PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perdarahan uterus abnormal (PUA) atau abnormal uterine bleeding (UAB)
merupakan masalah yang sering ditemukan pada wanita selama masa reproduksi
di seluruh dunia. Prevalensi kejadian PUA pada wanita usia reproduktif sekitar 3-
30%. Kira-kira sepertiga dari seluruh wanita pernah mengalami masalah
perdarahan uterus selama hidup mereka.1 Pada masa reproduktif seorang wanita,
kejadian perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah sekitar 14-25%. Selain
menyebabkan masalah kesehatan, masalah PUA juga mempengaruhi kondisi fisik,
sosial, emosional dan kualitas hidup seorang wanita 2,3
. Gejala utama yang sering
muncul adalah menorrhagia, yaitu suatu perdarahan yang berasal dari uterus yang
banyak, berkepanjangan, sering terjadi, dan belum diketahui penyebabnya. 4
Pada awal perkembangannya, perdarahan uterus abnormal (PUA) dikenal
sebagai perdarahan uterus disfungsional atau dysfunctional uterine bleeding
(DUB). Sejak tahun 2011, oleh Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO)
diperkenalkan istilah baru yaitu Abnormal uterine bleeding (AUB). Terminologi
lain yang dikemukakan yakni heavy menstrual bleeding (HMB), intermenstrual
bleeding (IMB) dan kombinasi antara IMB dan HMB. Istilah heavy menstrual
bleeding (HMB) digunakan untuk menggantikan menorrhagia, yaitu perdarahan
menstruasi yang berlebihan sehingga mengganggu kondisi fisik, emosional dan
kualitas hidup seorang wanita. Sedangkan intermenstrual bleeding (IMB)
digunakan untuk menggantikan metrorrhagia, yaitu perdarahan di antara siklus
menstruasi/haid normal 1,3
Penyebab perdarahan uterus abnormal (PUA) bervariasi, meliputi kelainan
anatomis, disfungsi hormonal, infeksi, penyakit sistemik dan komplikasi akibat
kehamilan. Oleh sebab itu, PUA dapat terjadi pada wanita dengan segala usia.
Namun, insiden perdarahan uterus abnormal lebih sering ditemukan pada wanita
usia reproduktif (Hoffman et al, 2016). FIGO (2011) memperkenalkan 9 kategori
penyebab perdarahan uterus abnormal, yang disingkat sebagai “PALM-COEIN”,
meliputi : polyp, adenomyosis; leiomyoma; malignancy dan hyperplasia;
coagulopathy; ovulatory dysfunction; endometrial; iatrogenic; not yet classified.
Secara umum, komponen dalam “PALM” merupakan komponen entitas
struktural, yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan pencitraan dan/atau
histopatologi. Sedangkan “COEIN” meliputi entitas yang non-struktural 1,3
Berdasarkan penelitian Dahiya, didapati hasil kelompok usia yang paling
umum mengalami PUA adalah 41-45 tahun (36%), dan patologi yang paling
umum pada kelompok usia ini adalah hiperplasia endometrium. Pola perdarahan
yang paling umum adalah perdarahan menstruasi yang berat dan insiden tertinggi
terlihat pada wanita multipara (74%). 5
Sebuah studi cross-sectional dilakukan di Tiongkok, dengan tujuan
mengevaluasi prevalensi penyebab PUA di Beijing Shijitan Hospital, Capital
Medical University. Klasifikasi PUA oleh FIGO (2011) digunakan dalam evaluasi
dan didapatkan dari total 1053 partisipan, PUA akibat disfungsi ovulasi paling
banyak ditemukan yaitu sekitar 57,7%. Selanjutnya PUA akibat polip sekitar
16,2%, PUA akibat leiomioma sekitar 12%, PUA akibat adenomiosis sekitar
4,94%, PUA akibat kelainan endometrial sekitar 2%, PUA akibat iatrogenik
sekitar 2%, PUA akibat malignansi sekitar 1,9% dan PUA tanpa sebab yang jelas,
sekitar 0,9% 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jika ditemukan salah satu dari ketiga kriteria di atas, maka dikatakan
skrining positif dan rujukan untuk evaluasi lebih lanjut dibutuhkan 3
Pemeriksaan kehamilan merupakan dasar dalam mendiagnosis PUA. Pasien
dengan usia premenstrusasi atau posmenopause memiliki diagnosis banding yang
berbeda dengan PUA. Perlu diingat bahwa PUA adalah perdarahan yang berasal
dari uterus. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah dapat menyingkirkan
penyebab perdarahan yang berasal dari extra-uterine.
