Konsensus PUA HIFERI JAKARTA Kelompok B
Konsensus PUA HIFERI JAKARTA Kelompok B
1
Daftar Isi
Daftar Isi..............................................................................................................................2
Definisi dan Terminologi.....................................................................................................3
Sistem Klasifikasi (FIGO)..................................................................................................4
Terapi.................................................................................................................................16
MANIFESTASI.................................................................................................................27
PUA-O...............................................................................................................................30
Manajemen PUA-O dan PUA-E........................................................................................36
Manajemen medisinalis.....................................................................................................38
NON-HORMONAL......................................................................................................38
HORMONAL................................................................................................................40
Daftar obat yang dapat digunakan untuk terapi PUD........................................................44
Daftar Bacaan....................................................................................................................45
2
PANDUAN TATA LAKSANA
PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL (PUA)
Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah
maupun lamanya. Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid
banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal
yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium, dan
gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan
uterus disfungsional (PUD).
PUA
3
Sistem Klasifikasi (FIGO)
Klasifikasi PUA
(FIGO)
PALM COEIN
A. Polip E. Coagulopathy
C. Leiomioma G. Endometrial
4
A. Polip (PUA-P)
o Biasanya polip bersifat asimptomatik, namun pada umumnya dapat pula
menyebabkan PUA
o Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas
o Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau
histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi
B. Adenomiosis (PUA-A)
o Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan
endometrium pada hasil histopatologi
o Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan pemeriksaan
MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup
untuk mendiagnosis adenomiosis
o Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada miometrium
dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium
5
o Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi FIGO
dan WHO
E. Coagulopathy (PUA-C)
o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik
yang terkait dengan PUA
o Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki
kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah
penyakit von Willebrand
G. Endometrial (PUA-E)
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus
haid teratur
o Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan
hemostasis lokal endometrium
o Terdapat penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti
endothelin-1 dan prostaglandin F2 serta peningkatan aktifitas
fibrinolisis
o Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan yang
berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal endometrium
o Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada
siklus haid yang berovulasi
6
H. Iatrogenik (PUA-I)
o Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan
estrogen, progestin, atau AKDR
o Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau
progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough
bleeding (BTB). Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi
estrogen dalam sirkulasi yang dapat disebabkan oleh:
- Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
- Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti
koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan
ke dalam klasifikasi PUA-C
7
Penulisan
o Kemungkinan penyebab PUA pada individu bisa lebih dari satu karena itu dibuat
sistem penulisan
Angka 0: tidak ada kelainan pada pasien
Angka 1: terdapat kelainan pada pasien
Tanda tanya (?): belum dilakukan penilaian
o Sistem penulisan pada pasien yang mengalami PUA karena gangguan ovulasi
dan mioma uteri submukosum adalah PUA P0 A0 L1(SM) M0 – C0 O1 E0 I0 N0.
o Pada praktek sehari-hari gangguan di atas dapat ditulis PUA L(SM); O
o Kelainan penyebab PUA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau
histeroskopi
8
Gambar 1. Sistem penulisan PUA
9
Panduan Investigasi
A. Anamnesis
o Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan uterus, faktor
risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat
kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya (Rekomendasi B). Perlu
ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan
uterus abnormal
o Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid banyak
rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu
dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von Willebrand
(Rekomendasi B)
o Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu koagulasi
o Penilaian jumlah darah haid dapat dinilai menggunakan piktograf (PBAC) atau
skor “perdarahan”. Data ini juga dapat digunakan untuk diagnosis dan menilai
kemajuan pengobatan PUA (Rekomendasi C)
B. Pemeriksaan umum
o Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan
o Perlu dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk trombosit pada
kasus PUA kronik eksaserbasi akut
10
C. Penilaian ovulasi
o Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari
o Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea
o Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum fase
luteal madya atau USG transvaginal bila diperlukan
E. Penilaian endometrium
o Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien
PUA
o Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:
o perempuan umur > 45 tahun
o memiliki faktor risiko secara genetik
11
o USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium
kompleks yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker
endometrium
o Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara
o Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal cancer
memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata umur
saat diagnosis antara 48-50 tahun
o Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan
uterus abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan)
o Beberapa teknik pengambilan sampel endometrium seperti D & K dan biopsi
endometrium dapat dilakukan
G. Penilaian miometrium
o Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis
o Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan
abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI
o Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih unggul dibandingkan
USG transvaginal
12
Perdarahan uterus abnormal akut
A. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan atau
Hb < 10 g / dl perlu dilakukan rawat inap.
