Anda di halaman 1dari 27

Lab/SMF Ilmu Penyakit Syaraf REFERAT

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

MIASTENIA GRAVIS

Azlansa Abdul Karim Parinding (1610019062)

Pembimbing:
dr. H. Luthfi Widyastono, Sp.S

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Lab/SMF Ilmu Penyakit Syaraf
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nyalah referat ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Referat ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari
pembelajaran kami. Referat ini secara khusus membahas tentang Penyakit
Miastenia Gravis mencakup definisi, etiologi, hingga ke pengobatan dan
tatalaksananya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya referat ini. Pertama-tama kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. H. Luthfi Widyastono, Sp.S selaku pembimbing klinik di laboratorium
ilmu penyakit syaraf, sekaligus pembimbing dalam penulisan referat ini.
2. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu memberikan informasi dan
sumber bacaan.
Kami sengaja menyelesaikan referat ini untuk memenuhi salah satu tugas
dalam pendidikan profesi. Tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan
agar referat ini dapat berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di
kemudian hari.
Tentunya referat ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta
kritik yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan
dari isi laporan referat ini.

Samarinda, 3 September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
BAB II................................................................................................................................. 3
ISI........................................................................................................................................ 3
2.1 Definisi ................................................................................................................ 3
2.2 Etiologi ................................................................................................................ 3
2.3 Epidemiologi ....................................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi ........................................................................................................ 5
2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................................... 7
2.6 Klasifikasi ......................................................................................................... 11
2.7 Diagnosis........................................................................................................... 13
2.8 Tatalaksana ....................................................................................................... 16
2.9 Prognosis ........................................................................................................... 21
BAB III ............................................................................................................................. 22
KESIMPULAN ................................................................................................................. 22
1.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 22
1.2 Saran ................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Miastenia gravis adalah suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan
atau kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktivitas dan akan pulih
kekuatannya setelah beberapa saat yaitu dari beberapa menit sampai jam.
Penyakit ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan
antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan.
Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%,
tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya unit-unit perawatan
pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini bisa
dikurangi.1
Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang
terhadap saraf perifer di mana terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach)
reseptor possinaptik nikotinat pada sambungan neuromuskuler (NMJ).Patologi
dasar adalah pengurangan jumlah reseptor AcH (ACHR) pada membran otot
posinaptik disebabkan oleh reaksi autoimun yang memproduksi anti-ACHR
antibodi.1
Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot
semakin berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot
setelah masa istirahat. Otot-otot bulbar paling sering dipengaruhi dan paling
parah, tetapi kebanyakan pasien juga memperlihatkan beberapa derajat
kelemahan umum secara berfluktuasi. Aspek yang paling penting dari MG
dalam situasi darurat adalah deteksi dan pengelolaan krisis yaitu Miastenik
krisis dan kolinergik krisis.1
Kematian dari penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh
insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan dalam perawatan
intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang timbul dapat ditangani
dengan lebih baik. Penyembuhan dapat terjadi pada 10 % hingga 20 % pasien
dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu dan yang
paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini adalah golongan wanita

1
muda, yaitu pada usia awitan. Usia awitan dari miastenia gravis adalah 20-30
tahun untuk wanita dan 40-60 untuk pria.
Berdasarkan uraian diatas, Miastenia gravis merupakan penyakit yang
dapat menyebabkan akibat yang fatal bila terlambat ditangani dan belum
diketahui penyebab pasti serta masih belum teratasi secara menyeluruh.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Lab/SMF Ilmu
Penyakit Syaraf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
2. Mengetahui tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan
diagnosis, serta penatalaksanaan dari penyakit miastenia gravis.
3. Mengetahui tentang deteksi dini penyakit miastenia gravis, terutama
tatalaksana dan pengobatannya.