Evaluasi lebih lanjut pada perempuan tidak hamil dalam usia reproduktif dapat
didasarkan dengan pertanyaan lanjutan berikut yaitu : 18
a. Bagaimana pola perdarahan?
b. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap?
c. Apakah perlu dilakukan pengambilan sampel endometrium?
d. Apakah perlu pemeriksaan faktor koagulasi?
e. Apakah perdarahan berhubungan dengan metode kontrasepsi?
2.1.6 Tatalaksana
Terapi Farmakologis
Penanganan perdarahan uterus abnormal (PUA) akut bergantung pada
keadaan klinis, kemungkinan etiologi dari hasil penjajakan, keinginan untuk
memiliki anak dan kondisi penyakit penyerta pasien (ACOG, 2013). Pilihan
tatalaksana pada PUA akut adalah secara farmakologi atau operatif. Pengobatan
farmakologi dapat diberikan preparat hormonal (pil kontrasepsi kombinasi) atau
non hormonal (NSAID atau agen anti fibrinolitik). Selain itu, preparat besi oral
atau parenteral dapat diberikan untuk mengatasi anemia pasien 2,17
Terapi Operatif/Surgical
Penanganan PUA secara operatif dilakukan pada pasien tanpa lesi
patologis/PUA non struktural (COEIN) 2,22
Hal yang perlu dipertimbangkan
adalah kondisi pasien, keparahan perdarahan, kontraindikasi terhadap terapi obat-
obatan, respon kurang terhadap obat dan penyakit penyerta pasien. Pilihan
tindakan operatif yaitu dilatasi dan kuretase (D&C), ablasi endometrium,
embolisasi arteri uterina dan histerektomi 17
Jika PUA terjadi pada pasien wanita
yang masih remaja, tindakan tersebut di atas sebaiknya dihindari, karena dapat
menyebabkan infertilitas di masa mendatang 20
Tindakan operatif spesifik untuk mengatasi perdarahan, seperti
histeroskopi dengan D&C, polipektomi atau miomektomi, dilakukan jika terdapat
lesi patologis atau dicurigai PUA struktural (PALM) 17
Ablasi endometrium biasanya dilakukan menggunakan metode
histeroskopik (generasi pertama), yang dilakukan dengan cara destruksi lapisan
basal endometrium. Hal ini diharapkan dapat mengurangi regenerasi lapisan
fungsional endometrium sehingga mengurangi perdarahan 21
Resiko dari tindakan
ablasi endometrium ialah perforasi uterus, infeksi, perdarahan dan cedera pada
usus atau kandung kemih 2
Tindakan histerektomi merupakan tindakan terakhir yang dapat dilakukan
untuk menghentikan perdarahan dari uterus. Tindakan ini direkomendasikan jika
dengan alternatif lain, perdarahan tidak dapat berhenti atau pasien sudah tidak
ingin hamil lagi (ACOG, 2013; Benetti-Pinto, 2017). PUA akibat keganasan
endometrium dapat langsung dilakukan tindakan histerektomi 8
Terapi Kausal PUA
Pada pasien PUA yang telah ditentukan jenis penyebabnya, sesuai dengan
pedoman “PALM-COEIN”, maka dapat ditatalaksana secara spesifik (Tabel 2.3).
2.3.2 Klasifikasi
a. L1: ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL.
b. L2: sel lebih besar, inti regular, kromatin bergumpal, nucleoli prominen dan
sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari ALL.
c. L3: ALL mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan
banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL.
2.3.3 Patofisiologi
(2) bagian kedua, setelah minggu ke-20 kehamilan: kemoterapi bridging atau
modifikasi ALL rejimen kemoterapi tanpa metotreksat dapat diberikan sampai
trimester ketiga kehamilan, meskipun kemungkinan kerusakan pada janin harus
diambil mempertimbangkan.
Perawatan obstetrik yang ketat dan pemantauan ketat terhadap ibu dan
janin sangat penting untuk memastikan hasil yang terbaik. Persalinan elektif
setelah 32 minggu kehamilan harus direncanakan tetapi waktu pelahiran harus
menghindari periode pansitopenia untuk mencegah komplikasi lebih lanjut25
Pada ALL sering kali hal ini disebabkan oleh jenis nomor 2 mengingat daripada
patofisiologi ALL yang dapat menganggu regenerasi seluruh sel termasuk
platelet.4
Pemeriksaan Fisik:
Kepala : Palpebra konjungtiva inferior anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar Tiroid (-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Thorax : Suara Pernafasan : Vesikular (+/+)
Suara Tambahan : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Pada Status Obstetrikus
Extremitas : Dalam batas normal, edema (+/+)
Pemeriksaan Obstetrikus:
Abdomen : Normoperistaltik, massa (-), nyeri tekan (-)
Perdarahan vagina : (-)
Pemeriksaan vagina:
Inspekulo : Tidak dilakukan
RT : Uterus anteflexi, normal size, massa (-), adneksa kanan
dan kiri tidak teraba massa, parametrium lemas. Cavum
doughlas tidak menonjol, sphincter ani ketat, mukosa recti
licin, ampula recti kosong, darah (-).