13
PUA AKUT
Hipotensi ortostatik atau hemoglobin < 10 g / dl atau perdarahan aktif & banyak
Ya Tidak
Infus RL dan oksigen dan transfusi darah jika Hb EEK 2.5 mg, oral setiap 6 jam, ditambah
< 7,5 g / dl prometasin 25 mg oral. Asam traneksamat
EEK 2.5 mg, oral setiap 6 jam, ditambah 3 x 1 gram diberikan bersamaan dengan
prometasin 25 mg oral atau injeksi setiap 4-6 EEK.
jam. Asam traneksamat 3 x 1 gram diberikan D&K jika perdarahan masih berlangsung
bersamaan dengan EEK dalam 12-24 jam.
D&K jika perdarahan masih berlangsung dalam Setelah perdarahan akut berhenti, diberikan
12-24 jam. PKK 4x1 tab (4 hari), 3x1 tab (3 hari), 2x1
Setelah perdarahan akut berhenti, diberikan PKK tab (2 hari) dan 1x1 tab, 3 minggu dan 1
4x1 tab (4 hari), 3x1 tab (3 hari), 2x1 tab (2 hari) minggu bebas PKK. PKK siklik selama 3
dan 1x1 tab, 3 minggu dan 1 minggu bebas PKK. bulan
PKK siklik selama 3 bulan. Dapat diberikan Jika terdapat kontra indikasi PKK dapat
GnRH agonis 3 siklus bersama PKK. diberikan progestin selama 14 hari,
Jika terdapat kontra indikasi PKK dapat diberikan kemudian stop 14 hari. Ulangi 3 bulan.
progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. USG transvaginal / transrektal, TSH, DPL,
Ulangi 3 bulan. PT, aPTT.
USG transvaginal / transrektal, TSH, DPL, PT, Tablet hematinik 1x1 tab
aPTT.
Tablet hematinik 1x1 tab
J. Bila terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, lakukan terapi
pembedahan seperti ablasi endometrium, miomektomi, polipektomi atau histerektomi
14
PUA kronik
> 3 bulan, lama, jumlah, dan
frekuensi perdarahan tidak PUA akut
dapat diramalkan Tidak
Ya
Pemeriksaan awal
C. Fungsi D. Gangguan
ovulasi medis terkait, C. Pemeriksaan hormonal
penggunaan obat (jika oligo-anovulasi)
F. Fertilitas E. Evaluasi
uterus D. Pemeriksaan
koagulopati bawaan
jika (+) indikasi
Gambar 3. Evaluasi awal PUA kronik: Pasien mengalami satu atau lebih kondisi
perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3 bulan terakhir.
Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan penggunaan
yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien untuk memiliki keturunan
dapat menentukan penanganan selanjutnya. Pemeriksaan tambahan meliputi
pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi
(fungsi tiroid, prolaktin, dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis
15
E. Evaluasi Uterus
Y Tidak Y
a a TA dan TR
kemungkinan Tidak
Y PUA-E atau O
a
F. Histeroskopi + / - biopsi atau F. SIS
E. Hiperplasia Tidak
atipik/ Kanker? F. Lesi target
Tidak
Y
a (-) akses
Y
a
Tata laksana PUA-M G. Pertimbangkan
PUA-LSM, PUA-P, PUA-A MRI
16
Pemeriksaan penunjang
Primer Sekunder Tersier
Prolaktin
Darah lengkap Tiroid (TSH, FT4)
Hb
Laboratorium Hemostasis (BT-CT, DHEAS, Testosteron
Tes kehamilan urin
lainnya sesuai fasilitas) Hemostasis (PT, aPTT,
fibrinogen, D-dimer)
USG transabdominal
USG transabdominal USG transvaginal
USG transvaginal USG transrektal
USG
USG transrektal SIS
Pemeriksaan SIS Doppler
Penunjang MRI
Mikrokuret / D&K
Mikrokuret
Histeroskopi
Penilaian endometrium D&K
Endometrial sampling
(hysteroscopy guided)
17
Penanganan Perdarahan Uterus Abnormal
1. Polip (PUA-P)
o Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan
o Reseksi secara histeroskopi (Rekomendasi C)
o Dilatasi dan kuretase
o Kuret hisap
o Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi
2. Adenomiosis (PUA-A)
A. Diagnosis adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG atau MRI
B. Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
C. Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikan analog GnRH + add-
back therapy atau LNG IUS selama 6 bulan (Rekomendasi C)
D. Adenomiomektomi dengan teknik Osada merupakan alternatif pada pasien
yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6 cm)
E. Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat
dilakukan (Rekomendasi C). Histerektomi dilakukan pada kasus dengan
gagal pengobatan
18
A. Adenomiosis
B. Ingin hamil ?
Tidak
Ya
19
Leiomioma uteri (PUA-L)
A. Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
B. Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
C. Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama bila
pasien menginginkan kehamilan (Rekomendasi B). Pilihan pertama untuk
mioma uteri submukosum berukuran < 4 cm
- Mioma uteri submukosum derajat 0 atau 1 (Rekomendasi B)
- Mioma uteri submukosum derajat 2 (Rekomendasi C)
D. Bila terdapat mioma uteri intra mural atau subserosum dapat dilakukan
penanganan sesuai PUA-E / O) (Rekomendasi C). Pembedahan dilakukan
bila respon pengobatan tidak adekuat
E. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan pengobatan
untuk mengurangi perdarahan dan memperbaiki anemia (Rekomendasi B),
Bila respon pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan pembedahan.
Embolisasi arteri uterina merupakan alternatif tindakan pembedahan
(Rekomendasi A)
20
A. Leiomioma
B. Ingin hamil ?
Ya Tidak
C. Submukosum
E. Penanganan medis (koreksi anemia)
E. Miomektomi
C. Histeroskopi reseksi
E. Operasi
E. Histerektomi
D. Intramural / Subserosum E. Tata laksana
ekspektatif
D. Jika D. Operasi
gagal
21
4. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
A. Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan penilaian
histopatologi
B. Tanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan
C. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histerektomi merupakan
pilihan (Rekomendasi C)
D. Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D & K dilanjutkan
pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6 bulan
(Rekomendasi C)
E. Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histologi pada akhir bulan
ke-6 pengobatan
A. Hiperplasia
endometrium atipik
B. Ingin hamil ?
Ya Tidak
C. Histerektomi
D. D & K dan
Progestin (6 bulan)
atau
LNG-IUS
atau
Analog GnRH
Hiperplasia atipik
E. Biopsi (akhir bulan ke-6) menetap
22
5 . Coagulopathy (PUA-C)
A. Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik
yang terkait dengan PUA
B. Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini
C. Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil estrogen-
progestin dan LNG-IUS pada kasus ini memberikan hasil yang sama bila
dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi
D. Jika terdapat kontraindikasi terhadap asam traneksamat atau PKK dapat
diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung pada umur
pasien (Rekomendasi B)
Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada penyakit von
Willebrand (Rekomendasi C)
A. Coagulopathy
B. Terapi multidisiplin
C. Asam traneksamat
dan PKK atau LNG-IUS D. Jika ada kontraindikasi
23
6. Ovulatory dysfunction (PUA-O)
A. Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi
klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi.
B. Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada keadaan
oligomenorea. Bila dijumpai hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh hipotiroid
maka kondisi ini harus diterapi
C. Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan
endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan pengambilan
sampel endometrium
D. Bila tidak dijumpai faktor risiko untuk keganasan endometrium lakukan penilaian
apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak.
E. Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tata laksana
infertilitas
F. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal
dengan menilai ada atau tidaknya kontra indikasi terhadap PKK
G. Bila tidak dijumpai kontra indikasi, dapat diberikan PKK selama 3 bulan
(rekomendasi A)
H. Bila dijumpai kontra indikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat progestin
selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3 bulan siklus
(rekomendasi A)
I. Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan
J. Bila keluhan berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau distop
sesuai keinginan pasien
K. Bila keluhan tidak berkurang, lakukan pemberian PKK atau progestin dosis tinggi
(naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis maksimal).
Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping seperti sindrom pra
haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma uteri
(rekomendasi A). Pertimbangkan tindakan kuretase untuk menyingkirkan
keganasan endometrium. Bila pengobatan medikamentosa gagal, dapat
dilakukan ablasi endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi atau
histerektomi. Tindakan ablasi endometrium pada perdarahan uterus yang banyak
dapat ditawarkan setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien.
24
Pada uterus dengan ukuran < 10 minggu tindakan ablasi endometrium
merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan histerektomi (rekomendasi A).
25
A. PUA-O
Tidak
Ya
E. Ingin hamil ? E. Tata laksana infertilitas
Tidak
Tidak Ya
Ya
J. Teruskan atau stop terapi
I. Perdarahan berkurang hormonal sesuai keinginan
pasien
Tidak
26
7. Endometrial (PUA-E)
A. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
yang teratur
B. Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda hipotiroid
atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik (rekomendasi C).
Pemeriksaan USG transvaginal atau SIS terutama dapat dilakukan untuk menilai
kavum uteri (rekomendasi A)
C. Jika pasien memerlukan kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak lanjutkan ke D
D. Asam traneksamat 3 x 1 g dan asam mefenamat 3 x 500 mg merupakan pilihan
lini pertama dalam tata laksana menoragia (rekomendasi A)
E. Lakukan observasi selama 3 siklus menstruasi
F. Jika respons pengobatan tidak adekuat, lanjutkan ke G
G. Nilai apakah terdapat kontra indikasi pemberian PKK
H. PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan pertumbuhan
endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja, selanjutnya pada hari pertama
siklus menstruasi (rekomendasi A)
I. Jika pasien memiliki kontra indikasi terhadap PKK maka dapat diberikan
preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat.
(rekomendasi A) Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan
penggunaan LNG-IUS
J. Jika setelah 3 bulan, respons pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan
penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri
K. Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma submukosum
segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan histeroskopi
(rekomendasi B)
L. Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm,
lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan hiperplasia
(rekomendasi B)
M. Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi dengan
progestin, LNG IUS, GnRHa atau histerektomi
N. Jika hasil pemeriksaan USG TV dan SIS menunjukkan hasil normal atau
terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif maka dilakukan
evaluasi terhadap fungsi reproduksinya
27
O. Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat dilakukan ablasi
endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksi anjurkan pasien untuk mencatat siklus haidnya dengan baik dan
memantau kadar Hb
28
A. PUA-E
C. Memerlukan kontrasepsi
Tidak Ya
H. PKK 3 I. Progestin
E. Observasi selama 3 siklus selama 14 hari, kemudian stop
siklus selama 14 hari. Ulang selama 3
siklus. Tawarkan LNG IUS
J. Respon
F. Respon tidak adekuat tidak adekuat K. Pertimbangkan
K. Polip atau mioma reseksi dengan
submukosum histeroskopi
K. USG
transvaginal
atau SIS L. Hiperplasia L. Pengambilan
endometrium (tebal sampel endometrium
endometrium > 10)
mm)
N. Normal atau
abnormal dan tidak
bisa dilakukan terapi M. Pertimbangkan
konservatif M. Adenomiosis MRI, progestin, LNG
IUS, leuprolide atau
histerektomi
O. Pertimbangkan ablasi
endometrium atau
histerektomi
29
8. Iatrogenik (PUA-I)
8.1 . Perdarahan karena efek samping PKK
A. Penanganan efek samping PUA-E disesuaikan dengan algoritma PUA-E
