Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KESEHATAN KESELAMATAN KERJA (K3)

PADA BIDANG KEDOKTERAN NUKLIR

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK:

1. MUHAMMAD SAQRI AL FARUQ NPM : 21130221931


2. NUGRAAHAENI PUTRI NPM : 21130221932
3. NURIDAWATI NPM : 21130221933

PROGRAM DIV ALIH JENJANG


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah S.W.T Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami dari kelompok 11 Mahasiswa Alih Jenjang Sarjana Terapan Teknik
Pencitraan Mutakhir Poltekkes Jakarta II dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Imajing Radiologi Kedokteran Nuklir.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah K3 Imajing Radiologi. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) khususnya pada bidang Kedokteran Nuklir bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sriyatun, SKM, MKM dan Bpk Puji
Supriyono, S.ST,MHKes selaku dosen Mata Kuliah K3 Radiologi. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah
ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini dan membangun
kemampuan kami, agar kedepanya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi kami khususnya sebagai penulis.

“sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”

Jakarta, 11 September 2021

Tim Penulis,

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... i


Daftar Isi .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 3
2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja .......................... 3
2.2 Tujuan Penerapan K3 ............................................................... 3
2.3 Fiosofi K3 ................................................................................ 3
2.4 Kedokteran Nuklir .................................................................... 5
2.5 Peraturan Perundang-undangan tentang Kedokteran Nuklir ...... 5
2.6 Karakteristik Pelayanan Kedokteran Nuklir .............................. 6
2.7 Ruang Lingkup Pelayanan Kedokteran Nuklir .......................... 6
2.8 Falsafah Pelayanan Kedokteran Nuklir ..................................... 7
2.9 Program Jaminan Mutu............................................................. 8
2.10 Kriteria Fasilitas Pelayanan Kedokteran Nuklir ...................... 8
BAB III PENUTUP .................................................................................. 18
3.1 Kesimpulan ............................................................................. 18
3.2 Saran ........................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hal yang tidak terpisahkan
dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. K3 tidak saja sangat penting
dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh
dari itu K3 mempunyai dampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerja. Oleh sebab
itu isu K3 pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para
pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain,
pada saat ini K3 bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan
bagi setiap pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak
positif pada segala aspek kehidupan manusia misalnya dengan pemanfaatan tenaga nuklir
tidak hanya pada sektor industry tetapi juga pada sektor atau bidang ilmu kesehatan yang
mana dari pemanfaatan tenaga nuklir ini dapat membantu banyak orang untuk
mendapatkan terapi pengobatan yang modern guna bermanfaat dalam memulihkan
kondisi kesehatan pasien.
Sebanding dengan besarnya manfaat dari penggunaan Tenaga Nuklir dibidang
kesehatan juga di ikuti dengan potensi bahaya yang sangat besar jika tidak dilakukan
dengan tata laksana yang sesuai dengan standart yang telah ditetapkan. Mengingat
peristiwa Bencana Nuklir yang terjadi diberbagai belahan dunia, salah satunya yang
terbesar yang terjadi di Ukraina tepatnya di Chernobyl pada 29 April 1986 dengan korban
sebanyak 8,5 juta orang terpapar radiasi dengan 500 ribu orang meniggal sebab Isotop
Radioaktif yang dilepaskan dari kecelakaan tersebut 30 kali lebih tinggi di bandingkan
ledakan Bom Atom Hiroshima,Jepang, tahun 1945. Dari berbagai peristiwa kecelakaan
Nuklir tersebut menegaskan betapa pentingnya penerapan K3 pada Instalasi yang
memanfaatkan Tenaga Nuklir tidak terkecuali pada bidang kesehatan yang biasa kita
kenal dengan Kedokteran Nuklir, sehingga untuk meminimalisir atau bahkan
mentiadakan kejadian kecelakaan kerja yang berpotensi membahayakan bagi tidak hanya
petugas dan pasien tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungan serta unsur hidup lainnya.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis terapkan yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2. Apa Tujuan dari Penerapan K3
3. Bagaimana Filosofi K3
4. Apa Pengertian dari kedokteran Nuklir
5. Apa saja Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang Kedokteran
Nuklir
6. Apa saja Karakteristik Pelayanan Kedokteran Nuklir dan bagaimana ruang
lingkup pelayanannya serta bagaimana Falsafahnya
7. Faktor apa saja yang mempengaruhi Program Jaminan Mutu Pelayanan
Kedokteran Nuklir
8. Bagaimana Kriteria Fasilitas Pelayanan Kedokteran Nuklir dan Fasilitas
Penyimpanan dan Penyiapan Radiofarmaka.

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada para pembaca dalam hal
Penatalaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Fasilitas
Kesehatan Kedokteran Nuklir.

D. Manfaat
Makalah ini memberikan manfaat yaitu sebagai bahan referensi bagi pembaca dalam
memahami konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Instalasi Kesehatan
Kedokteran Nuklir

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah kondisi dan faktor yang
mempengaruhi, atau dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pegawai atau
pekerja lain (termasuk pekerja sementara), pengunjung atau orang lain di daerah kerja.
Organisasi bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan orang yang berada di
sekitar daerah kerja, atau yang terpapar akibat kegiatan di daerah kerjanya. (Per Ka
BATAN, 020/KA/I/2019)

B. Tujuan Penerapan K3
Adapun tujuan dari penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah :
1. Mencegah terjadinya cacat/ kematian pada tenaga kerja
2. Mencegah kerusakan tempat dan peralatan kerja
3. Mencegah pencemaran lingkungan dan masyarakat disekitar tempat kerja
4. Norma kesehatan kerjadiharapkan menjadi instrumen yang menciptakan dan
memelihara derajat kesehatan kerja.

C. Filosifi K3
Menurut International Association of Safety Professional, Filosofi K3 dibagi menjadi
8 Filosofi yaitu :
1. Safety is an ethical responsibility
K3 adalah tanggung jawab moral/etik. Masalah K3 hendaklah menjadi tanggung
jawab moral untuk menjaga keselamatan sesama manusia. K3 bukan sekedar
pemenuhan perundangan atau kewajiban
2. Safety is a culture, not a program
K3 bukan sekedar program yang dijalankan perusahaan untuk sekedar
memperoleh penghargaan dan sertifikat. K3 hendaklah menjadi cerminan dari
budaya dalam organisasi

3
3. Management is responsible
Manajemen perusahaan adalah yang paling bertanggung jawab mengenai K3.
Sebagian tanggung jawab dapat dilimpahkan secara beruntun ke tingkat yang
lebih bawah
4. Employee must be trained to work safety
Setiap tempat kerja, lingkungan kerja dan jenis pekerjaan memiliki karakteristik
dan persyaratan K3 yang berbeda. K3 harus ditanamkan dan dibangun melalui
pembinaan dan pelatihan
5. Safety is a condition of employment
Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang
menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Kondisi K3
dalam perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam
perusahaan.
6. All injuries are preventable
Prinsip dasar dari K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah karena kecelakaan
ada sebabnya. Jika sebab kecelakaan dapat dihilangkan maka kemungkinan
kecelakaan dapat dihindarkan.
7. Safety program must be site specific
Program K3 harus dibuat berdasarkan kebutuhan kondisi dan kebutuhan nyata
di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan
finansial dll. Program K3 dirancang spesifik untuk masing-masing organisasi
atau perusahaan.
8. Safety is good business
Melaksanakan K3 jangan dianggap sebagai pemborosan atau biaya tambahan.
Melaksanakan K3 adalah sebagai bagian dari proses produksi atau strategi
perusahaan. Kinerja K3 yang baik akan memberikan manfaat terhadap bisnis
perusahaan.

4
D. Kedokteran Nuklir
Kedokteran Nuklir adalah Spesialisasi Medis yang melibatkan penerapan zat
Radioaktif dalam mendiagnosis dan pengobatan penyakit, pemindaian Kedokteran Nuklir
biasanya dilakukan oleh Spesialis Kedokteran Nuklir. (Sumber : Wikipedia)
Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber
radiasi (isotop radioaktif) terbuka secara aman dan tanpa sakit, baik untuk pencitraan
maupun untuk pencegahan dan pengobatan penyakit

E. Peraturan Perundang-undangan tentang Kedokteran Nuklir


1. KEPUTUSAN MENKES RI NO. 008/MENKES/SK/I/2009. “Tentang Standar
Pelayanan Kedokteran Nuklir di Sarana Pelayanan Kesehatan”
Definisi Pelayanan Kedokteran Nuklir :
Pelayanan Kedokteran Nuklir adalah pelayanan penunjang dan / atau terapi
yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radionuklida
yang meliputi pelayanan diagnotik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan
proses fisiologi, , metabolisme dan terapi radiasi internal.
2. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NO. 17
TAHUN 2012. “Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Kedokteran Nuklir”
PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
a. Program proteksi dan keselamatan radiasi adalah salah satu persyaratan izin,
merupakan dokumen yang dinamis, sangat terbuka untuk dimutakhirkan
secara periodik.
b. Pemutakhiran dilakukan baik atas inisiatif Pemegang Izin sendiri maupun
melalui masukan yang disampaikan oleh BAPETEN.
c. Tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi adalah
menunjukkan tanggung jawab Pemegang Izin melalui :
 penerapan struktur manajemen,
 kebijakan, dan
 prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko.

5
Ketika inspeksi dilakukan di suatu fasilitas, dokumen program proteksi dan
keselamatan radiasi menjadi salah satu topik diskusi antara Tim Inspeksi
dengan Pemegang Izin, PPR dan Praktisi Medik.

F. Karakteristik Pelayanan Kedokteran Nuklir


Karakteristik pelayanan Kedokteran Nuklir adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan radiasi pengion dari sumber radiasi terbuka, yaitu dari
radionuklida buatan;
2. Radionuklida tersebut dapat dalam bentuk radionuklida murni, maupun
radiofarmaka;
3. Pemanfaatan pelayanan kedokteran nuklir berdasarkan pada proses fisiologik,
patofisiologik dan metabolisme dari organ atau sistem yang diteliti sampai pada
tingkat molekuler;
4. Pelayanan kedokteran nuklir merupakan perpaduan dari ilmu kedokteran dan
radiokimia, radiofarmasi, radiobiologi, fisika nuklir, instrumentasi, serta
informatika;
5. Menggunakan peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi radiasi dari tubuh atau
spesimen pasien, termasuk kamera gamma;
6. Melalui pelayanan kedokteran nuklir dapat diperoleh informasi yang bersifat
fungsional morfologik, yang merupakan refleksi dari proses atau perubahan
fisiologik, patofisiologik dan metabolisme yang terjadi di tingkat seluler sampai
tingkat molekuler.
G. Ruang Lingkup Pelayanan Kedokteran Nuklir
Pelayanan medis di Bagian/Instalasi Kedokteran Nuklir meliputi :
 diagnosis dan pengobatan,
 serta pelayanan medis konsultasi.

Pelayanan diagnostik dan pengobatan meliputi:


1. Pelayanan diagnostik in-vivo adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap
pasien dengan cara pemberian radionuklida dan/atau radiofarmaka, kemudian

6
dengan menggunakan alat pencacah atau kamera gamma dilakukan pengamatan
terhadap radionuklida dan/atau radiofarmaka tersebut selama berada dalam
tubuh. Hasil yang diperoleh dari pengamatan tersebut dapat berupa citra atau
non-citra.
2. Pelayanan diagnostik in-vitro adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap
spesimen yang diperoleh dari pasien menggunakan teknik radioimmuno assay
atau immunoradiometric assay.
3. Pelayanan pemeriksaan in-vivtro adalah gabungan antara pemeriksaan in-vivo
dan in-vitro.
4. Pelayanan terapi radiasi internal adalah suatu cara pengobatan dengan
menggunakan radionuklida dan/atau radiofarmaka.

Karakteristik Kamera Gamma pada pelayanan Kedokteran Nuklir :


1. Fungsi utama kamera gamma merupakan modalitas pendeteksi sinar gamma,
2. Kamera gamma dan kelengkapannya tidak memancarkan radiasi,
3. Kamera gamma tersebut dapat dilengkapi dengan komponen pencitraan
tambahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan diagnostik.

H. Falsafah Pelayanan Kedokteran Nuklir


1. Pelayanan kedokteran nuklir pada hakikatnya adalah tindakan medik yang
mengutamakan keselamatan, efektif, tertib, dan manusiawi berdasarkan i lmu
kedokteran yang menggunakan radionuklida dan/atau radiofarmaka.
2. Pelayanan kedokteran nuklir dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang terdidik
dan terlatih sesuai dengan standar pelayanan medik (SPM) kedokteran nuklir dan
prosedur tetap (protap) yang ada.
3. Dalam melaksanakan pelayanan kedokteran nuklir, tenaga kesehatan harus
mengutamakan keselamatan dan mutu pelayanan serta harus bertanggung jawab
secara profesional maupun etika kedokteran dan menerapkan perkembangan
ilmu dan teknologi mutakhir.

7
I. Program Jaminan Mutu
1. Program jaminan mutu adalah salah satu persyaratan izin, merupakan dokumen
yang dinamis, sangat terbuka untuk dimutakhirkan secara periodik.
2. Pemutakhiran dilakukan baik atas inisiatif Pemegang Izin sendiri maupun melalui
masukan yang disampaikan oleh BAPETEN.
3. Tujuan utama program jaminan mutu adalah menunjukkan tanggung jawab
Pemegang Izin melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan, dan prosedur
yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko.

J. Kriteria Fasilitas Pelayanan Kedokteran Nuklir


1. Kriteria Dasar Desain Fasilitas
 Tata ruang Instalasi Kedokteran Nuklir harus memungkinkan alur kerja yang
baik dan menghindari pengangkutan zat radioaktif yang tidak semestinya ke
dalam Instalasi Kedokteran Nuklir.
 Perhatian utama harus diberikan pada lokasi Instalasi Kedokteran Nuklir terkait
dengan fasilitas lain di sekitarnya.
 Dalam hal penggunaan ruangan di sekitar Instalasi Kedokteran Nuklir, tingkat
radioaktivitas yang tinggi merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan,
contohnya ruang kamera gamma, daerah ruang tunggu pasien, dan kantor.
 Penting pula untuk mempertimbangkan apakah terdapat daerah kerja di atas
atau di bawah Instalasi Kedokteran Nuklir, dengan tujuan untuk menghindari
Paparan Radiasi yang tidak perlu terhadap orang yang bekerja di daerah
tersebut.
 Dalam keadaan apapun, akses ke dalam ruang Radiofarmaka harus dibatasi.
 Untuk pertimbangan keamanan, Instalasi Kedokteran Nuklir harus dapat
dikunci.
 Keseluruhan permukaan dari ruang Radiofarmaka, yaitu dinding, lantai,
bangku, meja, kursi, harus dibuat licin, dengan bahan yang kedap dan tidak
mudah menyerap cairan, sehingga mudah untuk dibersihkan dan mudah
didekontaminasi.

8
 Permukaan lantai dan bangku harus menyatu dan melekat pada dinding untuk
menghindari akumulasi kotoran atau kontaminasi.
 Proteksi Radiasi membutuhkan perisai yang terbuat dari timbal atau bahan
padat sejenisnya.
 Perisai dapat menyatu dengan dinding ruangan secara keseluruhan atau dapat
dipasang pada sisi tertentu yang memiliki laju dosis tertinggi.
 Hal ini berarti bahwa lantai, kursi, dan permukaan tempat kerja lain harus
cukup kuat untuk menahan beban perisai
 Hal yang sangat penting adalah laju dosis di luar ruangan, khususnya di daerah
di mana publik dapat mengakses daerah tersebut, harus di bawah nilai batas
yang diizinkan.
 Tempat generator 99mTc membutuhkan pertimbangan yang hati-hati.
 Meskipun generator 99mTc memiliki perisai internal, perisai eksternal
tambahan mungkin juga diperlukan.
 Penambahan tersebut tergantung kepada besarnya aktivitas molybdenum.
 Jenis-jenis Radiofarmaka yang disiapkan akan mempengaruhi skala dan
kompleksitas dari fasilitas yang diperlukan, dan memerlukan ketepatan dalam
penggunaannya.
 Fasilitas harus dipantau secara teratur dan harus dipelihara dalam keadaan
bersih dan teratur.

2. Kriteria Fasilitas Penyimpanan dan Penyiapan Radiofarmaka


 Tata ruang Instalasi Kedokteran Nuklir harus memungkinkan alur kerja yang
baik dan menghindari pengangkutan zat radioaktif yang tidak semestinya ke
dalam Instalasi Kedokteran Nuklir.
 Perhatian utama harus diberikan pada lokasi Instalasi Kedokteran Nuklir terkait
dengan fasilitas lain di sekitarnya.
 Dalam hal penggunaan ruangan di sekitar Instalasi Kedokteran Nuklir, tingkat
radioaktivitas yang tinggi merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan,
contohnya ruang kamera gamma, daerah ruang tunggu pasien, dan kantor.

9
 Penting pula untuk mempertimbangkan apakah terdapat daerah kerja di atas
atau di bawah Instalasi Kedokteran Nuklir, dengan tujuan untuk menghindari
Paparan Radiasi yang tidak perlu terhadap orang yang bekerja di daerah
tersebut.
 Dalam keadaan apapun, akses ke dalam ruang Radiofarmaka harus dibatasi.
 Untuk pertimbangan keamanan, Instalasi Kedokteran Nuklir harus dapat
dikunci.
 Keseluruhan permukaan dari ruang Radiofarmaka, yaitu dinding, lantai,
bangku, meja, kursi, harus dibuat licin, dengan bahan yang kedap dan tidak
mudah menyerap cairan, sehingga mudah untuk dibersihkan dan mudah
didekontaminasi.
 Permukaan lantai dan bangku harus menyatu dan melekat pada dinding untuk
menghindari akumulasi kotoran atau kontaminasi.
 Proteksi Radiasi membutuhkan perisai yang terbuat dari timbal atau bahan
padat sejenisnya.
 Perisai dapat menyatu dengan dinding ruangan secara keseluruhan atau dapat
dipasang pada sisi tertentu yang memiliki laju dosis tertinggi.
 Hal ini berarti bahwa lantai, kursi, dan permukaan tempat kerja lain harus
cukup kuat untuk menahan beban perisai
 Hal yang sangat penting adalah laju dosis di luar ruangan, khususnya di daerah
di mana publik dapat mengakses daerah tersebut, harus di bawah nilai batas
yang diizinkan.
 Tempat generator 99mTc membutuhkan pertimbangan yang hati-hati.
 Meskipun generator 99mTc memiliki perisai internal, perisai eksternal
tambahan mungkin juga diperlukan.
 Penambahan tersebut tergantung kepada besarnya aktivitas molybdenum.
 Jenis-jenis Radiofarmaka yang disiapkan akan mempengaruhi skala dan
kompleksitas dari fasilitas yang diperlukan, dan memerlukan ketepatan dalam
penggunaannya.
 Fasilitas harus dipantau secara teratur dan harus dipelihara dalam keadaan
bersih dan teratur.

10
1. Fasilitas Tingkat Dasar (Basic Facilities)
 FasiFasilitas Instalasi Kedokteran Nuklir tingkat dasar hanya menyiapkan
Radiofarmaka dengan menggunakan 99mTc generator dan perlengkapannya.
 Jenis generator yang paling umum digunakan adalah Molybdate-99 ( 99Mo),
yang diserap ke dalam kolom aluminium.
 Technitium-99m (99mTc ) dielusi dari generator.
 Elusi dilakukan dengan menggunakan tabung kecil kosong steril terhadap
99mTc yang dihasilkan dari generator sehingga pekerja tidak harus sedekat
mungkin dengan generator selama proses elusi berlangsung.
 Selain itu, dapat juga digunakan teknik ekstraksi larutan.
 Penyiapan Radiofarmaka di fasilitas dasar terdiri atas penambahan larutan
sodium pertechnetatet yang dielusi dari generator ke dalam perlengkapan tabung
kecil yang steril untuk menghasilkan Radiofarmaka yang dibutuhkan.
 Proses sterilisasi biasanya dilakukan pada bagian akhir penyiapan
Radiofarmaka.
2. Fasilitas Tingkat Menengah (Advance Facilities)
 Fasilitas Instalasi Kedokteran Nuklir tingkat menengah membutuhkan filter
untuk menyaring aliran udara yang akan menuju ke dalam daerah kerja.
 Penggabungan lemari/kabinet dengan filter High Efficiency Particle Arrestance
(HEPA) yang berefisiensi tinggi akan mengurangi kontaminasi udara sampai
pada tingkat yang dapat diterima di dalam daerah kerja.
 Perlengkapan tambahan tertentu diperlukan untuk memberikan suatu lingkungan
bersih yang sesuai untuk pemrosesan bahan Radiofarmaka.
 Standar jumlah partikel maksimum yang diizinkan (telah dipublikasikan di
Eropa dan Amerika) adalah 3500 partikel per meter kubik, dengan ukuran
partikel antara 0,5 μm sampai dengan 5 μm.
 Permukaan bagian dalam lemari harus dibuat dari bahan kedap air yang mudah
dibersihkan dan tidak rusak akibat penggunaan desinfektan atau larutan
dekontaminasi.

11
 Aliran udara tidak boleh diarahkan langsung ke tempat pekerja. Hal ini dapat
dicapai dengan mengalirkan udara secara vertikal langsung melalui kisi-kisi
berdasarkan daerah kerja.
 Cara ini akan mencegah keluar masuknya udara melewati pekerja.
 Hal ini mengharuskan adanya keseimbangan aliran udara yang disirkulasi ulang
keluar ke atmosfer.
 Aliran udara akan diarahkan ke dalam kabinet, sehingga akan memberikan
proteksi terhadap pekerja dari zat radioaktif yang mudah menguap atau
berbentuk aerosol.
 Salah satu alternatif adalah menggunakan filter udara di tempat kerja secara
menyeluruh, dan melengkapi pekerja dengan sarung tangan.
 Sistem ini memberikan perlindungan pekerja dari kontaminasi radioaktif
berbentuk airbon pada saat tekanan di dalam ruangan lebih rendah daripada di
luar.
 Udara yang dialirkan menuju lingkungan luar harus melalui filter yang
mencegah terlepasnya partikulat radioaktif (seperti aerosol) ke lingkungan.
 Perhatian harus diberikan untuk menempatkan tempat kerja yang sesuai dengan
kondisi pekerjaan.
 Jika lingkungan di luar tiba-tiba mengandung konsentrasi kontaminasi partikulat
yang tinggi dari partikel (termasuk mikrobiologi), maka kemungkinan masuknya
kontaminan ke dalam tempat kerja akan meningkat.
 GMP (Good Manufacturing Practice) mempersyaratkan petugas untuk
membersihkan ruangan tempat kerja dengan menyaring udara dalam ruangan
dan akses ke dalam ruang tersebut harus dikendalikan.
 Pekerja harus memakai pakaian pelindung, untuk melindungi diri dari
kontaminasi radioaktif dan juga untuk mengurangi jumlah partikel yang
menyebar ke lingkungan, terutama dari kulit, rambut, dan pakaian.
 Adanya ruang ganti terpisah yang memiliki pembatas atau alat pembatas lain
merupakan cara yang sangat berguna untuk mengendalikan akses ke dalam
ruangan.

12
 Barang-barang yang berukuran kecil sebisa mungkin harus disimpan dalam
laboratorium untuk mengurangi akumulasi kotoran dan kontaminasi radioaktif.
 Bahan dan perlengkapan untuk penyiapan Radiofarmaka dapat dimasukkan ke
dalam laboratorium melalui suatu lubang antar ruang (hatch) bila diperlukan.
 Meskipun Instalasi Kedokteran Nuklir dilengkapi berbagai fasilitas untuk
mencuci tangan dan pembuangan limbah radioaktif cair, perhatian harus
diberikan pada saluran pembuangan karena di tempat tersebut terjadi akumulasi
kontaminan mikrobiologi.
 Alat penyemprot untuk dekontaminasi terhadap pekerja tidak boleh digunakan
dalam waktu yang lama, karena dapat menyebarkan kontaminasi radioaktif ke
bagian-bagian tubuh yang lain khususnya mata.
 Dalam situasi dimana aktivitas tingkat tinggi ditangani, dapat dipertimbangkan
untuk menyediakan fasilitas pencucian mata.
 Radiofarmaka membutuhkan peralatan setidaknya 1 (satu) isotop kalibrator
(curie meter) sehingga aktivitas seluruh radionuklida dapat di ukur secara akurat.
 Selain itu, isotop kalibrator (contohnya 137Cs) diperlukan untuk memastikan
kehandalan kalibrator.
 Daerah penyimpanan diperlukan untuk zat radioaktif, sebagaimana untuk
komponen-komponen non radioaktif yang digunakan dalam penyiapan
Radiofarmaka.
 Daerah ini membutuhkan perisai yang sesuai untuk jenis Radiofarmaka yang
sedang dipersiapkan, serta lemari pendingin bila diperlukan.
 Kemudian dibutuhkan juga tempat penyimpanan untuk Radiofarmaka yang
mudah terbakar, seperti pelarut yang digunakan dalam prosedur kendali mutu.
3. Fasilitas Tingkat Tinggi (more Advance Facilities)
 Penangangan Radiofarmaka yg mudah menguap, seperti 131I, yang harus
dilakukan dalam lemari asam (fume hood), dengan aliran udara mengalir
menjauhi posisi pekerja.
 Kecepatan alirannya tidak kurang dari 0,5 m/detik, untuk memberikan
perlindungan kepada pekerja.

13
 Udara dialirkan ke atmosfer, dan pemasangan saluran exhoust harus dilakukan
dengan hati-hati untuk menjamin bahwa exhoust tersebut dapat mengeluarkan
kotoran udara.
 Saat pelabelan darah dilakukan, sangat penting untuk melindungi pekerja dan
sampel darah lain dalam Radiofarmaka dari kontaminasi darah yang dilabel.
 Hal itu dapat dicapai dengan pemisahan tempat pelabelan yang dapat
dibersihkan sewaktu-waktu, dan dapat dilakukan desinfektan setelah proses
labeling darah sehingga meminimalisasi kemungkingan kontaminasi satu
sampel darah dengan yang lainnya.
 Dalam rancangan umum suatu Instalasi Kedokteran Nuklir sebaiknya
diperhatikan jalur masuk, alur keluar masuk pasien dan staf harus dipisahkan
dari jalur masuk, serta alur keluar masuk zat radioaktif.
1. Fasilitas Penyimpanan Kit
 Di fasilitas penyiapan kit, dibutuhkan ruang tambahan yang berbeda dengan
ruang yang digunakan untuk menangani zat radioaktif.
 Untuk menangani bahan non radioaktif dan tidak berbahaya, diperlukan kabinet
yang di dalamnya mengalir udara secara horizontal dari belakang kabinet, di atas
bahan yang sedang diproses, dan mengarah pada tempat pekerja.
 Disain tersebut memberikan tingkat perlindungan yang tinggi terhadap
kontaminasi bahan non radioaktif dan tidak berbahaya tersebut.
 Namun, disain seperti itu tidak sesuai untuk penanganan zat radioaktif.
2. Tanda Radiasi
Contoh tanda Radiasi yang benar sebagai berikut:

Tanda Radiasi harus dipasang pada pintu ruangan Kedokteran Nuklir, dengan
ketentuan:
 menempel secara permanen;
 memiliki 2 (dua) warna yang kontras;
 dapat dilihat dengan jelas dan teridentifikasi pada jarak 1 m (satu meter);
 memuat tulisan ”AWAS RADIASI”, dan ”PERHATIAN: AWAS RADIASI”,
atau kalimat lain yang memiliki arti sama.

14
3. Terapi
a. Aplikasi zat radioaktif untuk terapi dalam Kedokteran Nuklir menggunakan
sejumlah sumber terbuka yang dalam aktivitasnya jauh lebih besar
dibandingkan aktivitas sumber terbuka yang digunakan untuk diagnostic.
b. Beberapa penyakit yang lazim diobati dengan terapi kedokteran Nuklir adalah
thyroid (kelenjar gondok ), prostate cancer (kanker prostat), hyperthyroidism,
cancer bone pain, polycythaemia (kelainan sel darah merah dan kenaikan
jumlah darah ) dan leukimia (kenaikan jumlah sel darah putih ).
4. Keselamatan Kerja Dengan Sumber Terbuka
a. Pemindahan sumber
Untuk pemindahan sumber beraktivitas rendah dari tempat penyimpanannya ke
laboratorium, operator menggunakan penjepit sederhana atau seutas tali untuk
menggantungkan sumber yang terdapat dalam wadah yang tak mudah pecah.
Bila sumber aktivitasnya tinggi khususnya pemancar radiasi gamma maka perlu
digunakan wadah yang berpenahan radiasi.
b. Cara Bekerja dengan Sumber Terbuka
Ketentuan – ketentuan yang harus ditaati untuk pekerjaan yang menyangkut
pembukaan kontener dan pengambilannya berikut ini :
1) Pekerjaan harus dilakukan didalam laboratorium yang khusus
2) Alat – alat gelas dan instrument yang digunakan harus diberi tanda khusus.
3) Harus dilakukan dengan hati – hati, tepat dan rapi.
4) Persiapan minimum tertentu yang meliputi tempat kerja, peralatan dan
instrument. Limbah yang terkontaminasi harus diletakkan ditempat yang
mudah dicapai dan diberi tanda bahaya radiasi serta dibuat secara khusus.
5) Pekerjaan penanganan yang tidak rutin harus direncanakan lebih dulu dan
diadakan silmulasi dengan cairan yang tidak aktif.
6) Petugas harus menggunakan jas laboratorium dan sarung tangan.
7) Pemipetan tidak boleh dilakukan dengan mulut sebab ada kemungkinan zat
radioaktif dapat masuk ke mulut.
8) Semua wadah yang memuat zat radioaktif cair sedapat mungkin harus
dalam keadaan tertutup selama pekerjaan berlangsung.

15
9) Sumber radioaktif harus segera dikembalikan ketempat penyimpanan bila
sudah tidak diperlukan.
10) Setelah pekerjaan penangan zat radioaktif selesai maka permukaan tempat
kerja harus dibersihkan dan dilakukan pemantauan seluruh permukaan,
perlengkapan, alat-alat serta pakaian kerja dan tangan si pekerja radiasi
untuk melihat kemungkinan adanya kontaminasi.
11) Ampul dan wadah yang beri zat radioaktif pemancar beta dan gamma tidak
boleh dipegang dan di buka langsung dengan tangan. Harus digunakan tang
untuk memindahkan dan alat penanganan jarak jauh untuk membukanya.
12) Untuk melindungi tubuh dari radiasi gamma maka zat radioaktif pemancar
radiasi gamma sebaiknya ditangani dari balik selembar kaca timbal, atau
tembok dari bata timbal (dengan menggunakan cermin untuk menentukan
posisi yang tepat).
13) Bila pekerjaan dapat menimbulkan uap, gas, dan aerosol maka pekerjaan
harus dilakukan dalam lemari asap yang berventilasi.

5. Teknik Penanganan Sumber Radiasi


a. Pada penanganan zat radioaktif sumber terbuka yang sebagian terbesar
berbentuk cairan perlu dihindarkan terperciknya cairan ke permukaan tempat
kerja, pembentukan aerosol, dan terkontaminasinya bagian luar.
b. Bila yang ditangani adalah sumber beraktivitas tinggi maka semua sentuhan
langsung harus dihindarkan sekalipun menggunakan sarung tangan; dalam hal
ini pekerjaan pemindahan instrument yang komplek :
• Alat dan jarum suntik untuk menyedot isi vial yang tertutup karet yang
kedap udara.
• Pipet dengan bola karet
• Pemindahan cairan dengan tekanan positif atau negative memungkinkan
pengendalian jarak jauh

16
Dalam setiap prosedur diagnosis kedokteran Nuklir harus dijamin bahwa Para
praktisi medik yang meminta atau melaksanakan diagnosis kedokteran Nuklir :
1. Mengusahakan paparan sekecil mungkin pada pasien.
2. Memperhatikan informasi dari pemeriksaan sebelumnya untuk menghindari
adanya pemeriksaan ulang yang tidak perlu
3. Memperhatikan pedoman tingkat paparan medik
4. Para praktisi medik, teknisi atau staf pencitraan, mengusakan paparan terkecil
pada pasien dengan kualitas citra yang masih dapat diterima,
Dengan Melalui :
 Pemilihan radiofarmaka dan aktivitas terbaik, dengan memperhatikan adanya
persyaratan khusus untuk anak-anak dan pasien yang memiliki kelainan
fungsi organ.
 penggunaan metoda untuk mencegah masuknya radioisotope ke organ yang
tidak diperiksa dan mempercepat ekskresi radioisotope.
 Pemberian radionuklida untuk diagnosis dan terapi pada wanita hamil atau
yang diduga akan hamil harus dihindari, kecuali terdapat indikasi klinik yang
sangat kuat.
 Untuk ibu yang menyusui, pemberian ASI pada bayi perlu dihentikan sampai
dengan jumlah radionuklida yang keluar lewat ASI diperkirakan tidak akan
memberikan dosis efektif lebih besar dari batas yang diijinkan untuk bayi,
dan
 Pemberian radionuklida pada anak untuk diagnasis dilakukan hanya jika
terdapat indikasi klinik sangat kuat, dan aktivitasnya harus berdasarkan berat
badan, luas permukaan tubuh atau kreteria lainnya.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pelayanan kedokteran nuklir sangat bermanfaat baik untuk tujuan diagnostik
maupun terapi dan pelayanan konsultasi namun apabila bahwa penggunaan
kedokteran nuklir yang tidak sesuai dengan prinsip Kesehatan dan Keselamatan
Kerja dapat membahayakan kesehatan pasien, tenaga kesehatan, maupun
masyarakat sekitarnya.
2. Pelayanan kedokteran nuklir pada hakikatnya adalah tindakan medik yang
mengutamakan keselamatan, efektif, tertib, dan manusiawi berdasarkan i lmu
kedokteran yang menggunakan radionuklida dan/atau radiofarmaka
3. Dalam melaksanakan pelayanan kedokteran nuklir, tenaga kesehatan harus
mengutamakan keselamatan dan mutu pelayanan serta harus bertanggung jawab
secara profesional maupun etika kedokteran dan menerapkan perkembangan ilmu
dan teknologi mutakhir serta harus memperhatikan aspek kesehatan dan
Keselamatan Kerja .

B. Saran
Maka aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Kedokteran Nuklir adalah aspek
yang harus diperhatikan dalam bekerja sehingga kesehatan dan keselamatan akan didapat
bukan hanya untuk tenaga medis tapi juga untuk pasien dan lingkungan sekitar. K3 bukan
sekedar program yang dijalankan untuk sekedar memperoleh penghargaan dan sertifikat
namun K3 hendaklah menjadi cerminan dari budaya dalam organisasi.

18
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2009, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 008/Menkes/SK/I/2009 tentang Standar pelayanan kedokteran nuklir di sarana
pelayanan kesehatan,Jakarta

Badan Pengawas Tenaga Nuklir RI, 2019. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga
Nuklir No. 17 Tahun 2012. “Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Kedokteran Nuklir”

Badan Tenaga Nuklir Nasional RI, 2012. Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir
Nasional, Nomor :020/KA/I/2019. “Pedoman Penilaian Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Standar Batan Bidang Administrasi, Manajemen dan Organisasi”

19

Anda mungkin juga menyukai