3. Ultrasonography
14 Juni 2022
• KK terisi
• Uterus RF ukuran 4.94 x 2.68 x 4.04 cm
• E -Thickness 21.1 mm
• Ovarium kanan ukuran 4.04 x 2.68cm, >5 folikel ukuran 3.4 mm
• Ovarium kiri ukuran 3.43 x 1.69 cm, >5 folikel ukuran 4.0 mm
Kesimpulan : Gynaecology interna tidak ada kelainan
4. Laboratorium
Hasil Laboratorium 11 Juni 2022
• Hb : 10,8 N: 12-14 gr/dL
• Leukocyte : 1,020 N: 4.000-11.000/uL
• Hematocrite : 30,3 N: 36,0-42,0/%
• Platelet : : 13,000
N:150.000-400.000/uL
• Erytrocyte : 3,71 N: 4,1-5,1 million/uL
• MCV : 82 N: 82 – 92 fL
• MCH : 29.1 N: 27 – 33.7 pg
• MCHC : 35,6 N: 32 – 36 %
5. Diagnosa
PUA-C + ALL
6. Tatalaksana
-
7. Rencana
Lapor DPJP Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked (OG), Sp. OG(K)- FER
Disetujui
BAB IV
ANALISIS KASUS
Nn, W. 17 th, virgo, Karo, Islam, SMA, dating ke poli ginekologi Rumah
Sakit Universitas Sumatera Utara pada tanggal 14 Juni 2022 dengan keluhan
utama haid tidak teratur. Hal ini dialami pasien sejak 5 bulan yang lalu. Pasien
mengaku mengalami haid 10-14 hari. 4-5x ganti pembalut. Riwayat nyeri perut (-)
Riwayat perut membesar (-), Riwayat teraba benjolan (-). Riwayat penurunan BB
dan nafsu makan (+) 15 kg dalam 9 bulan. Riwayat perut di kusuk (-). Riwayat
minum herbal (-). Riwayat keputihan (-). BAK dan BAB dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai tanda vital tekanan darah 119/75 mmHg,
nadi 80x/i, nafas 20x/menit dan suhu 36,7°C. Pada pemeriksaan umum dijumpai
edema pada kedua ekstremitas. Pemeriksaan obstretikus dalam batas normal. Pada
pemeriksaan rektal touche dijumpai uterus anteflexi, normal size, massa (-),
adneksa kanan dan kiri tidak teraba massa, parametrium lemas. Cavum doughlas
tidak menonjol, sphincter ani ketat, mukosa recti licin, ampula rekti kosong, darah
(-).
Pasien kemudian diagnosis dengan Polycystic Ovarian Syndrome (POCS).
Pasien dilaporkan ke supervisor penanggung jawab Dr.dr. Binarwan Halim,
M.Ked (OG), Sp. OG (K)-FER dan dilakukan rawat bersama.
Permasalahan
TEORI KASUS
Dalam mendiagnosis suatu kelainan Pada kasus ini, dijumpai Riwayat d haid tidak
perdarahan uterus abnormal (PUA), teratur. Hal ini dialami pasien sejak 5 bulan
pertama diawali dengan mengevaluasi yang lalu. Pasien mengaku mengalami haid
jumlah kehilangan darah ketika 10-14 hari. 4-5x ganti pembalut Riwayat
menstruasi dan dampak yang dirasakan penurunan BB dan nafsu makan (+) 15 kg
oleh pasien. FIGO (2018) dalam 9 bulan.
merekomendasikan definisi dan
nomenklatur gejala-gejala perdarahan
uterus abnormal. Penggunaan istilah Pada pemeriksaan Labortorium serial
kelainan perdarahan uterus seperti ditemukan nilai Hb rendah dan nilai
menoragia, metroragia, oligomenorea, trombosit rendah.
polimenorea, hipo/hipermenorea dan
perdarahan uterus disfungsional sering
Ditemukan nilai eritrosit pada pemeriksaan
kali sulit dimengerti dan didefinisikan,
laboratorium serial juga rendah.
oleh karena itu telah ditinggalkan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA