang secara budaya tanpa
ditunjukkan bagaimana menjadi dewasa. Anak-anak juga menyadari bahwa teknik
kedewasaan mesti dipelajari dari orang dewasa. Masyarakat paham bahwa
penyampaian kebudayaan mereka tidak dibiarkan terjadi secara kebetulan
saja.
Sebagai salah satu sektor dalam jaringan besar kebudayaan, pendidikan
beraksi terhadap peristiwa-peristiwa di bagian-bagian lain kebudayaan dan pada
kesempatannya mempengaruhi peristiwa-peristiwa itu sendiri. Kebudyaan yang
maju memicu pendidikan untuk menghasilkan spesialisasi pengetahuan dan
kebudayaan yang tinggi. Akibatnya siswa mesti belajar lebih banyak, baik untuk
menguasai keahliannya dan untuk memahami kebudayaan sebagai suatu
keseluruhan
Untuk menjamin bahwa pendidikan akan mencapai tujuan-tujuan yang diakui,
diperlukan antropolog untuk mengatakan dimana pertentangan yang telah
diinternalisasikan dari kebudayaan yang berlawanan dengan usaha-usaha guru.
Karena tugas utama pendidik adalah untuk mengekalkan hasil-hasil prestasi
kebudayaan, pendidikan pada dasarnya bersifat konservatif. Namun sejauh
pendidikan bertugas menyiapkan pemuda-pemuda untuk menyesuaikan diri kepada
kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan di luar kebudayaan,
pendidikan telah merintis jalan untuk perubahan kebudayaan. Dapatkah pendidikan
melakukan lebih dari itu? Dapatkah pendidikan melatih generasi yang akan datang
tidak hanya dalam menyesuaikan diri kepada keadaan sekarang tetapi juga memulai
perubahan tertentu pada kebudayaan? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu harus
memperhatikan kekuatan-kekuatan yang ada dalam kebudayaan yang berpengaruh
terhadap menjadikan sekolah sebagai ujung tombak perubahan budaya mesti
mempertimbangkan kekuatan-kekuatan yang menentang sekolah.
2) Pendidikan dan Kepribadian
 Keterpaduan Kebudayaan dan Kepribadian

Keterpaduan antara kebudayaan dan kepribadian pada hakikatnya dapat dilihat


dari peran masing-masingnya terhadap seseorang. Kita tidak dapat memahami dangan
baik prilaku individu tanpa mempertimbangkan latar dan komponen budaya. Sebaliknya
kita juga tidak dapat memahami institusi budaya tanpa adanya pengetahuan tentang
individu-individu yang turut serta di dalamnya.

Pengkajain kepribadian dan kebudayaan bermula dari psikoanalisis yang


mengarahkan perhatian antropologi pada tiga faktor penting. Ketiga faktor penting yang
dimaksud adalah 1) kesan mendalam yang ditinggalkan pada masa kanak-kanak pada
struktur kepribadian orang dewasa, 2) status orang tua dan guru sebagai agen budaya,
dan 3) kenyataan bahwa proses enkulturasi merupakan faktor utama pembentuk
kepribadian (Manan,1988:41).
Gabungan dari antropologi dan psikoanalisis memunculkan pernyataan bahwa
metode pengasuhan anak dalam kebudayaan tertentu akan mempengaruhi atau
membentuk struktur pokok kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai pokok
kebudayaan. Umumnya orang tua tidak menyadarinya bahwa metode yang ditetapakan
dan mengasuh anak sebenarnya mengarahkan anak tersebut untuk berprilaku menurut
nilai-nilai kebudayaan dalam kelompoknya.

Walaupun pengalaman pada masa kanak-kanak mungkin sebagai peletak dasar


kepribadian orang dewasa, pengalaman tersebut tidak membentuk kepribadian secara
keseluruhan. Seperti yang diungkapkan psikoanalisis, anak berkembang aman dan penuh
penyesuaian pada saat orang tuanya mengasuhnya penuh kasih sayang dan dalam batas-
batas yang diizinkan, tetapi anak hanya menerima dasar-dasar bagi orang dewasa yang
penuh penyesuaian. Tetapi berubahnya daya penyesuaian anak bergantung pada
pengalaman masa depannya.

Menurut Manan (1989:42) dalam kajian terhadap kebudayaan dan kepribadian,


ada tiga pendekatan tradisional yang digunakan. Ketiga pendekatan tersebut adalah 1)
pendekatan konfigurasi, 2) pendekatan rata-rata, dan 3) pendekatan sosialisai.

Reisman dalam Manan (1989:44) mengemukakan karakter tentang individu


bahwa kepribadian orang dewasa ditentukan oleh pola sosialisasi sewaktu masa kanak-
kanak dan remaja yang mencerminkan tuntutan kebudayaan. Hal ini bisa terlihat dalam
berbagai masyarakat ada kecendrungan anak untuk tidak menginternalisasikan nilai-nilai
orang tuanya secara kuat melainkan mengambil standar-standar dari teman sebayanya.

Sejauh mana tipe kepribadian mempengaruhi perkembangan kebudayaan atau


sebaliknya sejauh mana kebudayaan mempengaruhi kepribadian, seperti menerima atau
menolak inovasi? Seorang yang sewaktu kanak-kanak dididik dengan sangat keras
mungkin akan menolak perubahan ke arah yang tidak ditentukan dalam kebudayaan,
tetapi mungkin menerima perubhan tertentu yang menurut kebudayaan adalah wajar.
Oleh sebab itu, kita hendak memahami efek perubahan kebudayaan terhadap
kepribadian, termasuk perubahan yang mungkin diperkenalkan oleh pendidik. Artinya,
kita hendaklah mengetahui sejauh mana belajar di masa depan dapat mengubah
kepribadian dan sejauh mana kepribadian telah terbentuk sebelumnya.

3) Transmisi Budaya dan Perkembangan Institusi Pendidikan


Sebelum menjelaskan transimisi budaya dan perkembangan institusi pendidikan,
maka akan lebih baik terlebih dahulu dijelaskan tentang wujud kebudayaan.
Koentjaraningrat dalam Imran Manan (1989: 26) mengemukakan tiga wujud
kebudayaan, yaitu :
a. Wujud kompleks ide-ide
Wujud ini ada dalam pikiran anggota suatu masyarakat atau telah dituangkan dalam
berbagai media, maka akan ditemui dalam berbagai media cetak atau media
elektronik. Dalam masyarakat, wujud ideal kebudayaan ini dinamakan adat atau tata
kelakuan. Kebudayaan ideal ini berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,
mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam
masyarakat. Wujud ideal ini berbentuk nilai, hukum dan peraturan-peraturan.
b. Wujud kompleks aktivitas kelakuan berpola
Wujud ini adalah tingkah laku nyata yang berpola yang dapat diamati dalam
aktivitas-aktivitas anggota-anggota masyarakat yang berinteraksi, berhubungan, dan
bergaul berdasarkan tuntutan nilai, norma, peraturan atau adat istiadat tertentu.
Kelakuan berpola ini dinamakan sistem sosial yang secara konkrit dapat diamati,
didokumentasi, dan difilmkan
c. Wujud benda-benda hasil karya manusia
Wujud ini berupa hasil karya anggota-anggota suatu masyarakat dan semua benda-
benda yang mempunyai makna dalam kehidupan suatu kelompok atau suatu
masyarakat.
 Transmisi Budaya dan Pendidikan
Tranmisi budaya adalah penyampaian kebudayaan dari suatu generasi
kegenerasi berikutnya. Dalam penyampaian ini muncul beberapa istilah yaitu:
1. Enkultasi, menurut Heskovist dalam Manan (1989:30) enkulturasi adalah proses
perolehan kompetensi budaya untuk hidup sebagai anggota kelompok.
Sedangkan enkulturasi menurut Hansen dan Gillin dalam (Manan,1989:30)
adalah proses perolehan keterampilan bertingkah laku, pengetahuan tentang
standar-standar budaya, dan kode-kode perlambangan seperti bahasa dan seni,
motivasi yang didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan menanggapi
ideoligi dan sikap-sikap. Jadi, enkulturasi adalah proses ketika individu memilih
nilai-nilai yang dianggap baik dan pantas untuk hidup bermasyarakat, sehingga
dapat dipakai sebagai pedoman bertindak.
2. Sosialisasi, Sujarwa (2005:9) mengatakan sosialisasi adalah proses penyesuaian
diri individu ke dalam kehidupan kelompok dimana individu tersebut berada,
sehingga kehadirannya dapat diterima oleh anggota kelompok lain.
3. Internalisasi, menurut Surjawa (2005:19) internalisasi adalah suatu proses dari
berbagai pengetahuan yang berada di luar dari individu masuk menjadi bagian
dari diri individu.
4. Pendidikan, Hansen dalam Manan (1989:31) mengatakan pendidikan adalah
usaha yang disengaja dan bersifat sistematif untuk menyampaikan keterampilan-
keterampilan dan pengetahuan, kebiasaan berpikir, dan bertingkah laku yang
dituntut harus dimiliki oleh pelajar.
5. Persekolahan, masih menurut Hansen, persekolahan adalah pendidikan yang
dilembagakan.

 Perkembangan Institusi Pendidikan


Perkembangan persekolahan tergantung kepada faktor-faktor, antara lain
kemampuan suatu masyarakat untuk membiayai sistem persekolahan, kemungkinan
orang tua membebaskan anak-anaknya dari pekerjaan produktif menolong orang tua,
perhatikan dari kelompok-kelompok tertentu dalam mengawasi penguasaan
pengetahuan dari ketarampilan tertentu dan dalam memberi kesempatan kepada
generasi muda menguasainya untuk menjamin kesinambungan masyarakat dan
kelestarian pengetahuan.
Kebudayaan di dalam suatu masyarakat atau bangsa memiliki arti dan fungsi
tersendiri bagi anggotanya, antara lain:
 Untuk memenuhi kebutuhan pokok tertentu manusia.
 Memproduksi dan mendistribusikan barang-barang dan jasa.
 Menjamin kelestarian biologis .
 Dapat menciptakan suasana tertib dan memberikan motivasi kepada para
anggotanya untuk bertahan hidup.
4) Pendidikan dan Perubahan Sosial Budaya: Modernisasi Dan Pembangunan
 Perubahan Sosial Budaya
Murdock (1965) berbagai fenomena yang menjadi faktor penyebab timbulnya
perubahan sosial budaya adalah:
 Petumbuhan atau pengurangan jumlah penduduk
 Perubahan lingkungan geografis
 Perpindahan ke lingkungan baru
 Kontak dengan orang yang berlainan budaya
 Malapetaka alam dan sosial seperti, banjir, gagal panen, perang, dsb.
 Kelahiran atau kematian seorang pemimpin
 Penemuan (invention)
Perubahan sosial terjadi karena adanya dorongan perkembangan masyarakat
secara sadar atau tidak. Adanya perubahan sosial budaya menciptakan inovasi penciptaan
sehingga masyarakat lebih berkembang dalam kehidupannya. Pembahasan
perkembangan sosial budaya dalam pembangunan fokus pada aspek enkulturasi dan
akulturasi pendidikan, moderninasi dan pembangunan, dan perubahan sosial budaya.
 Enkulturasi dan Akulturasi Pendidikan
Landasan kultural dalam aktivitas pendidikan sangat penting untuk dilakukan,
sebab pendidikan memang merupakan proses transformasi kebudayaan dari satu generasi
ke generasi lain. Sistem sosial sekolah sebagai pelaksana pendidikan mempunyai struktur
proses kegiatan dan pola-pola interaksi yang akan menentukan program sekolah. Struktur
dari sistem sekolah adalah peranan serta fungsi - fungsi yang harus dilaksanakan oleh
pemegang peranan tersebut. Guru adalah pemegang peranan yang harus mengetahui
fungsinya dalam keseluruhan sistem pendidikan. Penananam budaya dan nilai-nilainya
oleh sekolah akan mendorong terjadinya proses enkulturasi. (Manan dalam Pidarta,
1989) menyatakan bahwa pendidikan adalah enkulturasi. Pendidikan adalah suatu proses
membuat orang menerima budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang
diterima dirinya. Enkulturasi terjadi di mana-mana, di setiap tempat hidup seseorang dan
di setiap waktu. Sebab dimanapun orang berada maka ditempat itu juga terjadi proses
pendidikan dan enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempat-
tempat lainnya adalah keluarga, perkumpulan pemuda, perkumpulan olah raga,
keagamaan, dan di tempat-tempat kursus dan latihan. Dalam proses enkulturisasi sekolah
mengambil peran antara lain :
(1) Pewaris kebudayaan, guru-guru di sekolah harus dapat berperan sebagai
model kebudayaan yang dapat dipedomani dan ditiru oleh peserta didik, agar peserta
didik memahami dan mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya maka guru harus
dapat mengajarkan nilai-nilai yang diyakini masyarakat tempat sekolah itu. Contohnya,
mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh, bekerja keras, dan kehidupan bernegara,
sekolahlah yang berkompeten untuk tugas-tugas pewarisan budaya seperti ini.
(2) Sebagai pemelihara kebudayaan, artinya sekolah harus berusaha
melestarikan nilai-nilai budaya daerah tempat sekolah. Misalnya, pengguna bahasa
daerah, kesenian daerah dan budi pekerti, selain itu juga berupaya mempersatukan nilai-
nilai budaya yang beragam demi kepentingan budaya bangsa (nasional).
Pembangunan pendidikan nasional juga harus dikaitkan dengan kerangka
kebudayaan bangsa sendiri. Oleh karena itu, wawasan kultural mengenai gejala
pendidikan dan tujuan pendidikan nasional tetap kita perlukan, demi pengayaan
wawasan-wawasan lainnya. Fungsi lembaga pendidikan ialah memelihara,
mengembangkan, dan mewujudkan nilai - nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat
pemiliknya (mentransformasikan nilai-nilai budaya). Hasan dalam Pidarta (2004:52)
menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa bagi terjadinya
pengalihan pengetahuan dan ketrampilan (transfer of knowledge and skill) tetapi juga
meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial. Tiap masyarakat sebagai
pengemban budaya (culture bearer) berkepentingan untuk memelihara keterjalinan
antara berbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan kebudayaannya.
Selain proses enkulturasi dalam pendidikan, terjadi pula proses akulturasi dalam
pendidikan. Akulturasi (acculturation) adalah proses yang perubahan-perubahan dalam
budaya dan bahasa sebuah kelompok terjadi melalui interaksi dengan kelompok yang
berbeda bahasa dan kebudayaannya. Kebudayaan merupakan produk pendidikan. Produk
ini dapat dihasilkan salah satunya melalui akulturasi dari berbagai macam budaya yang
ada dalam lingkungan pendidikan, baik itu melalui berbagai literatur yang digunakan,
penyampaian dari guru maupun dari siswa dengan berbagai latar belakang sosial, budaya
dan ekonomi yang berbeda. (Kartono dalam Pidarta,1977) menyatakan bahwa seluruh
kebudayaan manusia itu adalah produk dari kegiatan pembelajaran yang berlangsung
terus-menerus sepanjang sejarah manusia. Setiap peserta didik, pendidik, dan
lingkungannya memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara lebih jauh. Berbagai
potensi ini dalam lingkup pendidikan dapat membentuk suatu produk budaya baru yang
tidak ada sebelumnya.
Sekolah memiliki peran sebagai agen pembaharuan kebudayaan dengan cara
melakukan reproduksi budaya (nilai-nilai dan kebiasaan baru diberikan secara langsung
melalui mata pelajaran yang relevan atau dengan kegiatan ekstrakurikuler). Proses
kegiatan pendidikan dapat berupa kegiatan pembelajaran dan sistem komunikasi antara
guru dengan peserta didik. Pola interaksi sosial dalam system pendidikan di sekolah
yaitu berupa interaksi guru dengan peserta didik dan dinamika kelompok. Akulturasi
memiliki nilai keluwesan dan kedinamisan sehingga bisa menutup kelemahan yang
ditinggalkan oleh enkulturasi. Oleh karena itu, akan sangat tidak memadai jika sekolah
hanya menunjukkan perannya sebagai lembaga tempat berlangsungnya proses
enkulturasi, karena proses enkulturasi saja tanpa diikuti oleh proses akulturasi hanya
akan menciptakan orang yang kaku dalam budaya sendiri. Orang yang seperti ini hanya
akan mampu berpikir, berkata, dan bertindak sesuai dengan budaya yang dipelajarinya.
Pendidikan tidak didirikan untuk menciptakan robot-robot budaya, oleh karena itu
pendidikan harus mampu mendorong siswa untuk berpikir kritis sehingga mereka tidak
hanya menerima, tapi juga secara dinamis mampu mengembangkan, memperbaharui dan
menciptakan hal-hal baru. (Pidarta, 2000) menyatakan bahwa sejak dini manusia perlu
dididik berpikir kritis. Kemampuan untuk mempertimbangkan secara bebas
dikembangkan. Hal ini dapat lakukan dengan cara memberi kesempatan mengamati,
melaksanakan, menghayati, dan menilai kebudayaan. Cara ini membuat individu tidak
menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan
dikala berada dalam kandungan budaya, yang akhirnya menimbulkan penilaian
menerima, merevisi, atau menolak budaya itu. Pendidikan seperti ini membuat individu
terbiasa dengan pemikiran terbuka dan lentur.

 Modernisasi dan Pembangunan


Konsep perubahan sosial budaya yang mendominasi ilmu-ilmu sosial adalah
konsep modernisasi dan konsep pembangunan. Pengembangan intelektual merupakan
pengembangan dalam bidang gagasan yang mencerminkan pola pertumbuhan dan
interaksi antara eksperimen empiris, pemikiran politik, seni, dan sastra, dan spekulasi
tentang hakikat manusia, Tuhan, dan alam semesta. Pengembangan intelektual
berdampak pada aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan, sosial, budaya, politik, dan
industri. Hal tersebut meningkatkan kemajuan ke arah modernisasi pembangunan segala
bidang. Schood dalam Manan (1989:56) mengemukakan modernisasi merupakan
penerapan pengetahuan ilmiah yang ada dalam aktivitas atau aspek kehidupan
masyarakat. Modernisasi masyarakat mencakup segala aspek kehidupan secara
komprehensif seperti bidang pendidikan, hubungan sosial, sistem hukum, administrasi
negara, pertanian, dan informasi.
Pembangunan merupakan proses peningkatan kesejahteraan suatu masyarakat
yang merupakan hasil transformasi masyarakat dari tradisional menjadi masyarakat
modern dan aspek intelektual menjadi peran penting. Dinamika kehidupan modern
menghasilkan berbagai tantangan yang mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat
modern yang secara simultan memerlukan daya penyesuaian, daya inovasi, dan kreasi
individu sebagai anggota masyarakat. Individu yang tidak dapat menyesuaikan dengan
perkembangan teknologi yang setiap saat mengalami perubahan dan perkembangan akan
ketinggalan dan tergilas dengan kemajuan jaman. Pendidikan merupakan alat untuk
menuju perkembangan yang modern, perubahan sosial budaya, dan pengembangan ilmu
pengetahuan, penyesuaian sikap dan nilai yang mendukung pembangunan. Pembangunan
pendidikan memerlukan anggaran, isi materi, metode, dan dukungan sosial budaya.
Dukungan tersebut diperlukan untuk relevansi pengembangan pendidikan dengan dunia
kerja dan realita sosial. Semua unsur yang diperlukan dalam pengembangan pendidikan
saling berhubungan, saling ketergantungan, dan saling mempengaruhi dalam proses
perubahan sosial budaya masyarakat dan proses pembangunan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai