PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rheumatoid Arhritis (RA) adalah penyebab tersering dari penyakit inflamasi
kronis pada sendi. Manifestasi yang seringkali timbul adalah poliartritis simetris
dan tenosynovitis, kaku pada pagi hari atau morning stiffness, dan peningkatan
rasio sedimentasi eritrosit/ erythrocyte sedimentation rate (ESR). RA merupakan
penyakit sistemik, sehingga dapat menimbulkan perubahan pada beberapa
jaringan lain pada tubuh penderitanya (Solomon dkk, 2010). Berbagai manifestasi
yang terjadi ekstraartikular, antara lain adalah kelemahan, nodul subcutaneous,
pericarditis, neuropati perifer, vasculitis, dan abnormal hematologi (Braunwald,
2012).
Pemahaman yang diperoleh dari sejumlah hal mendasar dan penelitian
kesehatan selama lebih dari dua dekade telah merubah paradigma tentang
diagnosis dan manajemen RA saat ini. Serum antibodi untuk cyclic citrullinated
peptides (anti-CCPs) sekarang telah menjadi penanda penting dari diagnosis dan
prognosis. Selain itu, kemajuan akan penggunaan suara ultrasonik dan resonansi
magnetik dapat meningkatkan kemampuan kita untuk mendeteksi inflamasi dan
kerusakan sendi pada Rheumatoid Arthritis. Ilmu pengetahuan mengenai RA telah
mengambil lompatan besar dengan mengidentifikasi penyakit baru yang
berhubungan dengan genetik dan menguraikan lebih lanjut mengenai jalur
molekuler dari patogenesis penyakit. Hal yang relatif penting dari beberapa
perbedaan mekanisme telah digambarkan melalui penelitian baru mengenai terapi
biologis dengan target tinggi. Disamping kemajuan tersebut, pemahaman yang
belum sempurna mengenai pengenalan jalur patogen dari RA menjadi penghalang
yang cukup besar dalam pengobatan dan pencegahan (Braunwald, 2012).
Pada dua dekade terakhir terlihat peningkatan hasil yang luar biasa dari
Rheumatoid Arthritis. Deskripsi mengenai kelumpuhan persendian pada saat ini
telah jarang ditemukan. Banyak dari kemajuan tersebut yang dapat ditelusuri
untuk terapi yang lebih luas dan mengadopsi terkait pengobatan dini. Perubahan
strategi pengobatan menentukan pemikiran baru pada praktisioner primary care,
salah satu yang menuntut penyerahan pasien dengan inflamasi arthritis untuk
1
rheumatologist dengan tujuan mendukung diagnosis dan permulaan terapi. Dan
kemudian mereka akan memperoleh hasil yang terbaik dari beberapa strategi
pengobatan tersebut (Braunwald, 2012).
B. TUJUAN PENULISAN
C. MANFAAT PENULISAN
2
BAB II
A. Struktur Tulang
Distal Femur
3
epicondyius medialis, sedangkan pada bagian atas belakang medial dijumpai
tuberculum adductorium.
Gambar Femur:
4
Epicondylus medialis.
Adalah tonjolan atau peninggian ke medial dari facies medialis condylus
medialis femoris.
Epicondylus lateralis.
Suatu penonjolan atau peninggian ke lateral dari facies lateralis condylus la-
teralis femoris.
Facies Patellaris.
Bentuk seperti kerekan/katrol. Ini bersendi dengan patella bila lutut melurus.
Bagian lateral dari bangunan kerekan ini lebih menonjol dan lebih meluas ke
atas dari yang medial.
Fossa intercondylaris.
Adalah lekukan luas antara condylus medialis dan lateralis di bagian belakang.
Disini dijumpai daerah kasar untuk perlekatan lig. cruciatum anterius dan
posterius.
Linea intercondylaris.
Adalah suatu garis horizontal yang memisahkan fossa intercondylaris dan fa-
cies poplitea.
Tubercullum adductorium.
Adalah tonjolan kecil diatas epicondylus medialis yang merupakan bagian
tertinggi dari facies medialis condylus untuk perlekatan m.adductor magnus.
Condylus lateralis dan medialis bila kita lihat dari samping lateral
maupun medial akan terlihat bahwa : ke bagian depan kurang menonjol dimana
lebih merupakan garis lanjutan dari corpus, sedangkan ke belakang melengkung
melewati garis/bidang lanjutan dari corpus femoris.
5
apabila femur dalam posisi anatomi yakni posisi miring, sedangkan bila posisi
femur tegak (erect) maka condylus medialis akan lebih rendah.
Proksimal Tibia
Gambar Tibia:
Tibia tampak depan (ventral view), tampak samping (lateral view), tampak belakang (dorsal view)
Condylus lateralis.
Eminentia intercondylaris.
Adalah peninggian diantara kedua facies articularis superior kanan dan kiri,
dimana letaknya lebih dekat pada tepi belakang daripada tepi depan.
Gambar
*permukaan sendi Condylus medialis dan lateralis disebut juga Facies Articularis superior
7
Adalah daerah diantara facies articularis superior kanan dan kiri, di depan &
di belakang eminentia intercondylaris. Daerah ini merupakan tempat
perlekatan lig. cruciatum anterius dan posterius, serta meniscus.
Tuberositas tibiae.
Adalah penonjolan pada ujung atas di sebelah depan kira-kira 2,5 cm
dari tepi
atas. Bangunan ini mudah diraba pada orang hidup. Bagian atasnya licin untuk
perlekatan lig. patellae, sedangkan bagian bawah kasar terdapat langsung di
bawah
kulit.
Patella
Patella adalah tulang sesamoid terbesar dan terletak pada trochlea femur.
Patella berbentuk oval asimetris dengan apex mengarah ke distal. Tendon
quadriceps membungkus pada bagian anterior dan berpadu dengan ligamentum
patella. Patella memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pengungkit untuk otot
quadriceps femoris, melindungi knee joint dan meningkatkan lubrikasi dan nutrisi
pada knee joint. (insall,joseph hamil)
Gambar :
8
Patella berbentuk triangular yang lebih lebar pada ujung proksimal
dibanding ujung distal. Artikular surface pada patella dipisahkan oleh sebuah
peninggian ke arah vertical, menjadikan lebih kecil pada permukaan medial dan
lebih lebar pada permukaan lateral. Jika lutut dalam keadaan ekstensi , patella
berada di batas permukaan superior dari troklea. Bagian distal dari permukaan
lateral patella berartikulasi dengan condylus lateral femur, tetapi permukaan
medial patella hampir tidak berartikulasi dengan condylus medial sampai terjadi
gerakan fleksi maksimal. Pada fleksi 45 ⁰ patella bergerak ke sebelah proksimal
ke bagian tengah artikular surface. Pada fleksi maksimal, bagian proksimal kedua
permukaan patella dalam keadaan bertemu dengan femur dan selama fleksi dan
ekstensi, petella bergerak antara 7-8 cm terhadap condylus femur. Dengan fleksi
maksimal, tekanan lebih besar berada pada permukaan medial.
B. Struktur Ekstraartikuler
Tendo Ekstraartikuler
9
Muskulus gastrocnemius merupakan otot terkuat pada betis, melingkupi
bagian posterior lutut dan berhubungan erat dengan kapsul posterior, otot ini
berorigo pada bagian posterior kondilus medial dan lateral femur.
Muskulus popliteus memiliki 3 origo, yang paling kuat adalah yang berasal
dari condylus lateral femur. Origo penting yang lain adalah yang berasal dari
fibula (ligamentum popliteofibular) dan berasal dari sisi posterior meniscus
lateral. Origo dari femur dan fibula membentuk cabang dari ligament berbentuk
Y- obliq, yaitu ligamentum arcuatum. Kemudian cabang tersebut bergabung
bersama ke dalam kapsul dan meniscus. Penelitian menggunakan elektromyografi,
Basmajian dan Lovejoy menemukan bahwa muskulus popliteus merupakan otot
rotator ke medial utama untuk tibia selama awal fleksi dan juga berperan sebagai
10
peredam meniscus selama fleksi. Sebagai tambahan, dia juga berperan pada
menstabilkan rotasi femur terhadap tibia dan membantu Posterior Cruciatum
Ligament mencegah dislokasi ke anterior os femur terhadap tibia.
11
Gambar : Otot Semimembranosus memilki Lima cabang insertio
12
Gambar : Ligamentum yang memperkuat kapsul posterior
Ligament Ekstraartikuler
Ligamentum Patella
13
Ligamentum ini melekat mulai dari apeks dan margin disekitarnya pada
Os.Patella sampai Tuberositas Tibia. Ligamentum ini adalah ligamentum anterior
pada sendi lutut, dan pada bagian sisinya mendapat perlekatan dari retinaculum
patella medial dan lateral yang merupakan ekspansi apponeurosis dari M.Vastus
medial dan lateral dan fascia diatasnya. Retinaculum ini berfungsi secara relatif
mempertahankan alignmen Os Patella terhadap Facies articularis Patellaris dari
Os.Femur. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian
pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran synovial
sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa
yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari
kulit.
Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada epicondylus
lateralis os. femur dan dibagian bawah melekat pada caput fibulae. Ligamentum
ini dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendo m. popliteus.
Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui bursa m. poplitei.
Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar, lebih lemah dibanding
lig.collateral fibula. Melekat dibagian atas pada epicondylus medialis os femur
dan pada bagian bawah melekat pada condylus medial os tibia. Ligamentum ini
menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis.
Ligamentum ini berawal pada daerah posterior medial tibia menuju condilus
lateral femur. Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior
dari sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah.
Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m.
popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m.
semimembranosus.
14
Ligamentum ini memperkuat sendi pada daerah posterolateral. Berawal dari aspek
posterior caput fibula menuju superomedial dan melekat pada permukaan
posterior sendi lutut.
15
Ligamentum Transversum Genu
Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus , terdiri
dari jaringan connective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam
perkembangannya , sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang.
Sisi anteromedial dan anterolateral kapsul relative tipis tetapi diperkuat oleh
adanya perluasan retinakulum patella lateral dan medial dan juga pada sisi lateral
oleh tensor fascia lata dan sisi medial diperkuat oleh fascia yang meluas dari
patella sebagai patelloepicondylar ligament dan patellotibial ligament. Bagian sisi
16
anteromedial dan anterolateral kapsul terlindungi struktur-struktur tersebut dari
subluksasi dan gerakan rotasi.
17
Kapsul Sendi ( Cavitas Articularis)
Kapsula sendi secara umum terdiri atas lapisan Eksternal (fibrosa) dan
Lapisan dalam berupa Membran Synovial yang melingkupi seluruh permukaan
sendi yang tidak tertutup kartilago articularis . Pada bagian superior lapisan
Fibrosa (eksternal) melekat tepat proximal dari batas articular condylus femur.
Pada bagian posterior, lapisan fibrosa menutupi fossa intercondilaris dan kedua
condylus femur. Lapisan Fibrosa memiliki bukaan pada posterior dari Condylus
lateral Tibia sebagai jalan bagi tendo M.Popliteus. Pada daerah inferior, lapisan
fibrosa melekat pada batas (margin) dari Facies articularis superior Tibia (tibial
Plateu), kecuali pada daerah dimana M.Popliteus menyilang. Pada daerah
anterior, lapisan fibrosa digantikan oleh Tendo M.Quadriceps dan Ligamentum
Patella, dimana lapisan fibrosa melekat pada margin medial dan lateral struktur
tersebut.
C. Struktur Intraartikuler
18
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior
dan berjalan kearah atas , depan dan medial, dan melekat pada bagian anterior
permukaan lateral condylus medialis femoris. Ligamentum cruciatum posterior
menjadi tegang saat hiperfleksi dan mempunyai fungsi menahan pergeseran
posterior tibia pada femur.
Meniscus adalah plat fibrocartilago yang terdapat pada permukaan sendi Os.
Tibia. Ujung-ujungnya melekat pada area intercondiler tibia. Ligamentum
coronarium adalah bagian dari kapsula sendi yang melekat diantara margin dari
meniscus, sedang Ligamentum transversum genu adalah ligamen yang melekat
diantara tepi depan meniscus. Tepi luar meniscus ini lebih tebal dan cembung
dibandingkan bagian dalamnya. Permukaan atasnya cekung dan berhubungan
langsung dengan condylus femoris. Fungsi meniscus ini adalah sebagai shock
19
absorber dan memperdalam permukaan fascies articularis condylus tibialis untuk
menerima condylus femoris yang cekung.
Meniscus Medialis
20
simpai dan ligamentum collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah meniscus
medialis relatif kurang mobile.
Meniscus Lateralis
Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat
pada area intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris.
Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang
eminentia intercondylaris. Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu
posterior dan mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke condylus medialis
femoris. Batas perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale
oleh tendon m. popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada meniscus ini.
Akibat susunan yang demikian ini meniscus lateralis kurang terfiksasi pada
tempatnya bila di bandingkan dengan meniscus medialis.4,5,6,7,8
21
22
BAB III
RHEUMATOID ARTHRITIS
A. Definisi
1. Faktor Genetik
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis (RA) belum diketahui secara pasti.
Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian RA, dengan angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan HLA class II
23
histocompatibility antigen, DRB1-9 beta chain (HLA-DRB1) dengan kejadian
RA telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga
berhubungan dengan RA seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang
mengkode aktivator reseptor nuclear factor kappa B (NF-κB) (Suarjana,
2009).
Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada RA. Faktor genetik
juga berperanan penting dalam terapi RA karena aktivitas enzim seperti
methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk
metabolisme methoraxate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik.
Pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya
RA lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan RA yang
mengekspresikan HLA-DL1 atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuain
sebesar 80% (Suarjana, 2009).
24
Tabel 1. Sitokin- sitokin yang terlibat dalam patologi RA
Suatu antigen penyebab RA yang berada pada membran sinovial, akan diproses
oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel
sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi
determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan
dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang
25
terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks
trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang
dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
aktivasi sel CD4+.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang
sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang
akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a
merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular
juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah
lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan
bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada RA adalah peningkatan permeabilitas
mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada
membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan
dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease
neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi
dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi
hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi.
26
Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan
sendi.
27
Gambar 3. Peran sentral IL-1 dan TNF- α dalam pathogenesis RA
3. Faktor Infeksi
Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab. Organisme
diduga menginfeksi sel induksi sel (host) dan merubah reaktivitas atau respon
sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan
agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyakit (Suarjana, 2009).
28
Tabel 1. Agen Infeksi yang Diduga sebagai Penyebab RA
29
C. Patologi Rheumatoid Arthritis (Solomon dkk,2010)
Stage 1-preklinis
Stage 2-sinovitis
Stage 3-destruksi
Stage 4-deformitas
Akibat dari destruksi articular, peregangan kapsul dan rupturnya tendon akan
menghasilkan instabilitas yang progresif serta deformitas pada sendi. Proses
inflamasi biasanya tetap berjalan sementara itu pengrusakan sendi dan tendon
secara mekanis dan fungsional akan menjadi vital.
30
D. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis
E. Penegakan Diagnosis
31
Rheumatoid arthritis umumnya hadir dengan nyeri dan kekakuan pada
beberapa sendi, biasanya pasien mengalami gejala awalnya hanya di satu lokasi
atau beberapa lokasi persendian (Harris, 2005).
Sendi yang paling sering terkena adalah persendian dengan rasio tertinggi
sinovium pada tulang rawan artikular. Peradangan sinovium dapat menyerang dan
merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat
mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan
kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan
bergerak (Harris, 2005).
Atritis Reumatoid biasanya mengalami kekakuan, bengkak, dan eritematosa.
Akibat artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid
yang merupakan penyakit autoimun. Beberapa pasien mengeluh "bengkak" pada
persendian tangan, bengkak tersebut terjadi dikarenakan untuk peningkatan aliran
darah ke daerah meradang. Otot di dekat sendi meradang sering atrofi. Kekakuan
pada pagi hari yang berlangsung setidaknya 45 menit sebelum melakukan
aktivitas. Pada umunya persendian dengan posisi fleksi dapat meminimalkan
distensi menyakitkan dari kapsul sendi. Beberapa penelitian mengatakan,
Seseorang dapat didiagnosis AR jika onsetnya telah 6 bulan dengan beberapa
kriteria gejala AR. Biasanya diagnosis disertai dengan gejala-gejala non spesifik
seperti, malaise, kelemahan otot, berat badan turun, demam ringan, kelelahan, dan
keluhan sistemik lainnya mungkin timbul, terutama dalam presentasi akut (Chan,
2004 ; Harris, 2005).
Kurang lebih 70% penderita AR mengalami erosi tulang dalam 2 tahun
pertama penyakit , dimana hal ini menunjukan penyakit berjalan progresif.
Keterlibatan sendi pergelangan tangan, metacarpophalangeal (MCP) dan
proximal inter phalangeal (PIP) hampir selalu dijumpai, sementara keterlibatan
distal interphalangeal (DIP) lebih jarang dijumpai. Bentuk awal dari deformitas
adalah tenosinovitis yang menyebabkan tendon menjadi lemah, memanjang,
bahkan ruptur. Selain itu, penderita AR dengan keterbatasan mobilitas memiliki
kemungkinan terjadinya penurunan kekuatan otot sebesar 30-70% dibandingkan
orang normal, dengan penurunan endurans mencapai 50% (Widiani, 2011).
1. Anamnesis :
32
Beberapa pemeriksaan anamnesis yaitu (Daud, 2006):
a. Riwayat penyakit, diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan
kronologis.
b. Umur, penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi
frekuensi penyakit terdapat pada umur tertentu, penyakit rheumatoid
atritis banyak ditemukan pada usia lanjut.
c. Jenis kelamin, penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak diderita
oleh wanita dari pada pria dengan perbandingan 3:1.
d. Nyeri sendi, nyeri merupakan keluhan utama pada pasien dengan
reumatik.. Pada pasien RA, nyeri paling sering terjadi pada pagi hari,
membengkak disiang hari, dan sedikit lebih berat dimalam hari.
e. Kaku sendi, merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar
untuk menggerakan sendinya. Keadaan ini biasanya akibat desakan
cairan yang berada disekitar jaringan yang mengalami inflamasi.
f. Bengkak sendi dan deformitas, pasien sering mengalami bengkak
sendi, perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan posisi
struktur ekstremitas (dislokasi atau sublukasi).
g. Disabilitas dan handicap, disabilitas terjadi apabila suatu jaringan,
organ, atau sistem tidak dapat bekerja secara adekuat. Handicap
adalah apabila disabilitas menyebakan aktivitas sehari-hari
terganggu, termasuk aktivitas sosial.
h. Gejala siskemik, penyakit sendi inflamator baik yang disertai
maupun tidak disertai keterlibatan multisystem akan menyebabkan
peningkatan reaktan fase akut seperti peninggian LED atau CRP.
Selain itu akan disertai dengan gejala siskemik seperti panas,
penuruanan berat badan, kelelahan, lesu, dan mudah terangsang.
Kadang-kadang pasien mengeluhkan hal yang tidak spesifik seperti
merasa tidak enak badan. Pada orang tua disertai dengan gangguan
mental.
i. Gangguan tidur dan depresi, ganguan tidur dapat disebabkan oleh
adanya nyerikronik, terbentuknya fase reaktan, obat anti inflamasi
nonsteroid.
33
2. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal meliputi:
a. Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien akan
segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformasi, sementara
tungkai yang nyeriakan lebih lama diletakkan dilantai, biasanya
diikut oleh gerakan lengan yang asimetris, disebut gaya berjalan
antalgik.
b. Sikap/postur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan
artikular pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi sendiri
tersebut senyaman mungkin, biasanya dalam posisi fleksi.
c. Deformasi, akan lebih terlihat pada saat bergerak.
d. Perubahan kulit, kemerahan disertai dengan kemerahan disertai
deskuamasi pada kulit disekitar sendi menunjukan adanya inflamasi
pada sendi.
e. Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses inflamasi di
daerah sendi tersebut.
f. Bengkak sendi bisa disebabkan karena cairan, jaringa lunak, atau
tulang.
g. Nyeri raba
h. Pergerakan sinovitis menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi
pada semua arah.
i. Krepitus, merupakan bunyi yang dapat diraba sepanjang gerakan
struktur yang diserang.
j. Atrofi dan penurunan kekuatan otot.
k. Ketidakstabilan.
l. Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi
pada penggunaan normal seperti bangkit dari kursi atau kekuatan
menggenggam.
m. Nodul sering ditemukan dalam berbagai atopic, umunya ditemukan
pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit belakang,
sacrum).
34
n. Perubahan kuku, adanya jari tangan, timble pitting onycholysis atau
serpihan darah.
o. Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan rentang
pergerakan sendi, adanya bunyi krepitus dan bunyi lainnya.
p. AR mempengaruhi berbagai organ dan sistem lainnya yaitu :
i. Kulit : nodul subkutan (nodul rheumatoid) terjadi pada banyak
pasien dengan RA yang nilai RF-nya normal, sering lebih dari
titik-titik tekanan (misalnya, olekranon. Lesi kulit dapat
bermanifestasi sebagai purpura teraba atau ulserasi kulit).
ii. Jantung : morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang
meningkat pada pasien RA. Faktor resiko non tradisional tampak
memainkan peran penting. Serangan jantung, disfungsi miokard,
dan efusi perikrdial tanpa gejala yang umum dan gejala
perikarditis konstriktif jarang. Miokarditis, vaskulitis koroner,
penyakit katup, dan cacat konduksi kadang-kadang diamati.
iii. Paru : RA mempengaruhi paru-paru dalam beberapa bentuk
termasuk efusi pleura, fibrosis interstisial, nodul (Caplan
sindrom), dan obliterans bronchiolitis-pengorganisasian
pneumonia.
iv. Ginjal : ginjal biasanya tidak terpengaruh oleh RA langsung.
Umumnya akibat pengaruh obat-obatan (misalnya : obat anti-
inflamatory peradangan (amyloidosis)).
v. Vascular : lesi vaskuler dapat terjadi diorgan mana saja namun
yang paling sering ditemukan di kulit. Lesi dapat hadir sebagai
perpura gambling, borok kulit, atau infak digital.
vi. Hematologi : sebagian besar pasien aktif memiliki penyakit
anemia kronis, termasuk anemia normokromik-normositik,
trombositiosis, dan eosinofilik, meskipun yang terakhir ini sering
terjadi. Leukopenia ditemukan pada pasien dengan sindrom
Felty.
35
vii. Neurologis : biasanya saraf jeratan, seperti padasaraf median di
carpal, lesi vasculitis, multiple mononeuritis, dan myelopathy
leher rahim dapat menyebabkan konsekuensi serius neurologis.
viii. Okular : keratoconjunctivitis siscca adalah umum pada orang
dengan RA dan sering manifestasi awal dari sindrom Sjogren
sekunder. Mata mungkin juga episkleritis uveitis, dan scleritis
nodular yang dapat menyebabkan scleromalacia.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratoris
Pemeriksaan hematologi
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
mendiagnosis artritis reumatoid. Beberapa hasil uji serologis
laboratorium menunjukan adanya kenaikan titer antibodi IgM yang
bereaksi terhadap perubahan IgG α-1 dan IgG α-2 yang juga
meningkat. Faktor reumatoid (RF) ditemukan negatif (<5%) pada
30% penderita AR stadium dini, meskipun begitu tidak serta-merta
mematahkan diagnosis AR selama masih memenuhi 4 dari 7 kriteria
utama. Kenaikan C-Reactive Protein (CRP) umumnya terjadi
sampai >0,7 pg/mL (Suarjana, 2009).
Pada pemeriksaan darah rutin sering ditemukan kenaikan laju
endap darah (LED) hingga >30mm/jam. Kenaikan CRP atau LED
dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit (Suarjana,
2009). Pada AR sering pula ditemukan penurunan kadar Hb yang
bila kemudian diperiksa melalui apusan darah tepi menunjukan
anemia normositik normokrom akibat pengaruhnya pada sumsum
tulang (Price, 2005). Hitung sel leukosit (WBC) meningkat
mencapai 2000/µL dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini
merupakan karakteristik peradangan pada artritis, namun hal
tersebut tidak mendiagnosis RA (Kasper et al., 2005).
Pemeriksaan cairan sinovial
36
Pemeriksaan cairan sinovial diperlukan bila diagnosis
meragukan. Pada AR tidak ditemukan kristal, kultur negatif, dan
kadar glukosa rendah (Suarjana, 2009). Analisi cairan sinovial tidak
menunjukkan satupun temuan spesifik untuk artritis reumatois,
namun menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi. Cairan sinovial
biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun, dan peningkatan
kandungan protein (Kasper et al., 2005).
b. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos sendi mungkin normal atau tampak adanya
osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit,
Foto pergelangan tangan dan pergelangan kaki penting untuk data
dasar, sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya (Suarjana,
2009). Setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat
terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya struktur rawan
sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan
densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya irreversibel
(Price, 2005).
Pemeriksaan MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan gambaran
yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan
erosi tulang-tulang yang dihubungkan dengan artritis reumatoid.
MRI mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal
dibandingkan dengan foto polos dan dilengkapi dengan tampilan
struktur sendi yang lebih rinci (Suarjana, 2005).
37
Gambar 1. Pasien RA menunjukkan adanya penebalan jaringan ikat
dan penyempitan celah sendi interphalanx proksimal
(sumber: American Journal of Roentgenology)
c. Biopsy synovial
38
Gambar 2. Nodul reumatoid di zona persendian lutut (sumber: University of
California, Sandiego)
39
g. Perubahan gambaran radiologis, perubahan gambaran radiologis
yang khas pada AR pada pemeriksaan sinar X tangan posterior atau
pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang
berdekatan sendi.
F. Diagnosis Banding
Gambaran Artritis
Gout Osteoartritis
Radiologi Reumatoid
Intermitten,
Soft tissue Periartrikular, Esentrik,
tidak sejelas
swelling simetris tophi
yang lain
Subluksasi Ya Tidak biasa Kadang-kadang
Menurun di
Mineralisasi Baik Baik
periartrikular
Kadang-
Kalsifikasi Tidak kadang pada Tidak
tophi
Baik hingga
Celah sendi Menyempit Menyempit
menyempit
Punched out
Ya, pada
Erosi Tidak dengan garis
intraartikular
sklerotik
Produksi Menjalar ke
Tidak Ya
tulang tepi korteks
Bilateral,
Simetri Asimetri Bilateral, simetri
simetri
Kaki,
Proksimal ke pergelangan Distal ke
Lokasi
distal kaki, tangan proksimal
dan siku
Seagull
Karakteristik
Pembentukan appearance pada
yang Poliartrikular
kristal sendi
membedakan
interfalangeal
40
G. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Aspirin dan semua golongan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid
(OAINS)
Tujuan : terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan
(Suarjana, 2009).
b. Glukokortikoid
Steroid dengan prednisone dengan dosis kurang 10 mg/hari.
Mekanisme kerja : untuk meredakan gejala dan memperlambat
kerusakan sendi. Pemberian glukokortikoid harus disertai
pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin D 400-800 IU/hari
(Suarjana, 2009).
c. DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs)
Pemberian DMARD harus mempertimbangkan aspek :
1) Kepatuhan pasien
2) Beratnya penyakit
3) Pengalaman dokter
4) Adanya penyakit penyerta
41
retina
42
d. Terapi kombinasi
Kombinasi terbukti memiliki efikasi terapi yang lebih tinggi
daripada terapi tunggal. Beberapa kombinasi yang sudah banyak
diteliti dan memiliki efektivitas yang lebih besar yaitu :
1) MTX + hidroksiklorokuin
2) MTX + hidroksiklorokuin + sulfasalazine
3) MTX + sulfasalazine + prednisolon
4) MTX + leflunomide
5) MTX + infiximab
6) MTX + etanercept
7) MTX + adalimumab
8) MTX + anakinra
9) MTX + rituximab
Terapi kombinasi ini memberikan respon yang lebih baik dan
efektif dalam menghambat progresivitas penyakit dan kerusakan
radiografi (Suarjana, 2009).
a. Prosorba column
43
Teknik penyaringan darah ini menghilangkan beberapa antibodi
yang mengakibatkan nyeri dan inflamasi pada sendi dan otot dan biasanya
dilakukan sekali dalam semingu selama 12 minggu sebagai prosedur rawat
jalan. Beberapa efek sampingnya antara lain kelelahan dan peningkatan
nyeri singkat dan pembengkakan pada sendi pada hari – hari pertama
terapi. Terapi Prosorba column tidak direkomendasikan jika pasien
mengkonsumsi ACE inhibitor atau jika memiliki masalah jantung,
hipertensi atau masalah pembekuan darah. 3
b. Surgery technique
Untuk beberapa orang dengan rheumatoid arthritis, obat – obatan
dan terapi tidak bisa mencegah kerusakan sendi. Ketika sendi telah rusak
parah, operasi penggantian sendi bisa membantu mengembalikan fungsi
sendi, mengurangi nyeri atau memperbaiki deformitas. Pasien bisa
memilih penggantian sendi secara keseluruhan dengan prostesis metal atau
plastik. Operasi juga melibatkan pengencangan tendon yang terlalu
kendur, mengendurkan tendon yang terlalu tegang, menyatukan tulang
untuk mengurangi nyeri atau mengambil bagian dari tulang yang rusak
untuk meningkatkan mobilitas. Operator juga bisa mengambil dinding
sendi yang mengalami inflamasi (synovectomy). Pada dasarnya ada
beberapa teknik operatif yang bisa dilakukan pada persendian yang terkena
RA yaitu:
44
2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian. Indikasinya antara lain
: untuk melakukan biopsi synovial, untuk mengeluarkan hematom atau
abses, untuk mengambil loose bodies atau struktur yang rusak, untuk
mengeksisi synovium yang inflamasi.
3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan
tangan dengan cara mematikan persendian, digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri yang terus-menerus karena RA.
4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali persendian
dengan memasang prostesis atau persendian buatan. Untuk
menghilangkan nyeri dan mengembalikan pergerakan. 1
a. Sendi bahu
Efek setelah dilakukan synovectomy pada bahu belum jelas, biasanya
hanya diterapi dengan obat – obatan dan injeksi. Bahu dengan
kerusakan pada cartilago persendian diterapi dengan prosthetic
arthroplasty atau total shouder replacement.
b. Sendi siku
Sendi siku harus dipertahankan dalam keadaan bebas nyeri dan dapat
bergerak dengan baik, karena memiliki fungsi yang penting untuk
menggerakkan tangan menuju pusat tubuh. Arthroplastic synovectomy
pada siku dipikirkan sebagai prosedur yang berguna pada kasus dengan
tahap awal dari klasifikasi Steinbrocker. Pada fase akhir, arthroplasty
yang menggunakan membran interposisional cukup populer di tahun
1960 – 1970. Sejak 1980, total elbow arthroplasty cukup populer di
Jepang.
45
c. Pergelangan tangan
Pada pergelangan yang rheumatoid, ada dua prosedur pembedahan
yang sering dilakukan. Yaitu arthroplastic synovectomy dan
arthrodesis.
d. Jari – jari
Hasil synovectomy pada jari sangat tidak bagus dan tidak stabil,
lagipula synovectomy tidak selalu bisa melindungi meluasnya
kerusakan kartilago sendi. Terapi pembedahan dilakukan untuk
memperbaiki deformitas pada sendi jari. Cedera tendon sering ditemui
pada tangan yang rheumatoid, sehingga membutuhkan rekonstruksi
tendon.
46
disebabkan oleh penyakit degeneratif atau arthritis, dan kehilangan tulang
akibat trauma sebelumnya, infeksi, atau reseksi tumor. Karena adanya
defisiensi tulang disekitar joint arthroplasty maka akan mengganggu
tujuannya yaitu untuk mendapatkan fiksasi implan yang stabil dan
mengembalikan mekanisme persendian sefisiologis mungkin. Sehingga untuk
mencapai tujuan ini para ahli bedah melakukan bone graft disekitar
arthroplasty. 8
H. Kriteria Remisi
I. Prognosis
47
J. Komplikasi
Rheumatoid arthritis menyebabkan kekakuan dan rasa nyeri dan dapat pula
menimbulkan kelelahan. Dapat mengakibatkan kesulitan dengan aktivitas sehari
– hari, seperti memutar knob pintu atau memegang bolpoint. Menahan rasa sakit
dan rheumatoid arthritis yang tidak dapat diprediksi dapat menyebabkan gejala –
gejala depresi.
Rheumatoid arthritis dapat meningkatkan resiko osteoporosis, terutama
jika penderita mengkonsumsi kortikosteroid. Beberapa peneliti mempercayai
bahwa rheumatoid arthritis dapat meningkatkan resiko penyakit jantung. Ini
dikarenakan inflamasi yang diakibatkan oleh rheumatoid arthritis
mempengaruhi arteri dan jaringan otot jantung.
Inaktivitas yang lama dapat menimbulkan kelemahan dan menurunnya
kekuatan otot. Ini dapat dicegah dengan fisioterapi dan pengobatan nyeri, jika
tidak maka ahli bedah akan dihadapkan pada kesulitan rehabilitasi post operasi.
Terkadang dinding sendi bisa ruptur dan isi synovial akan keluar ke
jaringan lunak. Infeksi juga rentan terjadi pada pasien RA terutama yang
diterapi dengan kortikosteroid. Peningkatan rasa nyeri pada satu sendi harus
diwaspadai terjadinya septik arthritis dan membutuhkan aspirasi sendi.
Komplikasi lain yang sangat jarang terjadi antara lain kompresi medula
spinalis, vasculitis sistemik, amyloidosis terjadi karena penyakit rheumatoid
yang sangat lama ditandai dengan proteinuria dan kerusakan ginjal progresif.1,3
48
BAB III
KESIMPULAN
1. Rheumatoid Arhritis (RA) adalah penyebab tersering dari penyakit
inflamasi kronis pada sendi. Manifestasi yang seringkali timbul
adalah poliartritis simetris dan tenosynovitis, kaku pada pagi hari atau
morning stiffness, dan peningkatan rasio sedimentasi eritrosit/
erythrocyte sedimentation rate (ESR).
2. Beberapa faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi dari
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah faktor genetik, reaksi imunologi,
reaksi inflamasi, factor rheumatoid dan kerusakan kartilago pada
persendian.
3. Patofisiologi RA melalui 4 tingkatan yaitu preklinis, sinovitis,
destruksi dan deformitas.
4. Penatalaksanaan untuk penyakit Rheumatoid Arthritis (RA) dapat
berupa tatalaksana non- farmakologis dan farmakologis
5. Komplikasi dari Rheumatoid Arthritis (RA) adalah deformitas yang
menetap, kelemahan otot, rupture dinding sendi, infeksi, kompresi
korda spinalis, vaskulitis sistemik, dan amyloidosis.
49
DAFTAR PUSTAKA
50
14. Velyn C. Pearce. 2006. Sendi atau persambungan pada kerangka dalam
Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
15. Bermawan. Penyakit Radang Sendi 2011. Diunduh dari :
http://naturindonesia.com/artikel-berbagai-penyakit-degeneratif/449-
artritis-
reumatoidhttp://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&tas
k=view&id=1670&Itemid=1
16. Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI
Edisi 7. Jakarta : EGC
51