2
BAB II
ISI

2.1 Definisi
Miastenia Gravis berasal dari 2 kata yaitu miastenia dan gravis.
Miastenia berarti kelemahan otot motorik tertentu yang berfluktuasi, terutama
yang diinervasi oleh nukleus motorik di batang otak seperti otot mata, otot
kelopak mata, otot pengunyah, dan otot wajah. Gravis sendiri berasal dari
kata “grave” yang berarti buruk. Miastenia gravis adalah penyakit kelemahan
otot motorik yang berfluktuasi dan prognosisnya buruk.2
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh
suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan
secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.
Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau
pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi
transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran
seseorang (volunter). 2

2.2 Etiologi
MG adalah idiopatik pada kebanyakan pasien. Meskipun penyebab
utama di balik perkembangannya masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya
adalah kekacauan regulasi sistem kekebalan tubuh. MG jelas merupakan
penyakit autoimun dimana antibodi spesifik telah ditandai sepenuhnya.
Dalam sebanyak 90% kasus umum, IgG terhadap ACHR terbukti. Bahkan
pada pasien yang tidak mengembangkan miastenia klinis, anti-antibodi
ACHR kadang-kadang dapat ditunjukkan.1
Sensitisasi terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang
dengan reseptor AcH nikotinat telah diusulkan sebagai penyebab miastenia
gravis, tetapi antigen pemicu belum diidentifikasi.1

3
Berbagai obat dapat menyebabkan atau memperburuk gejala MG,
termasuk yang berikut:1
 Antibiotik (misalnya aminoglikosida, polymyxins, siprofloksasin,
eritromisin, dan ampisilin)
 Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tinggi anti-
ACHR titer antibodi terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan,
dan pemulihan penuh dicapai minggu sampai bulan setelah penghentian
obat
 Beta-adrenergik reseptor memblokir agen (misalnya, propranolol dan
oxprenolol)
 Lithium, Magnesium, Procainamide, Verapamil, Quinidine, Klorokuin,
dan Prednisone
 Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)
 Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)
 Agen memblokir neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) - Ini
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien myasthenic untuk
menghindari blokade neuromuskuler yang berkepanjangan
 Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular
dalam 1 laporan kasus; penghentian pemberian obat mengakibatkan
pemulihan lengkap.

Kelainan timus yang umum, dari pasien dengan MG, 75% memiliki
penyakit timus, 85% memiliki hiperplasia timus, dan 10-15% mengalami
timoma. Tumor Ektratimik mungkin termasuk sel kanker paru-paru kecil dan
penyakit Hodgkin. Hipertiroidisme hadir dalam 3-8% pasien dengan MG dan
memiliki hubungan tertentu dengan MG okular.1

2.3 Epidemiologi
Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang
ditemukan. Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit
ini bukan suatu penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular.
Kasus MG adalah 5-10 kasus per 1 juta populasi per tahun, yang
mengakibatkan kelaziman di Amerika Serikat sekitar 25.000 kasus. MG

4
betul-betul dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG
kelihatannya menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak
dalam hubungan keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang
terkena MG pada usia < 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun,
60 % nya adalah pria. Pola ini sering disimpulkan dengan menyebutkan
bahwa MG adalah penyakit wanita muda dan pria tua. Pada pasien yang
mengalami MG sebagai akibat karena memiliki thymoma, tidak ada
kelaziman usia dan jenis kelamin. 3

2.4 Patofisiologi
Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai
motor end plate, molekul asetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel
presinaptik, melalui neuromuscular junction dan kemudian akan berinteraksi
dengan reseptor Ach (AchRs) di membrane postsinaptik. Kanal-kanal di
AchRs terbuka, memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam
serat otot dan menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus
terjadi akan berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul
cukup besar, maka akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak
sepanjang serat otot untuk menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis
(MG), ada pengurangan jumlah AchRs yang tersedia di motor endplate atau
mendatarnya lipatan pada membran postsinaptik yang menyebabkan
pengurangan jumlah reseptor pada motor endplates, sehingga depolarisasi
yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit dan tidak terkumpul menjadi
potensial aksi. Hasil akhirnya adalah sebuah transmisi neuromuskuler tidak
efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari penelitian antara lain: auto
antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi endositosis, sehingga
terjadi deplesi AChR pada membran postsinaptik, autoantibodies sendiri
menyebabkan gangguan fungsi AChR dengan memblokir situs-situs tempat
terikatnya asetilkolin dan auto antibodies menyebabkan kerusakan pada
motor endplates sehingga menyebabkan hilangnya sejumlah AChR.2

5
Gambar 1.Patofisiologi terjadinya Miastenia Gravis karena terjadi penghancuran
autoantibodi terhadap AChR.

Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka
memiliki antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam
pathogenesis myasthenia gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari

6
pasien myasthenia gravis (MG) memiliki beberapa derajat kelainan timus
(misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15% kasus).
Mengingat fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah
dilakukan tindakan timektomi,timus diduga menjadi tempat pembentukan
autoantibodi. Namun, stimulus yang memulai proses autoimun belum
teridentifikasi.2

2.5 Manifestasi Klinis


Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik
bukan kelemahan otot yang umum dan kondisinya memburuk biasanya
berfluktuasi selama beberapa jam. Tidak terlalu terlihat pada pagi hari dan
biasanya memburuk seiring berjalannya hari.3

Tabel 1.Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis dari gejala yang sering
terjadi sampai pada gejala yang jarang terjadi.

Sering terjadi Otot-otot Gejala


Ocular Ptosis dan penglihatan ganda
Wajah Kesulitan mengunyah, menelan, dan
berbicara
Leher Kesulitan mengangkat kepala saat
posisi telentang
Ekstremitas proksimal Kesulitan mengangkat lengan setinggi
bahu dan kesulitan berdiri dari posisi
duduk dengan bantuantangan
Pernapasan Gangguan pernapasan dan kesulitan
untuk bangundari posisi tertidur
Ekstremitas distal Kelemahan saat mengenggam dan
Jarang terjadi kelemahan pada pergelangan dan kaki
Sumber :Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia
Gravis.Muscle & Nerve. 2004

Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama


ptosis dan diplopia. Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan

7
gejala-gejala okular. Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan
beralih dari mata ke mata. Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan
kelelahan yang tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu
atau kedua kelopak mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata
yang jatuh biasanya dikenal sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular
maka pasien akan melihat dobel pada arah otot yang lemah.3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset
penyakit mereka. Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi,
biasanya tidak terlihat beberapa saat setelah bangun tidur. Diplopia terjadi
saat pasien melihat kearah lateral dan ke atas, biasanya memburuk saat pasien
menyetir, menonton tv, atau saat sore hari. Gejala tersebut hilang apabila satu
mata ditutup. Gejala terjadi mungkin disebabkan oleh kelemahan pada satu
otot ekstraokular atau beberapa kombinasi otot. Ptosis biasanya yang
palingmenonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus
ptosis unilateral, mata yangtidak ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang
ptosis di buka dengan menggunakan jari (Hering fenomena). Keterlibatan
otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu. Setiap gangguanmotilitas okular
yang didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil didapatkan normal,
harusmengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG.3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata,
tetapi biasanya kedua gejala terjadi bersama-sama. Jika sensasi wajah
terganggu, lesi yang mempengaruhi saraf kranial seperti karsinoma
nasofaring harus dicurigai. Dengan adanya sensasi wajah normal. Namun,
terjadinya kedua kelemahan otot mata dan wajah sangat
memperlihatkangejala MG. Temuan mungkin akan sulit untuk dilihat.3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat
umum dari MG yaitu ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan
kelopak mata tertutup atas terhadap upaya pemeriksa untuk membukanya.
Sebuah usaha dari pasien meskipun terjadi kelemahan kelopak mataakan
memperlihatkan adanya fenomena Bell, rotasi bola mata ke atas selama
penutupan kelopak mata. Karena pasien dengan blefarospasme dari otot-otot
orbicularis oculi mungkin mengeluh kesulitan menjaga mata terbuka, kondisi

8
ini kadang-kadang bingung dengan kelemahan myasthenic. Biasanya tidak
ada diplopia atau fotofobia dengan blefarospasme, dan penutupan kelopak
mata adalah spasmodik dan dipaksa dengan elevasi simultan pada kelopak
mata bawah. Kelemahan Orbicularis Oris merupakan ketidakmampuan
pasien untuk mencegah keluarnya udara melalui kerutan bibir ketika
pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah. Tertawa
mengungkapkan apa yang disebut "myasthenic sneer".Pasien tersebut tidak
dapat bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon.3

Gambar 2.Pasien yang memperlihatkan gejala Miastenia gravis okuli.


Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview

Bicara cadel dan kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelemahan


lidah, yang paling mudah dinilai oleh kekuatan mendorong lidah pada satu
pipi bagian dalam.Dalam kasus ringan MG, bicara cadel dapat terdeteksi
hanya selama berbicara berkepanjangan, seperti menjelang akhir wawancara
dengan dokter.Suara serak atau berbisik tidak khas pada MG. Otot lidah
rentan terhadap atrofi di MG dan lidah berkerut merupakan manifestasi dari
atrofi ini.3
Beberapa pasien dengan MG mungkin mengalami kesulitan dalam
mengunyah karena kelemahan penutupan rahang (terutama otot-otot
masseter), sedangkan pembuka rahang tetap kuat.Ketika kelemahan parah,
rahang mungkin tetap terbuka dan harus dimanipulasi dengan tangan selama
mengunyah.Salah satu gejala paling serius dari myasthenia adalah disfagia
karena kelemahan otot lidah dan faring posterior. Jika kelemahan otot faring
muncul, cairan lebih sulit untuk ditelan dari yang padat, dan makanan panas

9
lebih sulit daripada makanan dingin. Adakalanya pasien untuk menggunakan
es batu untuk meminum cairan yang dibutuhkan.regurgitasi cairan ke hidung
dapat menjadi masalah jika ada kelemahan otot palatal. Ketidakmampuan
untuk menelan air liur adalah konsekuensi paling parah kelemahan faring dan
membutuhkan suktion mulut..Setelah disfagia mencapai tingkat keparahan
ini, sebuah sonde diperlukan tidak hanya untuk pemberian obat oral dan juga
untuk suplemen gizi.3
Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas. Pasien
myasthenic dengan insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk
mempertahankan jalan napas paten dikatakan crisis. Kelumpuhan Vokal
dapat menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran udara terhambat
oleh sekresi pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah.
Batuk membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk
berulang terutama dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG.
Bahkan jika jalan napas paten, otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti
interkostalis dan diafragma, mungkin terlalu lemah untuk menciptakan
sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cm H20) atau kapasitas vital (> 20
ml / kg berat badan). Pasien tersebut harus diintubasi dan dibantu dengan
respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi wajah pasien, penderita MG
dalam masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan namun akan gelisah dengan
nafas dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk membungkuk ke depan
untuk memaksimalkan efek gravitasi pada diafragma.Bahkan pasien yang
tidak menyadari mempunyai masalah pernapasan mungkin memiliki
kelemahan otot pernapasan yang mengganggu tidur mereka dan dengan
demikian menyebabkan mereka menjadi lelah dan kurang perhatian pada
siang hari.
Otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal pada MG,
meskipun beratnya keterlibatan biasanya asimetris. Kelemahan otot
ekstrimitas atas proksimal di mana kesulitan dalam mengangkat lengan untuk
mencuci atau menyikat rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau
mencukur menunjukkan kelemahan bahu dan lengan.kelelahan otot
ekstremitas atas dapat diuji secara semikuantitatif dengankemampuan timing

10
pasien untuk menahan lengan ke depan saat ekstensi. Atrofi otot skapula dan
lengan bawah adalah karakteristik dari congenital slow-channel myasthenic
syndrome.3
Kelemahan otot ektrimitas bawah dimana kesulitan dalam berjalan
menaiki tangga atau berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG.
Kelelahan otot tungkai dapat diuji dengan meminta pasien untuk mengangkat
satu kaki di atas yang lain hingga 50 kali, penilaian langsung dari kekuatan
fleksor pinggul akan memperlihatkan peningkatan kelemahan dari otot-otot
aktif pada MG, dibandingkan dengan sisi tidak aktif.3
Beberapa faktor berikut dapat membuat Miastenia Gravis memburuk:
a. Kelelahan, kurang tidur
b. Stres, kecemasan, Depresi
c. Kelelahan, gerakan berulang
d. Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim
e. Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)
f. Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan
beberapaantibiotik
g. Minuman beralkohol
h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan
mungkin tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.

2.6 Klasifikasi
Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari
Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas
untuk mengatasi kebutuhan untuk klasifikasi yang diterima secara universal,
sistem grading, dan metode analitik untuk manajemen pasien yang menjalani
terapi dan untuk digunakan dalam uji penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya,
Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan.Klasifikasi ini membagi MG menjadi 5
kelas utama dan subkelas beberapa, sebagai berikut.1

11
Tabel 2.Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation
of America (MGFA).
Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup
Kelas I
mata dan kekuatan otot-otot lain normal

Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya


Kelas II
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.

Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga


Kelas IIa
terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.


Kelas IIb Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih
ringan dibandingkan klas IIa.

Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-


Kelas III
otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang

Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya


Kelas III a
secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya


Kelas III b secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-
otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.

Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam


Kelas IV derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan
dalam berbagai derajat

Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau


Kelas IV a otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat
ringan

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya


Kelas IV b secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.

12
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.

Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview

2.7 Diagnosis
A. Anamnesis
Pasien dapat ditanyakan beberapa hal seperti:
 Apakah munculnya kelemahan otot fluktuatif dan meningkat dengan
aktivitas fisik?
 Apakah kelemahan meningkat sepanjang hari dan pulih dengan istirahat?
 Apakah muncul ptosis?
 Adakah kelemahan dari ekstensi dan fleksi kepala?
 Apakah kelemahan menyebar dari mata ke wajah untuk bulbar otot dan
kemudian ke truncal dan anggota tubuh?
 Apakah pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang
sama?

B. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama
kelamaan akanterdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi
kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.
b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.
Lama kelamaanakan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau
tampak ada ptosis,maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak
bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
c. Uji kelelahan otot
Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk
berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat (uji

13
Simpson). Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda kelelahan.
Peningkatan fenomena ptosis dapat ditunjukkan pada pasien dengan ptosis
bilateral dengan meninggikan dan menjaga kelopak mata yang lebih ptosis
dalam posisi yang tetap. Kelopak mata berlawanan perlahan jatuh dan
mungkin akan menutup sepenuhnya. Tanda kedutan kelopak mata merupakan
cara lain untuk menguji kelelahan otot. Pasien diarahkan untuk melihat ke
bawah selama 10-15 detik dan kemudian kembali dengan cepat dalam posisi
semula. Pengamatan pada gerak kelopak mata yang lebih keatas ditambah
dengan kedutan dan diikuti oleh reposisi kembali ke kondisi ptosis,
mengidentifikasi kelelahan yang mudah terjadi dan pemulihan yang lambat
dari otot. Tanda mengintip terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah
periode penutupan kelopak mata secara volunter.1

Tes Lainnya :4
a. Tensilon atau Prostigmin tes
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara
intravena.Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan
otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan
ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis,maka
ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus
diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat
singkat. Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼
atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis
maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismusatau kelemahan lain
tidak lama kemudian akan lenyap.4

b. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian
diberikan 3 tablet lagi(masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis,

14
strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya
disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik
tidak bertambah berat.4

C. Pemeriksaan Laboratorium
a. Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu
miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postif pada 74% pasien.80%
dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan
miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolinreseptor
antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering
kali terjadi false positive anti-AChR antibodi.
b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodi
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis.
Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang
menderitathymomadalam usia kurang dari 40 tahun.Pada pasien
tanpathymomadengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat
menunjukkan hasil positif.
c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. 1
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-
AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang
positif untuk anti-MuSK Ab.1
d. Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan
adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot
rangka dan otot jantung penderita.Antibodi ini bereaksi dengan epitop
pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu
dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia
muda. Terdeteksinya titin/RyR antibodi merupakan suatu kecurigaaan
yang kuat akan adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia
gravis.1

15
D. Imaging
a. Chest x-ray
Foto roentgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan
lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu
massa pada bagian anterior mediastinum.3
Hasil roentgen belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma
ukurankecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest CT-scan untuk
mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama
pada penderita dengan usia tua.3

b. MRI
Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin.
MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari
penyebab defisit pada saraf otak.3

2.8 Tatalaksana
Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan
tidak ada konsensus yang jelas pada strategi pengobatan, myasthenia gravis
(MG) adalah salah satu gangguan neurologis yang paling dapat
diobati.Beberapa faktor (misalnya, tingkat keparahan, distribusi, kecepatan
perkembangan penyakit) harus dipertimbangkan sebelum terapi dimulai atau
diubah.1
Terapi Farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen
imunosupresif, seperti kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis,
dan immune globulin intravena (IVIG).1
Plasmapheresis dan thymectomy juga digunakan untuk mengobati MG.
Mereka bukan merupakan terapi tradisional imunomodulasi medis, tetapi
mereka berfungsi dengancara memodifikasi sistem kekebalan tubuh.
Thymectomy merupakan pilihan pengobatan yang penting untuk MG,
terutama jika terdapat thymoma.1

16
Bagan 1.Alur penatalaksanaan Miastenia Gravis.

Diagnosis MG

MG okular MG generalisata MG krisis

Antikolinesterase
MRI kepala (pyridostigmine) Intensive care unit
(+)→reasses

Antikolinesterase Evaluasi untuk thimektomi


(pyridostigmine) Indikasi : thimoma atau MG
generalisata
Evaluasi resiko operasi, FVC

Jika tidak
Resiko bagus Resiko jelek Plasmaparesis atau
memuaskan
FVC bagus FVC jelek IVIg

Thimektomi perbaikan Tidak ada


perbaikan

Evaluasi status klinis,


immunosupresan bila ada
indikasi

Imunosupresan

A. Kolinesterase inhibitor
a. Pyridostigmine
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan
kelenjar sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen
intermediate-acting, lebih disukai dalam penggunaan klinis daripada

17
“short-acting” bromida neostigmine dan “long acting” klorida
ambenonium. bekerja dalam 30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam.
MG tidak mempengaruhi semua otot rangka yang sama, dan semua
gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa efek samping. Pada
pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara intravena (IV).
Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga
memfasilitasi transmisi impuls di NMJ. Obat ini sulit diserap dalam
saluran gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika
pyridostigmine tidak ada.1
b. Edrophonium
Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk
memprediksi respon terhadap long-acting cholinesterase
inhibitor.Seperti cholinesterase inhibitor lain, edrophonium
menurunkan metabolisme AcH, meningkatkan efek kolinergik di
NMJ.1

B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi
digunakan untuk mengobati idiopatik dan gangguan autoimun.Obat ini
biasanya digunakan dalam kasus sedang atau berat yang tidak merespon
terhadap AChE inhibitor dan thymectomy. Pengobatan jangka panjang
dengan kortikosteroid efektif dan dapat menyebabkan remisi atau
menyebabkan perbaikan pada kebanyakan pasien. Perburukan mungkin
terjadi awalnya, perbaikan klinis ditunjukkan setelah 2-4 minggu.Agen ini
biasanya diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun.Remisi didapatkan 30% dan
perbaikan 40%. Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik ocular MG
maupun MG generalisata.Mereka dapat dikombinasikan dengan obat
imunosupresif lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih
rendah dan durasi yang lebih singkat.1

18
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di
Amerika Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka
panjang dari prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan obat
hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang merugikan
dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi
eksaserbasi MG dengan menekan pembentukan autoantibodi.Namun,
efek klinis sering tidak terlihat selama beberapa minggu.Peningkatan
signifikan, yang mungkin berhubungan dengan titer antibodi menurun,
biasanya terjadi pada 1-4 bulan.1
b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan
pada mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral. Ini mengurangi
inflamasi dengan menekan migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler.1

C. Imunosupresan
a. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan
hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan
steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan
enzim hati, dan leukopeni. Pemberian prednisolon bersama-sama
dengan azatioprin sangat dianjurkan. 1
b. Mycophenolate mofetil
sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau corticosteroid-
sparing therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama
mimum obat ini, disarankan untuk menghindari paparan sinar
ultraviolet.Manfaat (perbaikan) klinis dapat dirasakan setelah 1-2
bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya dirasakan sekitar 6
bulan.Penggunaan mycophenolate mofetil bersama-sama dengan
azathioprine tidak dianjurkan.1

19
c. Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine dan cyclophosphamide dapat digunakan
oleh dokter yang benar-benar paham efek samping dan dapat
memonitor (tekanan darah, CBC, asam urat, potassium, lipid,
magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien secara ketat (setiap 2
minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu setiap bulan jika pasien
sudah stabil).1

D. Imunoglobulin
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan kelemahan
berat yang kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai pengganti
dari pertukaran plasma dengan dosis 1 g / kg.IVIG efektif dalam MG
sedang atau berat yang memburuk menjadi krisis.Dosis tinggi IVIG
berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak diketahui.Hal ini
digunakan dalam manajemen krisis (misalnya, myasthenic krisis dan
periode perioperatif) bukan atau dalam kombinasi dengan plasmapheresis.
Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang cepat, tetapi efek
berlangsung hanya dalam waktu singkat.1

E. Plasmaparesis
Plasmapheresis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan
menghilangkan faktor humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks
imun) dari sirkulasi. Hal ini digunakan sebagai tambahan untuk terapi
imunomodulator lain dan sebagai alat untuk manajemen krisis. Seperti
IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk myasthenic krisis dan
kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadit dalam beberapa hari, tetapi tidak
berlangsung lebih dari 2 bulan. Plasmaferesis merupakan terapi efektif
untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi atau jangka pendek
pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang teratur setiap
minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak dapat
mengendalikan penyakit ini. Komplikasi terutama terbatas pada
komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi

20
juga dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun
jarang).1

F. Thimektomi
Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam
myasthenia gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah
diusulkan sebagai terapi lini pertama pada kebanyakan pasien dengan
myasthenia gravis (MG) umum.Thimectomi dapat menyebabkan
remisi.American Association of Neurology merekomendasikan
thimectomi untuk nonthymomatous pasien myasthenia gravis (MG)
autoimun.Thimectomi direkomendasikan sebagai pilihan untuk
meningkatkan kemungkinan remisi atau perbaikan.1

2.9 Prognosis
Dalam myasthenia gravis (MG) okuler,> 50% kasus berkembang ke
myasthenia gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan
<10%. Sekitar 15-17% pasien akan tetap mengalami gejala okular selama
masa tindak lanjut rata-rata hingga 17 tahun. Pasien-pasien inidisebut sebagai
myasthenia gravis (MG) okular. Sisanya mengembangkan kelemahan umum
dan disebut sebagai generalized myasthenia gravis (MG). Sebuah studi dari
37 pasien myastheniagravis (MG) menunjukkan bahwa kehadiran thymoma
terkait dengan gejala yang lebih buruk.1
a. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
b. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c. 40% hanya gejala okular

21
BAB III
KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan
2. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh
suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang
dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat
beraktivitas. Bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian
kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya
gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction.
3. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia
gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat
kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori
terakhir, faktor imunologik yang paling banyak berperanan.
4. Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan
diplopia. Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan
gejala-gejala okular. Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan
beralih dari mata ke mata . Ptosis biasanya yang paling menonjol dan
terjadi setelah berkedip beberapa kali.
5. Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi berdasarkan Myasthenia
Gravis Foundation of America (MGFA) yang terbagi dalam 5 kelas
6. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan Lab penunjang.
7. Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai
tiga tujuan penting: transmisi neuromuskuler yang optimal,
mengurangi atau menetralisir konsekuensi dari reaksi autoimun, dan
memodifikasi riwayat alami myasthenia gravis (MG) dengan
menginduksi remisi, didefinisikan sebagai kondisi permanen hilangnya
gejala tanpa pengobatan
8. Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang
mendapat pengobatan, angka kematian 4%, 40% hanya gejala okuler

22
1.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan atas penyusunan referat ini,
diharapkan sekali kepada rekan-rekan sekalian atas kritik dan saran yang
membangun demi bertambahnya khasanah ilmu pengetahuan kita bersama.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldenberg, William. Myasthenia Gravis. 20 Januari 2012. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 03 September
2018.
2. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The Neuromuscular Junction.
In: Ropper A, Brown R, eds. Adam and Victor’s : Principles of Neurology
8thed. McGraw Hill. 2005; 53:1264-1250.
3. Miastenia Gravis Indonesia. 2013. http://www.mgindonesia.org/myasthenia-
gravis.html. Diakses pada tanggal 03 September 2018.
4. Myasthenia Gravis &Neuromuscular Junction (NMJ) Disorders. Diunduh
dari http://neuromuscular.wustl.edu/synmg.html#acquiredmg, 03 September
2018.

24

Anda mungkin juga menyukai