B. Perdarahan sela (breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
atau setelah 3 bulan penggunaan PKK
C. Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama maka penggunaan PKK
dilanjutkan dengan mencatat siklus haid
D. Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap > 3 bulan
lanjutkan ke E
E. Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila positif
berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum PKK
secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen. Jika usia pasien
lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium
F. Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau histeroskopi untuk
menyingkirkan kelainan saluran reproduksi
G. Jika perdarahan sela terjadi setelah 3 bulan pertama penggunaan PKK,
lanjutkan ke E
H. Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke I
I. Singkirkan kehamilan
J. Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama
30
A. PUA-E B. Perdarahan sela H. Amenorea
(breakthrough bleeding)
I. Singkirkan
Algoritma PUA-E kehamilan
31
8.2. Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin
A. Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke B
B. Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa
C. Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke D
D. Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan endometrium,
lanjutkan ke E, jika tidak lanjutkan ke F
E. Biopsi endometrium
F. Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke G. Jika tidak
lanjutkan ke I
G. Berikan 3 alternatif sebagai berikut:
- Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama
- Ganti kontrasepsi dengan PKK (jika tidak ada kontra indikasi)
- Suntik DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA)
H. Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan, lanjutkan ke I
I. Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4 x 1.25 mg / hari selama 7 hari) yang
dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan
pemilihan metoda kontrasepsi lain
32
C. PUA-O A .Amenorea atau perdarahan bercak
Ya
F. 4-6 bulan pertama pemakaian G. - lanjutkan kontrasepsi
kontrasepsi
- ganti dengan PKK
- suntik DMPA setiap 2 bulan
(khusus akseptor DMPA)
Tidak
33
8.3. Perdarahan karena efek samping penggunaan AKDR
A. Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjutkan ke B
B. Berikan doksisiklin 2x100 mg sehari selama 10 hari karena perdarahan pada
pengguna AKDR dapat disebabkan oleh endometritis. Jika tidak ada perbaikan,
pertimbangkan untuk mengangkat AKDR
C. Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan pertama,
lanjutkan ke D. Jika tidak, lanjutkan ke E
D. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu dapat ditambahkan AINS. Jika setelah
6 bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati, lanjutkan ke E
E. Berikan PKK untuk 1 siklus
F. Jika perdarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia
pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium
34
A. Nyeri pada uterus
Ya
Ya
C. Penggunaan 4-6 bulan pertama D. Lanjutkan penggunaan AKDR,
jika perlu dapat ditambahkan
AINS
Tidak
35
Manifestasi klinis perdarahan uterus abnormal
PUA
36
Perdarahan uterus abnormal akut
B. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan atau
Hb < 10 g / dl perlu dilakukan rawat inap.
C. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan, kemudian lanjutkan ke D
D. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter / menit dan transfusi
darah jika Hb < 7,5 g / dl, untuk perbaikan hemodinamik.
E. Stop perdarahan dengan EEK 2.5 mg per oral setiap 4-6 jam (rekomendasi B),
ditambah prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM setiap 4-6 jam untuk mengatasi
mual. Asam traneksamat 3 x 1 gram dan AINS 3 x 500 mg diberikan bersama EEK.
F. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam, lakukan dilatasi dan kuretase (D&K)
(rekomendasi B).
G. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan PKK 4 kali 1 tablet perhari
(4 hari), 3 kali 1 tablet perhari (3 hari), 2 kali 1 tablet perhari (2 hari) dan 1 kali 1
tablet sehari (3 minggu), kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan PKK siklik sebanyak 3
siklus (rekomendasi A).
H. Jika terdapat kontraindikasi PKK, berikan progestin selama 14 hari kemudian stop 14
hari. Ulangi selama 3 bulan. (rekomendasi A). Untuk riwayat perdarahan berulang
sebelumnya, injeksi gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan
bersamaan dengan pemberian PKK untuk stop perdarahan (rekomendasi A). GnRH
agonis diberikan 2-3 siklus dengan interval 4 minggu.
I. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari penyebab
perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal / transrektal (rekomendasi
B), periksa darah perifer lengkap (DPL) (rekomendasi C) dan fungsi hemostasis
(hitung trombosit, PT, aPTT dan TSH) (rekomendasi C). Tindakan SIS dapat
dilakukan pada keadaan endometrium yang tebal, untuk melihat adanya polip
endometrium atau mioma submukosum. Jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan
histeroskopi “office” (rekomendasi A).
J. Dapat diberikan suplemen hematinik 1 x 1 tablet dan anti oksidan
K. Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka dapat
dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium, miomektomi, polipektomi
atau histerektomi (rekomendasi A).
37
Hipotensi ortostatik atau hemoglobin < 10 g / dl atau perdarahan aktif & banyak
Ya Tidak
Infus RL dan oksigen dan transfusi darah jika Hb EEK 2.5 mg, oral setiap 6 jam, ditambah
< 7,5 g / dl prometasin 25 mg oral. Asam traneksamat
EEK 2.5 mg, oral setiap 6 jam, ditambah 3 x 1 gram diberikan bersamaan dengan
prometasin 25 mg oral atau injeksi setiap 4-6 EEK.
jam. Asam traneksamat 3 x 1 gram diberikan D&K jika perdarahan masih berlangsung
bersamaan dengan EEK dalam 12-24 jam.
D&K jika perdarahan masih berlangsung dalam Setelah perdarahan akut berhenti, diberikan
12-24 jam. PKK 4x1 tab (4 hari), 3x1 tab (3 hari), 2x1
Setelah perdarahan akut berhenti, diberikan PKK tab (2 hari) dan 1x1 tab, 3 minggu dan 1
4x1 tab (4 hari), 3x1 tab (3 hari), 2x1 tab (2 hari) minggu bebas PKK. PKK siklik selama 3
dan 1x1 tab, 3 minggu dan 1 minggu bebas PKK. bulan
PKK siklik selama 3 bulan. Dapat diberikan Jika terdapat kontra indikasi PKK dapat
GnRH agonis 3 siklus bersama PKK. diberikan progestin selama 14 hari,
Jika terdapat kontra indikasi PKK dapat diberikan kemudian stop 14 hari. Ulangi 3 bulan.
progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. USG transvaginal / transrektal, TSH, DPL,
Ulangi 3 bulan. PT, aPTT.
USG transvaginal / transrektal, TSH, DPL, PT, Tablet hematinik 1x1 tab
aPTT.
Tablet hematinik 1x1 tab
J. Bila terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, lakukan terapi
pembedahan seperti ablasi endometrium, miomektomi, polipektomi atau histerektomi
38
Penanganan PUA menurut strata pelayanan kesehatan
Stop
perdarahan EEK 4x2.5 mg Medikamentosa
(bila tidak berhenti - Agonis GnRH
dalam waktu 24 - LNG IUS
jam, lakukan D&K, - Danazol
harus ada
persetujuan pada Operatif
nona) - D&K
- Ablasi
PKK 4x1 4d - Histerektomi
PKK 3x1 3d
PKK 2x1 2d
PKK 1x1 21d
As. traneksamat
3x1 g
AINS 3x500mg
39
Follow up
- regulasi - PKK
haid - Progestin siklik
- LNG IUS
- ingin stop - GnRH agonis ablasi
haid - Danazol endometrium
Keterangan:
EEK = estrogen ekuin konyugasi, PKK = pil kontrasepsi kombinasi, D&K = dilatasi dan
kuretase, AINS = anti inflamasi non steroid, LNG-IUS = levonorgestrel intra uterine
system
40
Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal
NON-HORMONAL
41
(A) Asam Traneksamat
Plasmin
Plasminogen
Fibrin FDPs
Fosfolipase A2 Fosfolipase C2
Asam arakidonat
Prostaglandin H2
42
HORMONAL
(A). Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan
yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48 jam.
Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat anti-emetik
seperti promethazine 25 mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan
kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait
langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja untuk memicu vasospasme pembuluh
kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X , proses
agregasi trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor
progesteron akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya dengan
menggunakan progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat efek
estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.
(B). PKK
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat
endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah 4 x 1
tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3 x 1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2
x 1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1 x 1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya
bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi
kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya ditujukan untuk
menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan secara kontinyu, namun
dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa
perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein
thrombosis, stroke dan serangan jantung.
(C). Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel endometrium,
sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih rendah
dibandingkan dengan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat
memicu efek anti mitotik yang mengakibatkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin
dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama 14
43
hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang-ulang tanpa memperhatikan pola
perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, maka
dosis progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi
sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai hari ke 14. Pemberian
progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila
terdapat kontra-indikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah, riwayat
stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard, kecurigaan keganasan
payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning akibat kolestasis, kanker hati).
Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1 x 10 mg, noretisteron asetat
dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogesteron 2 x 5 mg atau nomegestrol asetat 1 x 5 mg
selama 10 hari per siklus.
Apabila pasien mengalami perdarahan pada saat kunjungan, dosis progestin
dapat dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk
14 hari dan kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti.
Pemberian progestin secara kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat
amenorea. Terdapat beberapa pilihan, yaitu :
- pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari
- Pemberian DMPA setiap 12 minggu
- Penggunaan LNG IUS
Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara
tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi
(D). Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17a-etinil
testosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk menekan
produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogen
di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per
hari dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat. Danazol dapat
menurunkan hilangnya darah menstruasi kurang lebih 50% bergantung dari dosisnya
dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding dengan AINS atau progestogen oral.
Dengan dosis lebih dari 400mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek
sampingnya dialami oleh 75% pasien yakni: peningkatan berat badan, kulit berminyak,
jerawat, perubahan suara.
44
(E). Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor GnRH pada
hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca reseptor,
yang akan mengakibatkan hambatan pada pelepasan hormon gonadotropin. Pemberian
obat ini biasanya ditujukan pada wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini
dapat membuat penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan leuprolide acetate 3.75
mg intra muskular setiap 4 minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6
bulan karena terjadi percepatan demineralisasi tulang. Apabila pemberiannya melebihi 6
bulan, maka dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah (add
back therapy). Efek samping biasanya muncul pada penggunaan jangka panjang, yakni:
keluhan-keluhan mirip wanita menopause (misalkan hot flushes, keringat yang
bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular apabila
penggunaan GnRH agonist lebih dari 6 bulan).
45
(E) GnRHa
(D) Danazol
46
Daftar obat yang dapat digunakan untuk terapi PUD
Anti fibrinolitik
Anti prostaglandin
Progestin sintetik
1. Nomegestrol asetat 5 mg / tab Lutenyl
Medroksiprogesteron
2. 10 mg / tab
asetat
3. Norethisteron 5 mg
4. Didrogesteron 10 mg
Depomedroksi
5 150 mg / vial
progesteron asetat
Pil kontrasepsi kombinasi
47
Daftar Bacaan
1. Munro MG, Critchley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO classification system (PALM-
COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in nongravid women of reproductive
age. International journal of gynaecology and obstetrics: the official organ of the
International Federation of Gynaecology and Obstetrics. 2011 Apr;113(1):3-13
2. The Royal College of Obstetricians and Gynecologist. The management of heavy
menstrual bleeding ; Nice Guideline, 2007
3. Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F, Gondry J, et al.
Clinical practice guidelines on menorrhagia: management of abnormal uterine
bleeding before menopause. European journal of obstetrics, gynecology, and
reproductive biology. 2008 Oct;152(2):133-7
4. Oehler MK, Rees MC. Menorrhagia: an update. Acta obstetricia et gynecologica
Scandinavica. 2003 May;82(5):405-22
48