Anda di halaman 1dari 31

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAGIAN 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Maksud dan Tujuan
1.3.Sasaran
1.4.Dasar Hukum/Kebijakan
1.5.Istilah dan Definisi
BAGIAN 2 PROGRAM DAN FUNGSI RADIOLOGI
2.1. Pelayanan Ruang Radiologi
2.2. Alur Pelayanan
2.3. Alur Sirkulasi Kegiatan
2.4. Kebutuhan Ruang
BAGIAN 3 PERSYARATAN FASILITAS
3.1. Persyaratan Sarana Ruang Radiologi
3.1.1. Persyaratan Umum
3.1.2. Persyaratan BEsaran Ruang
3.1.3. Persyaratan Teknis Komponen Sarana Ruang Radiologi
3.2. Persyaratan Prasarana Ruang Radiologi
3.2.1. Persyaratan Listrik
3.2.2. Persyaratan Pencahayaan
3.2.3. Persyaratan Air Bersih
3.2.4. Persyaratan Pengkondisian Udara (Heating Ventilation & Air Conditioning
(HVAC))
3.2.5. Persyaratan Sirkulasi Vertikal dan Horisontal
3.2.6. Kelengkapan Proteksi Kebakaran
3.2.7. Persyaratan Prasarana Telekomunikasi
3.2.8. Persyaratan Prasarana Limbah
BAGIAN 4 MODEL DESAIN DAN PERENCANAAN RUANG RADIOLOGI
4.1. Model Perletakan Instalasi Radiologi Pada Rencana Tapak RS
4.2. Contoh Model Perletakan Instalasi Radiologi Pada Potongan Bangunan Bertingkat
Banyak
4.3. Contoh Model Instalasi Radiologi Pada RS Kelas A, B, C
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAGIAN I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pada era pasar bebas dewasa ini, sector kesehatan di Indonesia dituntut untuk dapat
bersaing dengan competitor luar negeri. Mereka yang dapat bertahan adalah pemberi jasa
pelayanan kesehatan dengan mutu yang terjamin, dengan tingkat keakurasian dan tingkat
keamanan yang dapat diandalkan. Khususnya dalam hal ini Fasilitas Radiologi Rumah
Sakit. Mutu adalah tingkat kesempurnaan pemanfaatan dari sesuatu yang dimanfaatkan
atau derajat kepatuhan terhadap standar yang ditentukan terlebih dahulu. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa mutu adalah totalitas dari suatu wujud atau ciri jasa/barang yang
didalamnya terkandung pengertian pemenuhan kebutuhan konsumen dan sekaligus rasa
aman.
Sebagai upaya pengembangan pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit, maka program
yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik melalui visi Indonesia
Sehat 2010 adalah sebagai gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan Negara yang
ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat,
memiliki kemampuan yang menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah
Republik Indonesia. Dan sejalan dengan misi yang ada maka pelayanan yang diharapkan
pada masa depan adalah pelayanan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, serta
tersedianya pelayanan penunjang pada fasilitas sarana, prasaran dan alat yang memadai.
Kualitas/mutu dari pelayanan radiologi sangat bergantung kepada kualitas fasilitas
radiologi meliputi sarana, prasarana dan peralatan radiologi, kualitas/mutu sumber daya
manusia, kualitas produk radiografi, kualitas diagnose, radiologi serta kualitas tindakan
proteksi radiasi. Pelayanan radiologi yang memenuhi standar jaminan kualitas akan
memberikan informasi diagnostic yang tepat dengan paparan radiasi yang serendah
mungkin terhadap pasien dan personil.
Perencanaan dan perancangan sarana, prasarana dan peralatan radiologi dan tindakan
proteksi radiasi atau secara keseluruhan dapat disebutkan fasilitas radiologi sangat
mempengaruhi kualitas pelayanan radiologi. Mengingat hal tersebut di atas, maka
dirasakan perlu adanya suatu buku pedoman fasilitas ruang radiologi untuk dijadikan
salah satu arahan bagi pengelola RS.

1.2.Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan disusunnya buku pedoman adalah sebagai salah satu buku
petunjuk/arahan dalam merencanakan dan merancang ruang radiologi di Rumah Sakit
yang memuat persyaratan teknis dari sarana, prasarana dan peralatan pada instalasi
radiologi sehingga dapat dicapai tujuan:
- Adanya suatu kesamaan persepsi/keseragaman antara Pengelola RS, Pekerja RS dan
para pengembang RS mengenai dasar-dasar perencanaan dan perancangan suatu
bangunan radiologi di rumah sakit.
- Memberikan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat pengguna dan lingkungan
hidupnya.

1.3.Sasaran
Sasaran dari penyusunan buku pedoman ini adalah para pemilik dan pengelola rumah
sakit, para pekerja rumah sakit baik Tenaga Medis maupun Non-Medis di Ruang
Radiologi, para pengembang rumah sakit (Yayasan, Badan Usaha maupun Konsultan
Perencanaan dan Perancangan) yang akan merencanakan, sehingga masing-masing pihak
dapat mempunyai kesamaan persepsi mengenai sarana, prasarana maupun peralatan
Medik & Non-Medik di Ruang Radiologi Rumah Sakit.

1.4.Dasar Hukum/Kebijakan
1. UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
2. UU No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran
3. PP No. 63/2000 tentang Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi
pengion
4. PP No. 64/2000 tentang perijinan penempatan tenaga nuklir
5. Permenkes No. 366/Menkes/Per/V/1997 tentang penyelenggaraan pelayanan radiologi
6. Permenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2002 tentang kesehatan lingkungan
1.5.Istilah dan Definisi
1.5.1. Radiologi
Ilmu kedokteran yang menggunakan teknologi pencitraan/imejing (imaging
technologies) untuk mendiagnosa dan pengobatan penyakit. Merupakan cabang ilmu
kedokteran yang berkaitan dengan sinar X (X-Ray) yang dipancarkan oleh pesawat
sinar-X atau peralatan-peralatan radiasi lainnya dalam rangka memperoleh informasi
visual sebagai bagian dari pencitraan/imejing kedokteran (medical imaging).
1.5.2. Pelayanan Radiologi
Suatu pelayanan kesehatan yang menggunakan energy pengion maupun non pengion
(baik dalam bidang diagnostic maupun dalam bidang terapi).
1.5.3. Radiasi Pengion
Gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energy yang
dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya.
1.5.4. Bahan Kontras
Bahan kimia berbentuk padat, cair, dan gas yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien
yang akan diperiksa untuk memperoleh perbedaan densitas optic pada film (kontras
radiologi).
1.5.5. Kontras radiologi film
Tingkat perbedaan densitas pada foto rontgen.
1.5.6. Bangunan radiasi
(dalam hal ini adalah bangunan radiologi) adalah bangunan atau kelompok bangunan
yang akan digunakan untuk kegiatan yang menggunakan sumber radiasi pengion,
khususnya sumber terbungkus (tertutup), pesawat sinar-X, electron akselerator.
1.5.7. PPR
Petugas Proteksi Radiasi yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi dan oleh BAPETEN
(Badan Pengawas Tenaga Nuklir) dan dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan
yang berhubungan dengan proteksi radiasi.
1.5.8. Pesawat sinar X
Perangkat Pembangkit Radiasi yang terdiri dari seperangkat peralatan yang dapat
membangkitkan radiasi.
1.5.9. Penahan Radiasi
Adalah untuk mencegah penyinaran lebih, maka didalam melangsungkan kegiatannya
tersebut telah dibuat suatu system pengaman atau penahan radiasi. Penahan radiasi
ada 2:
- Yang melekat pada peralatan (inheren)
- Pada komponen bangunan (structural)
1.5.10. Laju penyinaran
Nilai penyinaran tiap satuan waktu. Satuannya rontgen/jam.
1.5.11. Dosis radiasi
Jumlah energy yang dipindahkan kepada suatu volume tertentu atau kepada seluruh
tubuh atau yang diserap oleh zat atau jaringan tiap satuan masa. Satuannya adalah
rad. 1 rad=10 joule/kg.
1.5.12. Dosis ekivalen
Dosis radiasi dalam rad yang dikalikan dengan factor kualitas yang sesuai.
Satuannya adalah rem.
1.5.13. Limbah radioaktif
Zat-zat radioaktif, bahan-bahan dan peralatan yang telah terkena zat-zat
radioaktif/menjadi radioaktif karena operasi-operasi nuklir dan tidak dapat
dipergunakan lagi.
BAGIAN 2
PROGRAM DAN FUNGSI RADIOLOGI

2.1.Pelayanan Ruang Radiologi


Instalasi Radiologi melakukan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan dari
unit-unit kesehatan lain di RSU tersebut. Unit Radiologi dapat pula melayani permintaan
dari luar.
Permintaan Radiologi terdiri dari Radiografi (konvensional dan canggih misalnya CT
Scan), USG (Ultra Sonografi) dan Kedokteran Nuklir. Selain pemeriksaan radiologi
terhadap pasien, unit radiologi menyediakan pula konsultasi mengenai hasil analisis para
dokter ahli di ruang baca dan konsultasi. Hasil pemeriksaan dapat diambil ataupun
dikirimkan pada unit asal yang memerlukannya.
Pelayanan pada instalasi radiologi adalah : memberikan pelayanan rutin, regular, dan
gawat darurat untuk 24 jam.
Jenis pemeriksaan pada pelayanan radiodiagnostik :
Tengkorak Thorax Abdomen
CT Scan Fungsi abses/FNAB Mammogram
Ultrasonogram Biopsi usus/ginjal Kedokteran Nuklir
Apendicogram Caudografi/myeiografi Pelvis
Bronchogram Esophagogram MRI
PEI Barium Intake (U.G.I.) Lymphogram
Cor Analisa (Cor Analyze) Follow Through (usus kecil) Urethro/Cystogram
Angiogram Abdomen Angiogram Thorax Arteriogram Carotis
Arteriogram Vertebralis Oral Plebogram Kepala Cholecystogram
Plebogram Extremitas Dacryo Pyelogram, Intravena (IVP) Fistulo/Sialo
Spletnoportogram Barium Enema (Colon In Loop)
Pyelogram Retrogade Cholecystogram, intravena/Ref
Hystero Salphingogram Arteriogram Extremitas
Phlebogram Spermatica
Columna Vertebralis (Cervical Extremetas atas dan bawah)
Jenis Pemeriksaan pada pelayanan Kedokteran Nuklir :
Thyroid Uptake Thyroid Scanning Whole Body Scan
Renogram Scanning Scrotal Bone Scanning
Brain Scanning Lung Scanning Lymph Scanning
Heart Scanning Hepatobliar

Pelayanan kesehatan yang memanfaatkan radiasi khususnya radiasi pengion dalam upaya
meningkatkan kualitas pelayanan selalu berpedoman pada prinsip ALARA (As Low As
Reasonable), yang berarti setiap radiasi yang dimanfaatkan untuk kebutuhan medis
hendaknya serendah mungkin sesuai dengan kebutuhan klinis.

Standar Prosedur Pelayanan Radiasi Medik Radiodiagnostik


1. Semua permintaan pemeriksaan dan tindakan medic dengan menggunakan radiasi
dilakukan atas dasar adanya permintaan tertulis dari dokter merujuk yang dilengkapi
dengan klinis yang jelas.
2. Pemeriksaan dan tindakan medic radiasi harus dilakukan di ruang radiologi kecuali
untuk kasus-kasus tertentu yang karena sesuatu hal menurut keputusan secara medis
tidak mungkin dilakukan di ruang radiologi tetapi dengan tetap memperhatikan
manfaat dan resiko serta keselamatan dan kesehatan terhadap radiasi bagi para pekerja
lainnya yang bertugas.
3. Pemeriksaan dan tindakan medic radiasi harus dilakukan dengan standar prosedur
pemeriksaan medic radiologi yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi yang
disyahkan oleh direktur RS.
4. Pemeriksaan dan tindakan medic radiasi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
bidang radiologi yang telah mendapatkan pendidikan formal bidang radiologi sesuai
dengan kompetensinya.
5. Semua pekerja radiasi yang melakukan pemeriksaan medic radiasi diharuskan
memakai personal monitoring yang secara berkala diukur besarnya paparan radiasi
yang diterima oleh setiap pekerja radiasi dan dicatat pada lembar catatan dosis pribadi
bersama catatan medic pekerja radiasi.
a. Nilai batas dosis (NBD) bagi pekerja yang terpajan radiasi sebesar 50 mSv
(mill Sievert) dalam satu tahun.
b. NBD bagi masyarakat yang terpajan sebesar 5 mSv dalam satu tahun.
6. Pemeriksaan dan tindakan radiasi medic harus mendahulukan pada pasien dengan
kasus “cyto” sebagai upaya life saving sesuai dengan prosedur pelayanan kedaruratan
medic.
7. Pemeriksaan dan tindakan radiasin medic yang menggunakan bahan kontras
radiografi guna kepentingan medis harus diamasukkan melalui intravascular hanya
dapat dilakukan dengan surat persetujuan pasien (consent inform).
8. Semua pemeriksaandan tindakan radiasi medic yang menggunakan bahan kontras
hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis radiologi dan tenaga kesehatan bidang
radiologi sesuai dengan batas kewenangannya. Atau kalau tidak tersedia hanya dapat
dilakukan oleh dokter spesialis lainnya yang diberikan kewenangan oleh direktur RS.

Standar Prosedur Pemeriksaan Radiografi Diagnostik


1. Pemeriksaan radiografi untuk tujuan diagnostic hanya dilakukan sesuai dengan
permintaan yang tercantum pada formulir permintaan pemeriksaan radiologi.
2. Pemeriksaan radiografi hanya dapat/boleh dilakukan oleh radiographer yang telah
memiliki surat izin radiographer dan surat izin bekerja yang dikeluarkan oleh Menteri
Kesehatan RI atau pejabat lain yang ditunjuk.
3. Setiap radiographer yang melakukan pemeriksaan radiografi selalu memakai personal
monitoring yang secara berkala harus diukur untuk mengetahui besarnya paparan
radiasi yang diterima dalam selang waktu tertentu dan hasil paparan radiasi tersebut
tercatat dalam lembar catatan dosis pribadi.
4. Pemeriksaan dan tindakan radiografi melalui pemilih factor eksposi yang optimal,
posisi dan centrasi yang sesuai dengan jenis dan tujuan pemeriksaan dengan
memperhatikan limitasi dosis dengan cara membuat luas lapangan penyinaran yang
digunakan sesuai dengan besar/luas objek yang diperiksa.
5. Setiap hasil pemeriksaan secara radiografi selalu sesuai dengan image criteria yang
telah ditentukan.
6. Sebelum eksposi dilakukan, pastikan bahwa tidak ada seorangpun kecuali petugas
kamar radiasi berada di ruang radiasi dan pintu masuk kamar radiasi sudah terkunci
sehingga tidak memungkinkan orang lain masuk.
7. Untuk pemeriksaan dengan bahan kontras pastikan bahwa formulir consent inform
telah ditandatangani oleh pasien/keluarga pasien.
8. Pastikan bahwa persiapan untuk menanggulangi keadaan darurat medic akibat
pemasukan bahan kontras telah tersedia sebelum pemeriksaan dilakukan, termasuk
tabung oksigen termasuk maskernya.
2.2. Alur Pelayanan
- Poliklinik
- Bagian/Inst. Lain
PASIEN
- Dr. Praktek
- Puskesmas

ASKES/
Umum
Jamsostek/JPS

Loket Radiologi

Nomor Rekam Medik

Ruang Pemeriksaan

Processing Film

Identifikasi Foto

Interpretasi

Hasil

2.3.Alur Sirkulasi Kegiatan

2.4.Kebutuhan Ruang
2.4.1. Ruang Utama
1. Ruang penyinaran dengan bahan kontras\
Ruang tempat penyinaran atau radiasi pasien yang menggunakan bahan kimia
berbentuk padat, cair dan gas yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien yang akan
diperiksa untuk memperoleh perbedaan densitas optic pada film (kontras
radiologi).
2. Ruang penyinaran tanpa bahan kontras
3. Ruang operator
Ruang tempat petugas mengoperasikan dan mengontrol peralatan radiografi pada
saat peralatan bekerja.
4. Ruang ganti pakaian
Ruang tempat pasien berganti pakaian dan menyimpan barang milik pribadi.
5. Kamar gelap (ruang prosesing film)
Ruang tempat memproses film, terdiri dari 2 area; daerah basah dan daerah kering.
6. Ruang baca film
Ruang tempat membaca film hasil diagnosis.
7. Ruang sanitasi
Ruang tempat membaca film hasil diagnosis.
8. Ruang perencanaan dosis
Ruang tempat merencanakan dosis radiasi/penyinaran.
2.4.2. Ruang pengunjung
1. Ruangan tunggu pasien
Ruangan pasien radiologi dan pengantar pasien menunggu diberikannya
pelayanan medic.
2. Ruang administrasi dan rekam medis
Ruangan untuk staf melaksanakan tugas administrasi dan personaliadan ruangan
untuk penyimpanan sementara berkas film pasien yang sudah dievaluasi.
3. Loket pendaftaran, pembayaran, dan pengambilan hasil
Ruang tempat pasien melakukan pendaftaran, bisa sekaligus sebagai tempat
pembayaran setelah diberikan pelayanan radiologi dan sebagai tempat mengambil
hasil pemeriksaan.
4. Ruang konsultasi dokter
Ruangan tempat pasien konsultasi medis dengan Dokter spesialis radiologi.
5. Ruang ahli fisika medis
Ruang tempat istirahat para ahli fisika medis.
6. Ruang kepala instalasi radiologi
Ruang tempat kerja kepala instalasi radiologi dan tempat istirahat.
7. Ruang jaga dokter
Ruang jaga dan istirahat dokter dilengkapi dengan sofa/tempat tidur, wastafel, dan
toilet.
8. Ruang jaga radiographer
Ruang jaga dan istirahat radiographer dilengkapi dengan tempat tidur/kursi/sofa.
9. Gudang penyimpanan berkas
Ruang tempat menyimpan hasil-hasil pemeriksaan pasien/berkas film pasien yang
sudah dievaluasi.
10. Ruang utilitas instalasi radiologi
Ruangan-ruangan utilitas bangunan Radiologi seperti Ruang Panel, Ruang Pompa,
Ruang AHU, Ruang Mesin lainnya termasuk Saf serta daerah lift, Ramp, dan
Tangga yang berfungsi menunjang kegiatan pelayanan kesehatan di Instalasi
Radiologi.
11. Dapur kecil (pantry) dan ruang makan kecil
Ruangan untuk melakukan kegiatan dapur bersih (misalnya: menghangatkan,
menyeduh, dan membuat sajian) bagi (umumnya) Petugas Instalasi Radiologi
maupun untuk menyantap hidangan makanan dan minuman ringan dengan adanya
meja makan kecil untuk kapasitas (umumnya maksimal) 4 (empat) orang Petugas
Instalasi Radiologi.
12. Ruang kebersihan instalasi radiologi
Ruangan tempat petugas kebersihan (Cleaning Service) mempersiapkan peralatan
kerjanya, menyimpan bahan kebutuhan kebersihan dan membersihkan
peralatannya.
BAGIAN 3
PERSYARATAN FASILITAS

3.1.Persyaratan Sarana Ruang Radiologi


3.1.1. Persyaratan Umum
A. Perizinan
1. Setiap pengelola yang menyelenggarakan pelayanan radiasi harus mempunyai izin
operasional pemanfaatan radiasi yang diterbitkan oleh BAPETEN (Badan
Pengawas Tenaga Nuklir) yang diterbitkan apabila semua persyaratan
pemanfaatan radiasi telah terpenuhi, yaitu:
 Radiasi bocor tabung tidak lebih dari 100 mR/jam pada jarak 1 meter dari
focus.
 Tersedianya lampu luas lapangan penyinaran dan diafragma yang berfungsi
dengan baik.
 Tingkat paparan radiasi di daerah-daerah yang diperkirakan akan selalu
ditempati oleh pekerja radiasi atau masyarakat menunjukkan tingkat paparan
radiasi yang aman.
 Tersedianya tanda-tanda adanya bahaya radiasi yang dapat dilihat dengan
jelas.
2. Pelaksanaan pembangunan bangunan Kedokteran Nuklir di RS harus memenuhi
Ketentuan dan Persyaratan Izin Mendirikan Bangunan yang dikeluarkan oleh
Pemda setempat.
3. Dalam pelaksanaan pembangunannya perlu diadakan pemeriksaan berkala yang
dilakukan oleh instansi yang berwenang bersama pihak-pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan pembangunan bangunan Kedokteran Nuklir di RS.
4. Bila dalam pemeriksaan berkala terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan
perizinan yang diperoleh maka harus dilakukan perbaikan, perubahan dan atau
penggantian seperlunya.
5. Apabila bangunan radiologi, instalasi kelengkapan serta peralatannya telah selesai
dilaksanakan dengan baik, maka sebelum dipergunakan harus memperoleh izin
Pemakaian Zat Radioaktif dari BATAN dan Izin Penggunaan Bangunan dari
Pemda setempat.
6. Izin pemakaian/penggunaan berlaku untuk jangka waktu tertentu dan dapat
diperbaharui kembali bila izin telah habis masa berlakunya.
7. Untuk mendapatkan izin pemakaian/penggunaan yang baru atau perpanjangan izin
pemakaian/penggunaan harus dilakukan tahapan sesuai dengan butir 1 s/d 4
tersebut di atas.
3.1.2. Persyaratan Besaran Ruang
Ukuran ruang minimum tergantung pada peralatan yang diperlukan dan kenyamanan
gerak pengguna didalam pengoperasiannya.
Table 1 Ukuran Minimum Ruang-ruang pada Instalasi Radiologi
Ukuran Tinggi
No. Ruang Keterangan
(m2) (m)
A. RUANG UTAMA Dibedakan untuk
1. R. Penyinaran 24 3,00 pria dan wanita
2. R. Ganti Pakaian 2 2,85 Digabungkan dg R.
3. R. Operator 4 2,85 Penyimpanan
4. Kamar Gelap 6 2,85
5. R. Sanitasi 2 2,85
6. R. Baca Film 24 2,85
B. RUANG PENUNJANG
1. R. Tunggu Pasien +Lobby 48 2,85
2. R. Administrasi & Rekam Medis 24 2,85
3. Loket pendaftaran, pembayaran, & 16 2,85
pengambilan hasil
4. Ruang konsultasi dokter 9 2,85
5. Ruang ahli fisika medis 9 2,85
6. Ruang kepala instalasi radiologi 12 2,85
7. Ruang jaga dokter 9 2,85
8. Ruang jaga radiographer 9 2,85
9. Gudang penyimpanan berkas 16 2,85
10. Dapur kecil (pantry) & ruang makan 6 2,85
kecil

3.1.3. Persyaratan Teknis Komponen Sarana Ruang Radiologi


A. Persyaratan teknis ruang penyinaran/radiasi
1. Bahan Bangunan
a. Jenis bahan yang dipilih untuk dipakai sebagai pelindung radiasi harus
memiliki minimal dua sifat dasar sebagai berikut :
 Tidak mudah terkontaminasi oleh zat radioaktif yang dapat menembus
permukaannya sehingga sukar dibersihkan;
 Setiap pengotoran yang terjadi dapat dengan mudah dibersihkan tanpa
merusak permukaanya.
b. Sehubungan dengan poin a di atas, lapis akhir permukaan bahan harus
memiliki sifat :
 Halus, keras, dan tidak porous
 Tahan terhadap pengaruh zat kimia
 Tidak bereaksi secara kimiawi baik terhadap zat pengotor maupun
terhadap zat pembersih
 Tidak memiliki sambungan yang memungkinkan penampungan kotoran
dan menimbulkan ketebalan yang tidak sama
 Semua bahan yang digunakan harus memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan dalam SII, dan sesuai dengan Spesifikasi Bahan Bangunan
c. Oleh karena radiasi dengan dosis besar dapat merubah sifat fisik bahan
bangunan, maka untuk bagian-bagian yang akan terkontaminasi dengan dosis
tinggi, dianjurkan memakai bahan keramik atau baja tahan karat (stainless
steel)
d. Dalam setiap bangunan radiasi, lantai dan permukaan kerja adalah bagian
yang paling banyak dipakai. Oleh karena itu, untuk bahan lantai dan
permukaan kerja, sangat penting memperhatikan dipenuhinya persyaratan
mengenai ketahanan terhadap aus, ketahanan terhadap pukulan dan ketahanan
terhadap pengaruh zat kimia. Kegagalan dalam memenuhi salah satu
persyaratan ini akan merugikan sifat mudahnya bahan dibersihkan dari zat
pengotor. Beberapa contoh bahan yang dapat dipakai untuk lantai dan
permukaan kerja dapat dilihat pada table di bawah :
Tabel 2 Contoh Bahan untuk Lantai

No. Jenis Bahan Kondisi Pemakaian


1. Ubin Keramik Keras Dipasang dengan perekat resin yang tidak porous dan
(fullyvertrified ceramic bebas pengaruh zat kimia.
tiles) Sebelum dipasang harus diuji kemudahannya untuk
dibersihkan
2. Plesteran resin sintesis Untuk resin epoksi dan polyester dengan bahan pengisi
dengan bahan pengisi yang mengandung silica atau alumina, biasanya
bersifat inert digunakan untuk :
- Beban berat, dengan ketebalan antara 3-6 mm
- Beban ringan, dengan ketebalan antara 0,5 mm
3. Bahan yang mengandung Dipakai di tempat yang basah atau tempat penampungan
aspal dan tidak untuk menahan berat, menahan ausan, atau
menampung bahan-bahan berupa minyak, pelarut organic,
atau yang sejenisnya. Suhu kerja tidak boleh terlalu
tinggi atau terlalu rendah.
Bahan ini biasanya dipakai untuk ketebalan minimum 20
mm tanpa sambungan. Bahan pengisi yang dipakai harus
bersifat inert (tidak bereaksi secara kimia), terikat baik,
tidak porus dan rata permukaannya.
4. Lembaran PVC dengan Dipakai untuk menutup lekukan (coving) dan lantai
kadar PVC polimer minimal lorong (pedestal) dsb. Sambungan dilaksanakan dengan
30% berat proses las memakai udara panas. Lembaran PVC ini
tidak dipakai untuk menahan beban berat, menahan aus
dan di tempat yang menggunakan cairan organic.
5. Lembaran linoleum Lembaran Linoleum bermutu baik dengan sambungan
tertutup dapat dipakai di area dengan kegiatan relatif
kecil. Kemudahannya dibersihkan tergantung pada lapis
permukaan ausnya.
6. Cat lantai dari jenis epoksid Dipakai untuk mengecat lantai di daerah yang jarang
atau poliuretan dilalui. Permukaan lantai, sebelum di cat, harus halus dan
kering. Tebal lapisan cat kering minimal 0,13 mm.
7. Timbal/kaca timbal Dinding antara r. perawatan dan r. operator dan pintu-
pintu.

Tabel 3. Contoh Bahan untuk Permukaan Kerja


No. Jenis Bahan Kondisi Pemakaian
1. Panil berlapis melamin Panil-panil berlapis dengan permukaan diberi lapisan
(lamina tes) resin melamin untuk tempat dengan keasaman dan
kebasaan sedang. Ketahanannya terhadap ausan dan
terhadap panas lebih baik dibandingkan permukaan yang
hanya diberi lapisan cat.
2. Baja tahan karat (stainless Dipakai untuk keadaan yang akan mengalami gesekan
steel) (abrasi), panas, dan penggunaan cairan secara tetap.
Permukaannya harus dipoles tidak mengkilap (buffed).
Dalam keadaan tertentu, pembersihan dilakukan memakai
obat gosok.
e. Lapis permukaan berupa cat dapat dipakai untuk permukaan dinding dan
langit-langit yang menuntut persyaratan ketahanan yang tidak terlalu tinggi
terhadap keausan dan gesekan (abrasi). Mengingat komposisi penyusunan
bahan cat dapat berbeda satu sama lain, maka sifat mudahnya dibersihkan dari
kotoran yang menempel dan juga dapat berlainan. Adapun jenis cat yang
dipakai, permukaan dinding atau langit-langit harus menampakkan lapisan
akhir cat yang mengkilap, halus, licin, rata, dan tidak berpori.
Beberapa contoh system pengecatan yang tahan zat kimia dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 4. Contoh Sistem Pengecatan Yang Tahan Zat Kimia


No. Jenis Bahan Kondisi Pemakaian
1. Cat dengan bahan dasar Panil-panil berlapis dengan permukaan diberi lapisan resin
karet khlor (chlorinated untuk tempat dengan keasaman dan kebasaan sedang.
rubber based paints) Ketahanannya terhadap ausan dan terhadap panas lebih baik
dibandingkan permukaan yang hanya diberi lapisan cat.
2. Cat dengan bahan dasar Yang banyak dipakai ialah yang disajikan dalam dua
resin epoksi kemasan, jenis ini dipakai untuk sifat-sifat tahan aus, tahan
suhu tinggi, dan tahan terhadap beberapa jenis zat kimia.
Cat ini tahan terhadap zat organic, tetapi dapat terkelupas
oleh air murni dan tidak tahan terhadap larutan asam
mineral pekat. Suhu kerja maksimum 80o – 100o C.
3. Cat dengan bahan dasar Yang banyak dipakai ialah yang disajikan dalam dua
poliuretan kemasan. Komposisi penyusunnya bermacam-macam.
Sifatnya sama dengan system cat epoksi, hanya saja lebih
tahan terhadap air murni, dan dapat terserang oleh zat-zat
kimia tertentu.

f. Permukaan dinding dan langit-langit yang mungkin terkena pengotoran ringan


pada waktu-waktu tertentu dapat dilapisi dengan cat yang biasa dipakai dari
jenis alkid. Permukaan cat ini cukup awet dan dapat dibersihkan memakai air
pencuci atau deterjen encer berulang kali tanpa rusak. Jenis-jenis cat resin
alkid ini tidak boleh dipakai di lingkungan yang bersifat basa.
g. Permukaan dinding dan langit-langit yang diperkirakan akan mengalami
kontaminasi berat harus dilindungi dengan system pelapisan cat yang tahan
terhadap zat kimia.
h. Karena berbagai alas an termasuk perlindungan bahan-bahan lain dari
kemungkinan dikotori oleh zat kimia atau perlindungan terhadap kegiatan fisik
yang mungkin mengganggu, atau bahkan semata-mata demi memudahkan
pekerjaan dimungkinkan pemakaian bahan-bahan pelindung radiasi yang
bersifat sementara. Bahan pelindung sementara disini ialah bahan pelindung
radiasi yang sifatnya tidak permanen, yang biasanya perlu diperbaharui pada
akhir dari suatu pekerjaan tertentu atau bila bahan tadi menjadi tercemar.
i. Bahan pelindung sementara terhadap radiasi dapat berupa salah satu dari
kedua bentuk berikut ini :
a. Lapis yang dapat dikelupas
Untuk kebanyakan tujuan perlindungan, dipakai jenis pelindung dari
polivynil asetat atau polivynil khlorida yang dipasangkan dengan cara
semprotan, atau pemulasan atau pencelupan. Tabel lapisan pelindung ini
minimal 0,25 mm, bila tidak diperlukan lagi, lapis pelindung dapat
dilepaskan dengan cara mengelupasnya. Bahan pelindung dari jenis lain
dapat dipakai setelah mendapat persetujuan dari Laboratorium Penguji
yang berwenang.
b. Lembaran tipis dan film
Termasuk kelompok ini ialah bahan polyolefin dan PVC haruslah 100%
dari jenis polimer atau dalam hal PVC, mengandung bahan pengikat
sekecil mungkin. Jenis kertas yang banyak dipakai ialah jenis kertas
dengan pengikat serat sisa di bagian tengahnya. Semua bahan ini
dilekatkan memakai perekat pita PVC, terutama untuk melindungi
permukaan yang kerataannya tidak beraturan.
2. Konstruksi Dinding
a. Ketebalan dinding penahan radiasi primer adalah salah satu batu bata dengan
plesteran sehingga tebal dinding 25 cm atau beton setebal 15 cm.
b. Penahan radiasi (primer) setara dengan timah hitam (Pb) setebal 2 mm.
c. Ketebalan dinding penahan radiasi hambur adalah pasangan setengah bata
dengan pleseteran sehingga tebal dinding 15 cm.
3. Pintu dan Jendela
a. Pintu kayu termasuk kusennya harus dilapisi dengan timah hitam (Pb) setebal
2 mm.
b. Jendela harus setinggi 2 (dua) meter dari lantai sebelah luar.
c. Pintu harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak ada orang dapat
masuk ruangan radiasi tanpa sepengetahuan operator selama mesin sinar-X
tersebut sedang bekerja.
d. Semua lubang pintu atau panil untuk masuk ke ruangan mesin sinar-X atau
cabinet harus menggunakan sakelar interlock, agar instalasi tabung mesin
sinar-X tidak berfungsi selama pintunya belum tertutup dengan baik.
e. Pada hubungan daun pintu dengan kusen pintu, skoningnya harus terbungkus
dengan rapi sedemikian rupa sehingga sinar-X yang lolos melalui celah-celah
pintu tersebut dapat dikurangi dan sinar-sinar yang lolos ini ke ruangan-
ruangan di sekitarnya seperti cabinet dan sebagainya berada di bawah limit
radiasi yang diizinkan.
f. Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan harus dipasang lampu merah yang
menyala pada saat pesawat dihidupkan (lampu peringatan tanda bahaya
radiasi).
4. Lantai : licin, mudah dibersihkan dan kuat tahan asam/basa
5. Ketentuan ruangan tersebut di atas hanya boleh dipasang satu pesawat rontgen
dalam satu ruangan.
6. Ruang pemeriksaan harus dilengkapi dengan system pengaturan udara sesuai
kebutuhan.
7. Pada tiap-tiap sambungan konstruksi, harus diusahakan agar terjadi kontinuitas
hubungan kontak antara bagian konstruksi secara tidak langsung, sehingga tidak
akan terjadi suatu hubungan konstruksi yang terputus. Karena suatu konstruksi
detail tumpang tindih sangat tidak praktis dan bila memang terpaksa harus
dipakai, maka ketebalannya harus lebih besar dari ¼ seluruh ketebalan sekat
tersebut. Ini diterkecualikan bila detail arsitekturnya dapat menunjukkan suatu
system khusus yang aman dengan gambar yang jelas dan lengkap dengan hasil-
hasil sketsa perhitungannya. Detail konstruksi ini harus didokumentir agar dapat
dipertanggungjawabkan bila terjadi bencana radiasi akibat kesalahan konstruksi
dan detail, atau bila diperlukan untuk suatu perubahan bentuk dan konstruksi.
8. Pada sambungan-sambungan antara dua bahan yang saling berbeda seperti timah
hitam dan beton, diperlukan perhatian khusus untuk menghindari kebocoran sinar-
sinar tersebut akibat pantulan dan hamburan sinar (Scattering) melalui bahan-
bahan yang lebih ringan.
9. Pada bagian sambungan dimana terdapat pertemuan yang tidak segaris dengan
timah hitam, harus dibuatkan konstruksi khusus, sehingga dapat membuat
sambungan tersebut mempunyai nilai keamanan yang sama dengan dinding yang
berlapis timah hitam atau dinding dari timah hitam.
10. Semua konstruksi sudut pada konstruksi desain dan arsitektur sinar-X ini, harus
mempunyai persyaratan keamanan, seperti juga pada ruangan-ruangan tertutup
terhadap bentuk yang memenuhi persyaratan untuk suatu ruangan radiasi dalam
arsitektur sinar-X dan nuklir.
11. Dalam desain ruangan instalasi sinar-X, maka ketelitian dan perhatian khusus
harus diberikan pada lubang-lubang dengan jumlah dan ukuran dibatasi sekecil
mungkin sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan pada dinding-dinding
pelindung dan lubang menuju kea rah ruangan tertutup yang harus bebas dari
kebocoran sinar-X (yang dimaksud dengan lubang-lubang ialah lubang pintu,
lubang kunci, lubang ventilasi udara, jendela, panil-panil dan sebagainya.
12. Pelindung atau perisai timah hitam jangan sampai berlubang akibat paku, rivet,
baut atau sekrup, terkecuali bila untuk ini dibuatkan suatu konstruksi khusus yang
menjamin tidak adanya kebocoran dinding pelindung atau perisai yang tidak
berlubang.
13. Pada semua konstruksi untuk ruangan instalasi sinar-X semua bukaan dan lubang-
lubang pada perisai pelindung harus disediakan penghalang sedemikian rupa
sehingga radiasi yang dipantulkan atau dihamburkan tidak akan melampaui batas
radiasi yang dipancarkan (Transmitted) oleh perisai itu sendiri.
14. Lubang-lubang pada perisai pelindung timah untuk pipa-pipa, duct, dan tube
kousing tidak lebih rendah nilainya terhadap batas nilainya terhadap batas
ekuivalensi yang diperuntukkan bagi dinding pelindung atau perisai dimana mesin
sinar-X tersebut.

B. Persyaratan teknis kamar gelap


1. Konstruksi dinding
a. Ketebalan dinding satu bata (25 cm) atau tingkat laju paparan radiasi di
dalam kamar gelap 0,25 uSv/jam.
b. Dilengkapi Cassette Passing Box yang dilapisi Pb.
c. Dinding harus licin, tidak menyerap air dan berwarna pink (merah bata).
2. Lantai
Tidak licin, terbuat dari ubin yang di dilapisi oleh lynolium yang tidak
menyerap air, dan tidak bereaksi dengan cairan kimia bahan prosesing film
sehingga mudah dibersihkan.
3. Langit-langit
a. Tinggi minimal 3 meter
b. Dilengkapi dengan exhause fan yang kedap cahaya untuk mengalirkan
udara dari dalam ke luar kamar gelap.
4. Ruang kamar gelap
Ruang kamar gelap terdiri dari daerah basah dan kering :
a. Daerah basah
Di ruang ini dipasang satu unit alat prosesing film manual dan atau unit
alat processing film otomatis.
Dilengkapi dengan fasilitas :
1. Air bersih yang mengalir dengan system drainase yang baik.
2. System aliran udara yang memungkinkan udara mengalir dari dalam
keluar kamar gelap.
3. Lampu penerangan yang cukup memadai.
4. Safe light sesuai standart.
5. Rak gantungan film sebagai alat untuk mengeluarkan film yang telah
diproses tanpa harus masuk ke dalam kamar gelap (untuk proses yang
manual).
6. Lemari tempat penyimpanan cassette dan box film yang akan dan
sudah dipakai.
7. Meja kerja yang cukup untuk menaruh cassette dengan ukuran yang
paling besar pada waktu mengeluarkan dan mengisi film.
8. Tempat gantungan film/hanger, untuk setiap ukuran yang akan dipakai.
9. Lap tangan yang kering dan tempat gantungan lap tangan,
dipergunakan agar tangan petugas selalu kering.
b. Daerah kering
Dilengkapi dengan fasilitas :
1. Alat kamera identifikasi film.
2. Alat pengering film dengan kapasitas minimal 10 film.
3. Satu buah viewing box film (light case) dengan lampu penerang dari
neon (TL) yang mempunyai daya 20 watt untuk melihat dan
mengevaluasi hasil radiografi.

3.2. Persyaratan Prasarana Ruang Radiologi


3.2.1. Persyaratan Listrik
A. Penyediaan Listrik
Sistem penyediaan listrik menggunakan saluran kabel langsung jenis NYY atau
NYFGBY (kabel tanah empat inti) dari panel induk utama RS ke panel instalasi
radiologi. Mengingat peralatan radiologi menggunakan daya listrik yang cukup besar
dengan waktu yang singkat, perhitungan daya listrik harus dilakukan secara seksama.
Untuk menjamin tersedianya daya listrik terus menerus, disediakan sumber daya
cadangan berikut sistemnya yang dapat mengatur dan memantau suplai daya listrik.
Sumber suplai tenaga listrik yang disediakan untuk instalasi radiologi adalah :
1. PLN sebagai suplai utama
2. Generator Set (Genset) sebagai supali cadangan apabila terjadi gangguan PLN
dengan selang waktu maksimal 15 menit.
3. UPS (Un-Interruptable Power Supply) atau NBS (No Break Set) sebagai suplai
cadangan selama genset belum berfungsi.

UPS

PLN INSTALASI
PANEL INDUK
GENSET UTAMA RADIOLOGI

B. Sistem Distribusi Listrik


1. System distribusi listrik menggunakan system radial pada tegangan 400 volt
dengan tegangan jatuh (Voltage Drop) tidak melebihi 5%, sedangkan Breaking
Capasity dari breaker yang dipakai adalah pada nilai di atas arus hubungan singkat
(lsc).
Jika memungkinkan, jarak dari panel induk utama ke panel gedung radiologi tidak
melebihi 50 meter.
2. Penyaluran listrik ke peralatan radiologi menggunakan kabel jenis NYFGBY (jika
ditanam dalam tanah) atau jenis NYY (jika tidak ditanam), dengan ukuran yang
sesuai dengan kapasitas daya yang diperlukan peralatan dari panel induk ke panel
radiologi dan dari panel radiologi ke panel alat. Sedangkan catu daya listrik ke
penerangan terpadu, film processor, computer dan data system imaging mendapat
catu daya listrik UPS/NBS.
C. Sistem Pengamanan Listrik
Dengan tetap mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak terkait khususnya
seperti IEC (InternationalElectrotechnica Commissioning), Standar Listrik Indonesia
(SLI), Standar PLN (SPLN) dan lain-lain.
1. Pengamanan Jaringan
Kapasitas daya terpasang tergantung pada besar daya pesawat X-Ray, system
tegangan yang digunakan 3 phase 220 Volt/380 Volt dengan frekwensi 50 Hz atau
1 phase 220 Volt. Kerugian tegangan yang ditimbulkan sebagai akibat dari jarak
jaringan atau pengaruh induksi diukur mulai dari titik sekunder trafo yang ada di
RS/lingkungan RS sampai dengan panel peralatan radiologi. Toleransi jatuh
tegangan diizinkan untuk peralatan radiologi maksimum 6,8%. Untuk
mengamankan jaringan dari kerugian yang besar dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Memperpendek jarak peralatan radiologi dengan trafo/meter PLN.
b. Menyediakan saluran/line khusus kabel untuk peralatan radiologi.
c. Memperbesar diameter/ukuran kabel yang digunakan untuk peralatan
radiologi.
2. Pengamanan Peralatan
Pengamanan peralatan radiologi dari arus bocor, maka system pembumian yang
menggunakan kabel BC dengan diameter minimal 16 mm dan pada ujung kabel
dipasang elektroda.
Kabel BC dan elektroda dimasukkan ke dalam pipa galvanis yang terlebih dahulu
di solder dan kemudian di cor untuk mencegah korosi. Nilai tahanan yang
dikehendaki adalah seperti tabel berikut :
Tabel 5. Nilai Tahanan Tanah
Kapasitas pesawat Rontgen (mA) Tahanan Tanah (Ohm)
30 0,5
60 0,5
100 0,3
200 0,2
300 0,1
500 0,1
600 0,1

Nilai tahanan (resistansi) antara alat dan titik pembumian maksimum 0,15 Ohm.
Pihak RS setidaknya melaksanakan pengukuran nilai pembumian secara berkala
setiap setahun sekali untuk menjamin nilai resistansi pembumian sesuai ketentuan.
Apabila nilai resistansi tidak dapat dicapai dengan 1 buah elektroda, maka dapat
dilakukan dengan beberapa elektroda.
3. Pengamanan Personal
Pengamanan terhadap kejut listrik dilaksanakan dengan membuat pembumian dan
adanya isolasi dasar peralatan (untuk peralatan kelas II isolasi ganda).
4. Pengamanan Bahaya Mekanik
Peralatan radiologi tidak boleh menimbulkan bahaya mekanik terhadap pasien,
operator dan lingkungan sekitar. Operator harus memeriksa secara berkala
berfungsinya alat keselamatan dan atau alarm yang telah ditentukan di dalam
petunjuk penggunaan.
3.2.2. Persyaratan Percahayaan
Kriteria pencahayaan untuk pelayanan radiodiagnostik adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Kriteria pencahayaan untuk pelayanan radiodiagnostik
KATEGORI
NO. NAMA RUANGAN KETERANGAN
PENCAHAYAAN (LUX)
1. Ruang Pemeriksaan 500-750-1000
2. Ruang Loket 100-150-200
3. Ruang Medical Record 100-150-200
4. Ruang Konsultasi Dokter 100-150-200
5. Ruang Kamar Gelap 20-30-50
6. Ruang Jaga Radiologi 100-150-200
7. Ruang Tunggu Pasien 100-150-200
8. Ruang Gudang Film 50-75-100
9. Ruang Istirahat 100-150-200
3.2.3. Persyaratan Air Bersih
Penyediaan air untuk instalasi radiologi dibedakan atas air untuk keperluan air bersih
dan air untuk processing film.
Persyaratan air bersih dalam buku Sphere Project, 2004 yang merupakan persyaratan
air bersih untuk instalasi radiologi adalah :
1. Secara fisik air bersih tidak boleh Berbau, Berwarna, Berasa.
2. Air bersih tidak boleh mengandung desinfektan dengan kadar > 5 NTU.
3. Air bersih tidak boleh mengandung paparan radioaktif maupun kimia (khususnya
untuk zat-zat kimia yang tidak seharusnya ada di air bersih).
4. Air bersih tidak boleh mengandung kontaminasi dari mikroorganisme seperti
Faecal Coliform Bacteria (umumnya >99% ialah E. Coli Bacteria)
5. Air bersih tidak boleh mengandung mikroorganisme tumbuh-tumbuhan yang
dapat menyebabkan lumut atau jamur.
6. Air bersih juga harus terhindar dari Virus atau Kuman yang dapat menyebabkan
Diare ataupun Tipus (Human Diarrhea & Therefe).
Sedangkan persyaratan air processing adalah persyaratan air minum ditambah
persyaratan tertentu sesuai dengan metode prosesnya (manual atau otomatis). Air
processing harus tersedia dan dapat mengalir secara terus menerus.
3.2.4. Persyaratan Pengkondisian Udara (Heating Ventilation & Air Conditioning (HVAC)
dan Kebisingan Ruangan
3.2.5. Persyaratan pengkondisian udara ditujukan untuk memberikan kenyamanan dan
sebagai sarana pertukaran udara bagi pasien dan petugas kesehatan di ruang radiologi.
Beberapa persyaratan yang dapat dijadikan acuan antara lain :
1. Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22-26oC dengan tekanan seimbang.
2. Kelembaban udara pada ruang radiasi/pemeriksaan/penyinaran ialah antara 45-
60%
3. Kecepatan udara (Air Flow Speed) dalam Dukting Distribusi Udara (Air Ducting
Distribution) yang ditiupkan oleh Blower dari AHU (Air Handling Unit) pada AC
tipe Sentral ataupun Package sebaiknya tidak kurang dari 0,15 m/detik.
4. Saluran pengambilan udara (Air Intake Ducting) untuk AHU (Air Handling Unit)
di instalasi radiologi, minimal berjarak 0,9 m (90 cm) dari atap serta berjarak
sekurang-kurangnya 750 cm dari area Exhauster Bangunan ataupun Area-area
Pembakaran di RS (seperti Insenerator ataupun Pembakaran Sampah)
5. Pemasangan Indoor Unit berupa Intake Diffuser (untuk AC Sentral) ataupun
penghawaan mekanis di ruang radiologi seperti Exhauster Fan, Window AC,
Indoor Unit AC-Split harus dipasang pada ketinggian minimal 200 cm dari muka
lantai atau minimal 20 cm dari langit-langit.
6. Pembersihan pengkondisi udara buatan di ruang radiologi untuk Indoor Unit yang
ada minimal dilakukan pembersihan dengan disinfektan aerosol (resorcinol,
trietylin glikol) sebanyak 1x sebulan.
7. Pemantauan kualitas udara di ruang radiologi sekurang-kurangnya dilakukan 2x
setahun (tiap 6 bulan) dengan pengambilan contoh (sample) dan pemeriksaan
parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas).
3.2.6. Persyaratan Transportasi dan Sirkulasi Vertikal dan Horisontal
1. Pembagian ruangan dan sirkulasi dalam ruangan di desain sedemikian rupa
dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan sehingga memudahkan hubungan dan
komunikais antar ruangan serta menghindari resiko terjadinya kecelakaan dan
paparan radiasi.
2. Pengadaan instalasi lift dalam gedung radiologi harus disesuaikan dengan ketentuan
yang berlaku di rumah sakit.
3. Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi dengan sarana pencegah
kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh
pemakainya. Untuk lift 4 (empat) lantai harus dilengkapi dengan ARD (Automatic
Reserve Deviced) yaitu alat yang dpat mencari lantai terdekat bila listrik mati.
3.2.7. Kelengkapan Proteksi Kebakaran
Kelengkapan proteksi kebakaran harus sesuai dengan Panduan Pemasangan Sistem
Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Rumah dan Gedung SKBI-3.4444.55-1987 dan Metode Pemasangan Pemadam Api
RIngan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung
SNI-1746-1989-F.
3.2.8. Persyaratan Prasarana Telekomunikasi
Setiap ruang efektif harus dilengkapi dengan alat komunikasi seperti telepon atau
intercom supaya setiap petugas di dalam ruangan tersebut dapat berkomunikasi satu
sama lain dengan mudah.
3.2.9. Persyaratan Prasarana Limbah
1. Jenis dan Sumber Limbah
a. Limbah Cair
Limbah cair berasal dari :
 Sisa larutan yang dimasukkan, meliputi volume yang kecil kurang dari 1
ml dan aktivitas kurang dari 1 mCi.
 Ekskreta pasien, meliputi sekitar 2 l tinja dan urine setiap hari untuk setiap
pasien. Pengurangan aktivitas secara biologis menjadi 505 dalam tiga hari
pertama.
 Isi perut yang dimuntahkan, meliputi sekitar 100 ml dengan aktivitas
maksimumnya beberapa mCi
 Air bilasan yang dipakai membersihkan alat-alat meliputi volume yang tak
tertentu dengan aktivitas lebih kecil dari mCi
 Air bilasan dari pakaian yang terkontaminasi
b. Limbah Padat
Limbah padat berasal dari :
 Cucian yang terkontaminasi, meliputi handuk, linen dan baju tidur
untuk pasien yang mengeluarkan urine tidak sengaja dengan jumlah
aktivitas beberapa m Ci.
 Pakaian yang tidak terkontaminasi (alat suntik, gelas minum, piring,
dan sebagainya) mengandung sedikit kontaminasi pada bagian dalam
dari perlengkapan tersebut.
 Bahan pembungkus yang tekontaminasi mengandung aktivitas
beberapa mCi.

2. Penampungan Limbah Cair


a. Penampungan limbah cair dapat dilaksanakan dengan cara mempergunakan
saluran dan tangki penampung (yaitu bila volume daripada limbah besar) atau
dengan wadah. Wadah ini harus berupa botol plastik yang ditempatkan dalam
ember atau baki yang dapat menampung seluruh isi botol tersebut bila tumpah
atau bocor, kecuali untuk limbah yang mengingat sifat kimianya harus
ditampung dalam botol gelas. Wadah yang diberi bahan penyerap dapat
digunakan untuk menampung limbah cair sehingga menjadi bentuk padat.
b. Semua wadah penampungan harus diberi tanda yang jelas dengan tulisan
dan/atau warna yang menunjukkan maksud penggunaannya. Bilamana
mungkin perlu juga dicantumkan dan dicatat jumlah aktivitas yang ditampung
dalam setiap wadah atau tangki penmapung. Untuk dapat menentukan
golongan limbah sesuai dengan aktivitasnya maka perlu dicatat tingkat
penyinaran radiasi, aktivitas total, waktu paro dan sifat mudah terbakar atau
tidak.
c. Bilamana perlu, wadah-wadah penampungan harus diberi penahan radiasi.
d. Pemindahan limbah radioaktif dari tempat kerja hanya dapat dilaksanakan
oleh pekerja yang ditunjuk dan diawasi oleh Petugas Proteksi Radiasi.
e. Jumlah aktivitas dan jenis limbah ditampung, disalurkan ditanam atau cara
lain, harus dicatat.

3. Penampungan Limbah Padat


a. Wadah penampungan limbah radioaktif, harus selalu tersedia di setiap tempat
kerja yang menggunakan zat radioaktif yang diperkirakan menimbulkan
limbah radioaktif. Wadah penampungan sampah radioaktif dapat berupa tong
tertutup yang bagian dalamnya dilapisi dengan kantong plastik atau kertas
kedap air yang kuat dan mudah diambil supaya dengan demikian limbah padat
dapat dipindahkan tanpa menimbulkan kontaminasi tong tersebut sebaiknya
dapat dibuka dan ditutup dengan kaki.
b. Limbah padat yang mudah dibakar ditampung dalam kertas kedap air atau
kantong plastik tebal. Bahan-bahan tertentu seperti Polyvinyl Chlorida
(plastik), dengan volume yang besar harus ditampung tersendiri, karena bahan
tersebut menimbulkan gas asam pada waktu pembakaran dan besar
kemungkinannya menimbulkan karat pada baja dan komponen-komponen
instalasi pembakaran yang terbuat dari baja tahan karat.

4. Pengolahan Limbah Cair


Ekskreta yang telah menerima dosis rendah kurang dari 15 m Cid dan sudah tentu
berlaku untuk pasien diagnostik boleh disalurkan langsung ke system saluran
pembuangan biasa. Oleh karena itu, semua toilet di kamar pasien sebaiknya
dihubungkan langsung dengan system pembuangan kotoran biasa. Untuk 1-131
dosis tinggi yang jarang dipakai (misalnya untuk kanker kelenjar gondok) pasien
dapat menggunakan toilet yang didesain khusus dan memuat sebuah kantong
untuk tinja yang dengan mudah dapat diganti. Sejumlah deodorant yang cukup
banyak mencegah terjadinya gas dan bau. Pada selang waktu katakanlah satu hari,
kantong yang berisi deodorant tinja dan urine dibawa dalam wadah dengan
penahan radiasi ke gudang khusus dan isinya dituangkan ke dalam bak khusus
untuk faeces. Isi perut yang dimuntahkan diperlukan sebagai ekskreta. Sisa zat
radioaktif yang dimasukkan melalui mulut harus disimpan dalam botol berlapis
timbal dalam sebuah lemari asap, dan botol yang serupa juga disimpan dalam
gudang khusus apabila perlu.
Setiap alat yang digunakan selama pekerjaan itu atau untuk penampungan yang
lain diberi tanda dan tak boleh dibawa keluar ruangan tersebut. Dekontaminasi
harus dilakukan didalam kamar kerja khusus, air bilasan boleh mengalir ke dalam
saluran air biasa. Air dari mesin cuci dimana linen yang terkontaminasi
dibersihkan, diperlukan sama seperti di atas.

5. Pengolahan Limbah Padat


Semua linen yang telah dipakai selama penanganan sumber radioaktif terbuka
demikian pula seperti dari ruang rumah sakit dan kamar pasien harus diperiksa
terhadap kemungkinan adanya kontaminasi sebelum dikirim ke ruang cuci.
Linen yang terkontaminasi harus dikumpulkan dalam wadah yang diberi tanda
khusus di dalam sebuah gudang khusus dan dicuci di ruang tempat penyimpanan
sementara.
Linen yang tidak terkontaminasi boleh dicuci di ruang cuci klinik. Pakaian yang
terkontaminasi dikumpulkan dalam kantong plastik yang diberi tanda khusus dan
disimpan sampai aktivitasnya sudah hampir habis seluruh waktu dibakar dalam
incinerator rumah sakit sebagaimana halnya pakaian biasa. Perlengkapan yang
bersih yang telah ditanda dan tidak dibawa keluar ruangan boleh digunakan lagi.
Linen, jas dan sebagainya sekali pakai saat ini sudah banyak tersedia, dimana
setelah digunakan dan terus disimpan sampai aktivitasnya hampir meluruh maka
dapat diperlakukan sebagai sampah yang tidak aktif.

6. Penyimpanan Limbah Sebelum Dibuang


Dua kamar terpisah yang berventilasi baik harus disediakan karena diperlukan
untuk sampah radioaktif selama waktu yang diperlukan untuk meluruhkan
aktivitasnya. Tiap kamar harus berukuran sekitar 20 m2 dan harus mempunyai
pintu yang dapat dikunci dan diberi tanda khusus. Salah satu kamar harus
mempunyai sebuah lemari pendingin untuk menyimpan tinja dan bahan-bahan
terkontaminasi lainnya yang harus disimpan dalam kamar dingin. Kamar tersebut
harus juga mempunyai sebuah saluran pembuangan untuk tinja. Kamar yang lain
diperlengkapi dengan tempat penyimpanan barang-barang terkontaminasi. Disini
juga dapat disimpan wadah zat radioaktif yang diberi tanda, setiap label dibubuhi
tanggal kapan pembuangan dapat dilakukan. Bagian kamar yang masih kosong
digunakan untuk menyimpan barang-barang besar yang terkontaminasi seperti
tempat tidur, meja, kursi, dan kasur.

7. Sampah dari Laboratorium Radiokimia


Tidak ada aturan umum yang dapat dipergunakan untuk limbah yang
terkontaminasi dan laboratorium radiokimia. Bila C-14 dan tritium yang
digunakan, maka semua sisa dan sampah dari proses kimia harus disimpan dalam
wadah. Sudah tentu tangki tak dapat digunakan untuk sumber radiasi yang
berumur panjang, sebab meluruhnya lambat. Telah diketahui bahwa lebih tepat
bila sumber tersebut disimpan dalam kaleng kecil yang kemudian dikirim ke
tempat pembuangan limbah radioaktif. Apabila zat radioaktif berumur pendek
dengan aktivitas tinggi, harus dibuang, perlu lebih dahulu diukur tingkat
radiasinya sebelum dibuang, untuk menduga aktivitasnya yang dialirkan ke
system saluran air kotor, yang harus tidak melebihi batas mCi harian.
BAGIAN 4
MODEL DESAIN DAN PERENCANAAN RUANG RADIOLOGI

4.1.Model Perletakan Instalasi Radiologi Pada Rencana Tapak RS


Contoh Model 1

Anda mungkin juga menyukai